Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laparatomi adalah salah satu jenis operasi yang di lakukan pada daerah abdomen.
Operasi laparatomy di lakukan apabila terjadi masalah kesehatan yang berat pada area
abdomen, misalnya trauma abdomen. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan
perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi
pembedahan perut.
Tujuan perawatan post laparatomi;
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari laparatomi?
2. Apa saja Etiologi dari laparatomi?
3. Apa Klasifikasi dari laparatomi?
4. Apa saja manifestasi Klinis dari laparatomi
5. Bagaimana patofisiologi dari laparatomi?
6. Jelaskan WOC dari laparatomi?
7. Apa komplikasi dari laparatomi?
8. Apa pemeriksaan penunjang dari laparatomi?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari laparatomi?
10. Jelaskan Konsep asuhan keperawatan post operasi laparatomi?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari laparratomi.
2. Untuk mengtahui etiologi dari laparatomi.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari laparatomi.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis laparatomi.
5. Untuk mengetahui patofisiologi laparatomi.
6. Untuk mengetahui WOC laparatomi.
7. Untuk mengetahui komplikasi yang disebabakan laparatomi.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang lparatomi.
9. Untuk mengetahui bagaimna penatalaksanaan laparatomi.
10. Untuk mengetahui dan memahasi asuhan keperawatan post operasi laparatomi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi. (Lakaman
2011).

Laparatomy yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi (Ramali
Ahmad, 2000 : 194).

Jadi dapat disimpulkan bahwa post laparatomy adalah periode / waktu setelah dilakukan
tindakan pembedahan di daerah perut.

perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yangh diberikan kepada
pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. tujuan perawatan post
laparatomi, yaitu :

1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan yaitu, gangguan perfusi jaringan


sehubungan dengan tromboplebitis, infeksi, kerusakan integritas kulit sehubungan
dengan dehidrasiluka atau eviserasi, ventilasi paru tidak adekuat, gangguuan
kardiovaskuler seperti hipertensi dan aritmia jantung, gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit, ataupun gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.

2.2 Etiologi

Laparatomi dapat disebebkan oleh beberapa hal, yaitu :

1. Obstruksi usus halus disebabkan oleh perlekatan usus, hernia, neoplasma, intususepsi,
volvulus, benda asing, batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula
kolesisenterik, penyakit radang usus (inflammatory bowel disease), striktur,
fibrokistik, dan hematoma.
2. Obstruksi usus besar disebabkan oleh karsinoma, volvulus, kelainan divertikular,
inflamasi, tumor jinak, imfaksi fekal dll.

3
3. Tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polyp
adenoma. Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan ketiga paling sering
ditemui dan menjadi penyebab kematian akibat kanker
4. Apendisitis adalah peradangan dari apendik vermiforis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering.
5. Adenocarcinoma endometrium adalah karsinoma endometrium. Peningkatan angka
kejadian karsinoma endometrium berhubungan dengan meningkatnya status
kesehatan sehingga usia harapan hidup kaum wanita semakin tinggi yang
mengakibatkan jumlah wanita yang berusia lanjut semakin banyak yang diiringi
dengan penggunaan preparat estrogen eksogen atau penggunaan terapi hormon
pengganti untuk mengatasi gejala-gejala menopausenya
6. Kanker Indung Telur merupakan tumor ganas pada ovarium (indung telur). Kanker
ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1 dari 70
wanita menderita kanker ovarium.
7. Peritonitis
a. Peritonitis Primer
Peritonotis primer biasanya disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan
kelenjar getah bening, peritonitis tipe ini sangat jarang ditemukan, insidennya + 1
% dari semua penyebab peritonitis.
b. Peritonitis Sekunder
Peritonitis skunder biasanya terjadi akibat infeksi bakteri, organisme berasal dari
penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduksi internal.
Selain itu juga dapat terjadi dari sumber eksternal seperti cedera atau trauma
(Misal : luka tembak / tusuk).

Bakteri yang biasanya menyebabkan peritonitis ialah E. Coli, Klebsiella, Proteus dan
Pseudomonas. Inflamasi dan Ileus Paralitik adalah efek langsung dari infeksi.
Penyebab umum lain dari peritonitis adalah apendisitis, ulkus periforasi, divertikulitis
dan perforasi usus.

8. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).


