Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PERDARAHAN SALURAN CERNA
Dosen Mata Kuliah Kep. GaDar : Ani Sutriningsih S.Kep., Ns., M.Kep.

Kelompok 2
Nama Anggota:
Maria Falentina R.L.
Miftah Saadah
Monika H.
Petrus N.B.
Rianto
Robinson U.L.
Tamu Ina T.L.
U. Seniwati
U. Fenny F.
Yahanis B.
Yugerd W.I.
Yulius U.Z.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2017
DAFTAR ISI
Cover................................................................................................................ i
Kata pengantar............................................................................................... ii
Daftar isi.......................................................................................................... iii
BAB I................................................................................................................ 1
A. Latar belakang.................................................................................... 1
B. Tujuan.................................................................................................. 2
BAB II.............................................................................................................. 3
A. Definisi................................................................................................. 3
B. Etiologi................................................................................................. 3
C. Klasifikasi............................................................................................ 4
D. Tanda gejala........................................................................................ 4
E. Patofisiologi......................................................................................... 5
F. Komplikasi........................................................................................... 6
G. Pemeriksaan penunjang..................................................................... 6
H. Penatalaksanaan medis...................................................................... 10
BAB III............................................................................................................ 13
A. Pengkajian primer.............................................................................. 13
B. Pengkajian sekunder.......................................................................... 15
C. Pemeriksaan diagnostik..................................................................... 18
D. Rencana Asuhan Keperawatan......................................................... 18
BAB IV............................................................................................................. 22
A. Kesimpulan.......................................................................................... 22
B. Saran.................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 24

2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang maha Esa, karena dengan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Perdarahan Saluran Pencernaan.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Keperawatan Gawat Darurat, Fakultas Keperawatan, Universitas Tribhuwana
Tunggadewi Malang.
Selayaknya pepatah yang mengatakan Kesalahan adalah milik manusia,
dan Kesempurnaan hanyalah milik Allah maka penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca terhadap makalah ini, sehingga penulis
dapat membuat karya yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Malang, Mei 2017

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan dari
mulut sampai anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan
zat gizi atau nutrient seperti air dan elektrolit dari makanan yang dimakan ke
dalam lingkungan internal tubuh.
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi.
Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa
hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan
perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan
beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Perdarahan saluran cerna dapat
menyerang semua orang dan semua golongan.
Perdarahan saluran pencernaan akut merupakan masalah kegawatan medis
dengan jumlah penderita yang masuk rumah sakit 7000 orang per tahun di
Skotlandia. Berdasarkan laporan penelitian di Inggris tahun 2007, angka
mortalitas akibat perdarahan saluran pencernaan akut mencapai tujuh persen.
Sedangkan insidensi kejadian perdarahan saluran pencernaan akut di Skotlandia
Barat mencapai 170/100.000 penduduk dengan angka mortalitas 8,2% (SIGN,
2008).
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan saluran
cerna bagian atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran
cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi di saluran cerna yang dimulai
dari mulut hingga ke 2/3 bagian dari duodenum atau perdarahan saluran cerna
proksimal dari ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas
merupakan masalah kegawatan dengan angka mortalitas di rumah sakit sebesar
10%. Walaupun sudah ada perbaikan manajemen penanganan perdarahan saluran
cerna bagian atas, akan tetapi belum mampu menurunkan angka mortalitas secara
signifikan sejak 50 tahun yang lalu (National Institute for Health and Clinical
Execellence, 2012).
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal dari
usus di sebelah distal ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna
bagian bawah datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar.
Hampir 80% dalam keadaan akut berhenti dengan sendirinya dan tidak
berpengaruh pada tekanan darah. Hanya 25% pasien dengan perdarahan berat dan
berkelanjutan berdampak pada tekanan darah (Edelman, 2007).
Angka kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah di Amerika Serikat
mencapai 22 kasus per 100.000 penduduk dewasa pada tahun 2007. Walaupun
sudah berkembang pemeriksaan diagnostik yang canggih, namun 10% dari jumlah
kasus perdarahan saluran cerna bagian bawah, lokasi perdarahan tidak bisa
teridentifikasi (Edelman, 2007).
Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna
seharusnya memperhatikan kebutuhan pasien, hal yang disukai pasien, serta
memperhatikan aspek spiritual dan kepercayaan pasien. Komunikasi yang baik
dan efektif antara pasien dan petugas kesehatan mutlak diperlukan. Selain itu
pelayanan keperawatan yang diberikan harus mengacu pada aspek
biopsikososiokultural dan spiritual pasien (National Institute for Health and
Clinical Execellence, 2012).
Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik menulis makalah
asuhan keperawatan pada klien dengan perdarahan saluran pencernaan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan asuhan
keperawatan pada pasien dengan perdarahan saluran pencernaan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah :
a. Menjelaskan definisi perdarahan saluran cerna
b. Menjelaskan etiologi perdarahan saluran cerna
c. Menjelaskan patofisiologi perdarahan saluran cerna
d. Menjelaskan klasifikasi perdarahan saluran cerna
e. Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan saluran cerna
f. Menjelaskan komplikasi perdarahan saluran cerna
g. Menjelaskan pemeriksaan penunjang perdarahan saluran cerna
h. Menjelaskan penatalaksanaan medis perdarahan saluran cerna
i. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan perdarahan
saluran pencernaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana
saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa
di temukannya darah dalam tinja atau muntuh darah, tetapi gejala bisa juga
tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan
yang terjadi di saluran cerna bila di sebabkan oleh adanya erosi arteri akan
mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat di hentikan dengan
penatalaksanaan medis saja. (Mansjoer,2000).

B. ETIOLOGI
Penyebab perdarahan saluran bagian atas terbanyak di indonesia adalah
karena pecahnya varises esophagus dengan rata rata 45-50% seluruh perdarahan
saluran cerna bagian atas.
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas di antaranya :
Kelainan esophagus : varises , esophagitis, keganasan
Kelainan lambung dan duodenum : tukak lambung & duodenum,
keganasan
Penyakit darah : leukemia, purpura trombositopenia
Penyakit sistemik : uremia
Pemakaian obat yang ulserogenik : gol. Salisilat, kortokosteroid,
alkohol
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah
Tumor ganas
Polip : pertumbuhan jinak atau polip di usus besar yang umum dan
dapat menyebabkan kanker.
Colitis ulseratif : Infeksi, penyakit seperti penyakit Crohn s,
kurangnya aliran darah ke usus besar, dan radiasi dapat menyebabkan
kolitis - radang usus besar.
Penyakit chron
Angiodiplasia : Penuaan menyebabkan angiodisplasia - kelainan pada
pembuluh darah usus.
Hemorrhoid (wasir) : Wasir pembuluh darah membesar di anus atau
rektum yang bisa pecah dan berdarah. Fissures, atau bisul, luka atau
air mata di daerah dubur.
Hemoragik massif saluran cerna bagian atas (Suparman, 1987)

C. KLASIFIKASI
Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah / lower gastrointestinal bleeding
(LGIB). (Mansjoer, 2000)

D. TANDA DAN GEJALA


Gejalanya bisa berupa :
1. Muntah darah (Hematemesis)
Adalah muntah darah dan biasanya di sebabkan oleh penyakit saluran
cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per
rectal yang mengandung campuran darah biasanya disebabkan oleh
perdarahan usus proksimal (Grace & Borley,2007).
2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (Melena)
Tinja berwarna hitam merupakan akibat dari perdarahan di saluran bagian
atas. Misalnya lambung atau duodenum. Warna hitam terjadi Karena darah
tercemar oleh asam lambung dan pencernaan kuman selama beberapa jam
sebelum keluar dari tubuh. Sekitar 200 gram darah dapat menghasilkan
tinja yang berwarna kehitaman.
3. Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia)
4. Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut.
Gangguan ini dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam atau
cairan panas yang pahit
5. Pirosis (Nyeri uluhati)
Pirosis sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat disebabkan oleh
refluks asam lambung atau sekrat empedu kedalam esofahus bagian
bawah, keduanya sangat mengiritasi mukosa.
6. Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-
gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing.
Jika terdapat gejala-gejala tersebut, dokter bisa mengetahui adanya
penurunan abnormal tekanan darah, pada saat penderita berdiri setelah
sebelumnya berbaring.
7. Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah
denyut nadi yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya
pembentukan air kemih. Tangan dan kaki penderita juga akan teraba dingin
dan basah. Berkurangnya aliran darah ke otak karena kehilangan darah,
bisa menyebabkan bingung, disorientasi, rasa mengantuk dan bahkan syok
8. Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari
penyakit lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit
paru-paru dan gagal ginjal, bisa bertmbah buruk. Pada penderita penyakit
hati, perdarahan ke dalam usus bisa menyebabkan pembentukan racun
yang akan menimbulkan gejala seperti perubahan kepribadian, perubahan
kesiagaan dan perubahan kemampuan mental (ensefalopati hepatik).
(Sylfia A. Price, 1994 : 359).

E. PATOFISIOLOGI
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral
dalam submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior
untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar.
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut
menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises).
Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.
Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik
vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi
berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam
berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme
kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi.
Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang
terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan
perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi
metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan
memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang
mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi adalah koma hepatic (suatu sindrom
neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan intelektual,
dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG (PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK)


Berbagai pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk membantu
mendiagnosa abnormalitas sistem gastrointestinal dan abdomen. Adapun
pemeriksaan penunjang atau tes diagnostic yang dilakukan adalah :
a. Sinar X
Serangkaian pemeriksaan abdomen, atau gambaran abdomen dalam tiga
cara, terdiri atas film abdomen datar, film abdomen atas dan dada bagian atas
dengan pasien berdiri tegak, dan film dimana pasien dalam posisi miring pada
salah satu sisi (dekubitus). Radiografi dapat membantu menggambarkan
adanya udara bebas di dalam abdomen yang disebabkan oleh masalah-
masalah seperti perforasi viskus atau pecahnya abses. Obtruksi usus, seperti
yang ditunjukkan oleh dilatasi loop usus dengan tingkat cairan udara atau
volvulus intestine, dapat dilihat dari foto-foto tersebut. Posisi film dekubitus
dapat membantu adanya asites.
b. Endoskopi Gastrointestinal
Prosedur ini merupakan suatu tambahan penting pada pemeriksaan barium
karena prosedur itu memungkinkan untuk dilakukan pengamatan langsung
tentang bagian-bagian traktus intestinal. Instrumen yang digunakan adalah
endoskop serat optic yang lentur. Alat ini dirancang dengan ujung yang dapat
digerakkan sehingga operator dapat memanipulasi sepanjang saluran
intestinal. Alat itu mempunyai saluran instrumen yang memungkinkan untuk
biopsy lesi, seperti tumor, ulser atau peradangan.
Cairan dapat diaspirasikan dari lumen saluran intestine dan udara dapat
dihembuskan untuk menggelembungkan saluran intestine sehingga
mempermudah pengamatan.
Apussitologi dan jerat elektrokauteri dapat juga dimasukkan melalui alat
ini. Endoskop dan kolonoskop dasar untuk intestinal bagian atas dirancang
dalam bentuk yang hampir sama dan hanya berbeda pada diameter dan
panjangnya. Endoskop intestinal atas sebelah sisi juga dirancang untuk
pemeriksaan khusus pada duktus empedu komunis dan duktus pankreatik.
Pengkajian ini disebut endoskopi retrograde kolangiopankreatografi (ERCP).
Indikasi untuk dilakukannya endoskopi intestinal bagian atas sangat
banyak. Dalam lingkup perawatan kritis, indikasi yang paling umum adalah
perdarahan gastrointestinal, yang dapat disebabkan oleh ulkus, gastritis atau
varises esophagus. Endoskopi sangat bermanfaat untuk mendiagnosa
neoplasma saluran intestinal bagian atas. Biopsi atau penyayatan daera
abnormal ini dapat dilakukan untuk mendapatkan bahan diagnosa.
Terapi spesifik dapat dilakukan melalui endoskopi gastrointestinal bagian
atas, termasuk sklerosis varises esophagus. Pada prosedur ini agen
penksklerosing, seperti natrium morhuate, dimasukkan ke vena yang
berdilatasi dalam esofagus dengan harapan akan terjadi jaringan ikat di dalam
vena untuk mencegah perdarahan spontan selanjutnya.
c. Kolonoskopi
Kolonoskopi digunakan untuk mengevaluasi adanya tumor, peradangan
atau polip di dalam kolon. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi kondisi daerah anstomotik dari pembedahan dan mengkaji
derajat striktura baik karena pembedahan atau peradangan.
Kolonoskop dapat dimasukkan melalui rektum menuju sepanjang kolon ke
dalam sekum. Dari sini katup ileosekal dapat dikaji begitu juga abnormalitas
lainnya, seperti adanya karsinoma awal atau polip di sebelah kanan kolon.
Polip ini dapat dikeluarkan melalui endoskopi, atau dapat difulgurasi dan
dibakar. Letak perdarahan khusus seperti yang terjadi pada colitis, polip,
tumor, atau angiodisplasia (pengumpulan pembuluh darah yang abanormal
yang dapat menyebabkan perdarahan terus menerus) dapat diobservasi.
Karena pasien biasanya diberi sedatif sebelum dilakukan prosedur
endoskopi sangat penting mengawasi jalan napasnya untuk mencegah
terjadinya depresi pernapasan atau aspirasi dan untuk memantau tanda-tanda
vital.
d. Pemeriksaan Barium Kontras
Pemeriksaan diagnostic ini sangat penting untuk menemukan abnormalitas
di dalam saluran intestinal. Penyinaran sinar X pada gastrointestinal bagian
atas atau telan barium dilakukan dengan meminta pasien minum minuman
yang telah dicampur dengan barium radioopak, sementara ahli radiologi
mengamati penyalutan dari bahan ini di dalam esofagus, lambung dan usus
halus.
Barium mampu memperlihatkan kelainan struktur seperti tumor atau ulkus
juga dapat menemukan adanya peradangan atau penyempitan. Enema barium
dilakukan dengan memasukkan barium melalui rektum dalam posisi
retrograde ke dalam seluruh kolon. Saluran tipis barium dapat membantu
memperlihatkan letak tumor, polip, diverticulitis atau perdangan seperti
Penyakit Crohn atau Kolitis ulcerative.
e. Ultrasonografi
Pemeriksaan noninvasive ini menggunakan gelombang echo untuk
mendeteksi adanya abnormalitas dalam rongga abdomen. Dilatasi dari duktus
empedu komunis, distensi kandung empedu karena batu empedu, dan
abnormalitas pancreas seperti tumor, pseudokis, atau abses dapat ditemukan.
Aneurisme aorta dapat diperhitungkan untuk membantu memutuskan apakah
diperlukan pembedahan eksisi. Penebalan kolon desenden dan kolon sigmoid
dengan abses perikolonik yang disebabkan oleh kondisi seperti divertikolusis
dapat diidentifikasikan. Prosedur ini biasanya dilakukan pada bagian
radiologi rumah sakit.

f. Computed Axial Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).


