HEMATEMESIS MELENA
Oleh:
(014.06.0052)
PEMBIMBING
dr. I Made Dwija Suarjana,
Sp.PD
AZHAR MATARAM
2019
KATA PENGANTAR
Puja dan Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
segala limpahan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
Hematemesis Melena.
Dalam penyusunan laporan ini, saya banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, masukan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan ucapan terma
kasih kepada dosen yang telah memberi arahan dan penjelasan tentang tata cara
penulisan laporan ini.
Saya menyadari, penulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempumaan
laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani preklinik di RSU
Bangli.
Penulis
ii
DAFTARISI
Kata Pengantar. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
BAB I Pendahuluan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
BAB II Laporan Kasus........ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 3
BAB III Tinjauan Pustaka............................. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .... 19
1. Hematemesis melena. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
2. Ulkus Peptikum.............................................................. 20
3. Gastropati NSAID 31
BAB IV PembahasanKasus............................................................... 43
BAB V Penutup............................................................................. 46
Daftar Pustaka 47
iii
BABI
PENDAHULUAN
Hematemesis (muntah darah) dan melena (buang air besar darah berwama
kehitaman) merupakan keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cema
bagian atas/SCBA (upper gastrointestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis
adalah keadaan gawat di rumah sakit yang menimbulkan 8%-14% kematian di rumah
sakit. Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan
untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan
diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan (Sudoyo AW, 2009).
iv
Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak
sedangkan di Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus merupakan
penyebab tersering yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifa hemoragika sekitar 25 %
- 30%, tukak peptik sekitar 10% - 15% dan karena sebab lainnya < 5% (Marcelus
Simadibrata Ket al, 2012).
V
BABI
PENDAHULUAN
Hematemesis (muntah darah) dan melena (buang air besar darah berwama
kehitaman) merupakan keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cema
bagian atas/SCBA (upper gastrointestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis
adalah keadaan gawat di rumah sakit yang menimbulkan 8%-14% kematian di rumah
sakit. Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan
untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan
diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan (Sudoyo AW, 2009).
Perdarahan ulkus peptikum (PUP) merupakan penyebab tersering perdarahan
SCBA, berkisar antara 31 % sampai 67% dari semua kasus, diikuti oleh gastritis
erosif, perdarahan variceal, esofagitis, keganasan dan robekan Mallory-Weiss. Semua
keadaan ini meliputi sampai 90 persen dari semua kasus perdarahan gastrointestinal
atas dengan ditemukannya suatu lesi yang pasti (Marcelus Simadibrata K et al,
2012) ..
Di Indonesia sendiri, terdapat perbedaan distribusi, data lama mendapatkan
bahwa lebih kurang 70% penyebab dari perdarahan SCBA adalah karena varises
esofagus yang pecah. Namun demikian, diperkirakan, oleh karena semakin
meningkatnya pelayanan terhadap penyakit hati kronis dan bertambahnya populasi
pasien usia lanjut, maka proporsi perdarahan oleh karena ulkus peptikum akan
meningkat. Data dari salah satu RS di Indonesia (RS Sanglah, Bali) didapatkan
bahwa penyebab perdarahan saluran cema terbanyak yaitu ulkus peptikum, diikuti
gastritis erosive (Marcelus Simadibrata Ket al, 2012).
Untuk memeriksa perdarahan saluran cema atas dilakukan pemeriksaan
endoskopi untuk menegakkan diagnosa tentang penyebab yang dapat menimbulkan
perdarahan saluran cema bagian atas
Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak
2
BAB II
LAPORAN KASUS
h. Agama : Hindu
1. Status Perkawinan : Sudah menikah
1. Tanggal MRS : 25/06/19
k. NoRM : 264850
1. Ruangan : Anggrek
sejak tadi pagi. Nyeri perut dirasakan seperti terbakar dan adanya rasa perih
3
dan tidak enak di uluhati. Nyeri uluhati tidak mereda walaupun pasien sudah
makan. Biasanya pasien hanya beristirahat untuk mengurangi keluhannya.
Pasien mengaku belum berobat untuk mengurangi keluhannya. Pasien juga
mengeluhkan BAB berwama hitam seperti aspal sejak lima hari yang lalu
dengan konsistensi lembek namun tidak berlendir. Selain itu pasien juga
mengeluh nafsu makan berkurang. Riwayat CAD (+).
• Riwayat alergi
e. Riwayat pengobatan
4
2.3 Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum : Sakit Sedang
• Kesadaran/GCS : E4V5M6 (Compos Mentis)
• Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/90 mmHg
Respiration : 20x/menit
Rate : 90x/menit
DenyutNadi : 36,6 C
Suhu Aksila :97%
SpO2
• Status Generalis
ri,. Kepala: normochepali, rambut tidak mudah dicabut, rambut tidak
terdapat kebotakan dan tidak ditemukan cidera kepala.
d Mata: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflex pupil (+/+),
dengan pupil bulat isokor diameter 3 mm x 3 mm.
d Telinga: serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri tekan aurikula (-/-). Nyeri
ketok mastoid (-/-).
Hidung: discharge (-/-), deformitas (-/-), deviasi septum nasi (-),
nafas cuping hidung (-), mukosa hiperemi (-)
d Mulut: bibir tampak pucat, sianosis (-), lidah kotor (-), tidak ditemukan
pembesaran tonsil.
ii- Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-). Pembesaran kelenjar
tiroid (-), deviasi trakea (-), nyeri tekan (-), JVP = 5+2=7 H2O (dalam
batas normal).
5
l Pulmo (depan):
• Inspeksi: bentuk normochest, simetris dengan wama sawo matang.
• Palpasi: nyeri tekan (-) dan fremitus vocal simetris
• Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru
+ +
+ +
+ +
Wheezing
le Pulmo (belakang):
• Inspeksi: bentuk normochest, simetris dengan wama sawo matang.
• Palpasi: nyeri tekan (-) dan fremitus vocal simetris
• Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru
+ +
+ +
+ +
6
• Auskultasi: - Vesikuler
+ +
+ +
+ +
- Ronchi
- Wheezing
l Cor:
• Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi: ictus cordis teraba dengan satu jari
• Perkusi:
■
Batas atas jantung di ICS 2 linea stemalis sinistra
■ Batas pinggang jantung di ICS3 line parastemalis sinistra
■ Batas kiri jantung di ICS 5 linea midclavicular sinistra
■ Batas kananjantung di ICS 5 line parastemalis dextra
• Auskultasi: S 1 dan S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
• Inspesi: bentuk cekung, simetris, tidak terlihat adanya masa, tidak
terlihat adanya tanda-tanda peradangan.
7
• Auskultasi: peristaltic usus (+) 8x/menit
• Perkusi: Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
- + -
de Ekstremitas:
■ Akral hangat
.I
~
• Edema
t
I
■ CRT < 2 detik, eritema Palmaris (-)
8
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan EKG pada tanggal 25 juni 2019
1 1p
£
I
zt/Le, Ilil • ,
04 s+
I
--
lnterpretasi
• Irama : Sinus rhythm reguler
• HR : 115x/menit (Takikardi)
• Axis : Normal
• Gel P : normal
• PR interval : normal
• QRS Complex: normal
• Q Patologis : -
• ST segment : st depresi (-) st elevasi (-)
• Gel T: T inverted (-)
• Kesimpulan: Sinus Takikardi
9
Pemeriksaan Laboratorium (Biokimia) 25 Juni 2019
TES Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Creatinine 1,26 mg/dL 0,6-1,1 Tinggi
Glukosa 225 mg/dL 75-115 Tinggi
Urea UV 76 mg/dL 10-50 Tinggi
10
Pemeriksaan Laboratorium (Darah Lengkap) 25 Juni 2019
TES Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
WBC 17.3 mmol/L 3.5-10.0 Tinggi
LYM 2.1 mmol/L 0.5-5.0 Normal
LYM¾ 12.4 mmol/L 20.0-50.0 Rendah
MID 1.3 mmol/L 0.1-1.5 Normal
MID¾ 7.2 mmol/L 2.0-15.0 Normal
GRA 13.9 mmol/L 1.2-8.0 Tinggi
GRA¾ 80.4 mmol/L 35.0-80.0 Tinggi
HGB 10.9 mmol/L 11.5-16.5 Rendah
MCH 29.2 mmol/L 25.0-35.0 Normal
MCHC 36.9 mmol/L 31.0-38.0 Normal
RBC 3.73 mmol/L 3.50-5.50 Normal
MCV 79.3 mmol/L 75.0-100.0 Normal
HCT 29.6 mmol/L 35.0-55.0 Rendah
RDWa 61.6 mmol/L 30.0-150.0 Normal
RDW¾ 12.9 mmol/L 11.0-16.0 Normal
PLT 139 mmol/L 150-400 Rendah
MPV 6.1 mmol/L 8.0-11.0 Rendah
11
Pemeriksaan Laboratorium (Darah Lengkap) 27 Juni 2019
TES Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
WBC 20.7 mmol/L 3.5-10.0 Tinggi
LYM 1.8 mmol/L 0.5-5.0 Normal
LYM¾ 8.8 mmol/L 20.0-50.0 Rendah
MID 1.2 mmol/L 0.1-1.5 Normal
MID¾ 5.9 mmol/L 2.0-15.0 Normal
GRA 17.7 mmol/L 1.2-8.0 Tinggi
GRA¾ 85.3 mmol/L 35.0-80.0 Tinggi
HGB 8.5 mmol/L 11.5-16.5 Rendah
MCH 28.0 mmol/L 25.0-35.0 Normal
MCHC 34.6 mmol/L 31.0-38.0 Normal
RBC 3.06 mmol/L 3.50-5.50 Rendah
MCV 81.0 mmol/L 75.0-100.0 Normal
HCT 24.8 mmol/L 35.0-55.0 Rendah
RDWa 60.3 mmol/L 30.0-150.0 Normal
RDW¾ 15.2 mmol/L 11.0-16.0 Normal
PLT 76 mmol/L 150-400 Rendah
MPV 8.0 mmol/L 8.0-11.0 Normal
12
Pemeriksaan Laboratorium (Darah Lengkap) 29 Juni 2019
TES Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
WBC 13.7 mmol/L 3.5-10.0 Tinggi
LYM 1.0 mmol/L 0.5-5.0 Normal
LYM¾ 7.9 mmol/L 20.0-50.0 Rendah
MID 0.6 mmol/L 0.1-1.5 Normal
MID¾ 4.6 mmol/L 2.0-15.0 Normal
GRA 11.6 mmol/L 1.2-8.0 Tinggi
GRA¾ 87.5 mmol/L 35.0-80.0 Tinggi
HGB 12.4 mmol/L 11.5-16.5 Normal
MCH 28.5 mmol/L 25.0-35.0 Normal
MCHC 32.9 mmol/L 31.0-38.0 Normal
RBC 4.36 mmol/L 3.50-5.50 Normal
MCV 86.4 mmol/L 75.0-100.0 Normal
HCT 37.7 mmol/L 35.0-55.0 Normal
RDWa 60.6 mmol/L 30.0-150.0 Normal
RDW¾ 14.4 mmol/L 11.0-16.0 Normal
PLT 186 mmol/L 150-400 Normal
MPV 8.8 mmol/L 8.0-11.0 Normal
13
2.6 Penatalaksanaan
- Infus NaCl 0.9% 8 tpm
- Esomeprazole 8 mg/jam dalam drip
- Asam tranexamat 3x500mg
- Antasida 3 x 10 mg
- Sukralfat 3x10 mg
Pasien mengaku merasakan nyeri perut cair, mual(+), muntah (-), demam (+)
terutama pada bagian ulu hati, diare >2x,
mual ( +), muntah (-) Obektive:
KU: Sakit sedang
Obektive: Kesadaran Compos Mentis (E4V5M6)
KU: Sakit sedang Tanda Vital :
Kesadaran Compos Mentis (E4V5M6) TD: 120/70 mmHg, Nadi: 80x/menit regular,
Tanda Vital : RR: 18x/menit, Suhu: 37,8°C, SpO2: 98%
TD:110/80 mmHg, Nadi: 80x/menit
regular, RR: 20x/menit, Suhu: Abdomen:
36,6°C, SpO2: 97% - Inspesi: bentuk cekung, simetris, tidak
terlihat adanya masa, tidak terlihat
Abdomen: adanya tanda-tanda peradangan.
- Inspesi: bentuk cekung, simetris, - Auskultasi: peristaltic usus (+)
tidak terlihat adanya masa, tidak 14x/menit
terlihat adanya tanda-tanda
peradangan.
14
- Auskultasi: peristaltic usus (+) - Perkusi: Timpani
14x/menit
+ + +
- Perkusi: Timpani
+ + +
+ + + + + +
+ + +
+ + + - Palpasi: Nyeri tekan
- + -
- Palpasi: Nyeri tekan
- + -
+
~
- Edema
- Edema I
EE
- CTR< 2 detik
Assesment:
CTR< 2 detik - Hematemesis Melena Ee Ulkus
Peptikum dd Gastropati NSAID
15
Assesment: - Anemia Normositi Normokromik
- Hematemesis Melena Ee Ulkus - ACKD Ee Prerenal
Peptikum dd Gastropati NSAID - CAD
- Anemia Normositi Normokromik
- ACKD Ee Prerenal Planning:
- CAD - Infus NaCl 0.9% 8 tpm
Sanmol fls 3 x 1
Planning: - Ceftriaxone 3 x 1 gr
- Infus NaCl 0.9% 8 tpm - Esomeprazole 2 x 40 mg
- Esomeprazole 2 X 40 mg - Asam traneksamat 3 x 500 mg
- Asam traneksamat 3 x 500 mg - Ondansentron 3 x 4 mg
- Antasida 3 x 10 mg - Antasida 3 x 10 mg
- Sukralfat 3xl0 mg Sukralfat 3x10 mg
- Diet eair - Diet eair
Obektive:
KU: Baik
Kesadaran Compos Mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
TD:110/70 mmHg, Nadi: 80x/menit regular, RR: 20x/menit, Suhu: 36°C, SpO2: 98%
l Abdomen:
16
- Inspesi: bentuk cekung, simetris, tidak terlihat adanya masa, tidak terlihat adanya
tanda-tanda peradangan.
- Auskultasi: peristaltic usus ( +) 14x/menit
- Perkusi: Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Ekstremitas :
- Hangat
l
~
- Edema
r
~
CTR< 2 detik
17
Assesment:
- Hematemesis Melena Ee Ulkus Peptikum dd Gastropati NSAID
- Anemia Normositi Normokromik
- ACKD Ee Prerenal
CAD
Planning:
- Esomeprazole 2 x 20 mg
Sukralfat 3xl0 mg
- Donperidone 3 x 10 mg
18
BAB III TINJAUAN
PUSTAKA
1. HEMATEMESIS MELENA
A. DEFINISI
Perdarahan saluran cema bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan
yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal.
Sebagian besar perdarahan saluran cema bagian atas terjadi sebagai akibat dari
ulkus peptikum yang disebabkan oleh H. pylori atau penggunaan obat obat anti
inflamasi nonsteroid (NSAID) dan alkohol. '2
1. Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam
bentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan wama merah cerah) atau berubah
karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti
butiran kopi.'
2. Melena yaitu keluamya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan
bau khas, yang menunjukkan perdarahan saluran cema atas serta dicemanya
darah pada usus halus.'
B. ETIOLOGI
Menurut literatur dalam Oxord handbook of Clinical Medicine 2010
penyebab perdarahan saluran cema bagian atas yang paling sering ditemukan
adalah :
a. Ulkus peptikum
b. Sindrome Mallory-weiss
c. Varises esophagus
d. Erosi gastritis
e. Penggunaan obat trombolitik, NSAID dan antikoagulan
f. Keganasan.
g. Idiopatik.
19
Pendarahan saluran cerna bagian atas sendiri dibagi menjadi dua bagian
yakni perdarahan oleh karena Varises esophagus atau Non Esofagus. Pada kasus
ini penting untuk dibedakan antara perdarahan yang disebabkan oleh varises
esofagus dan non-varises dikarenakan perbedaan tatalaksana dan prognosis.
Pada perdarahan yang disebabkan karena varises esophagus sangat sering
terjadi dan erat kaitanya pada kasus Sirosis hepatis yang dapat disebabkan oleh
karena Hepatitis B, C, atau penyakit hati alkoholik, dimana terjadi peningkatan
tekanan dalam vena porta > 1 0mmHg oleh karena adanya obstruksi aiiran darah
vena porta.
2. ULKUS PEPTIKUM
Definisis
Ulkus peptikum merupakan kerusakan jaringan mulai dari mukosa,
submukosa, sampai dengan muskularis mukosa dari saluran makan bagian atas
dengan diameter >5mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radioiogis,
yang merupakan Iuka terbuka, pinggir edema dengan batas yang jelas disertai
indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris, akibat pengaruh asam lambung dan
pepsin (Askandar et al, 2015).
Etiologi
22
Patofisiologi
LIus kronis
Llkus akut
iVltuOSa I
9) !
Jaringan parut
Manifestasi Klinis
1. Hematemesis (muntah darah), hal ini dapat terjadi karena pendarahan
langsung dari ulkus lambung, atau dari kerusakan esofagus dari muntah
yang
23
parah / melanjutkan. jarang, maag dapat menyebabkan perforasi lambung
atau duodenum, yang menyebabkan peritonitis akut. Hal ini sangat
menyakitkan dan membutuhkan operasi segera.
2. melena (tinggal, tinja berbau busuk karena teroksidasi besi dari hemoglobin)
3. Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimptomatis.
Keluhan-keluhan itu misalnya nyeri timbul pada ulu hati. Biasanya ringan dan
tidak dapat ditunjuk dengan tepat lokasinya.
4. Kadang-kadang disertai dengan mual-mual dan muntah.
5. Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar
pada tinja dan secara fisis akan dijumpai tanda-tanda anemia defisiensi
dengan etiologi yang tidak jelas.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ulkus peptikum ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis, hasil
pemeriksaan radiologi dan endoskopi, disertai biopsi untuk pemeriksaan
histopatologi, tes CLO ( Campylobacter Like Organism), dan biakan
kuman Helicobacter pylori. Secara klinis pasien mengeluh nyeri ulu hati kadang-
kadang menjalar ke pinggang disertai mual dan muntah (Tarigan, 2009).
24
a. Endoskopi
Endoskopi merupakan referensi standar untuk diagnosis dari ulkus
peptikum. Endoskopi memungkinkan visualisasi dan dokumentasi fotografik
sifat ulkus, ukuran, bentuk dan lokasinya dan dapat memberikan suatu dasar/
basis referensi untuk penilaian penyembuhan ulkus (Mc.Guigan, 2001). Salah
satu kekurangan utamanya adalah biaya yang tinggi di beberapa negara seperti
Amerika Serikat. Keputusan untuk melakukan endoskopi pada pasien yang
diduga menderita ulkus peptikum didasarkan pada beberapa faktor. Pasien
dengan komplikasi ulkus peptikum seperti pendarahan memerlukan evaluasi
endoskopi untuk mendapatkan diagnosis yang akurat agar pengobatannya
berhasil.
b. Radiografi
Pemeriksaan radiografi pada saluran gastrointestinal bagian atas juga
bisa menunjukkan ulkus peptikum. Salah satu kekurangannya adalah paparan
radiasi. Keuntungan endoskopi bisa melakukan biopsi mukosa untuk
mendiagnosis Helicobacterpylori, sedangkan radiografi terbatas dalam praktik
dunia kedokteran modem (Vakil, 2010).
Diagnosis ulkus peptikum biasanya dipastikan dengan pemeriksaan
barium radiogram. Bila radiografi barium tidak berhasil membuktikan adanya
ulkus dalam lambung atau duodenum tetapi gejala-gejala tetap ada, maka ada
indikasi untuk melakukan pemeriksaan endoskopi. Pemeriksaan kadar serum
gastrin dapat dilakukan j ika diduga ada karsinoma lambung atau sindrom
Zolliger-Ellison (Wilson dan Lindseth,2005).
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan tukak peptik adalah menghilangkan keluhan/ gejala
penderita, menyembuhkan tukak, mencegah relaps/ kekambuhan dan mencegah
komplikasi. Secara garis besar pengobatan tukak peptik adalah eradikasi kuman
H. Pylori serta pengobatan/ pencegahan gastropati NSAID (Tarigan, 2001).
25
Pada saat ini, penekanan pengobatan ditujukan pada peran luas infeksi
Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum. Eradikasi Helicobacter
pylori infeksi dapat dilakukan pengobatan antibiotik yang sesuai. Penderita
ulkus harus menghentikan pengobatan dengan NSAID atau apabila hal ini tidak
dapat dilakukan pemberian agonis prostaglandin yang berkerja lama, misalnya
misoprostol (Ganong, 2003).
Secara garis besar pengelolaan penderita dengan tukak peptik
adalah sebagai berikut
a. Non-
Farmakologi
1. Istirahat
Secara umum pasien tukak dianjurkan pengobatan rawat
jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi barn dianjurkan
rawat inap. Penyembuhan akan bbih cepat dengan rawat inap
walaupun mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh bertambahnya
jam istirahat, berkurangnya refluks empedu, stress dan penggunaan
analgesik. Stress dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan
asam lambung dan penyakit tukak.
2. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung
susu tidak lebih baik daripada makanan biasa, karena makanan halus
akan merangsang pengeluaran asam. Cabai, makanan merangsang,
makanan
mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit pada beberapa pasien
tukak dan dispepsia non tukak, walaupun belum dapat dibuktikan
keterkaitanny
26
b. Farmakologi
1. Antagonis Reseptor H2
Antagonis Reseptor H mengurangi sekresi asam lambung dengan
2
cara berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor
H2
pada sel pariental lambung. Bila histamin berikatan dengan H2
maka akan dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat ikatan antara
histamin dan reseptor digantikan dengan obat-obat ini, maka asam
tidak akan dihasilkan. Efek samping obat golongan ini yaitu diare,
sakit kepala, kantuk, lesu, sakit pada otot dan konstipasi (Berardy and
Lynda, 2005).
29
telah disetujui penggunaannya oleh United States Food and Drug
Administration (FDA) untuk pencegahan Iuka mukosa akibat
NSAID (Parischa dan Hoogerwefh, 2008).
6. Antasida
Pada saat ini antasida digunakan utuk menghilangkan keluhan
nyeri dan obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung
secara lokal. Preparat yang mengandung magnesium akan
menyebabkan diare sedangkan aluminium menyebabkan konstipasi.
Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi
diare dan konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali sehari malam
dan sebelum tidur). Efek samping diare, berinteraksi dengan obat
digitalis, barbiturat, salisilat, dan kinidin (Tarigan, 2001 ).
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada umumnya:
Perdarahan : hematemesis/ melena dengan tanda syok apabila
perdarahan masif dan perdarahan tersembunyi
- Anemia : Anemia dapat terjadi apabila terjadi kekurangan darah
berlebihan dan anemia kronik
Perforasi : nyeri perut menyeluruh sebagai tanda
peritonitis
Gastric Outlet Obstruction: keluhan pasien akibat komplikasi ini berupa
cepat kenyang, muntah berisi makanan tak tercema, mual, sakit perut
setelah makan/ post prandial, berat badan menurun. Obstruksi yang
terjadi akibat peradangan daerah peri pilorik timbul odema, spasme.
Bisa obstruksi permanen akibat fibrosis dari suatu tukak sehingga
mekanisme pergerakan antro duodenal terganggu.
30
3. GASTROPATINSAID
Definisi
Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik
perdarahan subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah efek
dari NSAID (Non steroidal anti inflammatory drugs) serta beberapa faktor
lain seperti alkohol, stres, ataupun faktor kimiawi. Gastropati NSAID
dapat memberikan keluhan dan gambaran klinis yang bervariasi seperti
dispepsia, ulkus, erosi, hingga perforasi.'?
Di Indonesia, Gastropati NSAID merupakan penyebab kedua gastropati
setelah Helicobacter pylori dan penyebab kedua perdarahan saluran cema
bagian atas setelah ruptur varises oesophagus. 1 Menurut data dari Moskow
Ilmiah Lembaga Penelitian Gastroenterology, pengobatan dengan NSAID
menyebabkan gastritis akut dalam 100% kasus dalam satu minggu setelah
awal pengobatan. Lesi erosif gastrointestinal terjadi pada 20-40% pasien, yang
menerima secara teratur NSAID. Sekali atau untuk perawatan waktu yang
lama dengan tukak lambung NSAID menyatakan di 12-30%, dan ulkus
duodenum - di 2-19%. 2
Factor Resiko
• Beberapa faktor risiko gastropathy NSAID meliputi:
- usia lanjut > 60 tahun
Riwayat pemah menderita tukak Riwayat
perdarahan saluran cema Digunakan
bersama-sama dengan steroid
Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis NSAID
Menderita penyakit sistemik yang berat
31
Merokok
Meminum alkohol
Gejala Klinis
Gastropati NSAID ditandai dengan inbalance antara gambaran endoskopi
dan keluhan klinis. Misalnya pada pasien dengan berbagai gejala, seperti
ketidaknyamanan dan nyeri epigastrium, dispepsia, kurang sering muntah
memiliki lesi minimal pada studi endoskopi. Sementara pasien dengan keluhan
tidak ada ataupun ringan GI memiliki lesi erosi mukosa parah dan ulcerating.
Perkembangan penyakit berbahaya tersebut dapat menyebabkan pasien dengan
komplikasi mematikan. 2
30-40% dari pasien yang menggunakan NSAID secara jangka panjang (> 6
minggu), memiliki keluhan dispepsia yang tidak dalam korelasi dengan hasil studi
endoskopi. Hampir 40% dari pasien dengan tidak ada keluhan GI telah luka
parah mengungkapkan pada studi endoskopi, dan 50% dari pasien dengan
keluhan GI memiliki integritas mukosa normal. 2
Gastropati NSAID dapat diungkapkan dengan tidak hanya dispepsia tetapi
juga dengan gejala sakit, juga mungkin memiliki onset tersembunyi dengan
penyebab mematikan seperti ucler perforasi dan perdarahan. 7
32
merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek
sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa,
meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan epitel defensif.
Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan meningkatkan kadar
fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaan mukosa,
dengan demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion hidrogen. Selain itu,
prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum
(terutama di antara antrum lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel
epitel yang sehat (terutama sel-sel di permukaan yang memproduksi mukus), tanpa
meningkatkan aktivitas proliferasi. 3
33
] Classical NSAID
"
] Inhibition cfcvdo -axyvsrreses ]
I
] Act rcd inflammat ory mzdatzr
produchcn [
l«@» j 2
I
Pr@inflammatory PG
L
L Gasttoprotective PG , •3.-2•)y j
Proinfammnatory Mediators T
iflarnmaton l Mucus producticn l Leukotrienes T
Pain l Bicarbonate release l (INa, ...)
Blood low Gastric acid secretion T
Lauiocyle adharenca/actvation T Inflammtaicn P Apoptosi s
ohers .... Vasoconetncton T
Inilammatan
T T
Lukoxrie adherence/actvaticn T cyte adherence/ctvatin
Leuko T
t 4
GASTAI c MUC0SAL IN J UI
Diagnosis
Spektrum klinis Gastropati NSAID meliputi suatu keadaan klinis
yang bervariasi sangat luas, mulai yang paling ringan berupa keluhan
gastrointestinal discontrol. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa,
erosi-erosi kecil kadang-kadang disertai perdarahan kecil-kecil. Lesi seperti ini
dapat sembuh sendiri. Kemampuan mukosa mengatasi lesi-lesi ringan akibat
rangsangan kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi yang lebih berat
dapat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi saluran
cema.3
Untuk mengevaluasi gangguan mukosa dapat menggunakan
Modified
Lanza Skor (MLS) kriteria. Sistem grading ini menurut MLS adalah
sebagai berikut:1
• Grade 0 : tidak ada erosi atau perdarahan
• Grade 1 : erosi dan perdarahan di satu wilayah atau jumlah lesi < 2
35
Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif
terhadap darah samar.7
Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung)
dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida,
dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. 7
Selain itu, adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology
melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes
serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.7
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari non•
mediamentosa dan medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa
istirahat, diet dan jika memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID. Secara
umum, pasien dapat dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau
ada komplikasi barn dianjurkan rawat inap di rumah sakit. 7
Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang
bertujuan untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak
memberatkan lambung, mencegah dan menetralkan asam lambung yang
berlebihan serta9 mengusahakan keadaan gizi sebaik mungkin. Adapun syarat diet
lambung yakni:
1. Mudah cema, porsi kecil, dan sering diberikan.
2. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk
menenma
3. Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang
ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara
bertahap.
5. Cairan cukup, terutama bila ada muntah
36
6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara
37
berkurang secara signifikan hanya dalam pengobatan kronis. Dalam studi-co
aplikasi mukosa misoprostol 200 mg empat kali sehari terbukti mengurangi
tingkat keseluruhan komplikasi NSAID sekitar 40%. Namun, penggunaan
misoprostol dosis tinggi dibatasi karena efek samping terhadap GI. Selain itu,
penggunaan misoprostol tidak berhubungan dengan pengurangan gejala
dispepsia.
• Sukralfat / antasida
Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan
membentuk gel pelindung ( sucralfate) atau dengan netralisasi asam
lambung (antasida), kedua regimen telah ditunjukkan untuk mendorong
berbagai mekanisme gastroprotektif.
Sukralfat dapat menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin. Sukralfat
masih dapat digunakan pada pencegahan tukak akibar stress, meskipun kurang
efektif. Karena diaktivasi oleh asam, maka sukralfat digunakan pada kondisi
lambung kosong. Efek samping yang paling banyak terjadi yaitu konstipasi.
Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung dengan mempertahankan
PH cukup tinggi sehingga pepsin tidak diaktifkan, sehingga mukosa terlindungi
dan nyeri mereda. Preparat antasida yang paling banyak digunakan adalah
campuran dari alumunium hidroksida dengan magnesium hidroksida. Efek
38
• Proton-pump inhibitor
Supressi asam oleh PPI lebih efektif dibandingkan dengan H2RA dan
sekarang terapi standar untuk pengobatan baik tukak lambung dan refluks gastro•
esofageal-penyakit (GERD). Jika diberikan dalam dosis yang cukup, produksi
asam harian dapat dikurangi hingga lebih dari 95%. Sekresi asam akan kembali
normal setelah molekul pompa yang barn dimasukkan ke dalam membran lumen.
Omeprazol juga secara selektif menghambat karbonat anhidrase mukosa
lambung yang kemungkinan turut berkontribusi terhadap sifat supresi asamnya.
Proton Pump Inhibitor yang lain diantaranya lanzoprazol, esomeprazol,
rabeprazol dan Pantoprazol. Kelemahan dari PPI mungkin bahwa mereka tidak
mungkin untuk melindungi terhadap cedera mukosa di bagian distal lebih dari
usus (misalnya di colonopathy NSAID). Namun, dalam ringkasan, PPI
menyajikan comedication pilihan untuk mencegah NSAID-induced gastropathy.
Tindakan operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi
medikamentosa. Indikasi operasi terbagi 3 yaitu : 7
• Elektip (tukakak refrakter/gagal pengobatan)
• Darurat ( komplikasi : perdarahan massif, perforasi, senosis polorik)
• Tukak gaster dengan sangkutan keganasan.
KOMPLIKASI
Pada gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus, yang memiliki beberapa
komplikasi yakni:
1. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum
adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.
2. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus ke
dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
39
3. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung
ke dalam struktur sekitamya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum
,'5fist{'his pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi
jaringan parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena j aringan
parut yang
terbentuk bila ulkus sembuh atau rusak.
Selain terjadinya gangguan di saluran gastrointestinal, penggunanaan
NSAID yang berlebihan, dapat menyebabkan berbagai efek samping lain, baik di
ginjal, pada kulit, maupun sistem syaraf.
Prostaglandin E2 (PGE2) dan 12 (PGl2) yang dibentuk dalam glomerulus
mempunyai pengaruh terutama pada aliran darah dan tingkat filtrasi glomerulus.
PGil yang diproduksi pada arterial ginjal juga mengatur aliran darah ginjal.
Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, oleh NSAID
menyebabkan penurunan aliran darah ginjal. Pada orang normal, dengan hidrasi
yang cukup dan ginjal yang normal, gangguan ini tidak banyak mempengaruhi
fungsi ginjal karena PGE2 dan PGI2 tidak memegang peranan penting dalam
pengendalian fungsi ginjal. Tetapi pada penderita hipovolemia, sirosis hepatis
yang disertai asites, dan penderita gagal jantung, PGE2 dan PGI2 menjadi penting
untuk mempertahankan fungsi ginjal. Sehingga bila NSAID diberikan, akan terjadi
penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal bahkan dapat pula
terjadi gagal ginjal. Penghambatan enzim siklooksigenase dapat menyebabkan
terjadinya hiperkalemia. Hal ini sering sekali terjadi pada penderita diabetes
mellitus, insufisiensi ginjal, dan penderita yang menggunakan 9-blocker dan ACE•
inhibitor atau diuretika yang menjaga kalium (potassium sparing). Selain itu,
penggunaan NSAID dapat menimbulkan reaksi idiosinkrasi yang disertai
proteinuria yang masif dan nefritis interstitial yang akut.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat
perpanjangan waktu perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar dalam
sirkulasi darah mengalami adhesi dan agregasi. Trombosit ini kemudian
40
menyumbat dengan endotel yang rusak dengan cepat sehingga perdarahan terhenti.
Agregasi trombosit disebabkan oleh adanya tromboksan A2 (TXA2). TXA2,
sama
41
pelupa, depresi, insomnia, iritasi, rasa ringan kepala, hingga paranoid.20 Pada
beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitifitas berupa rinitis
vasomotor,
43
PERJALANAN KONDISI KLINIS PASIEN
PATHWAY
lanu Pecahna
1 ekan.au portal
% bng PD
Pembenut
+
kan 4
-
•
P. e mbu.l. u,. h
'
Erosi da n
Pe rdara kolatcal As. Lambung T
•
'
+
4 .
darah
han
lscrasi Distensi pembuluh
+ In flamasi
•
Msuk; salran
Kers ak
a ccra
yaskler pa
ad dr abdomen wwe ww
dra ah
mptr
Neri
Hematemesis
Melena
l
Heatemesis Melen.z »
l
Mal n cah ' Ttekanan kapler
,l
'#
(an.gage
Protein plasma
kehgsutz Sok hpi hilang
EN,J3
ovolemik l
Edera
Quggua
sssitkang.an
l
gait.a dan elkolit
weed
Peuekanan
pembuhuh
dh
ra
l psfusi iring an
l
! ia:insa
g
Gag&uaa psisi
44
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bagaimana proses perjalanan penyakit yang
diderita pasien dari awal hingga membentuk berbagai manifestasi klinis yang
ditemukan sampai saat ini. Terapi harus segera diberikan guna memperbaiki kondisi
klinis dan mencegah perburukan lebih lanjut. Untuk terapi yang diberikan pada
pasien antara lain:
1. Infus NaCl 0.9% 8 tpm
Bertujuan untuk maintenance cairan tubuh pasien, diberikan 8 tetes
permenit bertujuan untuk mengurangi beban kerja dari oraganjantung.
2. Esomeprazole 8 mg/jam
Merupakan salah satu obat golongan PPI, pemberian esomeprazole
pada kasus ini bertujuan untuk menghambat pengeluaran asam lambung yang
dapat memperparah kondisi pasien, mengingat kerja dari obat ini adalah
penghambat pompa proton yang menekan sekresi HCL.
3. Asam tranexamat 3 x 500 mg
Pemberian asam tranexamat pada kasus ini bertujuan untuk menghentikan
perdarahan yang terjadi pada saluran cerana pasien.
4. Antasida 3 x 10 mg
Bertujuan untuk menetralisir asam lambung.
5. Omeprazole 2 x 40 mg
45
BABV
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Pasien laki laki usia 86 tahun, dari dasil anamnesa pasien mengeluhkan
Muntah darah. Darah yang dimuntahkan saat itu berwama merah kehitaman,
berbentuk gumpalan gumpalan kecil dan berisikan makanan yang dimakan. Pasien
juga mengeluh nyeri ulu hati dan BAK berwama hitam seperti aspal. Sebelumnya
pasien mengaku sering konsumsi obat pereda nyeri. Hal tersebut merupakan salah
satu factor pencetus untuk terjadinya peptic ulser pada memakaian obat NSAID
jangka panjang. selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di ulu hati
pasien dan pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap pasien tampak mengalami
anemia yang diakibatkan keluamya darah akibat perdarahan yang terjadi di saluran
penceranaan bagian atas.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Akil. 2007. Buku Ajar Penyakit Dalam: Tukak Duodenum. Jilid 1 Edisi 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan IImu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal 345, 347
2. Askandar Tjokroprawito, Poernomo budi, Chairul Efendi, Djoko Santoso, Gatot
Sugianto. 2015. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi-hepatologi.
Jilid 1 Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 207-225.
3. Djuwantoro Dwi; Zubir Nazrul dan Julius. 2009. Diagnosis dan
Pengobatan
47
8. Marcelus Simadibrata K, Ari Fahrial Syam, Murdani Abdullah, Achmad Fauzi,
Kaka Renaldi. 2012. Persatuan Gastroenterologi Indonesia: Konsensus
Nasional