Anda di halaman 1dari 12

REFARAT

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS (PSCBA)

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti


Kepanitraan Klinik Senior Ilmu Penyakit Dalam
Di RSUD Dr. R M Djoelham Kota Binjai

Oleh
Adek Ayu Tuti Alawiyah
102119019

Pembimbing :

dr. Edyan Pinem, Sp.PD

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. R M DJOELHAM KOTA BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat degan judul “Perdarahan Saluran
Cerna Atas”.

Penulisan refarat ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas
Kedokteran Universitas Batam.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, yakni
dr. Edyan Pinem, Sp.PD yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak masukan dalam
penyusunan refarat ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan refarat ini masih jauh dalam kata sempurna.Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
refarat selanjutnya semoga refarat ini bermanfaat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Binjai, September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI………………………………………………….......................... . iii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………….. 1

BAB II. PEMBAHASAN

A. Definisi PSCBA……..…...…………................................................. 2

B. Epidemiologi PSCBA......................................................................... 2

C. Etiologi PSCBA..............................………………………………… 2

D. Patofisiologi PSCBA.........................................................……….… 3

E. Manifestasi Klinik PSCBA...........................……………………….. 5

F. Penegakan Diagnosis PSCBA.............................................................. 5

G. PenatalaksanaanPSCBA ...................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapai.
Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga 
perdarahan samaryang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan
lokasi perdarahansaluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan
lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar atau hitam) menunjukkan
perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal dari ligamentum
Treiztz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanyaakibat perdarahan saluran cerna bagian
atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halusatau kolon bagian kanan, juga dapat
menimbulkan melena.
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu penyakit
yangsering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebagian besar pasien datang
dalamkeadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang
memerlukantindakan yang cepat dan tepat. Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini
tidak hanya terjadidiluar rumah sakit saja namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien
yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif
dengan mortalitas yang cukup tinggi.
Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 %
dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi
angkakematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan
belumada perubahan selam 50 tahun terakhir.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi PSCBA
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimal
mulai dari esofagus, gaster, duodenum, jejunum proksimal (batas anatomik di
ligamentum treitz). Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai
akibat penyakit ulkus peptikum (PUD,  peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H.
Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol.
Robekan Mallory-Weiss, varisesesofagus, dan  gastritis merupakan penyebab perdarahan
saluran cerna bagian atas yang jarang.1

B. Epidemiologi PSMBA
Tabel 2.1 Prevalensi penyebab tersering perdarahan saluran cerna bagian atas yang
menjalani endoskopi di RSCM selama tahun 2001-2005.

Penyebab Jumlah Kasus Persentase


Pecahnya varises esofagus 280 33,4%
Perdarahan ulkus peptikum 225 26,9%
Gastritis erosiva 219 26,2%
Tidak ditemukan 38 4,5%
Lain-lain 45 9%
Total 807 100%

C. Etiologi PSCBA
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yaitu2:
1. Duodenal Ulcer 6. Erosive Esophagitis
2. Gastric atau duodenal erosions 7. Angioma
3. Varices 8. Arteriovenous malformation
4. Gastric Ulcer 9. Gastrointestinal stromal tumors
5. Mallory-Weiss tear
D. Patofisiologi PSCBA
Penyebab varises esifagus merupakan yang terbanyaj di Indonesia, disebabkan oleh
sirosis hati. Sirosis hati di Indonesia masih banyak disebabkan oleh infeksi virus hepatitis
B dan hepatitis C. Varises esofagus adalah vena collateral yang berkembang sebagai hasil

2
dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Saat ini, faktor-faktor
terpenting yang bertanggung jawab atas terjadinya perdarahan varises adalah: tekanan
portal, ukuran varises, dinding varises dan tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit
hati.3
Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kola
teral dalamsubmukosa esophagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkandarah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan
dalam vena ini,maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh
darah dan timbulvarises. Varises bisa pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal
masif. Selanjutnyadapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik
vena ke jantung dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebih, maka
akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.3
Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis erosif,
tukak peptik. Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat
anti inflamasi nin steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres. Penggunaan
NSAIDs merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat
mengganggu proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat
menyebabkan cedera. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs
mempunyai GI yang kurang baik.4
Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan
NSAIDsadalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari
NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama, penggunaan
disertai antikoagulan, dansevere comorbid illness. Walaupun prevalensi penggunaan
NSAIDs pada anak tidakdiketahui, tetapi sudah tampak adanya peningkatan, terutama
pada anak dengan arthritiskronik yang dirawat dengan NSAIDs. Penggunaan
kortikosteroid saja tidak meningkatkanterjadinya tukak gaster, tetapi penggunaan
bersama NSAIDs mempunyai potensi untukmenimbulkan tukak gaster.4
Sindroma Mallory-Weiss adalah sebuah kondisi di mana lapisan mukosa di bagian
distalesophagus pada gastroesophageal junction mengalami laserasi yang dapat
menyebabkanhematemesis (muntah darah). Laserasi seringkali juga menyebabkan