Tumor pada hati, pancreas, esofagus, lambung dan kolon dapat
diidentifikasi menggunakan pemeriksaan ini. Tumor retroperitoneal atau
nodus limfe juga dapat dilihat. Dengan menggunakan skan CT, dapat
dilakukan biopsi jarum pada struktur ini untuk menentukan tipe sel tumor.
Jarum ditusukan melalui dinding abdomen dengan menggunakan anestesi
lokal. Jarum kemudian diarahkan ke struktur yang diinginkan dengan bantuan
skan CT. Cairan dapat diaspirasikan dan selanjutnya dievaluasi oleh ahli
patologi untuk melihat adanya sel nukleoplastik.
Teknik pengobatan nuklir sering digunakan untuk membantu mendiagnosa
abnormalitas sistem hepatogastrointestinal. Skan radionuclide hepar dapat
membantu menentukan disfungsi sel hepatic. Skaning CT dapat digunakan
untuk menemukan tumor atau abses di dalam hepar atau abdomen bagian
atas.
Cholesintogram dapat dilakukan untuk menentukan kapasitas fungsi
sistem empedu dan patensi duktus empedu dan pembuluh sistik. Pada
perdarahan intestine berulang, jika sumbernya tidak ditemukan, teknik skan
teknetium dapat sangat membantu. Pada teknik ini daerah yang berdarah
diberi label dengan teknetium, dan jika pasien mengalami perdarahan aktif
maka tanda titik panas akan diperlihatkan dalam skan abdomen. Ini
merupakan tes yang sangat tidak khusus untuk menentukan letak perdarahan
yang tepat, tetapi dapat membantu dalam mengarahkan ahli bedah pada letak
yang umum. Angiodisplasia dan perdarahan divertikulum Meckel dapat
didiagnosa dengan prosedur ini.
g. Arteriografi
Prosedur ini sangat berguna untuk menentukan tempat perdarahan yang
biasanya sulit ditentukan. Kateter ditempatkan baik pada arteri mesenterika
superior dan inferior, dan disuntikan kontras. Arteriografi juga sangat
membantu dalam menemukan aneurisme aorta

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Resusitasi cairan dan produk darah :
Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar
Lakukan penggantian cairan intravena : RL atau normal saline
Kaji terus TTV saat cairan diganti
Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian darah
selain cairan
Kadang digunakan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ vital seperti :
dopamin, epineprin dan norefineprin
2. Bilas lambung
Dilakukan selama peroide perdarahan akut (controversial karena
menggangu mekanisme pembekuan normal. Sebagian lain menyakini
lambung dapat membantu membersihkan darah dalam lambung,
membantu mendiagnosa penyebab perdarahan selama endoskofi)
Jika di instruksikan bilas lambung maka 1000-2000 ml air atau normal
salin dalam suhu kamar di masukan dengan menggunakan NGT.
Kemudian dikeluarkan kembali dengan spuit atau di pasang suction
sampai sekresi lambung jernih.
Irigasi lambung dengan cairan normal saline levarterenol agar
menimbulkan vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung obat di kirim
melalui sistem vena porta ke hepar dimana metabolism terjadi,
sehingga reaksi sistemik dapat di cegah. Pengenceran biasanya
menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml larutan.
Pasien beresiko mengalami aspirasi lambung karena pemasangan
NGT dan peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan
yang dugunakan untuk membilas. Pemantauan distensi lambung dan
membaringkan pasien dengan kepala ditinggikan penting untuk
memcegah refkuls isi lambung. Bila posisi tersebut kontraindikasi
maka diganti posisi dekubitus lateral kanan, memudahkan
mengalirkan isi lambung melewati pylorus.

3. Pemberian Pitresi
Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong
maka akan diberikan vasopressin (pitresin ) intravena.
Obat ini menurunkan tekanan vena porta oleh karenanya menurunkan
aliran darah pada tempat perdarahan .
Mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretik.
Ranitidine 2-3 mg/kg/hari diberikan 2 kali sehari
Pada esofagitis berat dan ulkus peptikum : omeprazole 0,6-3
mg/kg/hari 1 kali sehari
4. Mengurangi asam lambung
Turunkan keasaman sekresi lambung dengan obat histamine (H2)
antagonistic : simetidin (tagamet), ranitidine hidrokloride (zantac) dan
famotidin.
Dosis tunggal dapat menurunkan sekresi asam selama hampit 5 jam.
Ranitidine iv : 50mg di cairkan 50ml D5W setiap 6 jam. Simetidin iv :
300 mg dicairkan dalam dosis intermiten 300 mg di cairkan dalam 50
mg D5W setiap 6 jam atau sebagai infuse iv kontinu 50 mg/jam. Hasil
terbaik dicapai jika pH lambung 4 dapat dipertahankan.
5. Memperbaiki status hipokoagulasi
Pemberian vit. K dalam bentuk fitonadion (aqua mephyton) 10 mg im
atau iv dengan lambat untuk mengembalikan masa protrombin
menjadi normal.
Diberikan plasma segar beku.
6. Balon tamponade
Terdapat bermacam balon tamponade : tube sangstaken-blakemore,
Minnesota atau linton-nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdarahan GI bagian
atas karena varises esophagus. Tube sangstaken-blakemore mengandung 3
lumen :
Balon gastric yang dapat diinflasikan dengan 100-200 mL udara
Balon esophagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mmHg
Lumen yang ke 3 untuk mengaspirasi isi lambung tube Minnesota
mempunyai lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk
menghisap sekresi paring. Sedangkan tube linton-nachlas terdiri hanya
satu balon gaster yang dapat di inflasikan dengan 500-600 mL udara.
Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon ini adalah observasi
konstan dan perawatan cermat, dengan mengidentifikasi ketiga ostium selang,
diberi label dengan tepat dan diperiksa kepatenannya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN
SALURAN PENCERNAAN

A. Pengkajian Primer
Pengkajian yang dilakukan menggunakan pendekatan Airway, Breathing,
Circulation, dan Diasability (ABCD).
a. Airway
Untuk mengkaji airway, maka yang dilakukan perawat adalah dengan
teknik look, listen and feel. Look yang dilakukan adalah melihat kebersihan
jalan nafas. Pada kasus perdarahan saluran pencernaan, khususnya saluran
cerna bagian atas biasanya terjadi muntah darah. Oleh karena itu, perawat
harus melakukan pengkajian terhadap risiko terjadinya aspirasi pada saluran
napas. Pada teknik listen, biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas
terdapat suara napas gurgling karena adanya cairan (darah) pada saluran
pernapasan. Untuk feel, perawat merasakan hembusan napas pasien. Pada
kasus perdarahan saluran pencernaan bagian atas, biasanya bisa terjadi
sumbatan parsial atau total pada saluran napas akibat menggumpalnya
(clothing) darah.
b. Breathing
Pada breathing yang perlu dikaji oleh perawat adalah adanya perubahan
frekuensi napas pasien, adanya penggunaan otot-otot pernapasan. Pada
kejadian perdarahan saluran pencernaan, biasanya terjadi penurunan kadar
haemoglobin dalam darah, sehingga transportasi oksigen ke sel terganggu
akibat berkurangnya pengangkut oksigen (Hb) dan berdampak pada
peningkatan frekuensi napas dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
c. Circulation
Untuk mengevaluasi keparahan kehilangan darah dan untuk mencegah
atau memperbaiki penyimpangan klinis syok hipovolemik, perawat harus lebih
sering mengkaji pasien. Pada fase pertama perdarahan, kehilangan darah
kurang dari 800 ml, pasien mungkin hanya akan menunjukkan tanda-tanda
lemah, ansietas, dan berkeringat. Dengan perdarahan yang berlebihan suhu
tubuh meningkat sampai 38,40390 C sebagai respon terhadap perdarahan, dan
bising usus menjadi hiperaktif karena sensitivitas usus besar terhadap darah.
Jika tingkat kehilangan darah berkisar antara sedang sampai berat
(kehilangan >800 ml), respon system saraf simpatis menyebabkan pelepasan
katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin. Keadaan ini pada awalnya
menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan vasokonstriksi vascular
perifer dalam upaya untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Dengan tingkat kehilangan darah sedang sampai berat, akan timbul tanda-tanda
dan gejala syok.
Sejalan dengan berkembanganya gejala-gejala syok, pelepasan
katekolamin akan memicu pembuluh darah pada kulit, paru-paru, intestine,
hepar, dan ginjal untuk berkontraksi, dengan demikian akan meningkatkan
aliran volume darah ke jantung dan otak. Karena penurunan aliran darah pada
kulit, maka kulit pasien akan sangat dingin saat disentuh. Dengan
berkurangnya aliran darah ke paru-paru, terjadi hiperventilasi untuk
mempertahankan pertukaran gas yang adekuat.
Seiring dengan penurunan aliran darah ke hepar, produk sisa metabolisme
akan menumpuk dalam darah. Produk sisa ini, ditambah dengan absorbsi darah
busuk dari traktus intestinal dan penurunan aliran darah melalui ginjal, akan
menyebabkan peningkatan dalam kadar urea darah. Nitrogen urea darah (BUN)
dapat digunakan untuk mengikuti perjalanan perdarahan gastrointestinal. Nilai
BUN di atas 40-dalam lingkup perdarahan gastrointestinal dan kadar kreatinin
normal-menandakan perdarahan major. BUN akan kembali normal kira-kira 12
jam setelah perdarahan berhenti.
Haluaran urin adalah pengukur yang paling sensitif dari volume
intravascular yang harus diukur setiap jam. Dengan menurunnya volume
intravascular, haluaran urin menurun, mengurangi reabsorbsi air oleh ginjal
sebagai respon oleh pelepasan hormon antidiuretik (ADH) oleh lobus posterior
kelenjar pituitary.
Perubahan tekanan darah yang lebih besar dari 10 mmHg, dengan
peningkatan frekuensi jantung 20 kali per menit baik dalam posisi berdiri
maupun duduk, menandakan kehilangan darah lebih besar dari 1000 ml. respon
pasien terhadap kehilangan darah tergantung dari jumlah dan kecepatan
kehilangan darah, usia, derajat kompensasi, dan kecepatan perawat.
Pasien mungkin akan melaporkan rasa nyeri dengan perdarahan
gastrointestinal dan hal ini diduga peningkatan asam lambung yang mengenai
ulkus lambung. Nyeri tekan pada daerah epigastrium merupakan tanda yang
tidak umum terjadi. Abdomen dapat menjadi lembek atau distensi. Hipertensi
sering hiperaktif karena sensitivitas usus terhadap darah.
Pemasangan IV line 2 jalur dengan menggunakan IV cath ukuran besar
diperlukan untuk mengantisipasi penambahan cairan dan tranfusi darah.
d. Disability
Pada disability yang perlu dikaji perawat adalah tingkat kesadaran. Untuk
mengkaji tingkat kesadaran digunakan GCS (Glasgow Coma Scale). Selain itu
reaksi pupil dan juga reflek cahaya juga harus diperiksa.
e. Exposure
Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah membuka seluruh pakaian
pasien dan melakukan pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Perawat mengkaji adanya etiologi lain yang mungkin menyebabkan gangguan
pencernaan.
B. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Penyakit
Yang perlu dikaji pada pengkajian primer ini antara lain penyakit yang
pernah diderita pasien, misalnya hepatitis, penyakit hepar kronis, hemorrhoid,
gastritis kronis, dan juga riwayat trauma.
b. Status Nutrisi
Yang perlu dikaji pada status nutrisi adalah menggunakan prinsip A, B, C,
D, yaitu :
Anthopometri
Yang bisa dikaji dari anthopometri antara lain : BB dan TB pasien
sebelum sakit.
Biochemical
Pada biochemical, pengkajian dengan mempertimbangkan nilai
laboratorium, diantaranya : nilai Hb, Albumin, globulin, protein total, Ht,
dan juga darah lengkap.

