Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran fetus dan plasenta dari uterus, ditandai dengan
peningkatan aktifitas miometrium (frekuensi dan intensitas kontraksi) yang menyebabkan
penipisan dan pembukaan serviks serta keluarnya lendir darah (show) dari vagina. Lebih dari 80%
proses persalinan berjalan normal, 15-20% dapat terjadi komplikasi persalinan. UNICEF dan
WHO menyatakan bahwa hanya 5%-10% saja yang membutuhkan seksio sesarea.1,2,3
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas umum otot polos miometrium yang
relatif tenang sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin sampai
kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai menunjukkan aktivitas kontraksi
secara terkoordinasi, diselingi suatu periode relaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang
persalinan, serta secara berangsur menghilang pada periode postpartum. 1
Proses fisiologi kehamilan yang menimbulkan inisiasi partus dan awitan persalinan belum
diketahui secara pasti. Sampai sekarang, pendapat umum yang dapat diterima bahwa keberhasilan
kehamilan pada semua spesies mamalia, bergantung pada aktivitas progesteron yang menimbulkan
relaksasi otot-otot uterus untuk mempertahankan ketenangan uterus sampai mendekati akhir
kehamilan.2
Persalinan dianggap normal juga jika terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (in partu) sejak uterus berkontraksi dan
menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Seorang wanita belum dikatakan inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan pada serviks. 1

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis dan keterampilan klinis persalinan normal
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap persalinan normal pada
ibu dan bayi serta melakukan penanganan yang tepat dan akurat.

1
1.3 Manfaat

Manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis dan keterampilan klinis pada
persalinan normal.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca tentang persalinan normal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Persalinan


Persalinan (partus = labor) adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang viable melalui jalan
lahir biasa dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.1 Menurut sumber lain dikatakan bahwa
persalinan ialah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan
atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput dari tubuh ibu. 2
Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil. Primigravida adalah seorang wanita
yang hamil untuk pertama kali. Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang
dapat hidup (viable). Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang
viable untuk pertama kali. Multipara atau pleuripara adalah seorang wanita yang pernah
melahirkan bayi yang viable untuk beberapa kali.1

In partu adalah seorang wanita yang sedang dalam keadaan persalinan. Partus biasa atau
partus normal atau partus spontan adalah bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa
memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi dan umumnya
berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam. Sedangkan, Partus luar biasa atau partus abnormal
adalah bila bayi dilahirkan pervaginam dengan cunam atau ekstraktor vacum, versi dan ekstraksi,
dekapitasi, embriotomi, dan sebagainya. 1

Dikenal beberapa istilah menurut umur kehamilan dan berat badan bayi yang dilahirkan,
yaitu1,2:
a. Abortus adalah pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu atau bayi
dengan berat badan kurang dari 500 gram.
b. Partus imaturus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 20 sampai 28 minggu atau bayi
dengan berat badan antara 500 – 1000 gram.
c. Partus prematurus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 28 sampai 37 minggu atau
bayi dengan berat badan antara 1000 – 2500 gram.
d. Partus matures atau partus aterm adalah pengeluaran buah kehamilan antara 37 sampai 42
minggu atau dengan bayi dengan berat badan 2500 gram atau lebih.

3
e. Partus postmaturus atau partus serotinus adalah pengeluaran buah kehamilan setelah
kehamilan 42 minggu.

Persalinan dianggap normal jika terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (in partu) sejak uterus berkontraksi dan
menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan
serviks.1

2.2 Teori Persalinan


Sebab-sebab dimulainya persalinan belum diketahui secara jelas. Terdapat beberapa teori yang
mencoba menerangkan mengenai awitan persalinan, diantaranya2:
1. Penurunan kadar progesteron.
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meningkatkan
ketegangan otot rahim. Selama kehamilan, terdapat keseimbangan antara kadar
progesteron dan estrogen di dalam darah , tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron
menurun sehingga timbul his.
2. Teori oksitosin.
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah. Oleh karena itu, timbul kontraksi otot-
otot rahim.
3. Keregangan otot-otot.
Apabila dinding kandung kencing dan lambung teregang karena isinya bertambah, timbul
kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, seiring dengan
majunya kehamilan, otot-otot rahim makin teregang dan rentan.
4. Pengaruh janin.
Hipofisis dan kelenjar suprarenal janin rupanya memegang peranan. Hal ini tampak pada
kehamilan dengan janin anensefalus dan hipoplasia adrenal sehingga kehamilan sering
lebih lama dari biasanya.
5. Teori prostaglandin.
Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua diduga menjadi salah satu sebab permulaan
persalinan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa prostaglandin E dan F yang diberikan
4
secara intravena, intra dan ekstraamnial menimbulkan kontraksi miometrium pada setiap
umur kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi,
baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau
selama persalinan.

Sebenarnya, sebab-sebab dimulainya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang
kompleks, secara umum dapat dikelompokkan pula sebagai berikut : (1). Faktor-faktor humoral,
pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai
faktor –faktor yang mengakibatkan partus mulai. (2). Perubahan biokimia dan biofisika juga
berperan dimana terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui
progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus. (3) Plasenta juga menjadi tua dengan
lamanya kehamilan.Vili koriales mengalami perubahan sehingga kadar estrogen dan progesteron
menurun.(4) Gangguan sirkulasi uteroplasenter juga terjadi dimana keadaan uterus yang terus
membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus1.

2.3 Pemeriksaan Vagina


Sebelum persalinan diagnosis presentasi dan posisi janin dengan pemeriksaan vagina sering tidak
dapat ditentukan. Dengan dimulainya persalinan dan setelah dilatasi serviks, informasi dapat
diperoleh. Pada presentasi verteks, posisi dan variasi dapat diketahui dengan membedakan
berbagai sutura dan ubun-ubun. Presentasi muka dengan membedakan bagian-bagian wajah.
Presentasi bokong diidetifikasi dengan meraba sacrum dan tuberostias iskhii ibu. Sebaiknya
dilakukan empat perasat rutin sebelum saat dilakukan pemeriksaan vagina untuk menentukan
presentasi dan posisi janin, sebagai berikut4:
1. Kedua jari tangan dimasukkan ke dalam vagina dan diarahkan ke bagian terbawah janin
untuk membedakan presentasi janin.
2. Jika presentasi verteks, jari-jari dimasukkan ke posterior vagina kemudian disapukan ke
depan melalui kepala janin ke simfisis ibu. Saat melakukan gerakan ini, jari-jari akan
melewati sutura sagitalis, jika sutura ini teraba maka arahnya dapat ditentukan, dengan
ubun-ubun kecil dan besar pada ujung yang berlawanan.
3. Jari-jari kemudian diarahkan ke ujung anterior sutura sagitalis dan ubun-ubun kemudian
diperiksa dan diidentifikasi.
5
4. Station atau seberapa jauh bagian terbawah janin telah turun ke dalam panggul dapat
ditentukan.

2.4 Persalinan Dengan Presentasi Oksiput


Janin dengan presentasi oksiput atau verteks ditemukan pada sekitar 95% dari semua persalinan.
Presentasi paling sering ditentukan dengan palpasi abdomen dan dipastikan dengan pemeriksaan
vagina yang dilakukan beberapa saat sebelum atau pada awitan persalinan. Pada sekitar 40%
persalinan, janin memasuki panggul dengan posisi oksiput kiri lintang (LOT) dibandingkan 20%
dengan posisi oksiput kanan lintang (ROT). Pada posisi oksiput anterior (LOA atau ROA) kepala
dapat memasuki panggul dengan oksiput berotasi 45° ke anterior dari posisi lintang atau berikutnya
baru berputar. Mekanisme persalinan biasanya sangat mirip dengan pada posisi oksiput lintang.
Pada sekitar 20% persalinan janin masuk panggul dengan posisi oksiput posterior (OP). Bagian-
bagian kepala janin dijelaskan sebagai berikut4:
 Ubun-ubun besar (bregma)/ UUB: berbentuk jajaran genjang , terbentuk dari pertemuan
sutura sagitalis, koronalis, dan frontalis. Berukuran kira-kira 3-2 cm
 Ubun-ubun kecil (lambda)/ UUK: berbentuk segitiga, terbentuk dari pertemuan sutura
sagitalis dan lambdoidalis
 Puncak kepala (verteks) adalah puncak tempurung kepala yang terletak antara UUB dan
UUK
 Belakang kepala (oksiput) adalah bagian belakang kepala antara UUK sampai foramen
magnum
 Dahi (sinsiput) adalah bagian depan kepala antara UUB sampai akar hidung (glabela),
dibatasi olet sutura koronalis dan lobang mata.
 Glabela adalah bagian yang meninggi diantara kedua lubang mata.