3
perdarahan arterisubmukosa. Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah melibatkan
esophageal venousatau arterial plexus. Pasien dengan hipertensi portal dapat
meningkatkan resiko daripada perdarahan dibandingkan dengan pasien hipertensi non-
portal. Sindrom Mallory-Weiss biasanya sekunder terhadap peningkatan intraabdominal.
Faktor pencetusmeliputi muntah, mengedan saat buang air besar, mengangkat beban,
batuk, kejang epilepsi, cegukan di bawah anestesi, dada tertekan, trauma abdomen,
preparat kolonoskopi dan gastroskopi.5

Gambar 2.1 Mallory-Weiss tear

E. Manifestasi Klinik PSCBA


Manifestasi klinis pasien dapat berupa:
1. Hematemesis: Muntah darah dan mengindikasi adanya perdarahan saluran cerna atas,
yang berwarna colat merah atau “coffe ground”.

4
2. Melena: Kotoran yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam
lambung.
3. Penampilan klinis lainya yang dapat terjadi adalah anemia, instabilasi, hemodinamik
karena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis,
pemyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal.2,6

F. Penegakan Diagnosis PSCBA


1. Anamnesis
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan:7
a. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
b. Riwayat perdarahan sebelumnya
c. Riwayat perdarahan dalam keluarga
d. Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain
e. Penggunaan obat-obatan terutama antiinflamasi nonsteroid dan antikoagulan
f. Kebiasaan minum alcohol
g. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronis, demam berdarah, demam
tifoid,GGK, DM, hipertensi, alergi obat-obatan
h. Riwayat transfusi sebelumnya

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal perdarahan saluran cerna:7
a. Tekanan darah dan nadi posisi baring
b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
c. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer ( akral dingin )
d. Kelayakan nafas
e. Tingkat kesadaran
f. Produksi urin.
3. Pemeriksaan Penunjang
Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan:7
a. Elektrokardiagram (terutama pasien berusia > 40 tahun)
b. BUN, kreatinin serum

5
c. Elektrolit (Na, K, Cl)
d. Endoskopi (gold standard)
Lokasi sumber perdarahan:
 Esofagus: Varises, erosi, ulkus, tumor
 Gaster: Ulkus, tumor, erosi, polip, varises, gastropati kognitif
 Duodenum: Ulkus, erosi, tumor, diverkulitis
e. Angiography (mendiagnosa perdarahan berat, khususnya ketika tidak dapat
ditemukan dengan endoskopi)
f. CT Scan

Tabel 2.2 Perbedaan PSCBA dengan PSCBB.7

PSCBA PSCBB
Manifestasi klinik umumnya Hematemesis dan atau melena Hematokezi
Aspirasi nasogatrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat >35 <35
Auskultasi Hiperaktif Normal

Gambar 2.2 Pemeriksaan Endoskopi pada pasien gastric ulcer akibat penggunaan
NSAIDs, dan test H. Pylori

6
Gambar 2.3 Pemeriksaan Endoskopi pada pasien duodenal ulcer dengan test H. Pylori
positf tetapi tidak ada riwayat penggunaan NSAIDs

Gambar 2.4 Pemeriksaan Endoskopi dari esophageal varices

Gambar 2.5 Pemeriksaan Endoskopi pada pasien Mallory-Weiss Tear

7
G. Penatalaksanaan PSMBA
1. Non Endoskopi
a. Pemberian Vitamin K
b. Vasopressin
Pemberiaan vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaanvasopressin
50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama20-60
menit dan dapat diulang tiap 3 sampai 6 jam; atau setelah pemberian pertama
dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit.7
c. Somatostatin dan Analognya (octreotid)
Dosis pemberian somastatin, diawalidengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan
per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti,
octreotid dosis bolus 100 mcg intravena dilanjutkan perinfus 25 mcg/jam selama
8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti.7
d. Obat-obatan anti sekresi asam
Diawali oleh bolus omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8
mg/KGBB/jamselama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok plasebo 20%
sedangkan yang diberiomeprazole hanya 4,2%.7
e. Balon Tampone
Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises
esophagus paling populer adalah sengstaken blakemore tube (SB-tube)
yangmempunyai 3 pipa serta 2 balon masing-masing untuk esofagus dan
lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah
pneumonia aspirasi,laserasi sampai perforasi.7

2. Endoskopi
Terapi endoskopi ditujukkan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak
dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi:7
a. Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe)
b. Noncontact thermal (laser 3). Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidoka
nol,alkohol, cyanoacrylate, atau pemakain klip).
3. Terapi Pembedahan

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., etal. Teks
Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
2. Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA: MerckResearch
Laboratories.
3. de Franchis R. Evolving Consensus in Portal Hypertension Report of the Baveno
IVConsensus Workshop on methodology of diagnosis and therapy in portal hypertension
-Special report. J Hepatology 2005;43:167-176.
4. Anand, B.S., Katz, J., 2011. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference,
Professor.Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology, Baylor
College ofMedicine. Available from:http://emedicine.medscape.com/ ( Accessed 3
September 2019).
5. Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Friedman, S.L.,et
al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2 ed. USA: McGraw-
HillCompanies, 53 –  67.
6. Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI bleeding in Hasan.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. 2007. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai