Anda di halaman 1dari 31

Laboratorium / SMF Kedokteran Radiologi

REFERAT
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Carsinoma Colon

Oleh

Meri Utari Susanthy

NIM. 1610015012

Dosen
Pembimbing

dr. Monika Kencana Dewi, Sp.Rad

Laboratorium/SMF Ilmu
Radiologi Fakultas
Kedokteran
Universitas Mulawarman

1
Agustus 2020

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha


Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan
referat tentang “Carsinoma Colon” Referat ini disusun dalam rangka
tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr.Monika
Kencana Dewi, Sp.Rad selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis sehingga referat
ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam penulisan referat ini, sehingga penulis mengharapkan
kritik dan saran demi penyempurnaan referat ini. Semoga referat ini
dapat berguna bagi para pembaca.

Samarinda, 20 Agustus
2021
Penulis,

Meri Utari Susanthy

3
DAFTAR ISI
SAMPUL………………………………………………………………………………….1
LEMBAR
PENGESAHAN…………………………………………………………
…….
2
KATA PENGANTAR.......................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................5
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................6
1.2 TUJUAN..................................................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................8
2.1 Anatomi dan Fisiologi Colon...................................................................................8
2.2 DEFENISI..............................................................................................................10
2.3 EPIDEMIOLOGI...................................................................................................11
2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO....................................................................12
2.5 PATOFISIOLOGI..................................................................................................15
2.6 MANIFESTASI KLINIS........................................................................................15
2.7 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN DAN DETEKSI DINI...............................17
2.8 TATALAKSANA..................................................................................................26
BAB III PENUTUP..........................................................................................................30
3.1 KESIMPULAN......................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................31

4
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1.....................................................................................................8
Gambar 2.2....................................................................................................17
Gambar 2.3....................................................................................................17
Gambar 2.4....................................................................................................18
Gambar 2.5....................................................................................................18
Gambar 2.6....................................................................................................19
Gambar 2.7....................................................................................................19
Gambar 2.8....................................................................................................19
Gambar 2.9....................................................................................................20
Gambar 2.10..................................................................................................20
Gambar 2.11..................................................................................................20
Gambar 2.12..................................................................................................21
Gambar 2.13..................................................................................................21
Gambar 2.14..................................................................................................22
Gambar 2.15..................................................................................................22
Gambar 2.16..................................................................................................23
Gambar 2.17..................................................................................................23

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker kolon merupakan keganasan yang berasal dari jaringan usus besar,
terdiri dari kolon dan/atau rektum. Kebanyakan kanker kolon berkembang dari
polip, dan secara histopatologik sebagian besar kanker kolon merupakan adeno-
karsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan memiliki kemampuan menyekresi
mukus dengan jumlah berbeda-beda.
Berdasarkan American Cancer Society, kanker kolon merupakan kanker ketiga
terbanyak dan kanker penyebab kematian ketiga ter-banyak pada laki-laki dan
perempuan di Amerika Serikat. Berdasarkan survei GLOBOCAN 2018, insiden
Kanker kolon di seluruh dunia menempati urutan ketiga dengan jumlah kasus
1.849.518 yaitu 10,2% dari keseluruhan diagnosis kanker dan menduduki
peringkat kedua sebagai penyebab kematian karena kanker (881.000 kematian
ditahun 2018). Di Indonesia pada tahun 2018, kanker kolorektal menduduki posisi
keempat dengan jumlah kasus 30.017 (8,6% dari total seluruh kasus kanker di
Indonesia) Menurut Petrek, lokasi keganasan kolorektal terbanyak pada rektum
(22%), rekto sigmoid (8%), sigmoid (20%), kolon desenden (12%), flexura
lienalis (8%), kolon tranversum (6%),flexura hepatika (4%), kolon asenden (6%),
cecum (12%),appendix (2%).
Sampai saat ini penyebab Kanker kolon tidak diketahui dengan pasti.
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang akan rentan terkena
Kanker kolon yaitu polip kolo- rektal, riwayat Kanker kolon pada keluarga,
kelainan genetik, penyakit inflamasi usus, merokok, konsumsi alkohol berlebihan,
konsumsi tinggi daging merah dan daging olahan, obesitas, diabetes melitus,

6
infeksi Helico- bacter pylori dan Fusobacterium spp
Diagnosa Kanker kolon ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Keluhan utama serta pemeriksaan fisik yang
sering ditemukan pada semua usia berupa perdarahan per-anum disertai
peningkatan frekuensi defekasi dan/atau diare selama minimal 6 minggu, teraba
massa pada fossa iliaka dekstra, adanya tanda-tanda obstruksi mekanik, dan
anemia defisiensi besi. Pada pasien di atas 60 tahun adanya perdarahan per-anum
tanpa diserta gejala anal atau adanya peningkatan frekuensi defekasi atau diare
selama minimal 6 minggu dapat dicurigai ke arah Kanker kolon. Pemeriksaan
colok dubur sebaiknya dilakukan pada setiap pasien dengan gejala anorektal
dengan tujuan menilai keutuhan sfingter ani dan menetapkan ukuran serta derajat
fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal.5
Pemeriksaan penunjang untuk Kanker kolon antara lain pemeriksaan darah,
darah samar feses, serta pemeriksaan radiologi yang disarankan seperti enema
dengan Double Contrast, CT Scan abdomen dan pemeriksaan kolonoskopi untuk
membantu menegakkan diagnosis.5
Pilihan terapi pada Kanker kolon antara lain terapi operasi dan kemoterapi
adjuvan. Terapi operasi seperti reseksi total dari tumor apabila memungkinkan
lalu dilaku- kan biopsi untuk penilaian metastasis.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk
membahas topik mengenai Carsinoma Colon terutama dari gambaran
radiologinya.

1.2 TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan referat ini adalah untuk menambah
ilmu dan wawasan secara umum mengenai Carsinoma Colon
1.2.2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dalam penulisan referat ini adalah untuk
mengetahui modalitas apa saja yang bisa digunakan serta melihat
gambaran radiologi yang khas pada kasus Carsinoma Colon sehingga

7
dapat mempermudah penegakan diagnosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Colon

Gambar 2.1 Anatomi Colon


Terdapat 3 flexura:         

8
- Flexura Hepatica : Di bawah hati , peralihan dari colon ascendens ke colon
transversum.
-  Flexura Linealis : Di bawah pancreas , peralihan dari colon transversum ke
colon descendens.
- Flexura Sigmoidea : Peralihan dari colon descendens ke colon sigmoid.
Terdapat diverticulum pada caecum yang disebut appendiks.  

Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum .Sekum
membentuk kantong buntu di bawah pertemuan antara usus halus dan usus besar
di katup ileosekum. Tonjolan kecil seperti jari di dasar sekum adalah apendiks,
suatu jaringan limfoid yang mengandung limfosit. Kolon, yang membentuk
sebagian besar usus besar, tidak bergelung seperti usus halus tetapi terdiri dari tiga
bagian yang relatif lurus—kolon asenden, kolon transversum, dan kolon
desenden. Bagian terakhir kolon desenden ber- bentuk huruf S, membentuk kolon
sigmoid (sigrnoid artinya "berbentuk S"), dan kemudian melurus untuk
membentuk rektum (berarti"lurus"). Kolon normalnya menerima sekitar 500 mL
kimus dari usus halus perhari. Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan
telah diselesaikan di usus halus, isi yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu
makanan yang taktercerna (misalnya selulosa), komponen empedu yang tidak
diserap, dan cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya untuk
membentuk massa padat yang disebut feses untuk dikeluarkan dari tubuh. Fungsi
utam usus besar adalah untuk menyimpan tinja sebelum defekasi. Selulosa dan
bahan lain yang tak-tercerna di dalam diet membentuk sebagian besar massa dan
membantu mempertahankan keteraturan pergerakan usus dengan berkontribusi
pada volume isi kolon. Umumnya gerakan usus besar berlangsung larnbat dan
tidak mendorong, yang sesuai fungsinya sebagai tempat penyerapan dan
penyimpanan. Motilitas utama kolon adalah kontraksi haustra yang dipicu oleh
ritmisitas autonom (BER) sel-sel otot polos kolon. Kontraksi ini, yang
menyebabkan kolon membentuk haustra, merupakan kontraksi berbentuk cincin
yang berosilasi yang serupa dengan segmentasi usus halus tetapi terjadi lebih
jarang. Waktu di antara dua kontraksi haustra dapat mencapai tiga puluh menit,

9
sementara kontraksi segmentasi di usus halus berlangsung dengan frekuensi 9
hingga 12 kali per menit.

2.2 DEFENISI
Colon Cancer atau dikenal sebagai Ca. Colon atau Kanker Usus Besar
adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada caecum, kolon, dan rectum. Di
negara maju, kanker ini menduduki peringkat ke tiga yang paling sering terjadi,
dan menjadi penyebab kematian yang utama di dunia barat. Kebanyakan kanker
usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut adenoma,
yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada
stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada
stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak
terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi
menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar

2.3 EPIDEMIOLOGI
Di dunia kanker kolon menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan
mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal
dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita kanker terkena
kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari
total jumlah penderita kanker.
Menurut American Cancer Society, kanker kolon adalah kanker ketiga
terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian kedua terbanyak pada pria
dan wanita di Amerika Serikat. Telah diprediksi bahwa pada tahun 2014 ada
96.830 kasus baru kanker kolon dan 40.000 kasus baru kanker rektum.
Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan
Selandia baru; sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika
Selatan dan Arab Israel. Di Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua sebagai
kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan
mortalitas. Pada tahun 2004 di eropa terdapat 2.886.800 insiden kanker yang
terdiagnosa dan 1.711.000 kematian karena kanker. Insiden kanker yang paling

10
sering adalah kanker paru-paru (13,3%), diikuti oleh kanker kolorektal (13,2%)
dan kanker payudara (13%). Kanker paru-paru juga merupakan kanker yang
tersering menyebabkan kematian (341.800) diikuti oleh kanker kolon(203.700),
kanker lambung (137.900) dan kanker payudara (129.900). Dengan estimasi 2,9
juta kasus baru (54% muncul pada pria, 46% pada wanita) dan 1,7 juta kematian
(56% pada pria, 44% pada wanita) tiap tahunnya. Di Amerika kanker kolorektal
merupakan penyebab kematian tersering setelah kanker paru paru dan menduduki
peringkat ketiga pada kanker yang terdapat pria dan wanita dengan lebih dari
130.000 kasus baru tiap tahun dan menyebabkan kematian 55.000 orang tiap
tahun. Dari data berdasarkan 19 tahun follow up pada insiden kanker kolorektal di
Swedia pada tahun 1960 pada 53.377 kasus yang diketemukan (28.003 pria dan
25.374 wanita), Didapatkan suatu hubungan yaitu 1) terdapat perbedaan insiden
pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang meningkat seiring dengan usia; 2)
meningkatnya insiden kanker kolorektal seiring dengan kepadatan penduduk; 3)
rendahnya insiden pada pria yang belum pernah menikah dibandingkan dengan
pria lainnya.
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk.
Namun, hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah
Sakit. Program yang dilaksanakan oleh proyek pengawasan kanker terpadu yang
berbasis komunitas di Sidoarjo menunjukkan kenaikan 10-20% dari kasus kanker
yang menerima perawatan dari Rumah Sakit. Dewasa ini kanker kolorektal telah
menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data yang
dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal
merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria
maupun wanita.
Dari berbagai laporan, di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus kanker
kolorektal, meskipun belum ada data yang pasti, namun data di Departemen
Kesehatan didapati angka 1,8 per 100 ribu penduduk. Sejak tahun 1994-2003,
terdapat 372 keganasan kolorektal yang datang berobat ke RS Kanker Dharmais
(RSKD). Berdasarkan data rekam medik hanya didapatkan 247 penderita dengan
catatan lengkap, terdiri dari 203 (54,57%) pria dan 169 (43,45%) wanita berusia

11
antara 20-71 tahun.

2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Penyebab pasti kanker kolorektal masih belum diketahui, tetapi kemungkinan


besar disebabkan oleh:

 Cara diet yang salah, diet makanan tinggi lemak (khususnya lemak
hewani) dan rendah kalsium, folat dan rendah serat, jarang konsumsi
sayuran dan buah-buahan, sering mengkonsumsi alkohol
 Obesitas/kegemukan
 Pernah terkena kanker kolorektal sebelumnya
 Kelainan genetik. Bentuk paling sering dari kelainan gen yang dapat
menyebabkan kanker ini adalah perubahan pada gen hereditary
nonpolyposis colon cancer (HNPCC).
 Pernah memiliki polip di usus
 Umur (resiko meningkat pada usia diatas 50 tahun)
 Jarang melakukan aktifitas fisik
 Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakit Crohn yang
menyebabkan inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu
lama, akan meningkatkan resiko terserang kanker kolorektal.
Secara umum perkembangan KKR merupakan interaksi antara faktor
lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap
pradisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi KKR.
Terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan risiko
terjadinya KKR, faktor risiko dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Termasuk didalam faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi adalah riwayat KKR atau polip adenoma individu
dan keluarga, serta riwayat individu penyakit inflamasi kronis pada usus. Yang
termasuk didalam faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah inaktivitas,
obesitas, konsumsi tinggi daging merah, merokok, dan konsumsi alkohol sedang-

12
sering.

1. Faktor Genetik Sekitar 20% kasus KKR memiliki riwayat keluarga.


Anggota keluarga tingkat pertama (first-degree) pasien yang baru didiagnosis
adenoma kolorektal atau kanker kolorektal invasif memiliki peningkatan risiko
kanker kolorektal. Kerentanan genetik terhadap KKR meliputi sindrom Lynch
atau Hereditary Nonpolpyposis Colorectal Cancer (HNPCC) dan familial
adenomatous polyposis. Oleh karena itu, riwayat keluarga perlu ditanyakan pada
semua pasien KKR.
2. Keterbatasan Aktivitas dan Obesitas Aktivitas fisik yang tidak aktif atau
“physical inactivity“ merupakan sebuah faktor yang paling sering dilaporkan
sebagai faktor yang berhubungan dengan KKR. Aktivitas fisik yang reguler
mempunyai efek protektif dan dapat menurunkan risiko KKR sampai 50%.
American Cancer Society menyarankan setidaknya aktivitas fisik sedang (e.g.
jalan cepat) selama 30 menit atau lebih selama 5 hari atau lebih setiap minggu.
Selain itu, kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan kelebihan berat badan
yang juga merupakan sebuah faktor yang meningkatkan risiko KKR.
3. Diet Beberapa studi, termasuk studi yang dilakukan oleh American
Cancer Society menemukan bahwa konsumsi tinggi daging merah dan/atau
daging yang telah diproses meningkatkan risiko kanker kolon dan rektum. Risiko
tinggi KKR ditemukan pada individu yang mengkonsumsi daging merah yang
dimasak pada temperatur tinggi dengan waktu masak yang lama. Selain itu,
individu yang mengkonsumsi sedikit buah dan sayur juga mempunyai faktor
risiko KKR yang lebih tinggi
4. Suplemen Kalsium Suplementasi kalsium untuk pencegahan kanker
kolorektal tidak didukung data yang cukup. Sebuah penelitian metaanalysis
randomized controlled trials menemukan bahwa suplementasi kalsium lebih dari
1.200 mg menurunkan risiko adenoma secara signifikan. Cara kerja kalsium
dalam menurunkan risiko KKR belum diketahui secara pasti.
5. Vitamin D Beberapa studi menunjukkan bahwa individu dengan kadar
vitamin D yang rendah dalam darah mempunyai risiko KKR yang meningkat.

13
Namun, hubungan antara vitamin D dan kanker belum diketahui secara pasti.
6. Merokok dan Alkohol Banyak studi telah membuktikan bahwa merokok
tobako dapat menyebabkan KKR. Hubungan antara merokok dan kanker lebih
kuat pada kanker rektum dibandingkan dengan kanker kolon. Konsumsi alkohol
secara sedang dapat meningkatkan risiko KKR. Individu dengan rata-rata 2-4
porsi alkohol per hari selama hidupnya, mempunyai 23% risiko lebih tinggi KKR
dibandingkan dengan individu yang mengkonsumsi kurang dari satu porsi alkohol
per hari.
7. Obat-obatan dan Hormon Aspirin, Nonsreoidal Anti-Inflammatory Drugs
(NSAID) serta hormon pascamenopause dikatakan dapat mencegah KKR. Bukti-
bukti penelitian kohort mulai mendukung pernyataan bahwa penggunaan aspirin
dan NSAID secara teratur dan jangka panjang dapat menurunkan risiko KKR.
Namun, saat ini American Cancer Society belum merekomendasikan penggunaan
obat-obat ini sebagai pencegahan kanker karena potensi efek samping perdarahan
saluran cerna.

2.5 PATOFISIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polyp adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya
masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal
tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit
mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan
oragan-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan
langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus.
Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum,
usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga
dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering
berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar
yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal (Way, 1994). Sel-
sel kaner dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau
sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal.

14
“Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila
tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan.
Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap lanjut.
Karena pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul gejala
(Way, 1994).
Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan
epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup
serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel
kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain
(paling sering ke hati).

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Gejala umum dari kanker kolorektal ditandai oleh perubahan kebiasaan buang
air besar.

Gejala tersebut meliputi:

a. Diare atau sembelit

b. Perut terasa penuh

c. Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di feses.

d. Feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya.

e. Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perasaan penuh atau kembung.

f. Kehilangan berat badan tanpa alasan yang diketahui.

g. Merasa sangat lelah sepanjang waktu.


Gejala klinis karsinoma kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma
kiri sering bersifat skirotik, sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan
obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan
jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.
Gejala dan tanda dini karsinoma kolon rektal tidak ada. Umumnya gejala pertama

15
timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau
akibat penyebaran.
Karsinoma kolon dan rektum menyebabkan pola defekasi seperti konstipasi atau
defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau
seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah dan lendir. Tenesmi
merupakan gejala yang sering didapat pada karsinoma rektum. Perdarahan akut
jarang dialami demikian juga nyeri di daerah pangggul berupa tanda penyakit
lanjut. Bila pada obstruksi penderita flatus terasa lega di perut.
Gambaran klinik tumor sekum dan kolon ascenden tidak khas. Dispepsi,
kelemahan umum, penurunan berat badan dan anemia merupakan gejala umum,
karena itu sering penderita dalam keadaan menyedihkan. Nyeri pada kolon kiri
lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang dirasakan sakit berbeda karena
asal embriogenik yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus belakang. Nyeri
dari kolon kiri bermula di bawah umbilikus sedangkan dari kolon kanan dari
epigastrium.

2.7 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN DAN DETEKSI DINI


Diagnosis
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun.
Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.
Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan tekanan
ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih serta hati dan paru untuk metastasis

Pemeriksaan
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba
menunjukan keadaan sudah lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba
daripada masa di bagian lain kolon. Pemeriksaan colok dubur merupakan
keharusan dan dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi.
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain ialah foto dada dan foto

16
kolon (barium enema).
Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat adanya tidaknya metastasis
kanker ke paru, juga bisa untuk persiapan tindakan pembedahan. Barium enema
sebaiknya menggunakan kontras ganda, dan usahakan melakukan pemotretan
pada berbagai posisi bila di temukan kelainan. Pada foto kolon dengan barium
dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu srtiktura.

Pemeriksaan Radiologi

Beberapa modalitas pemeriksaan radiologi pada kolon

1. Ultrasonografi (USG)
2. CT-Scan dan MRI
3. Foto polos abdomen
4. Colon in loop
5. Kolonoskopi

USG Ca Colon

17
Gambar 2.2 Lesi seperti massa pada topografi kolon kiri, dekat dengan
kelengkungan limpa. Lesi padat (vaskularisasi internal pada doppler)

Gambar 2.3 USG Ca Colon

Gambar 2.4 Penebalan dinding kolon asimetris pada kolon asendens –

18
sambungan fleksura hepatik

Gambar 2.5 Infiltrasi sfingter anal internal oleh kanker dubur

CT-SCAN Ca Colon

19
Gambar 2.6 CT-Scan spiral dengan kontras menunjukkan massa heterogen yang besar
(panah) yang melibatkan aspek anterior kiri abdomen yang berdekatan dengan lokasi
ostomi (panah). Massa juga menginvasi dinding anterior abdomen

Gam
bar 2.7
A. Polip Sigmod (panah merah)
B. Penebalan dinding rektum asimetris (panah merah)
C. Infiltrasi mesenterika dengan kelenjar getah bening di stasiun mesenterika
yang mengering

20
Gambar 2.8 Water enema CT: adenokarsinoma stadium T2 di kolon sigmoid : Lesi
eksofitik dengan garis peritoneum reguler cembung (panah)

Gambar 2.9 CT-Scan volume MPR koronal dengan kontras intravena dan oral
mengungkapkan massa besar di sekum di sorot oleh barium

21
Gambar 2.10 CT-Scan spiral dengan kontras menunjukkan massa heterogen yang besar
(panah) yang melibatkan aspek anterior kiri abdomen yang berdekatan dengan lokasi
ostomi (panah). Massa juga menginvasi dinding anterior abdomen

MRI Ca Colon

Gambar 2.11 Gambar MR miring aksial T2 di peroleh selama staging primer


menunjukkan tumor infiltratif (panah) dengan batas paling invasif antara posisi jam 1 dan
3 , menginfiltasi 1 mm di luar muskularis propria

Gambar 2.12 Gambar dengan pembobotan T2 aksial yang diperoleh setelah CCRT
menunjukkan penurunan ukuran massa yang nyata dengan penggantian dengan fibrosis

22
gelap (panah)

Gambar 2.13 T3 MRF- Kanker dubur. Tumor rektum tengah setengah lingkaran dengan
invasi tumor ke dalam mesorektum, memanjang dari app. Jam 1-4 keliling.

Gambar 2.14 MRI Ca colon

23
Gambar 2.15 Lokasi tumor pada arah kraniokaudal

FOTO POLOS ABDOMEN

Gambar 2.16 Foto Polos Abdomen

Gambar 2.17 Foto Polos Abdomen

24
Deteksi Dini
Deteksi dini berupa skrining untuk mengetahui kanker kolorektal sebelum
timbul gejala dapat membantu dokter menemukan polyp dan kanker pada stadium
dini. Bila polyp ditemukan dan segera diangkat, maka akan dapat mencegah
terjadinya kanker kolorektal.
Begitu juga pengobatan pada kanker kolorektal akan lebih efektif bila dilakukan
pada stadium dini. Untuk menemukan polyp atau kanker kolorektal dianjurkan
melakukan deteksi dini atau skrining pada orang diatas usia 50 tahun, atau
dibawah usia 50 tahun namun memiliki faktor resiko yang tinggi untuk terkena
kanker kolorektal seperti yang sudah disebutkan diatas.
Tes skrining yang diperlukan adalah
1. Fecal Occult Blood Test ( FOBT), kanker maupun polyp dapat
menyebabkan pendarahan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada
tinja. FOBT ini adalah tes untuk memeriksa tinja.Bila tes ini mendeteksi
adanya darah, harus dicari darimana sumber darah tersebut, apakah dari
rektum, kolon atau bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain.
Penyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja.
2. Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel
seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya
dan bisa diteropong. Alatnya disebut sigmoidoscope, sedangkan
pemeriksaannya disebut sigmoidoscopy. Alat ini dimasukkan melalui
lubang dubur kedalam rektum sampai kolon sigmoid, sehingga dinding
dalam rektum dan kolon sigmoid dapat dilihat.Bila ditemukan adanya polyp,
dapat sekalian diangkat. Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker,
dilakukan biopsi, kemudian diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk
menentukan ganas tidaknya dan jenis keganasannya.
3. Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel
yang lebih panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat
diteropong dan diperiksa. Alat yang digunakan adalah colonoscope.
Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi dengan sinar
4. rontgen (sinar X ) pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema

25
dengan larutan barium dan udara yang dipompakan ke dalam rektum.
Kemudian difoto. Seluruh lapisan dinding dalam kolon dapat dilihat apakah
normal atau ada kelainan.
5. Colok dubur, adalah pemeriksaan yang sangat sederhana dan dapat
dilakukan oleh semua dokter, yaitu dengan memasukkan jari yang sudah
dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi kedalam dubur kemudian memeriksa
bagian dalam rektum. Merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila
ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini.

2.8 TATALAKSANA

Pembedahan

Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai
penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus
mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regional lymphadenektomi
sementara mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Untuk lesi diatas rektum,
reseksi tumor dengan minimum margin 5 cm bebas tumor. Pendekatan
laparaskopik kolektomi telah dihubungkan dan dibandingkan dengan tehnik bedah
terbuka pada beberapa randomized trial. Subtotal kolektomi dengan
ileoproktostomi dapat digunakan pada pasien kolon kanker yang potensial kurabel
dan dengan adenoma yang tersebar pada kolon atau pada pasien dengan riwayat
keluarga menderita kanker kolorektal. Eksisi tumor yang berada pada kolon kanan
harus mengikutsertakan cabang dari arteri media kolika sebagaimana juga seluruh
arteri ileokolika dan arteri kolika kanan. Eksisi tumor pada hepatik flexure atau
splenic flexure harus mengikutsertakan seluruh arteri media kolika. Permanen
kolostomi pada penderita kanker yang berada pada rektal bagian bawah dan
tengah harus dihindari dengan adanya tehnik pembedahan terbaru secara stapling.
Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon kanan biasanya ditangani dengan
reseksi primer dan anastomosis. Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon
kiri dapat ditangani dengan dekompresi. Tumor yang menyebabkan perforasi

26
membutuhkan eksisi dari tumor primer dan proksimal kolostomi, diikuti dengan
reanastomosis dan closure dari kolostomi.

Terapi Radiasi

Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray


berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi
radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi
diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker.

Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana


radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi
digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk
melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan
dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit.
Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi
yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang
menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral,
parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat
radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan
dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara
sementara menetap didalam tubuh.

Adjuvant Kemoterapi

Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian besar agen
kemoterapi. Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari
tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas dari agen
kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat
sedikit dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak.
Obat kemoterapi bisa dipakai sebagai single agen atau dengan kombinasi, contoh :
5-fluorouracil (5FU), 5FU + levamisole, 5FU + leucovorin. Pemakaian secara
kombinasi dari obat kemoterapi tersebut berhubungan dengan peningkatan

27
survival ketika diberikan post operatif kepada pasien tanpa penyakit penyerta.
Terapi 5FU + levamisole menurunkan rekurensi dari kanker hingga 39%,
menurunkan kematian akibat kanker hingga 32%.

Adjuvant Kemoterapi untuk Kanker Kolorektal Stadium II

Pemakaian adjuvant kemoterapi untuk penderita kanker kolorektal stadium


II masih kontroversial. Peneliti dari National Surgical Adjuvant Breast Project
(NSABP) menyarankan penggunaan adjuvant terapi karena dapat menghasilkan
keuntungan yang meskipun kecil pada pasien stadium II kanker kolorektal pada
beberapa penelitiannya. Sebaliknya sebuah meta-analysis yang mengikutkan
sekitar 1000 pasien menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna pada 5-years
survival rate sebesar 2%, antara yang diberi perlakuan dan yang tidak untuk
semua pasien stage II.

Adjuvant Kemoterapi untuk Kanker Kolorektal Stadium III

Penggunaan 5-FU + levamisole atau 5-FU + leucovorin telah menurunkan


insiden rekurensi sebesar 41% pada sejumlah prospektif randomized trial. Terapi
selama satu tahun dengan menggunakan 5-FU + levamisole meningkatkan 5-year
survival rate dari 50% menjadi 62% dan menurunkan kematian sebesar 33%. Pada
kebanyakan penelitian telah menunjukkan bahwa 6 bulan terapi dengan
menggunakan 5-FU + leucovorin telah terbukti efektif dan sebagai
konsekuensinya, standar regimen terapi untuk stage III kanker kolorektal adalah
5-FU + leucovorin.

Adjuvant Kemoterapi Kanker Kolorektal Stadium Lanjut

Sekitar delapan puluh lima persen pasien yang terdiagnosa kanker kolorektal
dapat dilakukan pembedahan. Pasien dengan kanker yang tidak dapat dilakukan
penanganan kuratif, dapat dilakukan penanganan pembedahan palliatif untuk
mencegah obstruksi, perforasi, dan perdarahan. Bagaimanapun juga pembedahan
dapat tidak dilakukan jika tidak menunjukkan gejala adanya metastase.

28
Penggunaan stent kolon dan ablasi laser dari tumor intraluminal cukup memadai
untuk kebutuhan pembedahan walaupun pada kasus asymptomatik.

Radiasi terapi dapat digunakan sebagai tindakan primer sebagai modalitas


penanganan untuk tumor yang kecil dan bersifat mobile atau dengan kombinasi
bersama sama kemoterapi setelah reseksi dari tumor. Radiasi terapi pada dosis
palliatif meredakan nyeri, obstruksi, perdarahan dan tenesmus pada 80% kasus.
Penggunaan hepatic arterial infusion dengan 5-FU terlihat meningkatkan tingkat
respon, tetapi penggunaan ini dapat mengakibatkan berbagai masalah termasuk
berpindahnya kateter, sklerosis biliaris dan gastrik ulserasi. Regimen standar yang
sering digunakan adalah kombinasi 5-FU dengan leucovorin, capecitabine (oral 5-
FU prodrug), floxuridine (FUDR), irinotecan (cpt-11) dan oxaliplatin.

Penanganan Jangka Panjang

Terdapat beberapa kontroversi tentang frekuensi pemeriksaan follow up


untuk rekurensi tumor pada pasien yang telah ditangani dengan kanker kolon.
Beberapa tenaga kesehatan telah menggunakan pendekatan nihilistic (karena
prognosis sangat jelek jika terdeteksi adanya rekurensi dari kanker). Sekitar 70%
rekurensi dari kanker terdeteksi dalam jangka waktu 2 tahun, dan 90% terdeteksi
dalam waktu 4 tahun. Pasien yang telah ditangani dari kanker kolon mempunyai
insiden yang tinggi dari metachronous kanker kolon. Deteksi dini dan
penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini dapat meningkatkan prognosa.
Evaluasi follow up termasuk pemeriksaan fisik, sigmoidoskopi, kolonoskopi, tes
fungsi hati, CEA, foto polos thorax, barium enema, liver scan, MRI, dan CT scan.
Tingginya nilai CEA preoperatif biasanya akan kembali normal antara 6 minggu
setelah pembedahan.

29
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kanker kolorektal (KKR) merupakan keganasan yang berasal dari jaringan
usus besar, terdiri dari kolon dan/atau rektum. Kebanyakan kanker kolon
berkembang dari polip, dan secara histopatologik sebagian besar kanker kolon
merupakan adeno- karsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan memiliki
kemampuan menyekresi mukus dengan jumlah berbeda-beda. Sampai saat ini
penyebab KKR tidak diketahui dengan pasti. Terdapat beberapa faktor risiko
yang menyebabkan seseorang akan rentan terkena KKR yaitu polip kolo- rektal,
riwayat KKR pada keluarga, kelainan genetik, penyakit inflamasi usus, merokok,
konsumsi alkohol berlebihan, konsumsi tinggi daging merah dan daging olahan,
obesitas, diabetes melitus, infeksi Helico- bacter pylori dan Fusobacterium spp.
Pemeriksaan penunjang untuk KKR antara lain pemeriksaan darah, darah
samar feses, serta pemeriksaan radiologi yang disarankan seperti enema dengan
Double Contrast, CT Scan abdomen dan pemeriksaan kolonoskopi untuk
membantu menegakkan diagnosis.5
Pilihan terapi pada KKR antara lain terapi operasi dan kemoterapi adjuvan.
Terapi operasi seperti reseksi total dari tumor apabila memungkinkan lalu dilaku-
kan biopsi untuk penilaian metastas

30
DAFTAR PUSTAKA

Rasad,Sjahriar, Sukonto kartoleksono, Iwan Ekayuda.1995. Radiologi


Diagnostik.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Patel, Pradip R. .2007. Lecture Notes Radiologi edisi kedua. Jakarta: penerbit
Erlangga.
 http://emedicine.medscape.com/article/277496-overview
https://www.cancer.ca/en/cancer-information/cancer-type/colorectal/colorectal-
cancer/?region=on
Armstrong P, Wastie ML, Rockall AG. Diagnostic Imaging. 6th edition. Oxford:
Wiley-Blackwell Publishing, 2009.
Desen W, editor. Japaries W, penerjemah. Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.
Longo LD, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th edition. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc, 2012.
Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, editor.
Panduan Pelayanan Medik. Edisi 1. Jakarta: PB PAPDI, 2006.
Rasad S. Radiologi Diagnostik. Edisi 2 cetakan ke-7. Ekayuda I, editor. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI, 2011.
Sudoyo AW, Setiati S, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 cetakan kedua. Jakarta: Interna Publishing,
2010.

31

Anda mungkin juga menyukai