9. Perdarahan saluran cerna.
10. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
11. Massa pada abdomen

4
2.3 Klasifikasi
1. Mid-line incision
Midline incision yaitu Insisi pada garis tengah abdomen.

2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm).

3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya


pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

5
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah 4cm
diatas anterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi appendictomy. Latihan - latihan
fisik seperti latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki,
menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur.
Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.(Smeltzer, 2012).

2.4 Manifestasi Klinis

1. Nyeri tekan pada bagian luka.


2. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3. Kelemahan
4. Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
5. Konstipasi
6. Mual dan muntah, anoreksia

2.5 Patofisiologi

Rongga abdomen memuat baik organ-organ yang padat maupun yang berongga.
Trauma tumpul kemungkinan besar menyebabkan kerusakan yang serius bagi organ-
organ padat, dan trauma penetrasi sebagian besar melukai organ-organ berongga.
Kompresi dan perlambatan dari trauma tumpul menyebabkan fraktur pada kapsula dan
parenkim organ padat, sementara organ berongga dapat kolaps dan menyerap energi
benturan. Bagaimanapun usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen, rentan
untuk mengalami oleh trauma penetrasi. Secara umum, organ-organ padat berespons
terhadap trauma dengan perdarahan. Organ-organ berongga pecah dan mengeluarkan
isinya dan ke dalam rongga peritoneal menyebabkan peradangan dan infeksi.

6
Diagnosis dini adalah penting pada trauma abdomen. Pasien yang memperlihatkan
adanya cedera abdomen penetrasi fasia dalam peritoneal, ketidakstabilan hemodinamik,
atau tanda-tanda dan gejala-gejala abdomen akut dilakukan eksplorasi dengan
pembedahan. Pada kebanyakan kasus trauma abdomen lainnya, dilakukan lavase
peritoneal diagnostic (LPD). LPD yang positif juga mengharuskan dilakukan ekplorasi
pembedahan.
Baik LPD ataupun scan CT adalah 100 % diagnostic, sehingga pasien-pasien trauma
dengan hasil negatif harus diobservasi. Dilakukan serangkaian pengukuran tingkat
hematokrit dan amylase. Pengobatan nyeri mungkin ditunda sehingga tidak mengaburkan
tanda-tanda dan gejala-gejala yang potensial. Masukan per oral juga ditunda untuk
berjaga-jaga jika diperlukan pembedahan. Pasien dikaji untuk mendapatkan tanda-tanda
abdomen akut : distensi, rigiditas, guarding dan nyeri lepas. Eksplorasi pembedahan
menjadi perlu dengan adanya awitan setiap tanda-tanda dan gejala-gejala yang
mengindikasikan cedera. Penggunaan T abdomen telah memperoleh popularitas dan
sering digunakan atau sebagai tambahan pada LPD. Cedera retroperitoneal, seringkali
terlewatkan dengan LPD dan bahkan dengan pembedahan eksplorasi, sering dapat
diidentifikasi dengan CT san. Namun CT scan tidak terlalu diandalkan dalam mendeteksi
cedera pada organ-organ berongga.

2.6 WOC
Terlampir

2.7 Komplikasi
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh
darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
2. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram
positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka

7
yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan
antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah
keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi
adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat
pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
4. Ventilasi paru tidak adekuat
5. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi,
kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan
adanya lesi pada saluran kencing.

Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.


Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau
20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah
dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium.

Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;

Respiratory: Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.


Sirkulasi: Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
Persarafan : Tingkat kesadaran.

8
Balutan: Apakah ada tube, drainage ? Apakah ada tanda-tanda infeksi? Bagaimana
penyembuhan luka ?
Peralatan: Monitor yang terpasang, cairan infus atau transfusi.
Rasa nyaman: Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.Pengkajian

2.9 Penatalaksaan
Tirah Baring total 24 jam, kemudian mobilisasi secara bertahap.
Kontrol tensi, nadi tiap 15 menit, suhu tiap 30 menit bila stabil tiap 4 jam.
Selama 13-24 jam pertama, pemasukan makanan per os distop. Kemudian secara
bertahap diberikan makanan cair hingga padat sesuai keadaan penderita.
Bila kesakitan, berikan analgetik narkotik, betadine 50mg maksimal 4 kali dalam 24
jam.
Perawatan pasca pembedahan :
1. Tindakan keperawatan
a. Monitor kesadaran, ttv, CPV, intake dan output.
b. observasi dan catat sifat darai drain (warna,jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati-hati, jangan
sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril.
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan
sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post iperasi adalah
makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung anti oksidan
membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (Nothing PerOral).
biasanya makanan bari diberikan jika :
Perut tidak kembung.
Peristaltik usus normal.
Flatus positif.
Bowel movement positif.

9
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring di tempat tidur agar keadaannya
stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan
perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan
abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Sistem perkemihan
Kontrol volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6-8 jam post
anastesia. Inhalasi, IV, spinal. nasthesia, infuse IV, manipulasi operasi :
retensio urine.
Pencegahan : inspeksi, palpasi, perkus : abdomen bawah (distensi buli-
buli).
Dower chateter : kaji warna, jumlah urin, output urine < 30 ml / jam:
komplikasi ginjal, sistem gastrointestinal.
Mual, muntah : 40% klien dengan GA selama 24 jam pertamadapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dapat meningkatkan TIK pada
bedag kepala dan leher serta TIO meningkat.
Kaji fungsi gastrointestinal dengan auskultasi suara usus
Kaji paralitik ileus : suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 8 jam.
Insersi Ng tube intra operatif mencegah komplikasi post operasi dengan
dekompresi dan drainase lambung.
Meningkatkan istirahat.
Memberikan kesempatan penyembuhan pada Gi trac bawah.
Memonitor pendarahan.
Mencegah obstruksi usus.
Irigasi dan pemberian obat.

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI LAPAROTOMI

3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara
keseluruhan. Pada tahap ini semua data atau informasi tentang klien yang dibutuhkan
dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1999 : 57).
Tahap pengkajian keperawatan pada klien dengan post laparatomi sama seperti pada kasus
keperawatan lainnya yaitu terdiri dari dua tahap :

a. Pengumpulan Data

1) Identitas klien dan penanggung jawab: Identitas klien terdiri dari : nama, umur,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian. Identitas penanggung jawab terdiri dari :
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.

2) Riwayat Kesehatan Klien.

1. Alasan Masuk Perawatan : Menggambarkan tentang hal-hal yang


menjadikan pasien dibawa ke Rumah Sakit dan dirawat.

2. Keluhan Utama: Keluhan utama ini diambil dari data subjektif atau objektif
yang paling menonjol yang dialami oleh klien. Keluhan utama pada klien
peritonitis ialah nyeri di daerah abdomen, mual, muntah, demam (Brunner
& Suddarth, 2002 : 1104).

3. Riwayat Kesehatan Sekarang


Riwayat kesehatan sekarang adalah pengembangan dari keluhan utama dan
data yang menyertai menggunakan pendekatan PQRST (Priharjo, 1996 :
10).
P (Paliatif) : Faktor pencetus / penyebab yang dapat memperingan dan
memperberat keluhan klien.

11
Q (Qualitas) : Menggambarkan seperti apa keluhan dirasakan.
R (Region) : Mengetahui lokasi dari keluhan yang dirasakan, apakah
keluhan itu menyebar atau mempengaruhi area lain.
S (Severity) : Merupakan skala / intensitas keluhan.
T (Time) : Waktu dimana keluhan itu dirasakan.

4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Pada kesehatan masa lalu ini dikaji tentang faktor resiko penyebab masalah
kesehatan sekarang serta jenis penyakit dan kesehatan masa lalu. Pada klien
post operasi akibat peritonitis, perlu dikaji mengenai riwayat penyakit
saluran pencernaan (seperti Typhoid, Apendicitis, dll) dan riwayat
pembedahan sebelumnya.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pada riwayat kesehatan keluarga ini dikaji tentang penyakit yang menular
atau penyakit menurun yang ada dalam keluarga.

6. Pola Aktivitas Harian


Pengkajian pada pola aktivitas ini adalah membandingkan antara kebiasaan
selama di rumah sakit sebelum sakit dan selama sakit di rumah sakit
meliputi

a. Pola Nutrisi: Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan,


pantangan makanan, alergi terhadap makanan dan nafsu makan.
Biasanya pada klien post operasi akibat peritonitis terdapat mual,
muntah dan anoreksia.

b. Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi yang harus dikaji meliputi frekuensi buang air
besar, konsistensinya dan keluhan selama buang air besar. Frekuensi
buang air kecil, warna, jumlah urine tiap buang air kecil. Pada klien
dengan post operasi biasanya dijumpai penurunan jumlah urine akibat
intake cairan yang tidak adekuat akibat pembedahan.

12
c. Pola Istirahat dan Tidur
Pada pola istirahat tidur yang harus dikaji adalah lama tidur dalam
sehari, kebiasaan pada waktu tidur. Pada klien post operasi bisa
ditemukan gangguan pola tidur karena nyeri.

d. Pola Personal Hygiene


Pola personal hygiene yang harus dikaji adalah kemampuan klien
perawatan diri seperti mandi, gosok gigi, keramas, gunting kuku, dll.
Pada klien dengan post operasi biasanya klien tidak dapat melakukan
personal hygiene secara mandiri karena keterbatasan gerak akibat
pembedahan dan nyeri.

e. Pola Aktivitas
Pada pola aktivitas meliputi kebiasaan aktivitas sehari-hari. Pada klien
dengan post operasi biasanya ditemukan keterbatasan gerak akibat
nyeri.

7. Pemeriksaan Fisik

a. Penampilan Umum Penampilan umum klien setelah dilakukan


pembedahan biasanya tampak lemah, gelisah, meringis (Doengoes,
2000 : 514).

b. Pemeriksaan Fisik Persistem

1. Sistem Pernafas : Kepatenan jalan nafas, kedalaman, frekuensi dan


karakter pernafasan, sifat dan bunyi nafas merupakan hal yang
harus dikaji pada klien dengan post operasi (Brunner & Suddarth,
2002 : 468).
Pernafasan cepat dan pendek sering terjadi mungkin akibat nyeri.
Pernafasan yang bising karena obstruksi oleh lidah dan auskultasi
dada didapatkan bunyi krekels (Brunner & Suddarth, 2002 : 468).

2. Sistem Kardiovaskuler
Pada klien post operasi biasanya ditemukan tanda-tanda syok
13
seperti takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi dan penurunan
suhu tubuh.

3. Sistem Gastrointestinal
Ditemukan distensi abdomen, kembung (penumpukan gas), mukosa
bibir kering, penurunan peristaltik usus juga biasanya ditemukan
muntah dan konstipasi akibat pembedahan.

4. Sistem Perkemihan
Terjadi penurunan haluaran urine dan warna urine menjadi pekat /
gelap, terdapat distensi kandung kemih dan retensi urine.

5. Sistem Muskuloskeletal
Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri di abdomen
dan efek dari pembedahan atau anastesi sehingga menyebabkan
kekakuan otot.

6. Sistem Neurologi
Nyeri dirasakan bervariasi, tingkat dan keparahan nyeri post operasi
tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi
individu serta toleransi yang ditimbulkan oleh nyeri.

7. Sistem Integumen
Ditemukan luka akibat pembedahan di area abdomen. Karakteristik
luka tergantung pada lamanya waktu setelah pembedahan.

8. Aspek Psikologis

a. Status Emosional
Kemungkinan ditemukan emosi klien jadi gelisah dan labil,
karena proses penyakit yang tidak diketahui / tidak pernah
diderita sebelumnya dan akibat pembedahan.

14
b. Konsep Diri
Menurut Keliat (2001 : 9) terdapat lima komponen dalam
konsep diri, yaitu :

1. Body Image / Gambaran Diri


Mencakup persepsi dengan perasaan terhadap tubuhnya,
bagi tubuh yansg disukai dan tidak disukai.

2. Harga Diri
Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh memenuhi ideal diri. Aspek
utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang
lain.

3. Ideal Diri
Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas / peran dan
harapan terhadap penyakitnya.

4. Peran
Peran yang diemban dalam keluarga atau kelompok
masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan
tugas /
peran tersebut.

5. Identitas
Status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya.
c) Stressor
Stressor adalah setiap faktor yang menimbulkan stress atau
mengganggu keseimbangan (Keliat, : 2001). Seseorang yang
mempunyai stresor akan mempersulit dalam proses suatu
penyembuhan penyakit.

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping ini merupakan suatu cara bagaimana
15
seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan stress
yang dihadapi (Keliat : 2001).

