Anda di halaman 1dari 39

1

Laporan Kasus

TUMOR KOLOREKTAL
Pembimbing :

Prof. Dr. Bachtiar Surya, Sp. B(K)BD

Penyusun:

Hanika Assyifa Falatehan 140100218


Cynthia 140100168
Amirul Fitrah 140100105
Jennifer Tiosanna 140100070
Sahala Audia Siregar 140100113
Tasha Fadhillah 140100175

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT RUJUKAN HAJI ADAM MALIK
DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


MEDAN
2019

1
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Tumor
Kolorektal” ini dapat diselesaikan. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara-RSUP H. Adam Malik Medan dan
meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Tumor Kolorektal.

Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan


terima kasih kepada Prof. Dr. Bachtiar Surya, Sp. B(K)BD selaku pembimbing
penulisan makalah ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh dokter di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara-RSUP H. Adam Malik Medan atas segala bimbingan dan ilmu
yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan


ketidaksempurnaan dalam penyusunan makalah ini akibat keterbatasan ilmu dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan menjadi
sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan makalah ini.

Akhirnya penulis mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat


bagi kita semua.

Medan, 04 Desember 2019

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………….. i


Daftar Isi..................................................................................................... ii
Daftar Gambar............................................................................................ iii
Daftar Tabel................................................................................................ iv
BAB I Pendahuluan …………………………………..………………… 1
BAB II Tinjauan Pustaka ………………..………………………………. 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kolon…. …………………………….. 2
2.2 Etiologi........………………………………………………….. 4
2.3 Klasifikasi....................………………………………………. 5
2.4 Gambaran Klinis....................................................................... 9
2.5 Diagnosis Karsinoma Kolon…………….…………………… 12
2.6 Penanganan dan Prognosis Karsinoma Kolon…………....….. 14
2.7 Kolostomi................................................................................. 16
BAB III Status Orang Sakit ……………………………………………. 20
BAB IV Follow Up ……………………………………………………… 25
BAB V Diskusi Kasus …………………………………………………… 27
BAB VI Kesimpulan ……………………………………………………. 30
Daftar Pustaka............................................................................................ 31
iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi kolorektal ………………………………………….. 3


Gambar 2. Vaskularisasi colon ............………………..………………… 4
Gambar 3. Stadium kanker kolorektal ……………….………………….. 6
iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. . Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes............... 6


Tabel 2. Staging TNM menurut AJCC ............………………..……………... 7
Tabel 3. Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker5…..................... 9
Tabel 4. Prognosis berdasarkan klasifikasi TNM....................................................... 16
1

BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma kolorektal adalah salah satu jenis keganasan yang cukup sering
dijumpai. Karsinoma ini merupakan penyebab kematian yang paling sering
setelah karsinoma paru pada laki laki dan karsinoma serviks serta karsinoma
mammae pada wanita.1 Di Indonesia sendiri angka kejadian keganasan ini
cenderung meningkat akhir-akhir ini.

Karsinoma ini dapat tumbuh di tiap bagian kolon dan mungkin juga
tumbuh bersamaan di beberapa tempat. Prevalensi terjadinya karsinoma
kolorektal di rektum sebesar 22%, sigmoid 25%, rektosigmoid 10%, kolon
desenden 6%, kolon transversum 13%, kolon asenden 8%, dan sekum 15%.2 Dari
angka tersebut prevalensi terbesar karsinoma kolon terletak di sekum. Resiko
untuk terjadinya karsinoma kolorektal umumnya meningkat setelah berusia 40
tahun. Karsinoma kolon, terutama di kolon bagian proksimal lebih banyak
ditemukan pada wanita. Sedangkan karsinoma rektum lebih banyak ditemukan
pada pria dengan perbandingan 2:1.3

Diagnosis dini pada pasien karsinoma kolon sulit ditegakkan karena pada
stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala yang nyata. Gejala
biasanya muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut, sehingga biasanya pasien
datang dalam kondisi yang jelek seperti sudah terjadi perforasi, perdarahan,
ataupun obstruksi. Untuk itu penting mengetahui karsinoma mendiagnosis
karsinoma kolorektal baik secara klinis maupun dengan pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan radiologis.

1
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KOLON4,5,6

Kolon terdiri atas beberapa bagian yaitu sekum, kolon asenden, kolon
transversum, kolon desenden, dan kolon sigmoid.

Kolon asenden melintasi krista iliaka naik sampai permukaan bawah hati,
kolon asenden membuat lengkung tegak lurus yakni fleksura koli dekstra (fleksura
hepatika), dan kemudian menjadi kolon transversum.

Kolon transversum dilekatkan pada kurvatura mayor lambung oleh


ligamentum gastroiliakum, dilekatkan pada pankreas oleh mesokolon transversum.
Yang melintas diatas kolon transversum adalah hati, vesika felea, dan lambung.
Kolon transversum melintas dan melekat pada bagian depan ginjal kanan, bagian
kedua duodenum, dan kaput pankreas. Sisanya tergantung kearah bawah dan naik
kembali di depan kolon desenden yang membuat lengkung tajam pada fleksura
koli sinistra ( fleksura lienalis). Fleksura koli sinistra dilekatkan pada diafragma
dibawah limpa oleh ligamentum frenikokolikum.