6
Gambar 2.1 Kepala janin tampak atas Gambar 2.2 Kepala janin tampak samping

Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi
kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, ± 23 % di kanan depan, ± 11%
di kanan belakang, dan ±8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan
di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid atau rectum.1
Dikemukakan 2 teori yang dapat menjelaskan kenapa lebih banyak letak kepala3 :
1. Teori akomodasi : bentuk rahim memungkinkan bokong dan ekstremitas yang volumenya
besar berada di atas, dan kepala di bawah di ruangan yang lebih sempit.
2. Teori gravitasi : karena kepala relatif besar dan berat, maka akan turun ke bawah. Karena
his yang kuat, teratur dan sering, maka kepala janin turun memasuki pintu atas panggul
(engagement). Karena menyesuaikan diri dengan jalan lahir, kepala bertambah menekuk
(fleksi maksimal), sehingga lingkar kepala yang memasuki panggul, dengan ukuran yang
terkecil :
 Diameter suboccipito-bregmatika = 9,5 cm
 Sirkumferensia suboccipito-bregmatika = 32 cm.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Persalinan


Faktor yang mempengaruhi persalinan adalah :2
1) Faktor Power (Kekuatan)
Power adalah kekuatan janin yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang mendorong janin
keluar dalam persalinan ialah his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari
ligament, dengan kerja sama yang baik dan sempurna.
7
2) Faktor Passanger (Bayi)
Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor janin,yang meliputi sikap
janin, letak janin, presentasi janin, bagian terbawah janin, dan posisi janin.
3) Faktor Passage (Jalan Lahir)
Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas :
a. Bagian keras : tulang-tulang panggul (rangka panggul).
b. Bagian lunak : otot-otot, jaringan-jaringan, dan ligament ligament.
4) Faktor Psyche (Psikis)
Psikis ibu bersalin sangat berpengaruh dari dukungan suami dan anggota keluarga yang lain
untuk mendampingi ibu selama bersalin dan kelahiran anjurkan merreka berperan aktif dalam
mendukung dan mendampingi langkah-langkah yang mungkin akan sangat membantu
kenyamanan ibu, hargai keinginan ibu untuk didampingi, dapat membantu kenyamanan ibu,
hargai keinginan ibu untuk didampingi.
5) Faktor Psycian (Penolong)
Peran dari penolong adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi
pada ibu atau janin. Pada sebagian beaar kasus, penanganan yang terbaik dapat berupa
“observasi yang cermat”

A. Tenaga yang mendorong anak keluar2


1. His
a. His ialah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir kehamilan
sebelum persalinan dimulai, sudah terdapat kontraksi rahim yang disebut his
pendahuluan atau his palsu. His ini sebetulnya, hanya merupakan peningkatan kontraksi
Braxton Hicks, sifatnya tidak teratur dan menyebabkan nyeri di perut bagian bawah dan
lipat paha, tetapi tidak menyebabkan nyeri yang memancar dari pinggang ke perut
bagian bawah seperti his persalinan. Lamanya kontraksi pendek, tidak bertambah kuat
jika dibawa berjalan, bahkan sering berkurang. His pendahuluan tidak bertambah kuat
seiring majunya waktu, bertentangan dengan his persalinan yang makin lama makin
kuat. Hal yang paling penting adalah bahwa his pendahuluan tidak mempunyai pengaruh
pada serviks.

8
b. His persalinan merupakan kontraksi fisiologis otot-otot rahim. Bertentangan dengan
sifat kontraksi fisiologis lain, his persalinan bersifat nyeri. Nyeri ini mungkin
disebabkan oleh anoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan oleh serabut otot
rahim yang berkontraksi pada ganglion saraf di dalam serviks dan segmen bawah rahim,
regangan serviks, atau regangan dan tarikan pada peritoneum sewaktu kontraksi.
c. Kontraksi rahim bersifat autonom, tidak dipengaruhi oleh kemauan, tetapi dapat juga
dipengaruhi oleh rangsangan dari luar, misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan.
Seperti kontraksi jantung, pada his juga terdapat pacemaker yang memulai kontraksi
dan mengontrol frekuensinya. Pacemaker ini terletak pada kedua pangkal tuba.
Kontraksi rahim bersifat berkala dan yang harus diperhatikan ialah sebagai berikut :
 Lamanya kontraksi; berlangsung 47-75 detik
 Kekuatan kontraksi; menimbulkan naiknya tekanan intra uterin sampai 35 mmHg.
 Interval antara dua kontraksi; pada permulaan persalinan his timbul sekali dalam 10
menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
2. Tenaga mengejan/meneran
a. Selain his, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang mendorong anak
keluar terutama adalah kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan
peninggian tekanan intraabdominal. Tenaga mengejan hanya dapat berhasil jika
pembukaan sudah lengkap, dan paling efektif sewaktu kontraksi rahim.
b. Tanpa tenaga mengejan anak tidak dapat lahir, misalnya pada pasien yang lumpuh otot-
otot perutnya, persalinan harus dibantu dengan forceps. Tenaga mengejan juga
melahirkan plasenta setelah plasenta lepas dari dinding rahim.

B. Perubahan-perubahan pada uterus dan jalan lahir dalam persalinan


Adapun perubahan yang terjadi pada uterus dan jalan lahir saat persalinan berlangsung sebagai
berikut :
1. Keadaan segmen atas dan segmen bawah rahim pada persalinan
a. Sejak kehamilan lanjut, uterus dengan jelas terdiri dari 2 bagian, yaitu segmen atas
rahim yang dibentuk oleh korpus uteri dan segmen bawah rahim yang terbentuk dari
isthmus uteri. Dalam persalinan, perbedaan antara segmen atas dan bawah rahim lebih

9
jelas lagi. Segmen atas memegang peranan aktif karena berkontraksi. Dindingnya
bertambah tebal dengan majunya persalinan. Sebaliknya, segmen bawah rahim
memegang peranan pasif dan makin menipis seiring dengan majunya persalinan karena
diregang. Jadi, segmen atas berkontraksi, menjadi tebal dan mendorong anak keluar
sedangkan segmen bawah dan serviks mengadakan relaksasi dan dilatasi serta menjadi
saluran yang tipis dan teregang yang akan dilalui bayi.
2. Sifat kontraksi otot rahim
a. Kontraksi otot rahim mempunyai dua sifat yang khas, yaitu :
 Setelah kontraksi, otot tersebut tidak berelaksasi kembali ke keadaan sebelum
kontraksi, tetapi menjadi sedikit lebih pendek walaupun tonusnya seperti sebelum
kontraksi. Kejadian ini disebut retraksi. Dengan retraksi, rongga rahim mengecil
dan anak berangsur di dorong ke bawah dan tidak banyak naik lagi ke atas setelah
his hilang. Akibatnya segmen atas makin tebal seiring majunya persalinan, apalagi
setelah bayi lahir.
 Kontraksi tidak sama kuatnya, tetapi paling kuat di daerah fundus uteri dan
berangsur berkurang ke bawah dan paling lemah pada segmen bawah rahim. Jika
kontraksi di bagian bawah sama kuatnya dengan kontraksi di bagian atas, tidak akan
ada kemajuan dalam persalinan. Karena pada permulaan persalinan serviks masih
tertutup, isi rahim tentu tidak dapat didorong ke dalam vagina. Jadi, pengecilan
segmen atas harus diimbangi oleh relaksasi segmen bawah rahim. Akibat hal
tersebut, segmen atas makin lama semakin mengecil, sedangkan segmen bawah
semakin diregang dan makin tipis, isi rahim sedikit demi sedikit terdorong ke luar
dan pindah ke segmen bawah. Karena segmen atas makin tebal dan segmen bawah
makin tipis, batas antar segmen atas dan segmen bawah menjadi jelas. Batas ini
disebut “lingkaran retraksi fisiologis”. Jika segmen bawah sangat diregang,
lingkaran retraksi lebih jelas lagi dan naik mendekati pusat, lingkaran ini disebut
“lingkaran retraksi patologis” atau “lingkaran Bandl” yang merupakan tanda
ancaman robekan rahim dan muncul jika bagian depan tidak dapat maju, misalnya
karena pangul sempit.
3. Perubahan bentuk rahim