7. Harapan dan Pemahaman Klien tentang Kondisi Kesehatan


yang dihadapi.
Hal ini perlu dikaji agar tim kesehatan dapat memberikan
bantuan dengan efisien.

9. Aspek Sosial dan Budaya


Pengkajian ini menyangkut pada pola komunikasi dan interaksi
interpersonal, gaya hidup faktor sosiokultural serta support sistem
yang ada pada klien.

10. Aspek Spiritual


Aspek ini menyangkut tentang kepercayaan dan keyakinan terhadap
Tuhan dan cara untuk menjalankan ibadah.

11. Data Penunjang


Data penunjang ini terdiri dari farmakotherapi / obat-obatan yang
diberikan kepada klien, serta prosedur diagnostik yang dilakukan
kepada klien seperti pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan
Rontgen.

3.2Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan insisi, distensi abdomen, immobilisasi.


2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah, kehilangan air
dengan abnormal.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan, perubahan sensasi.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya mikroorganisme
sekunder akibat pembedahan
5. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur preoperative.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak mengenal sumber
informasi.

16
3.3Perencanaan

NO Tujuan & KH Rencana Tindakan Rasional


1 Setelah dilakukan 1. Kaji skala 1. Analisa secara seksama
nyeri atau karekteristik nyeri membatu
perawatan 3x24
ketidaknyaman diffirensial diagnosis nyeri.
jam nyeri dapat an dengan Standarisasi skala nyeri
skala 0 10. menunjang keakuratan2.
berkurang
2. Pantau tanda- 2. Respon outonomik meliputi
dengang KH : tanda vital pada tekanan darah, nadi dan
3. Ajarkan teknik pernafasan, yang berhubungan
a. Melaporkan
manajemen dengan keluhan / penghilang
nyeri hilang
nyeri : nafas nyeri. Abnormalitas tanda vital
b. Tampak
dalam, guide terus menerus memerlukan
rileks, mempu
imagery, evaluasi lanjut.3.
beristirahat
relaksasi, 3. Manajemen pengalihan fokus
dengan tepat
visualisasi dan perhatian nyeri. Pendidikan
c. Pasien akan
aktivitas pada pasien untuk mengurangi
menunjukan
terapeutik. nyeri, setiap orang memiliki
teknik relaksasi
4. Kaji secara perbedaan derajat nyeri yang
individu yang
komprehensif dirasakan
efektif dalam
kondisi nyeri 4. Laporan pasien merupakan
mencapai
termasuk indikator terpercaya mengenai
kenyamanan
lokasi, eksistensi dan intensitas nyeri
d. Mempertaha
karakteristik, pada pasien dewasa. Baru atau
nkan level nyeri
onset, durasi, peningkatan nyeri memerlukan
pada skala nyeri
frekuensi, medikal evaluasi segera.5.
yang dapat
kuantitas atau 5. Respon verbal dapat menjadi
ditoleransi (skala
kualitas nyeri, indikasi adanya dan derajat
0-10)
dan faktor nyeri yang dirasakan. Respon
e. Mengakui
presipitasi/pen non verbal menampilkan
faktor penyebab
cetus. kondisi nyeri.6.
sehingga dapat
5. Observasi 6. Menurunkan laju metabolic dan
menggunakan
secara verbal iritasi usus karena oksin
pengukuran untuk
atau nonverbal sirkulasi/local, yang membantu
mencegah nyeri
ketidaknyaman menghilangkan nyeri dan
akibat
an. meningkatkan penyembuhan.
6. Kolaborasi mengontrol atau mengurangi
pemberian nyeri untuk meningkatkan
analgesic, istirahat dan meningkatkan
narkotika, kerja sama dengan aturan
sesuai terapeutik.
indikasi.

2 Setelah dilakukan 1. Monitor dan 1. Terapi diuretik, hipertermia,


pembatasan intake cairan dapat
perawatan 3x24 perbaiki intake
menimbulkan kekurangan
jam nutrisi output, antara cairan. Pengukuran tiap jam
dan perbandingannya dapt

17
terpenuhi dengan setiap jam dan mendeteksi kekurangan
2. Hasil laboratorium menambah
KH : perbandingkan
keadaan objektif dari
1. Menunjuk . Ukur dan ketidakseimbangan. Penurunan
an level osmolalitas urine berhubungan
dokumentasika
elektrolit, dengan diuresis, peningkatan
BUN, n output urine serum osmolalitas, serum
hematokrit sodium dan hematokrit
setiap 1-4 jam.
dan serum menunjukan hemokonsentrasi
osmolalita 2. Monitor hasil 3. Hasil laboratorium menambah
s dalam keadaan objektif dari
laboratorium
keadaan ketidakseimbangan. Penurunan
normal.1. sesuai indikasi osmolalitas urine berhubungan
2. Urine dengan diuresis, peningkatan
(osmolalitas
output serum osmolalitas, serum
dalam urine sodium dan hematokrit
batas menunjukan hemokonsentrasi
<200mOsm/kg
normal3. 4. Edema dapat terjadi karena
3. Hasil , osmolalitas perpindahan cairan berkenaan
hemodina dengan penurunan kadar
serum >300
mika albumin serum/protein.
dalam mOsm/kg, 5. Cairan isotonic adalah
batas pengganti cairan untuk
serum sodium
normal kehilangan cairan tubuh.
>145 mEq/L, Produk darah, koloid, atau
albmin, dapat digunakan untuk
peningkatan
peningkatan MAP. Monitor
level BUN dan digunakan untuk mencegah
overload volume cairan. Cairan
hematokrit)
dengan potassium harus
3. Pantau tanda- dipantau dengan seksama
karena pottasium mengiritasi
tanda vital
vena dan infus potassium yang
dengan sering, cepat dapat menyebabkan
hiperkalemia. Hipertermia dan
perhatikan
infeksi terjadi akibat kehilangan
peningkatan cairan karena peningkatan
metabolic, peningkatan keringat
nadi dan
dan ekskresi cairan melalui
perubahan pernafasan.
tekanan darah.
4. Perhatikan
adanya edema
5. kolaborasi
pemberian
terapi sesuai
indikasi,
18
biasanya
cairan isotonic
dengan
penambahan
potassium
klorida jika
serum
potassium
rendah. Pantau
akses IV ,
antisipasi
peningkatan
pemberian
cairan jika
hipertermia
atau adanya
infeksi.
3 Setelah dilkukan 1. Monitor 1. Permulaan pengkajian yang
perawatan 3x24 karakteristik merupakan langkah awal utnuk
jam pasien dapat luka meliputi memberikan perawatan
mengetahui lokasi, individual. Penemuan abnormal
tentang infeksi ada/tidaknya dapat menjadi data untuk
dengan KH : dan karakter masalah dan dapat digunakan
1. Pasien eksudat, untuk pedoman perencanaan
akan
ada/tidaknya perawatan
menunjuk
an jaringan 2. Pencegahan komplikasi luka
perwatan
nekrotik, terhadap kontaminasi silang
optimal
kulit dan ada/tidaknya dan membantu penyembuhan
luka
tanda-tanda luka.
secara
rutin infeksi (nyeri, 3. Pencegahan kerusakan kulit
2. Menunjuk
bengkak, merupakan salah satu
an
intgritas kemerahan, penanganan mudah masalah
kulit dan
peningkatan sebelum kerusakan kulit
membrane
mukosa sushu, berkembang
19
adekuat ( penurunan 4. Menurunkan imunokompentesi,
temperatur
fungsi). ini mempengaruhi pemulihan
e jaringan,
elastisitas, 2. Bersihkan dan luka pada infeksi.
hidrasi,
ganti balutan Meningkatkan vaskulitis dan
pigmentas
i, dan (wound care) fibrosis pada jaringan
warna)
luka dengan penyambung, mempengaruhi
3. Mencapai
pemulihan teknik steril.
luka tepat
3. Minimalisir
waktu
tanpa ada penekanan
komplikas
pada bagian
i.
luka.
4. kolaborasi
pemberia
antibiotic
sesuai indikasi

20
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Laparatomi adalah salah satu jenis operasi yang di lakukan pada daerah abdomen.
Operasi laparatomy di lakukan apabila terjadi masalah kesehatan yang berat pada area
abdomen, misalnya trauma abdomen

4.2 Saran
Semoga makalah ini dapat di pahamai dan dimengerti oleh pembaca

21
DAFTAR PUSTAKA
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8
Vol.3. EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran
Bandung
Soeparman, dkk. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Callahan MD MPP, Tamara L. 2005. Benign Disorders of the Upper Genital

22

Anda mungkin juga menyukai