FURUNKEL
Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik senior
(KKS) di bagian ilmu kedokteran kulit dan kelamin di RSUD Dr.RM. Djoelham Binjai
Disusun oleh :
RESTY YUNUS
102119009
Pembimbing :
dr. Hj. Hervina, Sp.KK, FINSDV, MKM
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan bimbingannya sehingga Refarat ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Refarat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam Kepanitraan Klinik
Departemen Kulit dan Kelamin di RSUD DR.RM Djoelham Binjai .
Pada kesempatan ini penulis juga hendak mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya atas bantuan dari pembimbing kami yaitu dr. Hj. Hervina, Sp.KK, FINSDV,
MKM berupa bimbingannya yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan Referat
ini yang berjudul Furunkel.
Penulis berharap Refarat ini dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan tentang
Furunkel. Dengan menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan ini. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
FURUNKEL
2.1 Definisi....................................................................................................2
2.2 Etiologi ...................................................................................................2
2.3 Epidemiologi...........................................................................................3
2.4 Faktor resiko............................................................................................3
2.5 Diagnosis.................................................................................................3
2.5.1 Anamnesis...............................................................................3
2.5.2 Pemeriksaan Fisik...................................................................4
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang..........................................................4
2.6 Patogenesis..............................................................................................6
2.7 Patofisiologi.............................................................................................6
2.8 Diagnosis banding...................................................................................6
2.9 Penatalaksanaan.......................................................................................8
2.9.1 Non Farmakologi ...................................................................8
2.9.2 Farmakologi............................................................................8
2.10 Komunikasi dan Edukasi.........................................................................9
2.11 Komplikasi.............................................................................................10
2.12 Prognosis...............................................................................................10
2.13 Profesionalisme.....................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Furunkel merupakan peradangan akut yang dalam di folikel rambut dan
sekitarnya, membentuk nodul nyeri, biasanya didahului atau berkembang dari folikulitis
superfisialis dan sering berkembang menjadi abses. Furunkel yang lebih dari satu
disebut sebagai furunkulosis (Hidayati, 2019).
Gambar: Furunkel
A. Klasifikasi
Terdapat 2 bentuk Pioderma (PERDOSKI, 2017).
1. Pioderma superfisialis, lesi terbatas pada epidermis
a. Impetigo nonbulosa
b. Impetigo bulosa
c. Ektima
d. Folikulitis
e. Furunkel
f. Karbunkel
2. Pioderma profunda, mengenai epidermis dan dermis
a. Erisipelas
b. Selulitis
c. Flegmon
d. Abses multipel kelenjar keringat
e. Hidradenitis
2.2 Etiologi
Penyebab tersering furukel akibat kulit mendapat gesekan atau tekanan, atau
pada daerah yang lembab serta iritasi lokal seperti garukan. Penyebab lain ialah
2
Staphylococus aureus (Tiyas et al., 2015). Staphylococcus aureus merupakan bakteri
Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 µm, tersusun dalam kelompok-
kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk
spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi
membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan
padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol,
dan berkilau (Kusuma, 2015).
2.3 Epidemiologi
Belum terdapat data spesifik yang menunjukkan prevalensi furunkel.
Prevalensi pioderma dibeberapa negara, seperti di Brazil, Ethiopia, Taiwan, dan lain-
lain adalah 0,2-35%, sedangkan prevalensi pioderma di Indonesia adalah 1,4% pada
dewasa dan 0,2% pada anak. Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. DR. R
Kandau Manado didapatkan penyakit pioderma dengan jenis furunkel sebanyak
15,8% (Pandaleke et al., 2015). Furunkel dapat terjadi pada anak-anak dan dewaasa
muda dengan frekuensi pria dan wanita sama (Perdana, 2018).
2.5 Diagnosis
Diagnosis furunkel meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, tes diagnostik rutin;
tes diagnostik lanjutan dilakukan jika perlu.
2.5.1 Anamnesis
Keluhan nyeri, dengan kelainan berupa nodus eritematosa berbentuk
kerucut, di tengah terdapat pustul. Kemudian melunak menjadi abses yang berisi
pus dan jaringan nekrotik, lalu memecah membentuk fistel. Tempat predileksi
ialah tempat yang banyak friksi , misalnya aksila dan bokong (Menaldi, 2017).
3
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan kulit furunkel ditemukan :
a. Lokalisasi: Sering pada bagian tubuh yang berambut dan mudah terkena
iritasi, gesekan atau tekanan; atau pada daerah yang lembap seperti ketiak,
bokong, punggung, leher, dan wajah (Perdana, 2018).
b. Efloresensi: Mula-mula berupa makula eritematosa lentikular-numular
setempat yang kemudian menjadi nodula lentikular-numular berbentuk
kerucut (Perdana, 2018).
4
dan inferior sekitar
kantus media.