10
Pada tiap kontraksi, sumbu panjang rahim bertambah panjang, sedangkan ukuran
melintang maupun ukuran muka belakang berkurang. Pengaruh perubahan bentuk ini ialah
sebagai berikut :
a. Karena ukuran melintang berkurang, lengkungan tulang punggung anak berkurang,
artinya tulang punggung menjadi lebih lurus. Dengan demikian, kutub atas anak
tertekan pada fundus, sedangkan kutub bawah ditekan ke dalam pintu atas panggul.
b. Karena rahim bertambah panjang, otot-otot memanjang diregang dan menarik
segmen bawah dan serviks.
Hal ini merupakan salah satu penyebab pembukaan serviks.
4. Faal ligamentum rotundum dalam persalinan
Ligamentum rotundum mengandung otot-otot polos. Jika uterus berkontraksi, otot-otot
ligamentum ini ikut berkontraksi sehingga menjadi lebih pendek. Pada tiap kontraksi,
fundus yang tadinya bersandar pada tulang punggung berpindah ke depan dan mendesak
dinding perut depan ke depan. Perubahan letak uterus sewaktu kontraksi kontraksi penting
karena dengan demikian sumbu rahim searah dengan sumbu jalan lahir. Dengan adanya
kontraksi ligamentum rotundum, fundus uteri tertambat. Akibatnya fundus tidak dapat naik
ke atas sewaktu kontraksi. Jika fundus uteri dapat naik ke atas sewaktu kontraksi, kontraksi
tersebut tidak dapat mendorong anak ke bawah.
5. Perubahan pada serviks
Agar anak dapat keluar dari rahim, perlu terjadi pembukaan serviks. Pembukaan serviks
ini biasanya didahului oleh pendataran serviks.
 Pendataran serviks
Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis yang semula berupa
sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir
yang tipis. Pendataran ini terjadi dari atas ke bawah.
 Pembukaan serviks
Yang dimaksud dengan pembukaan serviks adalah pembesaran ostium eksternum
menjadi suatu lubang dengan diameter sekitar 10 cm yang data dilalui anak.

11
6. Perubahan pada vagina dan dasar panggul
Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar panggul ditentukan oleh
bagian depan anak. Oleh bagian depan yang maju itu, dasar panggul diregang menjadi
saluran dengan dinding yang tipis. Sewaktu kepala sampai di vulva, lubang vulva
menghadap ke depan atas. Dari luar, peregangan oleh bagian oleh bagian depan tampak
pada perineum yang menonjol dan tipis, sedangkan anus menjadi terbuka.

C. Gerakan-gerakan anak pada persalinan 1,2,3,4


Gerakan-gerakan anak pada persalinan yang paling sering kita jumpai ialah presentasi
belakang kepala dan kebanyakan presentasi ini masuk ke dalam pintu atas panggul dengan
sutura sagitalis sagitalis melintang. Ubun-ubun kecil kiri melintang lebih sering daripada ubun-
ubun kecil kanan melintang. Karena itu, akan diuraikan pergerakan anak dalam presentasi
belakang kepala dengan posisi ubun-ubun kecil kiri melintang.
Gerakan-gerakan pokok persalinan adalah engagement, descens (penurunan
kepala), fleksi, rotasi interna (putaran paksi dalam), ekstensi, rotasi ekstrena (putaran
paksi luar), dan ekspulsi.
Mekanisme persalinan terdiri dari suatu gabungan gerakan-gerakan yang berlangsung
pada saat yang sama. Misalnya, sebagai bagian dari proses engagement terjadi fleksi dan
penurunan kepala. Gerakan-gerakan tersebut tidak mungkin diselesaikan bila bagian terbawah
janin tidak turun secara bersamaan. Seiring dengan itu, kontraksi uterus menghasilkan
modifikasi penting pada sikap atau habitus janin, terutama setelah kepala turun ke dalam
panggul

Gambar 2.3 Gerakan-gerakan utama kepala pada persalinan

12
1. Engagement
Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal-diameter transversal kepala janin
pada presentasi oksiput untuk melewati pintu atas panggul disebut sebagai engagement.
Fenomena ini terjadi pada minggu-minggu terakhir kehamilan. Turunnya kepala dapat
dibagi menjadi masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul dan majunya kepala.

Gambar 2.4 Pengukuran engagement


Pembagian ini terutama berlaku bagi primigravida. Masuknya kepala ke dalam pintu
atas panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan terakhir kehamilan. Tetapi
pada multipara biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala ke
dalam pintu atas panggul biasanya terjadi dengan sutura sagitalis melintang dan dengan
fleksi yang ringan.2

a. Sinklitisme
Peristiwa yang terjadi adalah sinklitismus. Pada presentasi belakang kepala ,
engagement berlangsung apabila diameter biparietal telah melewati pintu atas
panggul. Kepala paling sering masuk dengan sutura sagitalis melintang. Ubun-ubun
kecil kiri melintang merupakan posisi yang paling sering kita temukan. Apabila
diameter biparietal tersebut sejajar dengan bidang panggul, kepala berada dalam
sinklitisme.
Sutura sagitalis berada di tengah-tengah antara dinding panggul bagian
depan dan belakang. Engagement dengan sinklitisme terjadi bila uterus tegak lurus
terhadap pintu atas panggul dan panggulnya luas. Jika keadaan tersebut tidak
tercapai, kepala berada dalam keadaan asinklitisme.

13
Gambar 2.5
Sinklitisme

b. Asinklitisme
Asinklitisme anterior, menurut Naegele ialah arah sumbu kepala membuat sudut
lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula terjadi asinklitismus
posterior yang menurut Litzman ialah apabila keadaan sebaliknya dari
asinklitismus anterior1.

Gambar 2.6 asinklitismus anteriorGambar 2.7 Asinklitismus posterior

Asinklitismus derajat sedang pasti terjadi pada persalinan normal, namun jika
derajat berat, gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi sefalopelvik pada
panggul yang berukuran normal sekalipun. Perubahan yang berturut-turut dari
asinklitismus posterior ke anterior mempermudah desensus dengan memungkinkan
kepala janin mengambil kesempatan memanfaatkan daerah-daerah yang paling luas
di rongga panggul4.
14
2. Descens (penurunan kepala)
Hal ini merupakan syarat utama kelahiran bayi. Pada wanita nulipara, engagement
dapat terjadi sebelum awitan persalinan dan desensus lebih lanjut mungkin belum
terjadi sampai dimulainya persalinan kala dua. Pada wanita multipara, desensus
biasanya mulai bersamaan dengan engagement. Descens terjadi akibat satu atau lebih
dari empat gaya4:
a. Tekanan cairan amnion
b. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi
c. Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen
d. Ekstensi dan pelurusan badan janin

3. Fleksi
Ketika desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau dasar
panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu mendekat ke dada janin
dan diameter suboksipitobregmatika yang lebih pendek menggantikan diameter
oksipitofrontal yang lebih panjang.

Gambar 2.8. Proses Fleksi

15
Gambar 2.9 Empat derajat fleksi kepala (A). Fleksi buruk, (B). Fleksi sedang, (C)
Fleksi lebih lanjut, (D) Fleksi lengkap

4. Rotasi Interna ( Putaran Paksi Dalam)


Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam ialah pemutaran bagian depan sedemikian
rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan, ke bawah simfisis.
Pada presentasi belakang kepala, bagian yang terendah adalah daerah ubun-ubun kecil
dan bagian inilah yang akan memutar ke depan, ke bawah simfisis. Putaran paksi dalam
mutlak diperlukan untuk kelahiran kepala, karena putaran paksi merupakan suatu usaha
untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir, khususnya bentuk bidang
tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi
selalu bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai ke
Hodge III kadang-kadang baru terjadi setelah kepala sampai di dasar panggul2.

16
Gambar 2.10 Mekanisme persalinan pada posisi oksiput
anterior kiri

Gambar 2.11 Mekanisme persalinan untuk ubun-ubun kecil kiri lintang: (A). Asinklitismus
posterior pada tepi panggul diikuti fleksi lateral, menyebabkan (B) asinklitismus anterior, (C)
Engagement, (D) Rotasi dan ekstensi.

Sebab-sebab putaran paksi dalam yakni 2:


a. Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari kepala
b. Bagian terendah kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit, yaitu di sebelah
depan atas tempat terdapatnya hiatus genitalis antara antara musculus levator ani
kiri dan kanan.
c. Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior

17
5. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul terjadilah ekstensi
atau defleksi kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah
panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan ekstensi
untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi ekstensi, kepala akan tertekan pada perineum dan
menembusnya. Pada kepala, bekerja dua kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah,
dan yang satunya disebabkan oleh tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas.
Resultannya ialah kekuatan ke arah depan atas2.
Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah simfisis, yang dapat maju karena
kekuatan tersebut di atas ialah bagian yang berhadapan dengan subocciput sehingga
pada pinggir atas perineum, lahirlah berturut-turut ubun-ubun besar, dahi hidung,
mulut, dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat
pemutaran disebut hipomoklion2.

Gambar 22. Permulaan ekstensi Gambar 23. Ekstensi kepala

6. Rotasi Eksterna (putaran paksi luar) 2


Setelah kepala lahir, belakang kepala anak memutar kembali kea rah punggung anak
untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.Gerakan
ini disebut putaran restitusi (putaran balasan : putaran paksi luar). Selanjutnya putaran
dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum sesisi.
Gerakan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan
karena ukuran bahu menempatkan diri dalam diameter anteroposterior pintu bawah
panggul.

18
Gambar 24. Rotasi eksterna

7. Ekspulsi 2
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi
hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan
selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.

Gambar 25. Kelahiran bahu depan

Gambar 26. Kelahiran bahu belakang

19
2.6 Kala Persalinan
Mekanisme persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu 3 :
Kala I: waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm, disebut
kala pembukaan.
Kala II: Kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan
mengedan mendorong janin keluar hingga lahir
Kala III : Waktu untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta
Kala IV: Satu jam setelah plasenta lahir lengkap
A. Kala I (Kala Pembukaan)
Secara klinis dapat dikatakan partus dimulai apabila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini
berasal dari lendir kanalis servikalis mulai membuka atau mendatar. Proses membukanya
serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.
1. Fase laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai
mencapai ukuran diameter 3 cm
2. Fase aktif : Dibagi dalam 3 fase lagi yakni:
 Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm
 Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat,
dari 4cm, menjadi 9 cm
 Fase deselerasi: pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi
demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.

20
Gambar 27. Berbagai fase pembukaan serviks pada kala I

Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis uteri yang semula berupa
sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir yang
tipis2.Pembukaan serviks adalah pembesaran ostium externum yang tadinya berupa suatu
lubang dengan diameter beberapa millimeter, menjadi lubang yang dapat dilalui anak
dengan diameter sekitar 10 cm. Pada pembukaan lengkap, tidak teraba lagi bibir portio,
segmen bawah rahim, serviks dan vagina telah merupakan suatu saluran2.
Mekanisme membukanya serviks berbeda pada primigravida dan multigravida. Pada
yang pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Sedangkan pada
multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan
eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Kala I
selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I
berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam. 1

21
Gambar 28. Pendataran dan pembukaan serviks pada primigravida dan multipara

Tatalaksana persalinan kala satu 4:


1. Pemantauan kesejahteraan janin selama persalinan
American Academy of Pediatrics dan American College of Obstetricians and
Gynecologists (2007) merekomendasikan bahwa selama persalinan kala satu, tanpa
adanya abnormalitas, detak jantung janin harus diperiksa segera setelah kontraksi
setidaknya setiap 30 menit dan kemudian setiap 15 menit selama kala dua. Untuk
perempuan dengan kehamilan beresiko, auskultasi jantung janin dilakukan setidaknya
setiap 15 menit pada persalinan kala satu dan setiap 5 menit pada kala dua.
2. Kontraksi uterus
Kualitas dan kuantitas kontraksi dapat dievaluasi secara manual. Dengan meletakkan
telapak tangan diuterus, dapat ditentukan awitan waktu kontraksi. Intensitas dinilai
berdasarkan tingkat kekakuan yang dicapai uterus. Pada saat kontraksi efektif, jari atau
ibu jari tidak dapat berindentasi dengan mudah ke uterus selama kontraksi “kencang”.
Kemudian diperhatikan waktu menghilangnya kontraksi. Sekuens ini diulang untuk
mengevaluasi frekuensi, durasi dan intensitas kontraksi uterus.
3. Tanda-tanda vital maternal
Suhu, denyut nadi, dan tekanan darah dievaluasi setidaknya setiap 4 jam. Jika membrane
telah rupture beberapa jam sebelum awitan persalinan atau jika terdapat peningkatan
suhu diambang batas , suhu diperiksa setiap jam. Selai itu, dengan adanya rupture

22
membrane yang lama, yaitu lebih dari 18 jam, pemberian antimikroba dianjurkan untuk
pencegahan infekis streptikokus grup B.
4. Pemeriksaan dalam selanjutnya
Pada kala satu persalinan, kebutuhan pemeriksaan dalam untuk mematau perubahan
serviks dan posisi bagian terendah janin sangat bervariasi. Ketika membrane ruptur,
pemeriksaan harus dilakukan secara seksama jika kepal janin belum engage pada
pemeriksaan dalam sebelumnya. Hal ini untuk menyingkirkan prolaps tali pusat. Detak
jantung janin juga harus diperiksa segera dan selama kontraksi uterus berikutnya untuk
mendeteksi kompresi tali pusat ringan.
5. Asupan peroral
Makanan tidak boleh diberikan selama persalinan aktif dan pelahiran. Waktu
pengosongan lambung sangat memanjang begitu terjadi persalinan dan pemberian
analgetik. Akibatnya, makanan dan sebagian besar obat tetap berada dilambung dan tidak
tereabsorbsi. Bahkan, dapat terjadi muntah atau aspirasi. Menurut American academy of
pediatrics dan American college of obstetricians and gynecologists, sedikit air putih,
kadang-kadang es, dan lip moisteriser dapat diberikan.

6. Cairan intravena
Meskipun pemasangan system infus intravena di hampir setiap rumah sakit rutin
dilakukan pada awal persalinan, jarang ditemukan makna pemasangan infus pada
perempuan hamil setidaknya sampai diberikan analgetik. System infus intarvena berguna
dilakukan segera pada masa puerperium untuk memberikan oksitosin sebagai profilaksis
dan sebagai terapi saat terjadi atoni uterus. Selain itu, pada persalinan yang memanjang,
pemberian glukosa, natrium, dan air pada perempuan yang berpuasa dengan kecepatan
60 sampai 120 mL/jam mencegah dehidrasi da asidosis. Shrivasta dkk.,(2009)
mengamati bahwa persalinan lebih cepat pada nulipara dengan persalinan per vagina
yang mendapatkan infus intravena normal saline (NS) dengan larutan dekstrosa
dibandingkan dengan hanya mendapatkan normal saline (NS).