Kolon desenden yang melintas turun menyilang krista iliaka dan melintasi
fossa iliaka sampai tepi atas pintu panggul kemudian menjadi kolon sigmoid.
Kolon sigmoid mempunyai mesenterium yaitu mesokolon sigmoideum. Kolon
sigmoid melanjut ke dalam panggul untuk mencapai garis tengah di depan sakrum,
di mana kolon berubah menjadi rektum.4

Kolon asenden dan kolon desenden serta fleksura lienalis dan fleksura
hepatika tidak memiliki mesenterika dan bergerak bebas karena terletak
retroperitoneal. Kolon transversum dan kolon sigmoid memiliki mesenterikum
yang komplit dan bergerak bebas. Sedangkan sekum tidak memiliki mesenterium
sebenarnya tetapi bergerak bebas sebab memiliki lipatan peritoneum yang kadang
ada kadang tidak.
3

Kolon memiliki otot-otot sirkuler dan otot-otot longitudinal. Lapisan otot


longitudinal kolon membentuk pita yang disebut taenia, yang lebih pendek dari
kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat- lipat berbentuk sakulus yang disebut
haustra.4

Aliran limfe kolon mengikuti pembuluh mesenterika inferior untuk kolon


sebelah kiri dan mesenterika superior untuk kolon sisi kanan.5

Aliran darah untuk usus besar dari arteri mesenterika superior dan
mesenterika inferior. Vena pada kolon berjalan bersama arterinya, aliran vena
disalurkan melalui vena mesenterika superior yang bermuara vena porta dan vena
mesenterika inferior menuju vena lienalis.4

Fungsi kolon adalah absorbsi air, vitamin, dan elektrolit dari chime,
penimbunan bahan feses sampai dikeluarkan, melanjutkan pencernaan dan
mensekresi lendir. Dari 700- 1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon,
150- 200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses.6

Gambar 1. Anatomi kolorektal2

3
4

Gambar 2. Vaskularisasi colon7

2.2 Etiologi

Dasar penting dari keganasan kolorektal ini adalah proses perubahan


secara genetik pada sel-sel epitel di mukosa kolon yang timbul akibat beberapa
hal. Adapun beberapa hal yang menjadi predesposisinya antara lain: 2

1. Dietik
Pola konsumsi makanan diduga berkaitan erat dengan munculnya
keganasan ini. Konsumsi makanan yang tinggi kandungan seratnya, seperti
sayuran dan buah-buahan akan menurunkan waktu transit bolus di sepanjang
perjalanannya di usus, sehingga kontak dengan zat karsinogenik pada mukosa
lebih singkat. Sebaliknya, makanan dengan kadar lemak dan protein hewani
yang tinggi berperan memacu perubahan sel-sel mukosa kolon. Hal ini dapat
dilihat dari tingginya angka kejadian karsinoma ini di negara-negara barat
dibandingkan di Indonesia. Alkohol dan rokok juga diduga memacu timbulnya
keganasan ini.
5

2. Adanya kelainan di kolon sebelumnya


Adanya kelainan dikolon seperti adenoma (terutama yang berbentuk villi),
polip, dan kolitis ulseratif dapat menjadi resiko berkembangnya karsinoma
kolon di kemudian hari.

3. Herediter
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang mempunyai orang tua
yang menderita karsinoma kolorektal mempunyai frekuensi 1,3x lebih banyak
menderita karsinoma kolorektal dibanding mereka yang orang tuanya sehat.

2.3 Klasifikasi

Secara makroskopik Karsinoma kolon dibedakan atas 4 tipe yaitu2 :

1. Nodular
Keganasan ini berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke lumen
kolon, dengan permukaan yang bernodul-nodul. Biasanya tak bertangkai dan
meluas ke dinding kolon. Sering juga terjadi ulserasi, dimana dasar ulkus
menjadi nekrotik, tepi ulkus naik, dan mengalami indurasi. Di daerah sekum
bentuk tumor mungkin tumbuh menjadi suatu massa yang besar, tumbuh
menjadi fungoid dengan permukaan ulkus mengeluarkan pus dan darah.

2. Koloid/ mukoid
Bentuk ini tumbuhnya mengalami degenarasi mukoid sehingga
menghasilkan banyak mukus.

3. Scirrhous/ infiltratif
Bentuk ini mempunyai reaksi fibrous yang sangat banyak, sehingga terjadi
pertumbuhan yang keras dan melingkari dinding kolon sehingga terjadi
konstriksi kolon dan membentuk napkin ring.

4. Papillari /polipoid/ cauli flower


Tipe ini merupakan pertumbuhan yang sering berasal dari papiloma simpel
atau adenoma.
6

2.3.1 Klasifikasi penderajatan kanker kolorektal


Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:1

Dukes A Terbatas di mukosa

Dukes B Menembus muskularis mukosa

Dukes C Metastasis ke kelenjar getah bening


C1 KGB didekat tumor primer
C2 KGB jauh

Dukes D Metastase jauh: Hepar, Paru, Ginjal

Tabel 1. Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes.1

Gambar 3. Stadium kanker kolorektal.2

Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging TNM


untuk karsinoma kolorektal:2
T : Tumor Primer
To : Tidak ada bukti ada tumor primer.
Tx : Tumor primer sulit dinilai.
Tis : Karsinoma in situ, intraepitelial atau di lamina propia.
T1 : Tumor mengenai submukosa.
7

T2 : Tumor mengenai propia muskularis.


T3 : Tumor mengenai dari propia muskularis sampai ke sub serosa
jaringan perirektal
T4 : Tumor mengenai organ lain, menembus viseral peritonium.

N : Kelenjar getah bening regional (KGB)


Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai.
No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening.
N1 : Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional.
N2 : Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional.

M : Metastasis jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai.
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh.
M1 : Ditemukan metastasis jauh.

Staging Group
Stage T N M Dukes

0 Tis No Mo -

I T1 No Mo A

T2 No Mo A

IIA T3 No Mo B

IIB T4 No Mo B

IIIA T1-T2 N1 Mo C

IIIB T3-T4 N1 Mo C

IIIC Any T N2 Mo C

IV Any T Any N M1 D

Tabel 2. Staging TNM menurut AJCC.2


8

Penyebaran kanker kolorektal ke organ-organ dapat terjadi melalui:2

 Direct extension
 Hematogenous metastasis
 Regional lymph node metastasis
 Transperitoneal metastasis
 Intraluminal metastasis

Secara mikroskopis, bentuk adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak


yang berasal dari epitel kolon. Bentuk yang berdiferensiasi sempurna mempunyai
struktur terdiri dari kelenjar, di mana terdapat pembengkakan sel-sel skuamosa
dengan inti yang hipokromasi. Sel-sel tumor ini mengalami mitosis yang cepat.
Bentuk yang kurang berdiferensiasi , sel-sel tumor terlihat dalam suatu massa.2

Berdasarkan diferensiasi sel, dibuat klasifikasi dalam 4 tingkat2:

Grade I : Sel-sel anaplastik < 25%

Grade II : Sel-sel anaplastik 25-50%

Grade III : Sel-sel anaplastik 50-75%

Grade IV : Sel-sel anaplastik > 75%

2.4. Gambaran klinis.

Pasien dengan karsinoma kolorektal umumnya memberikan keluhan


berupa gangguan proses defekasi (Change of bowel habit), berupa konstipasi atau
diare, perdarahan segar lewat anus (rectal bleeding), perasaan tidak puas setelah
buang air besar ( tenesmus), buang air besar berlendir( mucoid diarrhea), anemia
tanpa sebab yang jelas, dan penurunan berat badan.2,3 Adanya suatu massa yang
dapat teraba dalam perut juga dapat menjadi keluhan yang dikemukakan.3

Manifestasi klinik karsinoma kolon tergantung dari bentuk makroskopis


dan letak tumor. Bentuk polipoid (cauli flower) dan koloid (mukoid)
menghasilkan banyak mukus, bentuk anuler menimbulkan obstruksi dan kolik,
sedangkan bentuk infiltratif (schirrhus) tumbuh longitudinal sesuai sumbu
9

panjang dinding rektal dan bentuk ulseratif menyebabkan ulkus ke dalam dinding
lumen.

Karsinoma yang terletak di kolon asenden menimbulkan gejala perdarahan


samar sedangkan tumor yang terletak di rektum memanifestasikan perdarahan
yang masih segar dan muncul gejala diare palsu. Di kolon desenden, karsinoma
ini menyebabkan kolik yang nyata karena lumennya lebih kecil dan feses sudah
berbentuk solid.5

Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum

Aspek Klinis Kolitis Obstruksi Proktitis


Nyeri Karena Karena obstruksi Tenesmus
Defekasi Penyusupan Konstipasi progresif Tenesmus terus
Obstruksi Diare/diare Hampir selalu menerus
Darah pada feses berkala Samar atau Tidak jarang
Feses Jarang makroskopis Makroskopis
Dispepsia Samar Normal Perubahan bentuk
Memburuknya Normal/diare Jarang Jarang
KU Sering Lambat Lambat
Anemia Hampir selalu Lambat Lambat
Hampir selalu

Tabel 3. Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker5

2.5. Diagnosis Karsinoma Kolon 2,5,7


Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratoris, radiologis,
kolonoskopi, dan histopatologis.

1. Anamnesis

Pada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala


biasanya muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan
10

karsinoma kolon biasanya mengeluh rasa tidak enak, kembung, tidak bisa flatus,
sampai rasa nyeri di perut. Didapatkan juga perubahan kebiasaan buang air
besar berupa diare atau sebaliknya, obstipasi, kadang disertai darah dan
lendir.2,7 Buang air besar yang disertai dengan darah dan lendir biasanya
dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma kolon bagian proksimal. Hal ini
disebabkan karena darah yang dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah
bercampur dengan feses. Gejala umum lain yang dikeluhkan oleh pasien berupa
kelemahan, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan.2

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak menolong dalam menegakkan


diagnosis. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen, bila
teraba menunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Bila tumor sudah metastasis ke
hepar akan teraba hepar yang noduler dengan bagian yang keras dan yang
kenyal.2 Asites biasa didapatkan jika tumor sudah metastasis ke peritoneal.
Perabaan limfonodi inguinal , iliaka, dan supraklavikular penting untuk
mengetahui ada atau tidaknya metastasis ke limfonodi tersebut.5 Pada pasien
yang diduga menderita karsinoma kolorektal harus dilakukan rectal toucher.
Bila letak tumor ada di rektum atau rektosigmoid, akan teraba massa maligna
(keras dan berbenjol-benjol dengan striktura) di rektum atau rektosigmoid
teraba keras dan kenyal. Biasanya pada sarung tangan akan terdapat lendir dan
darah.2

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan diagnosis. Walau


demikian, setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa kadar
hemoglobin.2,7 Pemeriksaan radiologis yang dapat dikerjakan berupa foto polos
abdomen, colon in loop dengan single contrast maupun double contrast dan
foto thoraks.7

Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan
sinar horizontal. Posisi supine perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan di
11

sikap tegak untuk melihat batas udara-air dan letak obstruksi karena massa.7
Colon in loop menggunakan barium enema sebagai kontras positif. Dengan
pemeriksaan ini dapat dilihat adanya deformitas kolon yang diakibatkan
neoplasma atau abnormalitas lainnya akan ditunjukkan dengan terisinya defek
tersebut yang diperlihatkan oleh kolom barium yang radioopak.2,7 Tentang
colon in loop selanjutnya akan dibahas dalam bab tersendiri.

