Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KGD 1

KEGAWATDARURATAN PADA SALURAN CERNA ATAS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VII

ERNA NELZZA 04021181320001

WILLA ELISA SEMBIRING 04021181320020

ROSA PERMATA SUKMA 04021181320028

REGA AUDIA NYAYU 04021181320029

FENI TIARA DIAH 04021181320033

AULIA HERIKA PUTRI 04021181320049

RIZKY CAHYA MORGA 04021281320017

POVI OLIVIA 04021281320021

MUTIA DWI SAGITA 04021281320027

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kegawatdaruratan Pada Saluran
Cerna Atas” ini dengan baik.

Dengan keterbatasan pengetahuan yang ada, kami tidak akan dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada
1. Ibu Dhona dosen mata kuliah KGD 1 yang senantiasa memberikan apresiasi berupa
saran, kritik dan bimbingan demi kesempurnaan penulisan.
2. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangat yang tinggi.
3. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan
pemikiran dan apresiasi dalam menyelesaikan makalah ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkat, imbalan, serta karunia-Nya kepada
semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuannya yang tidak ternilai.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan penulisan di kemudian hari.

Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri,
pembaca, serta masyarakat luas terutama dalam hal menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan.

Indralaya, 3 September 2016

Penulis

BAB 1

2
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan salah satu kegawat
daruratan yang banyak ditemukan di rumah sakit seluruh dunia. Perdarahan saluran cerna
bagian atas merupakan salah satu indikasi perawatan di rumah sakit dan banyak
menimbulkan kematian bila tidak ditangani dengan baik. Karena itulah diperlukan
penatalaksanaan yang baik dan sistematis agar perdarahan SCBA tersebut tidak menimbulkan
komplikasi yang berat sampai kematian. Penatalaksanaan perdarahan SCBA ini sangat
tergantung dari penyebab perdarahan dan fasilitas yang ada di rumah sakit.

Penyebab perdarahan SCBA di Indonesia berbeda dengan penyebab di negara-negara


barat. Di Indonesia penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah pecah varises esofagus,
sedangkan di negara barat penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah tukak peptik.
Penyebab perdarahan SCBA sebenarnya terbagi atas pecah varises esofagus dan non varises
sepertai tukak peptik, gastritis erosif, tumor dan lain-lain. Kelainan SCBA non varises
biasanya berhubungan dengan adanya infeksi Helicobacterpylori, obat anti inflamasi non
steroid dan stres. Untuk pecah varises esofagus banyak modalitas pengobatan yang dapat
dilakukan mulai dari konservatif (obat vasopresin, somatosatin dan lain-lain), tindakan
endoskopik (skleroterapi, ligasi) dan pembedahan, akan tetapi sampai sekarang yang lebih
bermanfaat secara evidence base adalah tindakan endoskopik.

Penatalaksanaan perdarahan akibat tukak peptik masih memiliki rekurensi 15-20%


dan mortalitas yang cukup tinggi. Selain tindakan endoskopi atau pembedahan sangat
diperlukan obat-obatan antara lain penghambat sekresi asam lambung (seperti proton pump
inhibitor/PPI) dan sitoprotektor (seperti sukralfate, tephrenone, rebamipide dan lain-lain).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa Definisi dari kegawatdaruratan saluran cerna atas ?


2. Apakah penyebab dari kegawatdaruratan saluran cerna atas ?
3. Apakah penatalaksanaan dan obat dari kegawatdaruratan saluran cerna atas ?
4. Apa masalah keperawatan yang mungkin terjadi pada kegawatdaruratan saluran cerna
atas ?

3
5. Bagaimana cara penanganan pertama dan lanjutan pada kegawatdaruratan saluran
cerna atas ?
6. Apakah Asuhan Keperawatan kegawatdaruratan saluran cerna atas ?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui Definisi dari kegawatdaruratan saluran cerna atas


2. Untuk mengetahui penyebab dari kegawatdaruratan saluran cerna atas
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan obat dari kegawatdaruratan saluran cerna atas
4. Untuk mengetahui masalah keperawatan yang mungkin terjadi pada
kegawatdaruratan saluran cerna atas
5. Untuk mengetahui cara penanganan pertama dan lanjutan pada kegawatdaruratan
saluran cerna atas
6. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan kegawatdaruratan saluran cerna atas

BAB II

4
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Dari Kegawatdaruratan Saluran Cerna Atas

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan salah satu kegawat
daruratan yang banyak ditemukan di rumah sakit seluruh dunia. Perdarahan saluran cerna
bagian atas merupakan salah satu indikasi perawatan di rumah sakit dan banyak
menimbulkan kematian bila tidak ditangani dengan baik. Karena itulah diperlukan
penatalaksanaan yang baik dan sistematis agar perdarahan SCBA tersebut tidak menimbulkan
komplikasi yang berat sampai kematian. Penatalaksanaan perdarahan SCBA ini sangat
tergantung dari penyebab perdarahan dan fasilitas yang ada di rumah sakit.

2.2 Penyebab Dari Kegawatdaruratan Saluran Cerna Atas

 Kelainan esofagus

a.       Varises esfagus
            Secara panendoskopi pada 277 penderita saat mereka masuk rumah sakit, ternyata 152
penderita diantaranya sebagai penyebab perdarahan adalah pecahnya farises esofagus.
Beberapa kasus diantaranya masih memperlihatkan perdarahan segar yang berasal dari
pecahnya varises di sepertiga bawah esofagus.
            Varises esofagus ditemukan pada penderita serosis hati dengan hipertensi portal. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan
massif, tanpa didahului perasaan nyeri epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam
hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena.

b.      Karsinoma esofagus
            Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis. Pada
penendoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah
berdarah terletak di sepertiga bawah esofagus.

c.       Sindrom Mallory-weiss

5
            Muntah muntah yang hebat mungkin dapat mengakibatkan rupture dari mukosa dan
submukosa pada derah kardia atau esofagus bagian bawah, sehingga timbul perdarahan.
Karena laserasi yang aktif disertai ulserasi pada daerah kardia dapat timbul perdarahan yang
massif. Timbulnya laserasi yang akut tersebut dapat terjadi sebagai terlallu sering muntah-
muntah yang hebat, sehingga tekanan intraabdominal meningkat, yang dapat mengakibatkan
pecahnya arteri submukosa esofagus atau kardia.

d.      Esofagitis dan tukak esofagus


            Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermitten atau
kronis dan biassanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis.Tukak esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan
dengan tukak lambung dan duodenum.

 Kelainan di lambung
a.       Gastritis erosive hemoragika
            Sebagai penyebab terbanyak dari gastritis erosive hemoragika ialah obat-obatan yang
dapat menimbulkan iritasi pada mukosa lambung ialah obat-obatan yang dapat
menimbulakan iritasi pada mukosa lambung atau obat yang dapat merangsang timbulnya
tukak. Misalnya beberapa jam setelah minum aspirin, obat bintang tujuh dan lain-lain. Obat-
obatan seperti itu termasuk golongan salisilat yang menyebabakan iritasi dan dapat
menimbulkan tukak multiple yang akut dan dapat disebut golongan obat ulserogenic drugs.
Beberapa obat lain yang juga dapat menyebabkan hematemesis ialah; golongan
kortikosteroid, butazolidin, reserpin, alcohol dan lain-lain. Golongan obat ini dapat
mengakibatkan hiperaseditas.
            Berdasarkan anamnesa dari penderita sebagai penyebab dari gastritis erosive
hemoragika antara lain; setelah pasien meminum obat aspirin, naspro, cap bintang tujuh dll.
Sifat hematemesis tidak massif dan timbulnya setelah berulang kali minum obat-obatan
tersebut yang disertai dengan rasa nyeri, pedih diulu hati.
b.      Tukak lambung
            Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang terletak di
angulus dan prepilorus dibandingkan dengan tukak duedeni dengan perbandingan
23,7%:19,1%.

6
Tukak lambung yang besifat akut biasanya dangkal dan multiple yang dapat
digolngkan sebagai erosi. Umumnya tukak ini disebabkan oleh obat-obatan, sehingga timbul
gastritis erosive hemoregika.
            Pedarahan dapat juga terjadi pada penderita yang pernah mengalami gastrektomi,
yaitu adanya tukak di daerah anastomose. Tukak seperti ini dinamakan tukak marginalis atau
tukak stomal.
c.       Karsinoma lambung
            Insidensi karsinoma lambung di Indonesia sangat jarang, yang umunya datang berobat
sudah dalam fase lanjut dan sering mengeluh rasa pedih, nyeri diulu hati, serta merasa lekas
kenyang, badan menjadi lemah. Jarang sekali mengalami hematemesis, tetapi sering
mengeluh buang air besar hitam pekat (melena).

 Kelainan di duodenum

a.       Tukak duedeni
            Tukak duedeni yang menyebabkan perdarahan secara panendoskopi terletak di
bulbus, ditemukan 6 kasus. Empat kasus diantaranya dengan keluhan utama hematemesis dan
melena, sedangkan dua kasus lainnya mengeluh melena saja. Sebelum timbul perdarahan,
semua kasus mengeluh merasa nyeri dan perih di perut bagian atas agak ke kanan. Keluhan
ini juga dirasakan waktu tengah malam sedang tidur pulas, sehingga terbangun. Untuk
mengurangi rasa nyeri dan pedih, penderita makan roti mari atau minum susu.
b.      Karsinoma Papila Vaterii
            Karsinoma papilla vaterii merupakan penyebab dari karsinoma di ampula,
menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran pancreas yang pada umumnya sudah
dalam fase lanjut. Gejala yang ditimbulkan selain kolestatik ekstrahepatal, juga dapat
menyebabkan timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi lebih bersifat perdarahan
tersembunyi (occult bleeding), sangat jarang timbul hematemesis.

7
2.3 Penatalaksanaan Dan Obat Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

1. Identifikasi dan antisipasi terhadap terjadinya gangguan hemodinamik harus dilakukan


secara prima di lini terdepan karena keberhasilannya akan mempengaruhi prognosis pada
pasien.
2.. Langkah awal untuk menstabilkan kondisi hemodinamik.
a.Pemasangan IV line paling sedikit 2
b.Dianjurkan pemasangan CVP
c.Oksigen sungkup/kanula. Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT
d.Mencatat intake output, harus dipasang kateter urine
e.Memonitor tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai dengan
komorbid yang ada.
3.. Pemasangan NGT (nasogatric tube)
a.Melakukan bilas lambung agar memudahkan dalam melakukan tindakan endoskopi.
b.Transfusi untuk mempertahankan hematokrit >25%.
4. Pemeriksaan laboratorium segera dibutuhkan pada kasus-kasus yang membutuhkan
transfusi lebih dari 3 unit PRC. Pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap cukup stabil,
pasien dapat segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.
5. Konsultasi ke dokter spesialis terkait dengan penyebab dari perdarahan.
6. Penatalaksanaan sesuai dengan penyebab perdarahan
7. Tirah baring
8. Puasa/Diet hati/lambung
1. Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton (PPI)
2. Sitoprotektor: sukralfat 3-4x1 gram
3. Antasida sirup atau tablet
4. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis
5. Terhadap pasien yang diduga kuat karena ruptura varises gastroesofageal dapat
diberikan: somatostatin bolus 250 ug + drip 250 mikrogram/jam atau oktreotid bo 0,1mg/2
jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari
setelah ligasi varises.

8
6. Propanolol, dimulai dosis 2x10 mg dapat ditingkatkan sampai tekanan diastolik turun
20 mmHg atau denyut nadi turun 20%.
7. Laktulosa 4x1 sendok makan
8. Neomisin 4x500 mg
9. Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri, tetapi pada
20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat mengalami
perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakukan assessmen yang lebih akurat untuk
memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.
10. Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif.

Penderita perdarahan saluran cerna bagian atas ditatalaksana secara


nonmedikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa antara lain bed
rest, puasa hingga perdarahan berhenti, dan diet cair. Penatalaksanaan medikamentosa
dengan cairan infus RL 20 tetes/menit, dilakukan pemasangan. NGT, omeprazole tablet 2x40
mg, transfuse sampai dengan kadar Hb 10 mg/dl. Dilakukan pemantauan Hb. Pemasangan
NGT dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan yang sedang berlangsung. Pada terapi
medikamentosa diberikan omeprazole yang merupakan golongan Proton Pump Inhibitor
(PPI). Obat golongan PPI mengurangi sekresi asam lambung dengan menghambat enzim H+,
K+,Adenosine Triphosphatase (ATPase) yang merupakan enzim pemompa proton.

Dengan cara kerja secara selektif pada selsel parietal. Enzim pompa proton bekerja
memecah KH+ ATP yang kemudian akan menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Ikatan antara
bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini yang menyebabkan terjadinya
penghambatan terhadap kerja enzim. Kemudian dilanjutkan dengan terhentinya produksi
asam lambung.8,10,13 Diberikan transfusi sebagai terapi anemia sampai dengan kadar Hb
mencapai 10 mg/dl. Untuk mencegah terjadinya kegagalan sirkulasi dan mencukupi suplai

9
2.4 Masalah Keperawatan Yang Mungkin Terjadi Pada Kegawatdaruratan Saluran
Cerna Atas

1. Tremor pada badan

2. Pucat dan Lemah

3. Nyeri Dada

4. Pusing

5. Muntah Darah

2.5 Cara Penanganan Pertama Dan Lanjutan Pada Kegawatdaruratan Saluran Cerna
Atas

a. Penanganan pertama pada saluran cerna atas

Seperti dalam menghadapi pasien pasien gawat darurat lainnya dimana dalam melaksanakan
prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang sangat cermatdan
pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan adalah penanganan A -B
–C ( Airway –Breathing –Circulation ) terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak
stabil yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka
dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.

b. penanganan lanjutan

Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang lebih seksama.Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati
kronis, riwayat dispepsia,riwayat mengkonsumsi NSAID,obat rematik, alkohol,jamu–
jamuan,obat untuk penyakit jantung,obat stroke.Kemudian ditanya riwayat penyakit
ginjal,riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya.Riwayat muntah -
muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma
Mallory Weiss.

10
Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah penilaian ABC,pasien-
pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan nafas,
hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan
kesadaran. Khusus untuk penilaian hemodinamik(keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi
jumlah perdarahan.
- Perdarahan < 8% hemodinamik stabil
- Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik
- Perdarahan 15-25% renjatan (shock)
- Perdarahan 25%- 40% renjatan + penurunan kesadaran
- Perdarahan >40% moribund

Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata penyakit hati
kronis(kterus,spider nevi,asites,splenomegali,eritema palmaris,edema tungkai),masa
abdomen,nyeri abdomen,rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung,penyakit
rematik dll. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur.Warna feses ini
mempunyai nilai prognostik.Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso
Gastric Tube (NGT).Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif,aspirat
berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan
arteri.Seperti halnya warna feses maka warna aspiratpun dapat memprediksi mortalitas
pasien.Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni
ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.Dalam prosedur diagnostik ini perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain :
- laboratorium
- darah lengkap,
- faal hemostasis,
- faal hati, faal ginjal ,
- gula darah ,
- elektrolit,
- golongan darah,
- RÖ dada ,dan
- Elektrokardiografi

11
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard
tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini tidak
perlu dilakukan segera( bukanprosedur emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 -
24jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan yang
nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini
lebih dari 95% pasienpasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis –melena dapat
ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.Lokasi dan sumber perdarahan:
- Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
- Gaster :Erosi,ulkus,tumor,polip,angio displasia, Dilafeuy,varises,gastropati kongestif
- Duodenum :Ulkus,erosi,tumor,divertikulitis.

Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises dan
perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non variceal bleeding).
Identifikasi varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu denganmenentukan
besarnya varises(F1-F2-F3), jumlah kolom(sesuai jam),lokasi di esofagus(Lm,Li,Lg) dan
warna (biru, cherryred,hematocystic).Untuk ulkus memakai kriteria Forrest.

- Forrest Ia : Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri


- Forrest Ib :Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing
- Forrest IIa :Tukak dengan visible vessel
- Forrest IIb :Tukak dengan ada klot diatasnya yang sulit dilepas
- Forrest IIc :Tukak dengan klot diatasnya yang dapat dilepas
- Forrest III :Tukak dengan dasar putih tanpa klot.

Pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan endoskopi tidak dapat dilakukan,


pemeriksaan dengan kontras barium( OMD) mungkin dapat membantu.Untuk pasien yang
tidak mungkin dilakukan endoskopi dapat dilakukan pemeriksaan dengan angiografi atau
skintigrafi. Hasil pemeriksaan endoskopi untuk pasien-pasien perdaahan non varises
mempunyai nilai prognostik. Dengan menganalisis semua data yang ada dapat ditentukan
strategi penanganan yang lebih adekwat.Dari berbagai pemeriksaan diatas harus dilakukan
pemilahan pasien apakah berada pada kelompok risiko tinggi atau bukan.Pengelolaan pasien
dengan perdarahan akut SCBA meliputi tindakan umum dan tindakan khusus.

12
Tindakan umum:

Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC.Terhadap pasien yang stabil
setelah pemeriksaan dianggap memadai ,pasien dapat segera dirawat untuk terapi lanjutan
atau persiapan endoskopi. Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif
seperti:
1. Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum(kateter) yang besar minimal no 18.
Hal ini penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan pe
2. masangan CVP
3. Oksigen sungkup/ kanula.Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT
4. Mencatat intake output,harusdipasang kateter urine
5. Memonitor Tekanan darah, Nadi,saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai dengan
komorbid yang ada.
6. Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi dalam
melaksanakan tindakaumum ini,terhadap pasien dapat diberikan terapi
7. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
8. Pemberian vitamin K
9. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
10. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid terhadap pasien yang diduga kuat karena
ruptura varises gastroesofageal dapat diberikan oktreotid bolus 50 g dilanjutkan
dengan drip 50 g tiap 4 jam.

Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri, tetapi pada
20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat mengalami
perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakuka assessmen yang lebih akurat untuk
memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.

Terapi khusus
Varises gastroesofageal
 Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif.
- Otreotid
- Somatostatin
- Glipressin (Terlipressin)

13
 Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota
 Terapi endoskopi
- Skleroterapi
- Ligasi
 Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS( Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno –porta.
 Terapi pembedahan
- Shunting
- Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
- Devaskularisasi + splenektomi.

Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung pada berbagai faktor
antara lain :
1. Beratnya penyakit hati (Kriteria Child-Pugh)
2. Ada tidak adanya varises gaster, walupun disebutkan dapat di
3. atasi dengan semacam glue(histoakrilat)
4. Komorbid yang lain seperti ensefalopati,koagulopati, hepato renal
5. sindrom dan infeksi

Tukak peptik
Terapi medikamentosa
- PPI
- Obat vasoaktif
Terapi endoskopi
- Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan,glue,etanol)
- Termal (koagulasi, heatprobe,laser
- Mekanik (hemoklip,stapler)
 Terapi bedah.

Untuk pasien-pasien yang dilakukan terapi nonbedah perlu dimonitor


akankemungkinan perdarahan ulang. Second look endoscopymasih kontroversiRealimentasi
bergantung pada hasil endoskopi.

14
Pasien-pasien bukan risiko tinggi dapat diberikan diit segera setelah endoskopi
sedangkan pasien dengan risiko tinggi perlu puasa antara 24-48 jam , kemudian baru
diberikan makanan secara berthap.Pencegahan perdarahan ulang
Varises esofagus :
 Terapi medik dengan betabloker nonselektif
 Terapi endoskopi dengan sklero terapi atau ligasi

Tukak peptik
- Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu
- Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi
- Bila pasien memerlukan NSAID,diganti dulu dengan analgetik dan kemudian dipilih
NSAID selektif(non selektif)+ PPI atau misoprost

2.6 Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Saluran Cerna Atas

Tn S. Dibawa ke RS. Mulia Bakti oleh keluarganya. Dari hasil pengkajian dengan
anggotakeluarganya mengatakan bahwa 1 jam yang lalu sebelum dibawa ke rumah sakit Tn
S. Mengeluh badannya tremor dan pusing serta muntah darah. Keluarga pasien mengatakan
Tn. S mempunyai riwayat penyakit maag sudah 5 tahun. Dari hasil pemeriksaan didpatkan
hasil bahwa klien terlihat pucat dan lemah, TD 100/80 mmHg, suhu37 OC. Frekuensi nadi 86
x menit, frekuensi napas 20 x permenit. Pasien mengatakannya nyeri dada dan pusing. Dari
hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim medis didapatkan diagnosa perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA).

1. Analisa Data
Do : Klien terlihat pucat dan lemah TD 100/80), suhu 37 C
Frek. Nadi 86 x/menit, Frekuensi Napas
20 x /menit.
Ds : Tn S mengeluh badannya tremor dan pusing serta muntah darah, keluarga
Tn S mengatakan mempunyai riwayat penyakit maag sudah 5 thn. Pasien mengatakan
nyeri dada dan pusing.

15
Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b/d penurunan curah jantung akibat dari kehilangan darah
secara tiba-tiba.
b. Nyeri Akut b/d syok kardiogenik. Ditandai dengan Ds : pasien mengatakan nyeri
dada
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak adekuat ditandai dengan
Ds : Tn S mengeluh badannya tremor dan pusing serta muntah darah.
d. Defisit volume cairan b/d dehidrasi, syok hipovolemik, dan perdarahan berlebihan.
e. Hipertermi b/d peningkatan suhu tubuh. Ditandai dengan Do : suhu 37 C
f. Ansietas b/d ancaman kematian

Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b/d penurunan curah jantung akibat dari kehilangan darah
secara tiba-tiba

Rencana Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
Pola napas tidak NOC: NIC:
efektif berhubungan -Respiratory status : - Posisikan pasien untuk
dengan : Ventilation memaksimalkan
DS: -Respiratory status : ventilasi
- Dyspnea Airway patency - Lakukan fisioterapi dada
- Nafas pendek -Vital sign Status jika perlu
DO: Setelah dilakukan - Keluarkan sekret
- Penurunan tekanan tindakan keperawatan dengan batuk atau
inspirasi/ekspirasi selama ………..pasien suction
- Penurunan menunjukkan - Auskultasi suara nafas,
pertukaran udara keefektifan pola nafas, catat adanya suara
per menit dibuktikan dengan tambahan
- Menggunakan otot kriteria hasil: - Berikan bronkodilator
pernafasan -Mendemonstrasikan -Berikan pelembab udara
tambahan batuk efektif dan Kassa basah NaCl

16
Lembab
- Tahap ekspirasi suara nafas yang - Atur intake untuk cairan
berlangsung sangat bersih, tidak ada mengoptimalkan
lama sianosis dan dyspneu keseimbangan.
- Penurunan kapasitas (mampu - Monitor respirasi dan
vital mengeluarkan status O2
- Respirasi: < 11 – 24 sputum, mampu - Bersihkan mulut, hidung
x /mnt bernafas dg mudah, dan secret trakea
tidakada pursed lips) -Pertahankan jalan nafas
-Menunjukkan jalan yang paten
nafas yang paten - Observasi adanya tanda
(klien tidak merasa tanda hipoventilasi
tercekik, irama nafas, - Monitor adanya
frekuensi pernafasan kecemasan pasien
dalam rentang normal, terhadap oksigenasi
tidak ada suara nafas - Monitor vital sign
abnormal) - Informasikan pada
-Tanda Tanda vital pasien dan keluarga
dalam rentang normal tentang tehnik relaksasi
(tekanan darah, nadi, untuk memperbaiki pola
pernafasan) nafas.
- Ajarkan bagaimana
batuk efektif
-Monitor pola nafas

17
1. Nyeri Akut b/d syok kardiogenik. Ditandai dengan Ds : pasien mengatakan
nyeri dada