23
7. Posisi ibu
Perempuan yang melakukan persalinan normal tidak harud berbaring terus selama awal
persalinan. Kursi yang nyamandapat bermanfaat secara psikologis maupun fisiologis. Di
tempat tidur, perempuan yang sedang bersalin sebaiknya diizinkan mencari posisi yang
dianggapnya paling nyaman umumnya berbarig lateral. Ia tidak boleh dibatasi hanya
berbaring dengan posisi supinasi karena dapat mengakibatkan kompresi aortokaval dan
berpotensi untuk menurunkan perfusi ke uterus.
8. Analgesia
Secara umum, pereda nyeri diberikan sesuai kebutuhan dan keinginan pasien.
9. Aminiotomi
Jika membran utuh, ada keinginan yang besar, bahkan pada persalinan normal, untuk
melakukan amniotomi. Tindakan ini dianggap dapat mempercepat persalinan,
mendeteksi dini cairan amnion yang berwarna meconium, dan memugkinkan
penempatan elektroda pada janin atau insersi kateter tekanan ke dalam ruang uterus untuk
pemantauan. Yang terpenting, kepala janin harus menempel di serviks dan tidak terletak
jauh di dalam pelvis selama pelaksanaan tindakan tersebut, untuk menghindari prolapse
tali pusat.
10. Fungsi kandung kemih
Distensi kandung kemih harus dihindari karena dapat menghambat proses desensus
bagian terendah janin dan dapat menimbulkan hipotoni dan infeksi kandung kemih. Pada
setiap pemeriksaan abdomen, region suprapubis harus diinspeksi dan dipalpasi untuk
mendeteksi distensi. Jika kandung kemih mudah terlihat atau terpalpasi di atas simfisis,
pasien harus dimotivasi untuk berkemih. Pada saat ini, ia dapat berjalan dengan bantuan
ke toilet dan berkemih secara spontan, ataupun dapat berkemih di tempat tidur dengan
bantuan pispot. Jika kandung kemih terdistensi da ibu tidak dapat berkemih, kateterisasi
siindikasikan. Faktor resiko yang meningkatkan kemungkian retensi adalah primiparitas,
persalinan yang diinduksi atau diaugmentasi dengan oksitosin, laserasi perineum,
pelahiran dengan bantuan alat, kateterisasi saat pesalinan, dan persalinan dengan durasi
lebih dari 10 jam.

24
B. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali.
Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan
tekanan pada otot-otot dasar panggul, yaitu secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.
Ibu merasa pula2 :
1. Tekanan pada rectum
2. Hendak buang air besar
3. Perineum mulai menonjol dan melebar
4. Anus membuka
5. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada
waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan
suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah
istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengelurakan badan dan anggota bayi. Pada
primigravida kala II berlangsung rata-rata 50 menit dan pada multipara rata-rata 20 menit4.

Manajemen aktif kala dua berupa7 :


a. Melihat tanda dan gejala kala dua
 Memastikan adanya tanda persalinan Kala Dua
 Ibu mempunyai dorongan kuat untuk mengedan
 Ibu merasa adanya tekanan pada anus
 Perineum menonjol
 Vulva dan anus membuka
 Bertambahnya lendir bercampur darah

b. Menyiapkan peralatan

25
 Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul
oksitosin dan memasukkan 1 buah alat suntik sekali pakai 2,5 ml ke dalam wadah
partus set

c. Menyiapkan diri untuk memberikan pertolongan persalinan

1. Memakai Celemek plastik, tutup kepala, masker, pelindung mata. Memastikan


lengan/tangan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir
2. Memakai sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk
pemeriksaan dalam

d. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik

1. Membersihkan vulva dan perineum menggunakan kapas basah dengan gerakan


dari vulva ke perineum (bila daerah perineum dan sekitarnya kotor karena
kotoran ibu yang keluar, bersihkan daerah tersebut dari kotoran)
2. Melakukan pemeriksaan dalam – pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput
ketuban sudah pecah.
3. Bila selaput ketuban belum pecah : lakukan pemecahan selaput ketuban
 Pastikan kepala sudah masuk, tidak teraba bagian kecil janin atau tali pusat
 Masukkan ½ kocher (alat pemecah selaput ketuban) yang dipegang tangan kiri
dengan bimbingan telunjuk dan jari tengah tangan kanan hingga menyentuh selaput
ketuban
 Saat his berkurang kekuatannya, gerakkan ujung jari tangan kanan membimbing
ujung ½ kocher menggores selaput ketuban hingga ketuban pecah
 Keluarkan ½ kocher dari vagina ibu dengan tangan kiri, pertahankan jari-jari tangan
kanan tetap dalam vagina sehingga yakin bahwa kepala turun dan tidak teraba tali
pusat setelah selaput ketuban dipecahkan.
 Keluarkan jari-jari tangan kanan dari vagina dan membuka sarung tangan dalam
keadaan terbalik
26
4. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan DJJ
dalam batas normal (120-160 x/menit)

e. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan mengedan

1. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu
untuk mengedan saat ada his bila ia sudah merasa ingin mengedan

2. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk mengedan. (pada
saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa
nyaman).

f. Pimpinan mengedan

1. Penolong kembali memakai sarung tangan DTT


2. Melakukan pimpinan mengedan saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
mengedan :
 Memimpin ibu untuk mengedan pada saat timbul his, menyesuaikan pimpinan
mengedan dengan kecepatan lahirnya kepala
 Memberi ibu kesempatan istirahat disaat tidak ada his (diantara his)
 Mempertimbangkan perlu tidaknya episiotomi berdasarkan elastisitas dari perineum
g. Menolong kelahiran bayi

Lahirnya Kepala

1. Saat sub-occiput tampak di bawah simfisis, tangan kanan melindungi perineum (ibu
jari pada satu sisi dan empat jari yang lain pada perineum) dengan dialas lipatan kain
di bawah bokong ibu, sementara tangan kiri menahan puncak kepala agar tidak terjadi
defleksi yang terlalu cepat saat kepala lahir (minta ibu untuk tidak mengedan dengan
bernafas pendek-pendek)
(Bila didapatkan mekonium ada air ketuban, segera setelah kepala lahir lakukan
penghisapan pada mulut dan hidung janin menggunakan penghisap lendir De Lee)

2. Mengusapkan kasa/kain bersih untuk membersihkan muka janin dari lendir dan darah
27
3. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
4. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan

Lahirnya bahu

5. Setelah kepala janin menghadap paha ibu, tempatkan kedua telapak tangan biparietal
kepala janin, tarik (menekan) secara hati-hati ke arah bawah sampai bahu
anterior/depan lahir, kemudian tarik secara hati-hati ke atas sampai bahu
posterior/belakang lahir
(Bila terdapat lilitan tali pusat yang terlalu erat hingga menghambat putaran paksi luar
atau lahirnya bahu, minta ibu berhenti mengedan, dengan perlindungan tangan kiri,
pasang klem di dua tempat pada tali pusat dan potong tali pusat di antara 2 klem
tersebut)

Lahirnya badan dan tungkai

6. Setelah bahu lahir, tangan menyangga daerah posterior bahu (menyangga kepala), leher
dan bahu janin bagian posterior dengan posisi ibu jari pada leher (bagian bawah kepala)
dan ke empat jari pada bahu dan dada/punggung janin, sementara tangan kiri
memegang lengan dan bahu janin bagian anterior saat badan dan lengan lahir
7. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah bokong dan
tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri
di antara ke dua lutut janin)

h. Penanganan bayi baru lahir

1. Setelah seluruh badan bayi lahir pegang bayi bertumpu pada lengan kanan sedemikian
rupa sehingga bayi menghadap ke arah penolong. Nilai bayi, kemudian letakkan bayi

28
di atas perut ibu dengan posisi kepala lebih rendah dari badan (bila tali pusat terlalu
pendek, letakkan bayi di tempat yang memungkinkan).
2. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian tali
pusat
3. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari umbilikus bayi. Melakukan
urutan pada tali pusat ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama
4. Periksa uterus apakah ada bayi yang lain
5. Memegang tali pusat di antara 2 klem menggunakan tangan kiri, dengan perlindungan
jari-jari tangan kiri, memotong tali pusat diantara kedua klem
6. Mengganti pembungkus bayi dengan kain kering dan bersih, membungkus bayi hingga
kepala
7. Meletakkan bayi telungkup di dada ibu dekat dengan puting susu, biarkan bayi mencari
puting susu dan mulai menghisap

C. Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta)


Dimulai segera setelah bayi sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30
menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat beberapa
menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan
pengeluaran darah.

Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan kavum uteri


dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan
darah pada ruang utero-plasenter akan mendorong plasenta keluar.

Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus


setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlekatan plasenta karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas, plasenta
akan turun ke bagian bawah uterus atau kedalam vagina .

29
Terdiri dari 2 fase, yaitu:

(1) Fase pelepasan plasenta

Setelah anak lahir, his berhenti sebentar, tetapi timbul lagi setelah beberapa menit.
His ini dinamakan his pelepasan plasenta yang berfungsi melepaskan plasenta. 1,2 Waktu
bayi dilahirkan rahim sangat mengecil. Karena pengecilan rahim, tempat perlekatan
plasenta juga ikut mengecil maka plasenta akan berlipat-lipat bahkan ada bagian – bagian
yang terlepas dari dinding rahim atau tempat insersinya, karena tidak dapat mengikuti
pengecilan dari dasarnya. Jadi secara singkat, bagian yang paling penting dalam pelepasan
plasenta adalah retraksi dan kontraksi otot – otot rahim. Di tempat – tempat yang lepas
terjadi perdarahan antara plasenta dan desidua basalis dan karena hematoma ini membesar,
maka seolah – olah plasenta terangkat dari dasarnya oleh hematoma tersebut sehingga
daerah pelepasan meluas.

(2) Fase pengeluaran plasenta.

Setelah plasenta lepas, maka karena kontraksi dan retraksi otot rahim, plasenta
terdorong ke dalam segmen bawah rahim atau ke dalam bagian atas dari vagina. Dari
tempat ini plasenta didorong keluar oleh tenaga mengejan.

Jika telah lepas, bentuk plasenta menjadi bundar, dan tetap bundar sehingga
perubahan bentuk ini dapat dijadikan tanda pelepasan plasenta. Jika keadaan ini dibiarkan,
setelah plasenta lepas, fundus uteri naik, sedikit hingga setinggi pusat atau lebih, bagian
tali pusat diluar vulva menjadi lebih panjang3,5.

Naiknya fundus uteri disebabkan karena plasenta jatuh dalam segmen bawah rahim
bagian atas vagina sehingga mengangkat uterus yang berkontraksi. Seiring lepasnya
plasenta, dengan sendirinya bagian tali pusat yang lahir menjadi lebih panjang. Lamanya
kala plasenta kurang lebih 8,5 menit, dan pelepasan plasenta hanya memakan waktu 2-3
menit5.
Tanda-tanda pelepasan plasenta5 :
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus.

30
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi
dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear
atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.
 Tali pusat memanjang.
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.
 Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
keluar di bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplasental pooling)
dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi
kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Tanda ini kadang – kadang terlihat dalam waktu satu menit setelah bayi lahir dan
biasanya dalam 5 menit.
Manajemen aktif kala tiga berupa7 :
I. Peregangan tali pusat terkendali
1. Berikan suntikan oksitosin 10 IU IM
2. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
3. Meletakkan tangan kiri di atas simfisis menahan bagian bawah uterus,
sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain
kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva
4. Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokranial
Bila uterus tidak segera kontraksi, minta ibu/keluarga untuk melakukan stimulasi
puting susu

II. Mengeluarkan plasenta


1. Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah
panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk mengedan
sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat sejajar lantai sesuai dengan
sumbu jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva. Bila tali pusat bertambah

31
panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak
 5-10 cm dari vulva.
2. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-
hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan
lakukan putaran searah jarum jam untuk membantu pengeluaran plasenta dan
mencegah robeknya selaput ketuban.

III. Massase uterus


1. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri secara
sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus
baik (fundus teraba keras)

IV. Pasca tindakan


1. Periksa kembali kontraksi uterus dan tanda adanya perdarahan pervaginam,
pastikan kontraksi uterus baik
2. Nilai kelengkapan plasenta dan selaput ketuban

V. Mengikat tali pusat


1. Ikat tali pusat  1 cm dari umbilikus dengan simpul mati
2. Ikat balik tali pusat dengan simpul mati untuk kedua kalinya
3. Lepaskan klem pada tali pusat
4. Membungkus kembali bayi
5. Berikan bayi kepada ibu untuk disusui

VI. Evaluasi
1. Lanjutkan pemantauan terhadap kontraksi uterus, tanda perdarahan
pervaginam dan tanda vital ibu
2. Mengajarkan ibu dan keluarga untuk memeriksa/merasakan uterus yang
memiliki kontraksi baik dan mengajarkan untuk melakukan masase uterus
apabila konraksi uterus tidak baik
3. Bila ada robekan jalan lahir dilakukan penjahitan
4. Mengevaluasi jumlah perdarahan yang terjadi

32
5. Melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan
khlorin 0,5%
6. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
7. Beritahu kepada ibu & keluarga persalinan sudah selesai, dan setelah selesai 2
jam kala IV ibu akan dipindahkan ke ruang rawat inap.

D. Kala IV (Kala Pengawasan) 6

Kala IV adalah masa dua jam setelah plasenta lahir. Dalam kala IV ini, ibu membutuhkan
pengawasan yang intensif karena dikhawatirkan akan terjadi pendarahan. Pada keadaan ini
atonia uteri masih mengancam. Pada saat proses persalinan terkadang harus dilakukan
episiotomi misalnya kepala bayi terlalu besar atau mencegah ruptur perineum totalis. Oleh
karena itu kala IV penderita belum boleh dipindahkan kekamarnya dan tidak boleh
ditinggalkan. Selama masih dalam proses kala IV ibu berada dalam masa kritis maka harus
selalu dilakukan pemantauan kala IV.

Observasi yang harus dilakukan pada kala IV8 :


1. Tingkat kesadaran
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernafasan
3. Kontraksi uterus
4. Terjadinya perdarahan.
Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.

7 pokok penting yang harus diperhatikan pada kala IV :


1. Kontraksi uterus harus baik
2. Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain
3. Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap
4. Kandung kencing harus kosong
5. Luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma
6. Resume keadaan umum bayi

33
7. Resume keadaan umum ibu.

Manajemen kala IV :
1. Lanjutkan pemantauan terhadap kontraksi uterus, tanda perdarahan pervaginam dan
tanda vital ibu. Pemantauan tekanan darah, nadi, tinggi fundus, dan kandung kemih
dilakukan setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu
jam kedua. Pemantauan suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu kali pada jam
kedua pascapersalinan.
2. Mengajarkan ibu dan keluarga untuk memeriksa/merasakan uterus yang memiliki
kontraksi baik dan mengajarkan untuk melakukan masase uterus apabila kontraksi
uterus tidak baik.
Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras, setiap 15 menit dalam satu
jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam kedua.
3. Bila ada robekan jalan lahir dilakukan penjahitan
4. Mengevaluasi jumlah perdarahan yang terjadi.
Pemantauan perdarahan dilakukan setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan
setiap 30 menit dalam satu jam kedua.
5. Beritahu kepada ibu & keluarga persalinan sudah selesai, dan setelah selesai 2 jam
kala IV ibu akan dipindahkan ke ruang rawat inap.

34
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Status Ibu Hamil

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Ny. B

Umur : 20 tahun

Suku : Minang

Alamat : Jl. B. Katamso gg. Kenangan No. 72

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMA

Status Pernikahan : Menikah

Tanggal Masuk : 19 Maret 2019

Jam Masuk : 05.00 WIB

Paritas : G1P0A0

ANAMNESA PENYAKIT

Ny. B, 20 tahun, G1P0A0, Minang, Islam, SMA, Ibu Rumah Tangga menikah dengan Tn I, 27
tahun, Jawa, Islam, SMA, Wiraswasta, datang dengan keluhan :

Keluhan Utama : Mules-mules mau melahirkan

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 1 hari sebelum masuk RS dan semakin
bertambah sering sejak 2 jam yang lalu. Sejak pukul 06.00 pagi tgl
19 Maret 2019 keluar lendir darah (+). Sejak pukul 03.00 pagi tgl 19
Maret 2019 keluar air-air (-)

RPT :-

35
RPO :-

Riwayat pekerjaan, sosio ekonomi dan psikososial yaitu ibu rumah tangga, ekonomi menengah
dan tidak ada riwayat gangguan psikososial.

RIWAYAT MENSTRUASI

Menarche : 12 tahun

Lama : 5 hari

Siklus : 28 hari

Volume : ± 3 doek/hari

Nyeri : tidak ada

HPHT : 19 Juni 2018

TTP : 26 Maret 2019

ANC : 3x ke bidan, 2x ke Sp.OG

RIWAYAT MENIKAH

Pasien menikah 1 kali pada usia 29 tahun.

RIWAYAT PERSALINAN

1. Hamil ini

PEMERIKSAAN FISIK

VITAL SIGN
Status Presens:
Sensorium : Compos mentis Anemis : -
Tekanan darah : 120/80 mmHg Ikterik : -
Nadi : 84 x/menit Sianosis: -

36
Pernapasan : 20 x/menit Dyspnoe : -
Temperatur : 36,7 0C Oedema: -
VAS :6
Status Generalisata :
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),refleks cahaya (+/+), isokor, kanan = kiri
Leher : Pembesaran KGB tidak dijumpai
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Jantung: S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) reguler, murmur (-)
Paru : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT< 2 detik, clubbing finger (-), oedem pretibial (-/-)
Genitalia : Edema pada labia (+)

Status Lokalisata:
Abdomen : Membesar asimetris, distensi (-), asites (-), peristaltik (+) dalam
batas normal
Leopold 1 : Tinggi Fundus Uterus 4 jari dibawah processus xiphoideus (30 cm)
Leopold 2 : Teregang teraba kanan
Leopold 3 : kepala, tidak dapat digoyangkan
Leopold 4 : divergen (2/5)
His : 4 x 40’/10’’
DJJ : (+) 136 kali/menit, regular
Gerak : (+)

Status Ginekologi:
VT : Cervix anterior, diameter 8 cm, effacement 100 %, amniotic membrane (+) kepala
Hodge III, UUK arah jam 1

37
ST : Lendir darah (+), air ketuban (-)
PEMERIKSAAN USG TAS
Janin tunggal, Intrauterine, anak hidup
Fetal movement (+), fetal heart rate (+) 135 kali/menit
Biparietal diameter : 90,4 mm
Head circumference : 327,3 mm
Abdominal circumference : 343,2 mm
Fetal length : 73,1 mm
Estimated Fetal Weight : 3289 gr
Plasenta fundal grade III
Kesan : KDR (39-40) mgg + presentasi kepala+ anak hidup.

LABORATORIUM
3.1 Tabel Hasil Laboratorium

19 Maret 2019
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin (HGB) g/Dl 9,8 12-16
Eritrosit (RBC) Juta/µL 3,38 4,10-5,10
Leukosit (WBC) /µL 10.040 4.000-11.000
Hematokrit % 28,60 36 – 47
Trombosit (PLT) /µL 288.000 150.000-450.000
MCV fL 84,60 81-99
MCH Pg 29,00 27,0-31,0
MCHC g/dL 34,30 31,0 – 37,0
RDW % 15,7 11,5 – 14,5
MPV Fl 9 6,5-9,5
PDW % 9,7 10,0-18,0

38
Hitung jenis
Neutrofil % 83,7 50-70
Limfosit % 10,7 20 – 40
Monosit % 5,4 2–8
Eosinofil % 0,10 1–3
Basofil % 0,1 0–1
FAAL HEMOSTASIS
Waktu Protombin
Pasien Detik 13,9
Kontrol Detik 13,4
INR 0.95
APTT
Pasien Detik 30,4
Kontrol Detik 32,9

KIMIA KLINIK
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa darah (sewaktu) Mg/dL 116
GINJAL
Ureum Mg/dl 14,80 15-40
Kreatinin Mg/dl 0,7 0,6-1,1
ELEKTROLIT
Natrium Mg/dL 136 136-155
Kalium Mg/dL 3,9 3.5-5.5
Klorida Mg/dL 107 95-103
Imunoserologi
HEPATITIS
HbsAg Non Reaktif
SEROLOGI
Anti-HIV Non Reaktif

39
DIAGNOSA KERJA

PG + KDR (39-40) minggu + presentasi kepala + anak hidup + inpartu fase kala I aktif

RENCANA TATALAKSANA

TERAPI MEDIKAMENTOSA

- IVFD RL 20 gtt/i

RENCANA TINDAKAN

Partus spontan pervaginam, amati kemajuan persalinan dengan partograf

LAPORAN PARTUS
- Ibu dibaringkan di meja ginekologi dengan infus terpasang baik.
- Saat HIS yang adekuat, tampak kepala maju mundur di introitus vagina, kemudian menetap
- Pada HIS yang adekuat berikutnya, ibu dipimpin mengendan (kemudian dilakukan
episiotomi mediolateral) lahir berturut-turut ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar, dahi
wajah, dagu dan seluruh kepala kemudian terjadi putar paksi luar
- Dengan pegangan biparietal, kepala ditarik kebawah untuk melahirkan bahu anterior,
kemudian ditarik keatas untuk melahirkan bahu posterior. Dengan sanggah susur
dilahirkan seluruh tubuh. Lahir bayi perempuan, BB : 2900 gr, PB : 47,5 cm A/S : 9/10,
anus (+)
- Tali pusat di klem di dua tempat dan digunting diantaranya. Diberikan oksitosin 10 IU IM
pada anterolateral kiri
- Kemudian kandung kemih dikosongkan
- Dengan perenggangan tali pusat terkendali, ditunggu 5-10 menit, plasenta lahir spontan,
kesan : lengkap
- Laserasi bekas episiotomi dilakukan repair dengan menggunakan chromic cat-gut no 2/0
dengan teknik jahit continuous interlocking pada lapisan mukosa dan perineal body dengan
teknik jahit simple interupted pada kutis
- Evaluasi jalan lahir : tidak ada perdarahan aktif
- KU ibu post partum stabil

40
PARTOGRAF

41
Terapi Medikamentosa

- IVFD RL + oksitosin 10 IU 20 gtt/i


- Cefadroxil tab 2 x 500 mg
- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
- Vitamin B complex tab 2 x 1

RencanaTindakan

- Monitoring vital sign, kontraksi uterus, perdarahan pervaginam


- Cek darah 2 jam post PSP

HASIL LABORATORIUM 2 JAM POST PARTUS


Hemoglobin : 9,9 g/dL
Hematokrit : 28,60 %
Leukosit : 21,750 /mm3
Trombosit : 311.000/mm3

42
BAB IV
FOLLOW UP PASIEN
4.1 Follow Up Pasien
4.1 Tabel follow up pasien
Tanggal Follow up

19 maret 2019 S : Post partum

O : SP : Sens : CM

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 37 oC

SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N

TFU : 3 jari dibawah pusat

KOntraksi : baik

P/V : (-), Locia rubra

BAB : (-) flatus (+)

BAK : (+) spontan

A : P1A0 post PSP a/i PBK NH-1

P : - IVFD RL 500 cc+ oxytocin 1 ampl 20 gtt/i

- Cefadroxil tab 2x500 mg


- Asam Mefenamat tab 3x 500 mg
- Vit B.complex tab 2x1

43
R/ Monitoring VS, kontraksi uterus, P/V
Cek DR 2 jam post PSP

12 Maret 2019 S : Post partum

O : SP : Sens : CM

TD : 100/70 mmHg

Nadi : 70 x/ menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36.6 oC

SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N

TFU : 2jari dibawah pusat

KOntraksi : baik

P/V : (-), Locia rubra

BAB : (-) flatus (+)

BAK : (+) spontan

A : P.Ao post PSP a/i PBK NH-II

P : - IVFD RL 500 cc+ oxytocin 1 ampl 20 gtt/i

- Cefadroxil tab 2x500 mg


- Asam Mefenamat tab 3x 500 mg
- Vit B.complex tab 2x1

R/ AFF infus

BAB V

44
DISKUSI KASUS
5.1 Tabel diskusi kasus
TEORI KASUS

Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala persalinan kala I : Gejala : Mulas-mulas mau melahirkan

- Keluar lendir bercampur darah Hal ini dialami pasien sejak 1 hari sebelum
- Terkadang ketuban pecah dengan masuk RSdan semakin bertambah sering sejak
sendirinya. 2 jam yang lalu. Sejak pukul 06.00 pagi tgl 19
- Serviks mulai membuka (dilatasi) dan Maret 2019 keluar lendir darah (+). Sejak
mendatar (effacement).
pukul 03.00 pagi tgl 19 Maret 2019 keluar air-
- Pembentukan tonjolan ketuban
- Adanya HIS / Kontraksi air (-)
- Tekanan Darah : TD dapat meningkat,
His : 4 x 40’ / 10’’
sistolik rata-rata naik 10-20 mmHg,
diastolic 5-10 mmHg.
- Metabolisme meningkat : Peningkatan
ini ditandai dengan adanya
peningkatan suhu tubuh, denyut nadi,
kardiak output, dan pernafasan.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Leopold Hasil Pemeriksaan Leopold

Leopold I : Untuk mengetahui tinggi fundus Leopold 1 : Teraba lunak. Tinggi Fundus
uteri dan bagian teratas janin. Uterus 4 jari dibawah processus xiphoideus

 16 minggu : fundus teraba di antara


simpisis dan pusat
 20 minggu : 3 jari di bawah pusat
 24 minggu : tepat di pusat
 28 minggu : 3 jari di atas pusat
 32 minggu : di pertengahan antara
Prosesus Xipoideus dan pusat
 36 minggu : 3 jari di bawah Prosesus
Xipoideus
 40 minggu : di pertengahan antara
Prosesus Xipoideus dan pusat.

Leopold II : Teregang teraba kanan


45
Leopold II : untuk menentukan bagian janin Leopold III : Tidak dapat digoyangkan
pada kedua sisi uterus.

Leopold III : untuk mengetahui bagian


terbawah janin dan apakah sudah memasuki Leopold IV : Teraba divergen. 5/5
PAP.

Leopold IV : untuk mengetahui seberapa jauh Hasil pemeriksaan Vagina :


bagian terbawah janin memasuki PAP.
- Diameter cervix : 8 cm
Pemeriksaan Vagina :

 Pembukaan seviks (cm)

- Fase laten : 1 – 4 cm
- Fase aktif : >4 cm - effacement 100 %

 Pendataran serviks (effacement) :


semakin tinggi persentasenya berarti
serviks semakin tipis.

- Penurunan kepala di Hodge III

 Penurunan kepala

Hodge I : bidang yang dibentuk pada


lingkaran PAP dengan bagian atas
simfisis dan promontorium

Hodge II : sejajar dengan bidang


hodge 1 terletak setinggi bagian
bawah simfisis

Hodge III : sejajar hodge 1 setinggi


spina isciadica

Hodge IV : sejajar hodge 1 setinggi os


koksigeus

46
- Konsistensi serviks lunak

 Konsistensi serviks

Saat serviks belum matang, rasanya


atau konsistensinya akan hampir sama
seperti ujung hidung, namun ketika
serviks sudah ada pelunakan, maka
rasanya atau konsistensinya akan
seperti cuping telinga dan akhirnya
saat serviks dinyatakan matang dan
siap untuk membuka, konsistensinya
seperti seolah olah ketika meraba pipi.

Tatalaksana Tatalaksana

Jika sudah ada tanda-tanda persalinan kala II, Pada pasien ini ketika HIS tampak adekuat,
maka : tampak kepala maju mundur di introitus
vagina. Pada HIS yang adekuat berikutnya, ibu
- Persiapkan peralatan persalinan dipimpin mengedan dan langsung diberikan
- Mempersiapkan diri untuk
pertolongan persalinan kala II diikuti
memberikan pertolongan persalinan
- Memastikan pembukaan lengkap dan persalinan kala III.
keadaan janin baik
- Menyiapkan ibu dan keluarga untuk
membantu proses pimpinan mengedan
- Menolong kelahiran bayi
- Melakukan penangan bayi baru lahir
Setelah selesai melakukan persalinan kala II,
lakukan tatalaksana persalinan kala III.

Untuk menghindari terjadinya perdarahan Setelah persalinan diberikan terapi


pasca persalinan dapat diberikan oksitosin 20 medikamentosa berupa :
unit dalam 1 L cairan infus diikuti dengan
- IVFD RL + oksitosin 1 amp 20 gtt/i
masase fundus uteri. Jika perdarahan terus
berlangsung, berikan ergometrin 0,2 mg.

47
Untuk mencegah komplikasi berupa infeksi - Cefadroxil tab 2 x 500 mg
diberikan terapi antibiotik. Adapun antibiotic
yang paling sering digunakan pasca
persalinan adalah amoxicillin, cefadroxil, dan
metronidazole.
- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
Untuk menghilangkan rasa sakit pasca
melahirkan dengan atau tanpa dilakukan
episiotomi, dapat diberikan analgetik.
Untuk obat analgesik yang umumnya
diresepkan dan direkomendasikan untuk
bufas/busui adalah NSAID seperti
parasetamol, ibuprofen, asam mefenamat.
Sedangkan yang tidak direkomendasikan
adalah aspirin.

48
BAB VI
KESIMPULAN

Ny. B, 30 tahun, G1P0A0, Minang, Islam, SMA, Ibu Rumah Tangga datang dengan
keluhan keluar lendir darah yang sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pada pasien dilakukan
pemeriksaan leopold dan didapatkan hasil Tinggi Fundus Uterus 4 jari dibawah processus
xiphoideus, bagian teregang teraba di kanan, tidak dapat digoyangkan, dan bagian terbawah teraba
kepala.
Dari pemeriksaan VT ditemukan cervix sakral, diameter 8 cm, effacement 100 %,
amniotic membrane (+) kepala Hodge III, minor fontanella (?) dan pada sarung tangan
ditemukan darah. Dari pemeriksaan USG TAS didapatkan gambaran janin tunggal, intrauterine,
dan anak hidup.
Pasien kemudian dipersiapkan untuk PSP dan pada pukul 10.45 WIB, lahir bayi
perempuan dengan BB 2900 gr, PB : 47,5 cm A/S : 9/10, dan anus (+). Setelah itu pasien diberikan
terapi medikamentosa berupa IVFD RL + oksitosin 1 amp 20 gtt/I, cefadroxil tab 2 x 500 mg,
asam mefenamat tab 3 x 500 mg, dan vitamin B complex tab 2 x 1 dan pasien dirawat di ruangan
maternitas untuk dipantau vital sign, kontraksi uterus, perdarahan pervaginam.

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. 2008. 296-314.
2. Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Fisiologi. Ilmu Kesehatan Produksi. Edisi 2.
Jakarta : EGC. 2004.127-144
3. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Jakarta: EGC,
1998. 94
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Ed 21. Vol 1. Jakarta :
EGC. 2006. 318-335.
5. Sofie RK, Johanes CM, Jusuf SE. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi
Rumah sakit Dr. Hasan Sadikin. Bandung : Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD
RSHS. 2005. 90.
6. Buku Acuan Nasional. Pelayanan Kesehatan aternal dan Neontal. Jakarta : Yayayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : 100
7. Modul Keterampilan Klinis Blok Reproductive System. Medan : Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. 2015.
8. Saswita, Reni.2011. Asuhan Keperawatan Perawatan Normal. Jakarta: Salemba Medika

50

Anda mungkin juga menyukai