Clinical
Pada pengkajian clinical, perawat harus mempertimbangkan tanda-
tanda klinis pada pasien, misalnya tanda anemis, lemah, rasa mual dan
muntah, turgor, kelembaban mukosa.
Diit
Pada diit, perawat bisa berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan kebutuhan kalori pada pasien. Selain itu, komposisi nutrisi pada
pasien juga harus diperhatikan. Pemberian nutrisi enteral dini lebih
menguntungkan pada penderita perdarahan saluran cerna karena pemberian
nutrisi enteral dini dapat memperkecil permiabilitas intestinal, menurunkan
translokasi bakteri dan juga dapat mencegah multi organ failure. Selain itu
pemberian nutrisi enteral pada pasien dengan perdarahan saluran cerna juga
dapat meningkatkan aliran darah pada gaster, mempertahankan aliran darah
pada kolon. Selain itu, pemberian nutrisi enteral dan ranitidine juga dapat
menurunkan insiden perdarahan gastrointestinal. Nutrisi enteral
(karbohidrat, lemak, dan protein), juga dapat memicu vasodilatasi lapisan
mukosa saluran cerna. Karbohidrat dapat meningkatkan aliran darah
mesenterika 70%, lemak dapat meningkatkan aliran darah mesenterika 40%.
Perhitungan nutrisi pada pasien dapat dilakukan dengan beberapa
formulasi, namun pada makalah ini perhitungan nutrisi pada pasien
dilakukan dengan menggunakan formula Harris Benedict yang menghitung
dari kebutuhan kalori basal (KKB), yaitu:
Laki-laki KKB = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) (6.8 x U)
Wanita KKB = 65.5 + (9.6 x BB) + (1.7 x TB) (4.7 x U)
Keterangan :
BB : Berat Badan (kg) (ideal)
TB : Tinggi Badan (cm)
U : Umur (tahun)
Untuk Indonesia dapat menggunakan:
KKB = 40 x (TB 100).
Dengan faktor koreksi:
Stress ringan (1) : 1.3 x KKB
Stress sedang (2) : 1.5 x KKB
Stress berat (3) : 2.0 x KKB
Berikut adalah gradasi stress :
0 1 2 3

150 25
20

Glukogen/Ins 2 2.5 0.8 3.0 0.7 8 1.5


ulin 0.5

Pada kasus perdarahan saluran cerna bagian atas yang bukan karena
varises dan tidak ada penyakit hati kronis, maka pasien tidak perlu
dipuasakan. Perawat atau ahli gizi harus memberikan diit secara bertahap,
mulai dari diit cair, saring, lunak, dan padat (normal). Komposisi nutrisi dan
kebutuhan kalori yang diberikan harus sesuai dengan penyakit dasar pasien.
Tetapi jika perdarahan saluran cerna atas tersebut berasal dari varises
esofagus, maka tidak ada anjuran untuk dipuasakan, tetapi pemberian nutrisi
enteral ditunda saat perdarahan aktif. Nutrisi enteral dapat dilanjutkan tanpa
menunggu produk NGT jernih. Bila perlu, pemberian parenteral nutrisi
sampai perdarahan berhenti lalu dilanjutkan diit secara bertahap mulai diit
cair, saring, lunak dan normal lagi dengan komposisi nutrisi dan kebutuhan
kalori sesuai penyakit dasar.
Pada pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah, terutama
pada Chron disease nutrisi parenteral dapat meredakan symptom selama
acute attack dan kambuh ketika kembali ke nutrisi oral. Prinsip pamberian
nutrisi pada inflammatory bowel disease tidak membebani bagian/segmen
saluran cerna yang sedang sakit berat. Pada pasien yang mengalami diare
berat 10-20x/hari, maka pemberian elektrolit dan cairan harus dilakukan
untuk menggantikan kehilangan cairan dan elektrolit.
c. Status Eliminasi
Yang harus dikaji pada status eliminasi pada pasien dengan perdarahan
saluran cerna, antara lain warna feses, konsistensi, serta bau dari feses. Selain
itu perlu juga dikaji adanya rasa nyeri saat BAB. Bising usus juga harus
dimonitor terus untuk menentukan status peristaltik.
C. Pemeriksaan diagnostik
Hitung hematokrit dan hemoglobin diperintahkan dengan hitung darah
lengkap. Adalah penting untuk menganggap bahwa hematokrit umumnya tidak
berubah pada jam-jam pertama setelah perdarahan gastrointestinal akut karena
mekanisme kompensasi. Cairan yang diberikan pada saat masuk juga
mempengaruhi hitung darah. Jumlah sel darah putih dan glukosa mungkin
meningkat, mencerminkan respon tubuh terhadap stress. Penurunan kalium dan
natrium kemungkinan terjadi karena disertai muntah. Tes fungsi hepar biasa
digunakan untuk mengevaluasi integritas hematologi pasien. Perpanjangan masa
protombin dapat menandakan penyakit hepar atau terapi bersamaan jangka
panjangf anti koagulan. Alkalosis respiratori umumnya terjadi karena adanya
aktivasi dari system saraf simpatik terhadap kehilangan darah. Jika kehilangan
sebagian besar darah, maka akan terjadi asidosis metabolik sebagai akibat dari
metabolisme anaerobic. Hipoksemia mungkin juga akan terjadi karena penurunan
kadar hemoglobin yang bersirkulasi dan dihasilkan kerusakan transport oksigen
ke sel-sel.
Pemeriksaan PT/PTT diperlukan untuk mengetahui apakah ada gangguan
dalam hal waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah. Pemeriksaan cross-
match diperlukan juga sebelum dilaksanakan tranfusi darah.
Endoskopi adalah prosedur pilihan untuk mendiagnosa ketepatan letak dari
perdarahan, karena inspeksi langsung mukosa adalah mungkin dengan
menggunakan skop serat optik. Endoskopi yang fleksibel memungkinkan tes ini
dilakukan di tempat tidur dan tes ini secara rutin dilakukan oleh dokter setelah
pasien secara hemodinamik stabil. Ketepatan diagnostik dari tes ini berkisar antara
60% sampai 90%.

D. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Diagnosa : Defisit volume cairan yang berhubungan dengan


kehilangan darah akut.

Kriteria hasil / : Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik


Tujuan-tujuan
pasien

1. Pantau tanda-tanda vital setiap jam.


Intervensi :
2. Pantau nilai-nilai hemodinamik (missal SAP,
Keperawatan
DAP, TDKP, IJ, CJ, TVS).
3. Ukur haluaran urin setiap 1 jam.
4. Ukur masukan dan haluaran dan kaji
keseimbangan.
5. Berikan cairan pengganti dan produk darah
sesuai instruksi. Pantau adanya reaksi-reaksi
yang merugikan terhadap komponen terapi
(missal reaksi transfusi).
6. Tirah baring total, baringkan pasien pada posisi
terlentang dengan kaki ditinggikan untuk
meningkatkan preload pasien jika pasien
mengalami hipotensif. Jika terjadi normotensif,
tempatkan tinggi bagian kepala tempat pada 45
dewrajat untuk mencegah aspirasi lambung.
7. Perkecil jumlah darah yang diambil untuk
analisa laboratorium.
8. Pantau hemoglobin dan hematokrit.
9. Pantau elektrolit yang mungkin hilang bersama
cairan atau berubah karena kehilangan atau
perpindahan cairan.
10. Periksa feses terhadap darah untuk 72 jam
setelah masa akut.

b Diagnosa : Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan


. dengan penurunan kapasitas angkut oksigen dan
dengan faktor-faktor risiko aspirasi.

Kriteria hasil / : Pasien akan mempertahankan oksigenasi dan


Tujuan-tujuan pertukaran gas yang adekuat.
pasien

1. Pantau SaO2 dengan menggunakan oksimetri


Intervensi :
atau ABGs.
Keperawatan
2. Pantau bunyi nafas dan gejala-gejala pulmonal.
3. Gunakan supplemental O2 sesuai instruksi.
4. Pantau suhu tubuh.
5. Pantau adanya distensi abdomen.
6. Baringkan pasien pada bagian kepala tempat
tidur ditinggikan jika segalanya memungkinkan.
7. Pertahankan fungsi dan patensi kateter
nasogastrik dengan tepat.
8. Atasi segera mual.

c. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap infeksi : yang berhubungan


dengan aliran intravena.

Kriteria hasil / : Pasien tidak akan mengalami i9nfeksi nosokomial.


Tujuan-tujuan
pasien

1. Pertahankan kestabilan selang intravena.


Intervensi :
Amankan aplians intravena berikut selangnya.
Keperawatan
2. Ukur suhu tubuh setiap 4 jam.
3. Pantau system intravena terhadap patensi,
infiltrasi, dan tanda-tanda infeksi (nyeri
setempat, inflamasi, demam, sepsis).
4. Ganti letak intravena setiap 48-72 jam dan prn.
5. Ganti larutan intravena sedikitnya setiap 24
jam.
6. Pantau letak insersi setiap penggantian tugas.
7. Dokumentasikan tentang selang, penggantian
balutan, dan keadaan letak insersi.
8. Gunakan teknik aseptic saat mengganti balutan
dan selang. Pertahankan balutan yang bersih,
transparan, dan steril.
9. Ukur SDP terhadap kenaikan.
10. Lepaskan dan lakukan pemeriksaan kultur bila
terjadi tanda-tanda dan gejala-gejala infeksi.

d Diagnosa : Ansietas : yang berhubungan dengan sakit kritis,


. ketakutan akan kematian ataupun kerusakan
bentuk tubuh, perubahan peran dalam lingkup
sosial, atau ketidakmampuan yang permanen.

1. Pasien akan mengekspresikan ansietasnya pada


Kriteria hasil / :
nara sumber yang tepat.
Tujuan-tujuan
2. Pasien akan mulai mengidentifikasi sumber
pasien
ansietasnya.
1. Berikan lingkungan yang mendorong diskusi
Intervensi :
terbuka untuk persoalan-persoalan emosional.
Keperawatan
2. Gerakan system pendukung pasien dan libatkan
sumber-sumber ini sesuai kebutuhan.
3. Berikan waktu pada pasien untuk
mengekspresikan diri. Dengarkan dengan aktif.
4. Berikan-berikan penjelasan yang sederhana
untuk peristiwa-peristiwa dan stimuli
lingkungan.
5. Identifikasi sumber-sumber rumah sakit yang
memungkinkan untuk mendukung pasien atau
keluarganya.
6. Berikan dorongan komunikasi terbuka antara
perawat-keluarga mengenai masalah-masalah
emosional.
7. Validasikan pengetahuan dasar pasien dan
keluarga tentang penyakit kritis.
8. Libatrkan system pendukung religious sesuai
kebutuhan

(Hudak & Galo, 2010)


BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Perdarahan bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan,
mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau
muntah darah,tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui
pemeriksaan tertentu. Perdarahan pada system pencernaan antara lain dapat
disebabkan oleh : robekan jaringan, kanker kerongkongan, iritasi gastritis, luka
pada usus, kanker pada usus, tumor pada usus, penyakit divertikulum, pembuluh
darah abnormal, hemoroid dan robekan pada anus.
Pada penderita pendarahan saluran pencernaan, manifestasi klinis yang
terlihat antara lain: Muntah darah (hematemesis), Mengeluarkan tinja yang
kehitaman (melena) dan Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia). Selain
itu juga menunjukkan gejala-gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat,
nyeri dada dan pusing.
Untuk pengobatan atau penatalaksanaan pada pasien gawat darurat
dengan perdarahan saluran pencernaan dilakukan sesuai dengan penyebab
terjadinya perdarahan. Secara umum penatalaksanaan tersebut ialah dengan cara
menghentikan perdarahan yang terjadi
B. Saran
Adapun saran saran yang dapat penulis berikan dalam usaha
keperawatan pada pasien gawat darurat dengan perdarahan saluran pencernaan ini
adalah :
1. Untuk klien
Klien diharapkan harus senantiasa tetap memelihara kesehatannya, menjaga
pola makan dengan baik dan harus mengerti faktor apa saja yang mencetuskan
terjadinya perdarahan saluran percernaan. Klien juga diharapkan mampu
melakukan pencegahan dan tindakan pengobatan awal jika terjadi perdarahan
saluran pencernaan.
2. Untuk perawat
Bagi teman sejawat, diharapkan benar-benar memahami konsep dasar penyakit
perdarahan saluran pencernaan, karena berdasarkan pengetahuan dan
keterampilan itulah maka perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan yang
komprehensif.
3. Untuk pendidikan
Untuk institusi diharapkan lebih melengkapi literatur yang berkaitan dengan
masalah ini, sehingga dalam penyusunan makalah ini lebih mempermudah
penulis sehingga makalah yang dihasilkan lebih bernilai.
DAFTAR PUSTAKA

Balentine, J.R, 2012, Gastritis overview,


http://www.emedicinehealth.com/gastritis/article_em.htm

Caesar, R, 2010, Sindroma Mallory-Weiss, http://www.medicalera.com

Cagir, B, 2012, Lower Gastrointestinal Bleeding,


http://emedicine.medscape.com/article/188478-overview,

Cappell, M.S, Friedel, D, 2008, Initial Management of Acute Upper


Gastrointestinal Bleeding: From Initial Evaluation up to Gastrointestinal
Endoscopy, Med Clin N Am, vol. 92, pp. 491509,
http://misanjuandedios.org/files/19_HGIS.pdf

Dubey, S, 2008, Perdarahan Gastrointestinal Atas, Dalam Teks Atlas Kedokteran


Kedaruratan Greenberg, vol. 1, pp. 275, Jakarta : Erlangga.

Edelman, D.A, Sugawa, C, 2007, Lower Gastrointestinal Bleeding: a review, Surg


Endosc, vol. 21, pp. 514-520, http://misanjuandedios.org/files/20_HGII_A_.pdf

Goddard, A.F, et al, 2010, The management of gastric polyp, Gut, vol. 59, pp.
1270-1276, http://files.i-md.com/medinfo/material/

Hadzibulic, E, and Govedarica, S, 2007, Significance of Forrest Classification,


Rockalls and Blatchfords Risk Scoring System in Prediction of Rebleeding
in Peptic Ulcer Disease, Acta Medica Medianae, vol.46, pp. 38-43,
http://publisher.medfak.ni.ac.rs/

Hritz, I, 2012, Portal Hypertensive Gastropathy: Clinical Findings and A Case


Report, http://www.gastrosource.com/Patient-Cases/

Hudak, C.M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Alih Bahasa : Ester,
M., dkk. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Muttaqin, A. dan Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

Sudoyo, A.W, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 4, Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai