Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TATA CARA PEMERIKSAAN APPENDICOGRAM / usus buntu

Diajukan ke ProgramStudiDIII RadiologiSebagaiPemenuhan Syarat untuk mendapatkan


gelarDiplomaIII Radiologi

DISUSUNOLEH

MIAN HARLIANA
1410070140039

PROGRAM STUDIDIIIRADIOLOGI FAKULTAS VOKASI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya kepada kita semua, sehingga makalah yang berjudul “ TATACARA
PEMERIKSAAN APPENDICOGRAM / USUS BUNTU ” dapat diselesaikan dengan baik.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalan tentang tata cara
pemeriksaan appendicogram / usus buntu.Dalam menyusun makalah ini, tentunya berbagai
hambatan telah penulis alami. Oleh karena itu, terselesaikannya makalah ini bukan semata-
mata karena kemampuan penulis, melainkan karna adanya dukungan dan bantuan dari
pihak – pihak terkait. Sehubungan hal tersebut, penulis mengucapan terimakasih.
Demikianlah makalah ini agar dapat memberikan manfaat pada kita semua, khususnya
mahasiswa UNBRAH adapun bila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami
mohon maaf. Dan penulisan berharap adanya kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah berikutnya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 2

1.3 Tinjauan Penelitian........................................................................................ 2

1.4 Manfaat Peneliatian....................................................................................... 3

BAB II DASAR TEORI

2.1 Apendisitis..................................................................................................... 5

2.2 Defenisi Klasifikasi Apenditis....................................................................... 6

2.3 Etiologi........................................................................................................... 7

2.4 Morfologi Apendisitis.................................................................................... 7

2.5 Patofisiologi................................................................................................... 7

2.6 Gambar Klinis................................................................................................ 7

2.7 Diagnosi......................................................................................................... 8

2.8 Appendicogram.............................................................................................. 9

BAB II1
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 10

3.2 Saran.............................................................................................................. 10
BAB1
PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang
Apendisitis adalah peradangan pada apendik svermiformis. MenurutOldet
al. (2005) dalam Small (2008), apendisitis merupakan penyebab tersering dari
nyeri abdomen akut dan paling sering membutuhkan tindakan bedah .Insidens
apen disitisakut di negar amaju lebih tinggi dari pada dinegara berkembang.
Namun, dalam tiga – empat dasawarsa terakhir keja diannya menurun secara
bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan
berserat dalam menusehari – hari (Sjamsuhidajat, DeJong, 2004).
Dalam kehidupan, satudari 500 manusia akan mengalami serangan usus
buntu sehingga penanganan usus buntu yang meradang perlu dilakukan dengan
baik, karena bila terjadi komplikasi atau usus buntu yang meradang pecah bisa
menyebabkan kematian. Rata – rata keja dian serangan usus buntu terjadi pada
usia dewasa muda yaitu usia antara 10 sampai 30 tahun (Sanyoto, 2007). Insidens
tertinggi pada kelompok umur 20 – 30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada
laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20 – 30 tahun,
insidens lelaki lebih tinggi (Sjamsuhidajat, DeJong, 2004).
Insidens tahunan dari appendicitis akut adalah 25 per10.000 (umur10-17
tahun) dan 1-2 per 10.000 (umur dibawah 4 tahun). Dari sekitar 293 . 655. 405
penduduk Amerika Serikat,734.138orang diantaranya menderita apendisitis akut.
Di Asia Tenggara, Indonesia merupakan Negara dengan insidens apendisitis akut
tertinggi sebanding dengan jumlah penduduknya yang paling banyak
dibandingkan dengan Negara – Negara lain diwilayah tersebut. Hal ini dapat
dilihat dari sekitar 238. 452. 952 penduduk Indonesia, 596. 132 orang
diantaranya menderita apendisitis akut (U.S.CensusBureau, Population
Estimatesand InternationalDataBase, 2004).
Untuk mendiagnosis apendisitis akut bukanlah hal mudah, terutama dalam
kasus dengan temuan yang atipikal. Salah satu pemeriksaan radiologi sebagai

1
2

Penunjang diagnostic apendisitis adalah appendicogram. Appendicogram


merupakan pemeriksaan berupa foto barium usus buntu yang dapat membantu
melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) di dalam lumen usus
buntu (Sanyoto, 2007).
Dalam penegakan diagnosis apendisitis akut sering digunakan
appendicogram. Namun, dalam buku ajari ilmu bedah Sjamsuhidajat dan DeJong
(2004) mengatakan bahwa foto barium kurang dapat dipercaya. Hal tersebut
bertentangan dengan hasil studi prospektif yang dilakukan diRST ebet Jakarta
untuk mengevaluasi kegunaan appendicogram dalam mengidentifikas ipasien
dengan apendisitis akut. Didapatkan akurasi diagnostic sebesar 92,5%. Hal ini
menyimpulkan bahwa appendicogram sangat berguna dalam diagnosis apendisitis
akut, karena merupakan pemeriksaan yang sederhana dan dapat memperlihatkan
visualisasi dari apendiks dengan derajat akurasi yang tinggi (Sibuea,1996).
Melihat adanya perbedaan tentang manfaat kegunaan appendicogram, saya
merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk
melihat reliabilitas penggunaan appendicogram dalam penegakan diagnosis
apendisitis.

1.2. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakangdiatas, permasalahan dalam penelitian ini adalah
“Bagaimanakah reliabilitas pemeriksaan appendicogram dalam penegakan
diagnosis apendisitis di RSUDDr. Pirngadi MedanPeriode2008-2011?”

1.3. TujuanPenelitian
1. TujuanUmum
Untuk mengetahui reliabilitas pemeriksaan appendicogram dalam
penegakandiagnosis apendisitis diRSUD Dr. Pirnga diMedanperiode 2008-
2011.
3

2. TujuanKhusus
Untuk Mengetahui seberapa besar manfaat pemeriksaan appendicogramda
lam penegakan diagnosis apendisitis. Mengetahui gambaranr adiologi berupa
fotobarium apendiks pada penderita apendisitis. Mengetahui hubungan
gambaran radiologi foto barium dibandingkan dengan diagnosis pasca-operasi
atau hasil pemeriksaan patologi anatomi.

1.4. ManfaatPenelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Informasi kepada klinis imengenai manfaat pemeriksaan appendicogram
Sebagai penunjang diagnosis apendisitis.
2. Sebagai bahan informasi dan masukan kepada mahasiswa lain untuk
melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian
yang telah dilakukan penulis.
BAB 2
TINJAUANPUSTAKA

2.1 Apendisitis
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran3-15), dan berpangkal disekum. Lumennya sempit dibagian proksimal
dan melebardi bagian distal. Namun demikian,p ada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insidensapendisitis pada usiaitu ( Soybel,
2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).
Secarahistologi, struktura pendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh
laminaserosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut kedalam meso
apendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh
peritoneum viserale (Soybel, 2001dalam Departemen BedahUGM, 2010).
Persarafan para simpatis berasal dari cabang vagus yang mengikuti nya.
Mesenterika superior dan apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari torakalisX. Viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.
Pendarahanapendiksberasal dari apendikularisyangmerupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene (Sjamsuhidajat, DeJong, 2004).
Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml perhari. Lendiritunormalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gutassociatedlymphoid
tissue) yang terdapatdi sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah
IgA.Imunoglobulin inisangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh
karena jumlah jaringan limfedisini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh (Sjamsuhidajat, DeJong, 2004).
5

Gambaran apendiks diperlihatkan gambar2

2.2 DefinisidanKlasifikasiApendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen daru.A
pendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi diumbai cacing. Dalamkasus
ringan dapat sembuhtan paperawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bilatidak terawat,
angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syokk etika umbai
cacing yang terinfeksi hancur(Anonim, 2007 dalam Docstoc, 2010).

2.3 Etiologi
Apen disitis akut merupaka ninfeksi bakteria. Berbagaihal berperan sebagai
factor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor yang diajukan
sebagai factor pencetus disampinghi perplasia jaringan limfe, fekalit,t umor
apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosimukosa apendiks karena
parasit seperti E.histolytica( Sjamsuhidajat, DeJong, 2004).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman florakolon biasa.
6

Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De


Jong, 2004).
2.4 Morfologi Apendisitis
Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan di
seluruh mukosa, submukosa, dan muskularis propria. Pembuluh subserosa
mengalami bendungan dans eringter dapat infiltrate neutrofilik perivaskula
rringan. Reaksi peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi
membran yang merah, granular, dan suram. Perubahan ini menandakan
apendisitisakutd ini bagi dokter bedah. Kriteriahistologik untuk diagnosis apen
disitis akut adalah infil trasi neutrofil ikmuskularis propria. Biasanya neutrofil
dan serasi juga terdapat didalam mukosa (Crawford, Kumar, 2007).

2.5Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimula ioleh obstruksi darilumenyang
disebabkan oleh fesesyang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupanserat
dalam makanan yang rendah. Pada stadium awal dari apen disitis, terlebih
dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut kesubmukosa
dan melibatkan lapisan muscular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat
fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut kebeberapa
permukaan peritonealyang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen,
menyebabkan peritonitislokal.

Dalam stadiu minimukosa glandular yang nekrosis terkelupas kedalam


lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosi satu agangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar kerongga
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abseslokal akan
terjadi(Burkitt, Quick, Reed, 2007).

2.6GambaranKlinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang perito neum lokal. Gejala klasik apen disit isialah
nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
7

epiga strium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertaimual dan kadang ada
muntah. Umumnya nafsu makan menurun(Sjamsuhidajat, DeJong, 2004).
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel kekan dung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya (Sjamsuhidajat, De
Jong, 2004).

2.7 Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi Karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan visceral akibat aktivasi vagus. Pada pemeriksaan fisik yaitu pada
inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang
sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah
terlihat pada apen dikuler abses (Departemen BedahUGM, 2010)

2.8 Appendicogram
Appendicogram merupakan pemeriksaan berupa foto barium usus buntu
yang dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala)
didalam lumen usus buntu. Teknik pemeriksaan Indikasi dilakukannya
pemeriksaan appendicogram adalah apendisitis kronis atauakut. Sedangkan
kontra indikasi dilakukan pemeriksaan appendicogram adalah pasien dengan
kehamilan trimester I atau pasien yang dicurigai adanya perforasi.
Diminta untuk membuka pakaian ( Sanyoto, 2007)
Appendicogram dengan non-fillinga pendiks (negatif appendicogram)
merupakan apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling (parsial
appendicogram)diduga sebagai apen disitis dan appendicogram dengan kontras
yang mengisi apendiks secaratotal (positif appendicogram) merupakan apendiks
yang normal. Appendicogram sangat berguna dalam diagnosi sapendisitis akut,
karena merupakan pemeriksaan yang sederhanadan dapat memperlihatkan
visualisasi dari apendiks dengan derajat akurasi yang tinggi (Sibuea,1996).
8

Gambar 2.8.pemeriksaan appendicogram


BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Appendicogram saat ini masih di gunakan walau di negara maju sudah tidak lagi
digunakan untuk diagnosis apendisitis. Pemeriksaan ini memiliki tingkat akurasi yang
rendah dan efek samping serta resiko yang signifikan, pemeriksaan ini tidak dapat
digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding keluhan pasien.
Apendiografi atau appendiogram merupakan salah satu jenis pemeriksaan radiografi
yang umum digunakan di Indinesia sebagai pemeriksaan penunjang dalam menengakkan
diagnosis appendisitis pemeriksaan ini menggunakan barium sulfat yang diencerkan dengan
air menjadi supensi barium dan dimasukkan sevara oral,barium juga dapat dimasukkan
melalui anus (barium inema).
3.2 Saran
Pemeriksaan Appendiogram sudah memberikan informasi yang cukup untuk
menengakkan diagnosa .Untuk semua pemeriksaan yang menggunakan media kontras
sebaiknya pasien diberikan infrom consen untuk disini. Pada pemeriksaan appendicogram
sebauknya diberikan dulcolac sebagai persiapan pasien, agar fecal tidak mengganggu
gambaran radiografi.

Anda mungkin juga menyukai