2.5.5 Pada inspeksi dan
palpasi memperlihatkan
tekstur yang lunak,
semisolid.
2.5.6 Pembesaran lambat,
dimulai dari papul kecil.
Mulai dari beberapa bulan
2.5.7 sampai beberapa
tahun
2.5.8 Lesi asimptomatik,
papul poligonal, atau
plak berwarna
kekuningan ,
5
2.5.9 simetris pada
kelopak mata superior
dan inferior sekitar
kantus media.
2.5.10 Pada inspeksi dan
palpasi memperlihatkan
tekstur yang lunak,
semisolid.
2.5.11 Pembesaran
lambat, dimulai dari
papul kecil. Mulai dari
beberapa bulan
2.5.12 sampai beberapa
tahun
2.5.13 Lesi
asimptomatik, papul
6
poligonal, atau plak
berwarna kekuningan ,
2.5.14 simetris pada
kelopak mata superior
dan inferior sekitar
kantus media.
2.5.15 Pada inspeksi dan
palpasi memperlihatkan
tekstur yang lunak,
semisolid.
2.5.16 Pembesaran
lambat, dimulai dari
papul kecil. Mulai dari
beberapa bulan
2.5.17 sampai beberapa
tahun
7
2.5.18
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Histopatologi
Berupa abses yang dibentuk olem limfosit dan leukosit PNM, mula-mula
pada folikel rambut. Pada bagian bawah folikel rambut (dalam jaringan
subkutis), abses dapat pula mengandung stafilokok (Perdana, 2018). Pembuluh
darah mengalami dilatasi. Terjadii nekrosis kelenjar dan jaringan sekitar
kemudian membentuk inti yang dikelilingi oleh daerah dilatasi vaskuler,
lekosit, dan limfosit (Tiyas et al., 2015).
8
Gambar: Histopatologi S. aureus dengan pewarnaan gram
b. Kultur
Kultur dilakukan pada media MSA (Mannitol Salt Agar), pengeraman
pada suhu 37°C. Koloni S. aureus yang tumbuh pada media dapat diamati
secara langsung setelah diinkubasi selama 24 jam. Koloni S. aureus yang
tumbuh pada media MSA (Mannitol Salt Agar) ditandai dengan koloni
yang berwarna kuning dan juga memiliki zona berwarna kuning di
sekeliling pertumbuhannya (Arbi, Noviyandri and Valentina, 2015).
2.5 Patogenesis
Kulit memiliki flora normal, salah satunya Staphylococcus aureus yang
merupakan flora residen pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada ternggorokan
dan saluran hidung. Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi
pada kulit. Infeksi diawali ketika virulensi stafilokokus melekat pada sel-sel dari folikel
rambut, kemudian berkembangbiak dan menyebar turun ke dalam folikel dan kelenjar
sebasea. Terbentuk lesi berupa infiltrat kecil dalan dalam waktu singkat memebsar
9
menjadi nodula eritematosa berbentuk kerucut, kemudian pada tempat rambut keluar
tampak bintik-bintik putih sebagai mata bisul (Perdana, 2018). Infeksi tersebut
menimbulkan terjadinya respon inflamasi yaitu bengkak dan memerah, kemudian
diikuti bertambahnya jumlah PNM (Hidayati, 2019).
2.6 Patofisiologi
Respon primer host terhadap infeksi S.aureus adalah pengerahan sel PMN ke
tempat masuk kuman tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini
ditarik ke tempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau
peptidoglikan dan sitokin TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6
yang dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi (Hidayati, 2019).
Terbentuk nodus akan melunak (supurasi) menjadi abses yang akan memecah
melalui lokus minoris resistensie yaitu muara folikel, rambut menjadi rontok/terlepas.
Jaringan nekrotik keluar sebagai pus dan terbentuk fistel (Perdana, 2018).
10
Gambar Furunkel
b. Hidradenitis Supurativa
Hidradenitis supurativa adalah infeksi kelenjar apokrin yang umumnya
bersifat supuratif kronik dan cenderung menimbulkan sikatriks. Penyebab
hidradenitis supurativa ialah sumbatan saluran kelenjar apokrin dan infeksi
Staphylococus aureus. Lokalisasi pada ketiak, areola mamae, anogenital.
Efloresensi berupa makula eritematosa dan nodus lentikular numular, difus,
regional. Juga fistel dan sinus (Perdana, 2018).
11
Gambar Skrofuloderma
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Non Farmakologi
Melakukan insisi dan aspirasi jika lesi matang
2.9.2 Farmakologi
Tujuan utama terapi farmakologi adalah menghilangkan keluhan.
1. Terapi Topikal
a. Jika masih berupa infiltrat dapat diberikan salep iktiol 5%
b. Pemberian salep antibiotik seperti salep kloramfenikol 2% (Perdana,
2018).
2. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik
a. Lini pertama
Kloksasilin/dikloksasilin. Dosis dewasa 4x250-500mg/hari per
oral; anak-anak 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
Amoksisilin dan asam klavulanat: Dosis dewasa 3x250-500
mg/hari; anak-anak 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis
Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
b. Lini kedua
Azitromisin 1x500mg/hari(hari 1), dilanjutkan 1x250mg (hari 2-5)
Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis
Eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari; anak-anak 20-50
mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis.
c. Kasus yang berat, disertai infeksi sitemik atau infeksi di daerah
berbahaya (misalnya maksila), antibiotik diberikan parenteral.
Nafcillin 1-2 gram IV tiap 4 jam, anak 100-150 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 4 dosis
Penisilin G 2-4 juta unit IV tiap 4-6 jam, anak: 60-100.000
unit/kgBB tiap 6 jam.
Cefazolin IV 1 gram tiap 8 jam, anak: 50 mg/kgbb/hari dibagi
dalam 3 dosis
Ceftriaxone IV 1-2 gram ,1 kali/hari. (A,2)
12
Apabila terdapat/dicurigai ada methycillin resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) pada infeksi berat: vankomisin
1-2 gram/hari dalam dosis terbagi atau 15-20 mg/kgBB setiap
8-12 jam intravena, selama 7-14. Anak: vankomisin 15mg/kgBB
IV tiap 6 jam.
Linezolid 600 mg IV atau oral 2 kali sehari selama 7-14 hari, anak-
anak 10 mg/kgBB oral atau intravena tiap 8 jam.
Klindamisin IV 600 mg tiap 8 jam atau 10-13mg/kgBB tiap 6-8
jam
Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan hasil kultur dan
resistensi (PERDOSKI, 2017)
13
2. Mengedukasi pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan dan mencegah luka-
luka kulit.
3. Mengedukasi pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan
4. Menganjurkan untuk mandi 2 kali sehari dengan sabun (Tiyas et al., 2015).
2.11 Komplikasi
Furunkel menjadi selulitis tanpa pengobatan dapat mengancam jiwa. Furunkel
bisa menyebabkan komplikasi berupa sepsis dan meningitis. Jika furunkel terdapat di
bibir atas dan pipi bisa menyebabkan thrombosis sinus kavernosus (Hidayati, 2019).
2.12 Prognosis
Memiliki prognosis baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan, dan
prognosis menjadi kurang baik jika terjadi rekurensi (Perdana, 2018).
2.13 Profesionalisme
Membantu mengontrol kesembuhan pasien dengan pemberian dosis yang
adekuat, dan penjelasan tata cara pengobatan dengan benar
Kontrol ulang, bila keluhan tidak membaik bisa di rujuk ke dokter spesialis kulit
dan kelamin untuk dilakukan terapi lebih lanjut.
14
BAB III
KESIMPULAN
Furunkel merupakan keradangan akut yang dalam di folikel rambut dan sekitarnya,
membentuk nodul nyeri, biasanya didahului atau berkembang dari folikulitis superfisialis dan
sering berkembang menjadi abses. Furunkel yang lebih dari satu disebut sebagai
furunkulosis. Penyebab furunkel ialah Staphylococus aureus merupakan bakteri Gram positif
berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 µm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak.
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada
suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning
keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Prevalensi pioderma dibeberapa
negara, seperti di Brazil, Ethiopia, Taiwan, dan lain-lain adalah 0,2-35%, sedangkan
prevalensi pioderma di Indonesia adalah 1,4% pada dewasa dan 0,2% pada anak. Pada
penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. DR. R Kandau Manado didapatkan penyakit
pioderma dengan jenis furunkel sebanyak 15,8%. Furunkel dapat terjadi pada anak-anak dan
dewaasa muda dengan frekuensi pria dan wanita sama.
Keluhan furunkel sakit dan nyeri pada lesi, nodus eritematosa berbentuk kerucut, di
tengah terdapat pustul. Kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan
nekrotik, lalu memecah membentuk fistel. Tempat predileksi ialah sering pada bagian tubuh
yang berambut dan mudah terkena iritasi atau gesekan seperti ketiak, bokong, punggung,
leher dan wajah. Furunkel dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, setelah penyakit ini ditegakkan dapat diberikan
pengobatan non farmakologi ataupun farmakologi, dikarekan faktor resiko dari
penyakit ini adalah kebersihan dan hygiene oleh sebab itu kita harus memberi edukasi
15
kepada pasien bahwa harus menjaga kebersihan, durasi pengobatan lama dan harus
berobat teratur dan makan-makanan yang bergizi. Komplikasi yang dapat terjadi
yaitu selulitis, sepsis, meningitis, trombhosis sinus kavernosus. Prognosis yang umumnya baik.
16
DAFTAR PUSTAKA