Pemeriksaan foto thoraks berguna selain untuk melihat ada/tidaknya


metastasis ke paru juga bisa untuk persiapan tindakan pembedahan.2

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah kolonoskopi. Pada


kolonoskopi dipakai fiberskop lentur untuk melihat dinding kolon dari dalam
lumen sampai ileum terminalis. Dengan alat ini dapat terlihat seluruh kolon
termasuk yang tidak terlihat pada foto kolon. Fiberskop juga dapat dipakai
untuk biopsi setiap jaringan yang mencurigakan, evaluasi dan tindakan terapi
misalnya polipektomi.7 Pada akhirnya diagnosis pasti karsinoma kolon adalah
dengan pemeriksaan histopatologis.2

2.5.1. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS COLON IN LOOP 8,9,10,11

Ada beberapa pemeriksaan radiologis untuk melihat adanya kelainan di


daerah kolon dan rektum. Salah satunya adalah tehnik pemeriksaan colon in loop.
Pemeriksaan ini menggunakan kontras, dimana kontras yang sering dipakai adalah
barium sulfat sebagai enema, yaitu suntikan suspensi barium ke dalam rektum.8
Bagian- bagian yang dapat dievaluasi diantaranya adalah: sekum, kolon asenden,
kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan rektum.9

Barium yang digunakan memiliki konsentrasi yang berkisar antara 70-80


W/V % ( weight/volume). Banyaknya (ml) larutan ini sangat bergantung pada
panjang pendeknya kolon. Umumnya 600-800 ml.10

Ada 2 metode pemeriksaan colon in loop9,10:

1. Double contrast
12

Tehnik ini untuk menilai pola mukosa kolon. Dimana dapat diperoleh hasil
yang lebih jelas, mendetail, teliti mengenai kelainan patologis yang
memberikan gambaran perubahan bentuk permukaan mukosa kolon.

2. Single contrast
Tehnik ini dipakai untuk menentukan lokasi lesi dan adanya massa di kolon.

Indikasi pemeriksaan colon in loop9:

- Perubahan pola defekasi (changes in bowel habits)


- Nyeri pada abdomen
- Massa pada abdomen
- Obstruksi
- Melena/ anemia
Kontra indikasi colon in loop9:

a. Absolut
- Toksik megakolon
- Kolitis pseudomembran
- Biopsi rektal
* Minimal 5 hari sebelum pemeriksaan, menggunakan rigid endoscopy
* Minimal 24 jam sebelum pemeriksaan, menggunakan flexible endoscopy
b. Relatif
- persiapan yang kurang baik
- konsumsi barium meal dalam kurun waktu 7- 10 hari terakhir.
- pasien alergi dengan medium kontras
Persiapan pasien sebelum pemeriksaan 9,10:

a. Makanan konsistensi lunak, rendah serat, rendah lemak minimal 24 jam


sebelum pemeriksaan. Tujuannya untuk menghindari bongkahan-bongkahan
tinja yang keras.
b. Minum yang banyak. Tujuannya untuk menjaga tinja agar tetap lembek.
Minuman yang dianjurkan berupa juice, teh, kopi, cola, dan kaldu. Susu
sebaiknya dihindari.
13

c. Pemberian pencahar. Tujuannya untuk meningkatkan peristaltik dan


melembekkan tinja.
Tehnik pemeriksaan colon in loop10:

a. Tahap pengisian
Pengisian larutan barium ke lumen kolon. Pengisian di anggap cukup bila
sudah mencapai fleksura lienalis atau pertengahan kolon transversum. Bagian
kolon yang belum terisi dapat terisi dengan mengubah posisi penderita dari
terlentang menjadi miring ke kanan.

b. Tahap pelapisan
Ditunggu 1-2 menit sehingga larutan barium dapat melapisi (coating) mukosa
kolon.

c. Tahap pengosongan
Setelah mukosa terlapisi, sisa larutan barium dalam kolon perlu dibuang
sebanyak yang dapat dikeluarkan. Caranya adalah dengan memiringkan
penderita ke kiri dan menegakkan meja pemeriksaan.

d. Tahap pengembangan
Dilakukan pemompaan udara ke dalam lumen kolon. Usahakan jangan sampai
distensi berlebih.

e. Tahap pemotretan
Setelah seluruh kolon mengembang,dilakukan pemotretan / exposure
radiografik. Posisi pasien tergantung bentuk kolon dan atau kelainan yang
ditemukan. Umumnya dilakukan pemotretan dengan metode lapangan terbatas
(spot view) terhadap bagian-bagian tertentu dari kolon, dan lapangan
menyeluruh (overall view) dari kolon.

2.5.2. DIAGNOSIS RADIOLOGIS KARSINOMA KOLON 2,10

Pada kasus karsinoma kolon pemeriksaan radiografi abdomen yang sering


digunakan adalah Foto polos abdomen yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
colon in loop.
14

Pada foto polos abdomen kadang kelainan sukar ditemukan, seringnya


berupa dilatasi usus yang terletak lebih proksimal dari tempat tumor akibat adanya
massa di bagian distalnya. Oleh karenanya, lebih sering dilanjutkan dengan
pemeriksaan colon in loop. Foto dapat terlihat sebagai suatu filling defect.2

Karsinoma kolon secara radiologik memberikan penampilan sebagai berikut10:

a. Penonjolan ke dalam lumen (Protruded lesion)


Bentuk klasik ini adalah polip. Polip dapat bertangkai (pedunculated) atau tak
bertangkai (sessile) dinding kolon seringkali masih baik.

b. Kerancuan dinding kolon (colonic wall deformity)


Dapat bersifat simetris (napkin ring) atau asimetris (apple core). Lumen kolon
sempit dan ireguler. Kerapkali hal ini sukar dibedakan dengan kolitis Crohn.

c. Kekakuan dinding kolon (Rigidity colonic wall)


Bersifat segmental, terkadang mukosa masih baik, lumen kolon dapat / tidak
menyempit. Berikut ini sukar dibedakan dengan kolitis ulseratif.

2.6. Penanganan dan Prognosis Karsinoma Kolon 1,2,3,5

Pembedahan merupakan pilihan utama terapi kanker kolorektal.


Sedangkan terapi adjuvannya berupa radioterapi dan kemoterapi. Selain itu, pada
pasien kanker kolorektal diberikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.1,2,3

Pembedahan dilakukan secara radikal. Untuk kanker di sekum dan kolon


asenden biasanya dilakukan hemikolektomi dekstra dan dibuat anastomose
kolostomi ileotransversal. Untuk karsinoma di kolon transversum dan di fleksura
lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomose ileosigmoidostomi.
Pada karsinoma di kolon desenden dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan
dibuat anastomose kolorektal transversal. Untuk karsinoma di rektosigmoid dan
rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomose desending
kolorektal. Pada karsinoma di rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan
15

dibuat anastomose koloanal. Reseksi dilakukan + 5 cm kearah proksimal dan


distal kolon yang terkena.2,3

Dosis radioterapi sebagai terapi adjuvan adalah 4500-5500 cGy dengan


fraksinasi 180 -200 cGy setiap kalinya.5

Kemoterapi yang biasa diberikan adalah 5-fluoro urasil (5FU). Untuk


meningkatkan efektivitas terapinya, dapat juga diberikan kombinasi 5FU dan
levamisole.1,2

Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor


pada saat didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan
tumor tersebut pada radiasi dan kemoterapi.1
Angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival) bervariasi, tergantung dari
stadium tumor. Berdasarkan klasifikasi Dukes, angka harapan hidup 5 tahun
adalah sebagai berikut:1

1. Dukes’ A 5-yr survival, >80%

2. Dukes’ B 5-yr survival, 60%

3. Dukes’ C 5-yr survival, 20%

4. Dukes’ D 5-yr survival, 3%


16

Berdasarkan klasifikasi TNM, harapan hidup 5 tahun adalah:1

Stage TNM classification 5-year survival


I T1-2, N0, M0 >90%
IIA T3, N0, M0 60%-85%

IIB T4, N0, M0 60%-85%

IIIA T1-2, N1, M0 25%-65%

IIIB T3-4, N1, M0 25%-65%

IIIC T(any), N2, M0 25%-65%

IV T(any), N(any), M1 5%-7%

Tabel 4. Prognosis berdasarkan klasifikasi TNM.

2.7. Kolostomoi

2.7.1 Pengertian Kolostomi

Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah, stoma
dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanen (Smeltzer, Bare,
2001).Menurut Harahap (2006) Kolostomi adalah membuat ostomi di kolon, dibentuk
bila usus tersumbat oleh tumor. Kolostomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan
membuka dinding perut sampai kolon untuk pembuatan lubang (stoma) diatas dinding
perut sehingga feses (BAB) dialirkan melalui stoma yang dibuat (Sjamsuhidajat, 1997
dalam Simanjuntak, 2007)

Suriadi (2006, dalam Fadhila lubis, 2011) membagi Jenis kolostomi


berdasarkan lokasinya; transverse kolostomi, merupakan kolostomi di kolon
transversum, sigmoidostomi yaitu kolostomi di sigmoid, kolostomi desenden yaitu
kolostomi di kolon desenden dan kolostomi asenden, adalah kolostomi di asenden.
17

2.7.2 Pengertian Kolostomi

Stoma adalah sebuah lubang yang dibuat di abdomen dan usus dan dilekatkan pada
kulit.Hal ini memungkinkan terjadinya pengosongan usus melalui lubang tersebut,
bukan melalui rektum. (Dewi Elizadiani, 2012). Untuk mengambil isi stoma biasanya
diperlukan kantong yang diletakkan pada stoma.Perlengkapan ostomi terdiri atas satu
lapis atau dua lapis dengan barier kulit hipoalergenik untuk mempertahankan
integritas kulit peristomal. Kantong harus cukup besar untuk menampung feses dan
flatus dalam jumlah sedang.Perlindungan kulit peristomal adalah aspek penting dari
perawatan stoma.Peralatan yang sesuai ukurannya merupakan hal penting untuk
mencegah kebocoran isi (Wong, 2009).

Lokasi kolostomi menentukan konsistensi tinja baik padat ataupun cair.Pada


kolostomi transversum umumnya menghasilkan feses lebih padat.Lokasi kolostomi
ditentukan oleh masalah medis pasien dan kondisi umum. Terdapat tiga jenis bentuk
kolostomi, yakni:

1. Loop kolostomi

Loop kolostomi biasanya dilakukan dalam kondisi kedaruratan medis yang nantinya
kolostomi tersebut akan ditutup. Jenis kolostomi ini biasanya mempunyai stoma yang
berukuran besar, dibentuk di kolon transversal dan bersifat sementara. Pembedahan
dilakukan dengan menarik sebuah lengkung usus ke atas abdomen dengan
menggunakan suatu peralatan penyokong eksterna, seperti batang plastik atau kateter
karet ditempatkan sementara waktu dibawah lengkung usus untuk
memepertahankannnya sehingga tidak tergelincir. Kemudian usus di buka dan dijahit
ke kulit abdomen. Suatu dingding penghubung tetap berada diantara usus distal dan
usus proksimal. Lengkung ostomi memiliki dua buah lubang stoma, ujung proksimal
mengeluarkan feses sedangkan bagian distal mengeluarkan lendir.

2. End kolostomi

End kolostomi terdiri dari satu stoma, yang dibentuk dari ujung proksimal usus
dengan bagian distal saluran GI dapat dibuang atau di jahit tertutup dan di biarkan di
18

dalam rongga abdomen. Pada banyak klien, end kolostomi merupakan hasil terapi
bedah pada kanker kolorektal. Pada kasus tersebut, rektum juga mungkin dibuang.

3. Double- barrel colostomi

Berbeda dengan loop colostomi, Double-barrel colostomi di potong melalui


pemebedahan kedalam, double-barrel colostomi terdiri dari dua stoma yang berbeda,
stoma proksimal yang berfungsi dan stoma distal yang tidak berfungsi. (Potter, Perry,
2006).

2.7.3 Indikasi Kolostomi

Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis dan kondisi umum klien
(McGarity, 1992 dalam Potter dan Perry, 2006). Kolostomi dapat dibuat secara
permanen ataupun temporer (sementara) yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Kolostomi temporer dibuat pada pasien yang tujuannya untuk dekompresi kolon
sedangkan kolostomi permanen dibuat pada pasien yang tidak mampu lagi untuk
defekasi secara normal melalui anus, hal ini biasanya disebabkan karena adanya
keganasan, perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid dan rektum.

2.7.4 Komplikasi Kolostomi

Insidens komplikasi untuk pasien dengan kolostomi sedikit lebih adalah


prolaps stoma, perforasi, retraksi stoma, impaksi fekal dan iritasi kulit. Kebocoran
dari sisi anastomotik dapat terjadi bila sisa segmen usus mengalami sakit atau lemah.
Kebocoran dari anastomotik usus menyebabkan distensi abdomen dan kekakuan,
peningkatan suhu, serta tanda shock. (Brunner dan Suddarth, 2000 dalam Fadhila,
2011).

2.7.5 Perawatan Kolostomi

Menurut Brunner dan Suddarth (2000, dalam Fadhila, 2011), ada beberapa yang harus
diperhatikan dalam perawatan kolostomi, antara lain:
19

1.5.1. Perawatan Kulit


Pada Pasien kolostomi dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering mencuci
area tersebut menggunakan sabun ringan, memberikan barrier kulit protektif di sekitar
stoma, dan mengamankannya dengan meletakan kantung drainase.Kulit dibersihkan
dengan perlahan menggunakan sabun ringan dan waslap lembab serta lembut.

1.5.2. Memasang Kantung


Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung harus
sekitar 0,3 cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan terlebih dahulu.Barier kulit
peristoma dipasang. Kemudian kantung dipasang dengan cara membuka kertas
perekat dan menekanya di atas stoma. Iritasi kulit ringan memerlukan tebaran bedak
stomahesive sebelum kantung dilekatkan.

1.5.3. Mengangkat Alat Drainase


Alat drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai seperempat bagian
sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung lepas dari diskus perekatnya dan
keluar isinya.Pasien dapat memilih posisi duduk atau berdiri yang nyaman dan
dengan perlahan mendorong kulit menjauh dari permukaan piringan sambil menarik
kantung ke atas dan menjauh dari stoma.Tekanan perlahan mencegah kulit dari
trauma dan mencegah adanya isi fekal yang tercecer keluar.

1.5.4. Mengirigasi Kolostomi

Tujuan pengirigasian kolostomi adalah untuk mengosongkan kolon dari gas, mukus,
dan feses. Sehingga pasien dapat menjalankan aktivitas sosial dan bisnis tanpa rasa
takut terjadi drainase fekal. Dengan mengirigasi stoma pada waktu yang teratur,
terdapat sedikit gas dan retensi cairan pengirigasi.
20

BAB III
STATUS ORANG SAKIT
3.1. Identitas pasien

Nama : Ariwibowo

Umur : 37 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Dusun III Pangkalan Lunang

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Tgl Masuk : 01 Desember 2019

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Lemas

Telaaah :

Hal ini dialami pasien sejak 1 minggu sebelum masuk RS USU dan memberat
dalam 2 hari ini. Nyeri dirasakan di daerah abdomen bawah dan pinggang kanan.
Pasien juga mengeluhkan keluar nanah dari inguinal kanan dan pinggang kanan
sejak 1 bulan ini. Pasien sudah pernah mengalami operasi usus buntu dan operasi
colostomy diversi. Pasien sudah menjalani kemoterapi 8 kali dengan regimen
falfirin. Penurunan berat badan dijumpai dan nafsu makan menurun dijumpai.
BAK dalam batas normal. Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama
disangkal pasien. Stoma : viable, lancar.

RPT :-

RPO :

20
21

Status Prasens

VAS :3

Sensorium : CM

TD : 110/60 mmHg

Nadi : 78x/menit, kuat/cukup

RR : 20x/menit

Temp : 36,9 C

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata :

Kulit : dalam batas normal

Kepala : Simetris

Mata : conj. palpebra inferior pucat (+/+), sclera ikterik (-/-), RC

(+/+),pupil isokor 3mm/3mm.

T/H/M : dalam batas normal

Leher : Simetris, trakea medial, TVJ R-2, pembesaran KGB tidak dijumpai

Toraks

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal

21
22

Perkusi : Sonor

Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)

Abdomen

Inspeksi : simetris (+) colostomy, tampak pus pada daerah inguinal kanan

Palpasi : soepel, nyeri (+) suprapubik, teraba massa pada hipogastric ingui
nal kanan, immobile, nyeri (+)

Perkusi : timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) N

Ekstremitas

Superior : edema (-) Sianosis (-)

Inferior : edema (-) Sianosis (-)

DRE

Perianal : Normal

Spfingter : Ketat

Mukosa : Licin

Handschon : Feses tidak dijumpai, darah tidak dijumpai


23

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium
1 Desember 2019
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) g% 7,7 13.2-17.3
Eritrosit (RBC) 105/mm3 3,14 4.20 – 4.87
Leukosit (WBC) 103/mm3 36,67 4.5 – 11.0
Hematokrit % 23,30 43 – 49
Trombosit (PLT) 103/mm 790 150 – 450
MCV Fl 74,2 85 – 95
MCH Pg 24,5 28 – 32
MCHC g% 33,0 33 – 35
RDW % 44,2 11.6 – 14.8
Hitung jenis
 Neutrofil % 83,1 37 – 80
 Limfosit % 8,5 20 – 40
 Monosit % 7,6 2–8
 Eosinofil % 0,70 1–6
 Basofil % 0,1 0–1
 Neutrofil Absolut 103/µl 30,48 2.7 – 6.5
 Limfosit Absolut 103/µl 3,10 1.5 – 3.7
 Monosit Asolut 103/µl 2,80 0.2-0.4
 Eosinofil Absolut 103/µl 0,26 0 – 0,10
 Basofil Absolut 103/µl 0,03 0 – 0,1
FAAL HEMOSTASIS
PT + INR
WAKTU PROTROMBIN
 Pasien Detik 19,4
24

 Kontrol Detik 13,4


INR 1,39
APTT
 Pasien detik 43,4
 Kontrol detik 30,8
GINJAL
Ureum mg/ dL 114,60 <50
Kreatinin mg/ dL 1,80 0.70 – 1,20
Elektrolit
Natrium (Na) mEq/L 125 135 – 155
Kalium (K) mEq/L 5,54 3.6 – 5.5
Klorida (Cl) mEq/L 95 96 – 106
METABOLISME KARBOHIDRAT
Gula Darah Sewaktu mg/ dL 105 <200
KIMIA DARAH
Albumin g/% 2,6 3,5-5,0

DIAGNOSA KERJA
Colostomy d/t Adeno Ca Colon + Abcess o/t Inguinal + Abcess o/t Right Flank

PENATALAKSANAAN

 Tirah baring
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
 Inj Esomeprazole 20 mg/12 jam
25

Foto Klinis Pasien


25

BAB IV
FOLLOW UP

2 Desember 2019
S Demam (-), Nyeri abdomen (+)
O Sens : CM
TD : 110/70 mmHg
HR : 90x / menit
RR : 22 x/ menit
T : 36, 9 ⸰C
Pus (+) di inguinal dan pinggang, abdomen simetris, soepel
A Post Colostomy d/t adeno Ca recti
P Terapi lanjut
Menunggu jawaban TS nefrologi

3 Desember 2019
S Demam (-), Nyeri abdomen (+)
O Sens : CM
TD : 120/70 mmHg
HR : 90x / menit
RR : 22 x/ menit
T : 36, 9 ⸰C
Pus (+) di inguinal dan pinggang, abdomen simetris, soepel
A Post Colostomy d/t adeno Ca recti
P Terapi lanjut
R/ Kultur bakteri

25
26

4 Desember 2019
S Demam (-), Nyeri abdomen (+)
O Sens : CM
TD : 120/80 mmHg
HR : 92 x / menit
RR : 20 x/ menit
T : 36, 6 ⸰C
Colostomy viable, pus (+)

A Post colostomy d/t Adeno Ca colon


P Susul hasil kultur
27

BAB V

DISKUSI KASUS

Definisi
Karsinoma kolorektal adalah keganasan Hal ini dialami pasien sejak 1 minggu
yang berasal dari jaringan usus besar sebelum masuk RS USU dan memberat
terdiri dari kolon dan atau rektum dalam 2 hari ini. Nyeri dirasakan di
daerah abdomen bawah dan pinggang

Manifestasi Klinis kanan. Pasien juga mengeluhkan keluar


Pasien dengan karsinoma kolon biasanya nanah dari inguinal kanan dan pinggang
mengeluh rasa tidak enak, kembung, tidak kanan sejak 1 bulan ini. Pasien sudah
bisa flatus, sampai rasa nyeri di perut. pernah mengalami operasi usus buntu
Didapatkan juga perubahan kebiasaan buang dan operasi colostomy diversi. Pasien
air besar berupa diare atau sebaliknya, sudah menjalani kemoterapi 8 kali.
obstipasi, kadang disertai darah dan lendir. Penurunan berat badan dijumpai dan
Buang air besar yang disertai dengan darah nafsu makan menurun dijumpai. BAK
dan lendir biasanya dikeluhkan oleh pasien dalam batas normal. Riwayat keluarga
dengan karsinoma kolon bagian proksimal. menderita penyakit yang sama disangkal
Hal ini disebabkan karena darah yang pasien. Stoma : viable, lancar.
dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah
bercampur dengan feses. Gejala umum lain
yang dikeluhkan oleh pasien berupa
kelemahan, kehilangan nafsu makan dan
penurunan berat badan.
28

- Pada pemeriksaan fisik, perabaan Abdomen


limfonodi inguinal, iliaka, dan
Inspeksi : simetris (+) colostomy, t
supraklavikular penting untuk
ampak pus pada daerah inguinal kana
mengetahui ada atau tidaknya
n
metastasis ke limfonodi tersebut. Bila
letak tumor ada di rektum atau Palpasi : soepel, nyeri (+)suprapu
rektosigmoid, akan teraba massa bik, teraba massa pada hipogastric ing
maligna (keras dan berbenjol-benjol uinal kanan, immobile, nyeri (+)
dengan striktura) di rektum atau
Perkusi : timpani
rektosigmoid teraba keras dan kenyal.
Biasanya pada sarung tangan akan Auskultasi : Peristaltik (+) N

terdapat lendir dan darah.

Tatalaksana
- Pembedahan merupakan pilihan utama
terapi kanker kolorektal. Sedangkan
terapi adjuvannya berupa radioterapi
dan kemoterapi. Kemoterapi yang
biasa diberikan adalah 5-fluoro urasil
(5FU). Untuk meningkatkan
efektivitas terapinya, dapat juga
diberikan kombinasi 5FU dan
levamisole. Selain itu, pada pasien
kanker kolorektal diberikan analgetik
untuk mengurangi rasa nyeri
29

Pasien sudah menjalani kemoterapi 8 kali


dengan regimen falfiri.

- Tirah baring
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Esomeprazole 20 mg/12 jam
30

BAB VI

KESIMPULAN

 Pasien Laki-laki, A, usia 37 tahun datang dengan keluhan lemas dan


didiagnosis dengan dan ditatalaksana dengan Tirah baring, IVFD RL 20 gtt/i,
Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam, Inj Ketorolac 30 mg/8 jam, Inj Esomeprazole 20
mg/12 jam

30
31

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R., De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 ed. 2010.

2. Thorne C., Grabb W.C., Smith J.W. Grabb and Smith's plastic surgery.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
2007.

3. Way L.W., Doherty G.M. Current surgical diagnosis & treatment. New
York: Lange Medical Books/Mc Graw-Hill Medical Publishing Division.
2006.

4. Wedro B.C. First Aid for Burns 2008. Available from:


http://www.medicinenet.com/burns/page4.htm. [Accessed 11 September
2015]

5. Dorland W.A.N. Kamus Besar Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. 2002.

6. Moenadjat Y. Protokol Penatalaksanaan Luka Bakar di RSUPN dr. Cipto


Mangunkusumo. Jakarta. 2001.

7. Edlich R.F. Thermal Burns: Medscape; 2013. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/1278244-overview#showall.
[Accessed 11 September 2015]

8. Hettiaratchy S., Dziewulski P. ABC of burns: pathophysiology and types


of burns. BMJ: British Medical Journal. 2004;328(7453):1427.

9. Gallagher J.J., Wolf S.E., Herndon D.N. Burn. In: Sabiston D.C.,
Townsend C.M., editors. Sabiston textbook of surgery : the biological
basis of modern surgical practice. Philadelphia: Saunders/Elsevier; 2008.

10. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book.
32

11. United States Department of Health and Human Services. Burn triage and
treatment: thermal injuries: REMM; 2014. Available from:
http://remm.nlm.gov/burns.htm. [Accessed]

12. Women's and Children Hospital. Guidelines for the management of


pediatric burns. 2010.

13. Schwartz S.I., Brunicardi F.C., Andersen D.K., Billiar T.R., Dunn D.L.,
Hunter J.G., et al. Schwartz's principles of surgery. 10th ed. United States:
McGraw-Hill Education. 2014.

14. Rahayu T. PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO).


MEDIA PUBLIKASI PENELITIAN. 2012;8.

15. Marzoeki D. Ilmu Bedah Luka dan Perawatannya. Surabaya: Airlangga


University Press. 2006.

16. American Burn Association. Advanced Burn Life Support Course.


Chicago: American Burn Association. 2007.
1

Anda mungkin juga menyukai