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
Nyeri akut NOC: NIC:
berhubungan dengan: -Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri (biologi, -pain control, secara komprehensif
kimia, fisik, psikologis), termasuk lokasi,
kerusakan jaringan Setelah dilakukan karakteristik, durasi,
DS: tindakan keperawatan frekuensi, kualitas dan
- Laporan secara selama …. Pasien tidak faktor presipitasi
verbal mengalami nyeri, -Observasi reaksi nonverbal
DO: dengan kriteria hasil: dari ketidaknyamanan
- Posisi untuk - Mampu mengontrol -Bantu pasien dan keluarga
menahan nyeri nyeri (tahu penyebab untuk mencari dan
- Tingkah laku berhati- nyeri, mampu menemukan dukungan
hati menggunakan tehnik -Kontrol lingkungan yang
- Gangguan tidur nonfarmakologi untuk dapat mempengaruhi
(mata sayu, tampak mengurangi nyeri, nyeri seperti suhu
capek, sulit atau mencari bantuan) ruangan, pencahayaan
gerakan kacau, - Melaporkan bahwa dan kebisingan
menyeringai) nyeri berkurang -Kurangi faktor presipitasi
- Terfokus pada diri dengan nyeri
sendiri menggunakan -Kaji tipe dan sumber nyeri
- Fokus menyempit manajemen nyeri untuk menentukan
(penurunan persepsi -Mampu mengenali intervensi
waktu, kerusakan nyeri (skala, - Ajarkan tentang teknik non
proses berpikir, intensitas, frekuensi farmakologi: napas dalam,
penurunan interaksi dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi,
dengan orang dan -Menyatakan rasa kompres hangat/ dingin
lingkungan) nyaman setelah nyeri - Berikan analgetik untuk
- Tingkah laku berkurang mengurangi nyeri

18
distraksi, contoh : -Tanda vital dalam - Tingkatkan istirahat
jalan-jalan, menemui rentang normal -Berikan informasi tentang
orang lain dan/atau -Tidak mengalami nyeri seperti penyebab
aktivitas, aktivitas gangguan tidur nyeri, berapa lama nyeri
berulang-ulang) akan berkurang dan
- Respon autonom antisipasi
(seperti diaphoresis, ketidaknyamanan dari
perubahan tekanan prosedur
darah, perubahan -Monitor vital sign sebelum
nafas, nadi dan dan sesudah pemberian
dilatasi pupil) analgesik pertama kali
- Perubahan autonomic
dalam
tonus otot (mungkin
dalam rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum

19
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak adekuat ditandai
dengan Ds : Tn A mengeluh badannya tremor dan pusing serta muntah darah.

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
Ketidakseimbangan NOC: NIC:
nutrisi kurang dari a. Nutritional status: Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh Adequacy of makanan
Berhubungan dengan : nutrient - Kolaborasi dengan ahli gizi
Ketidakmampuan b. Nutritional Status : untuk menentukan jumlah
untuk memasukkan food and Fluid kalori dan nutrisi yang
atau mencerna nutrisi Intake dibutuhkan pasien
oleh karena faktor c. Weight Control - Yakinkan diet yang
biologis, psikologis Setelah dilakukan dimakan mengandung
atau ekonomi. tindakan keperawatan tinggi serat untuk
DS: selama….nutrisi mencegah konstipasi
- Nyeri abdomen kurang teratasi dengan - Ajarkan pasien bagaimana
- Muntah indikator: membuat catatan
- Kejang perut -Albumin serum makanan harian.
- Rasa penuh tiba- - Pre albumin serum - Monitor adanya penurunan
tiba setelah makan - Hematokrit BB dan gula darah
DO: - Hemoglobin - Monitor lingkungan selama
- Diare - Total iron binding makan
- Rontok rambut yang capacity - Jadwalkan pengobatan
berlebih - Jumlah limfosit dan tindakan tidak selama
- Kurang nafsu makan jam makan
- Bising usus berlebih - Monitor turgor kulit
- Konjungtiva pucat -Monitor kekeringan,
- Denyut nadi lemah rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
- Monitor mual dan muntah

20
- Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
-Monitor intake nuntrisi
-Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
-Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
- Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
- Kelola pemberan anti
emetik
- Anjurkan banyak minum
- Pertahankan terapi IV line
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oval

21
3. Defisit volume cairan b/d dehidrasi, syok hipovolemik, dan perdarahan
berlebihan.

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
Defisit Volume NOC: NIC:
Cairan Fluid balance - Pertahankan catatan
Berhubungan dengan: - Hydration intake dan output yang
- Kehilangan volume - Nutritional Status : akurat
cairan secara aktif Food and Fluid - Monitor status hidrasi
- Kegagalan Intake ( kelembaban membran
mekanisme Setelah dilakukan mukosa, nadi adekuat,
pengaturan tindakan keperawatan tekanan darah
DS : selama….. defisit ortostatik ), jika
- Haus volume cairan teratasi diperlukan
DO: dengan kriteria hasil: - Monitor hasil lab
- Penurunan turgor - Mempertahankan yang sesuai dengan
kulit/lidah urine output sesuai retensi cairan (BUN ,
- Membran dengan usia dan Hmt , osmolalitas urin,
mukosa/kulit kering BB, BJ urine normal, albumin, total protein )
- Peningkatan denyut - Tekanan darah, - Monitor vital sign
nadi, penurunan nadi, suhu tubuh setiap 15menit – 1 jam
tekanan darah, dalam batas normal - Kolaborasi
penurunan - Tidak ada tanda pemberian cairan IV
volume/tekanan tanda dehidrasi, - Monitor status nutrisi
nadi Elastisitas turgor - Berikan cairan oral
- Pengisian vena kulit baik, membran - Berikan penggantian
menurun mukosa lembab, nasogatrik sesuai
- Perubahan status tidak ada rasa haus output (50 – 100cc/jam)
mental yang berlebihan - Dorong keluarga
- Konsentrasi urine - Orientasi terhadap untuk membantu
meningkat waktu dan tempat pasien makan
baik

22
- Temperatur tubuh - Jumlah dan irama - Kolaborasi dokter jika
meningkat pernapasan dalam tanda cairan berlebih
- Kehilangan berat batas normal muncul meburuk
badan secara tiba- - Elektrolit, Hb, Hmt - Atur kemungkinan
tiba dalam batas normal tranfusi
- Penurunan urine - pH urin dalam batas - Persiapan untuk
output normal tranfusi
- HMT meningkat -Intake oral dan - Pasang kateter jika
- Kelemahan intravena adekuat perlu
-Monitor intake dan
urin output setiap 8 jam

4. Hipertermi b/d peningkatan suhu tubuh. Ditandai dengan DO : suhu 37 oC

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
Hipertermia NOC: NIC:
Berhubungan dengan : Thermoregulasi - Monitor suhu sesering
- penyakit/ Setelah dilakukan mungkin
trauma tindakan keperawatan - Monitor warna dan suhu
- peningkatan selama………..pasien kulit
metabolisme menunjukkan : - Monitor tekanan darah,
- aktivitas yang Suhu tubuh dalam batas nadi dan RR
berlebih normal dengan kreiteria - Monitor penurunan
- dehidrasi hasil: tingkat kesadaran
DO/DS: -Suhu 36– 37C - Monitor WBC, Hb, dan
- kenaikan - Nadi dan Hct
suhu tubuh diatas RR dalam rentang - Monitor intake dan
rentang normal normal output
- serangan - Tidak - Berikan anti piretik:
atau konvulsi ada perubahan - Kelola Antibiotik

23
(kejang) warna kulit dan tidak -Selimuti pasien
-kulit ada pusing, merasa nyaman -Berikan cairan ntravena
Kemerahan -Kompres pasien pada
-pertambahan RR lipat paha dan aksila
- takikardi - Tingkatkan sirkulasi
- Kulit teraba udara
panas/ hangat -Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
-Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya
fluktuasi tekanan darah
-Monitor hidrasi
seperti turgor kulit,
kelembaban membran
mukosa)

24
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan salah satu kegawat
daruratan yang banyak ditemukan di rumah sakit seluruh dunia. Perdarahan saluran cerna
bagian atas merupakan salah satu indikasi perawatan di rumah sakit dan banyak
menimbulkan kematian bila tidak ditangani dengan baik. Karena itulah diperlukan
penatalaksanaan yang baik dan sistematis agar perdarahan SCBA tersebut tidak menimbulkan
komplikasi yang berat sampai kematian. Penatalaksanaan perdarahan SCBA ini sangat
tergantung dari penyebab perdarahan dan fasilitas yang ada di rumah sakit.

Adapun masalah keperawatan yang mungkin terjadi pada kegawatdaruratan saluran


cerna atas,yaitu :

1. Tremor pada badan

2. Pucat dan Lemah

3. Nyeri Dada

4. Pusing

5. Muntah Darah

3.2 SARAN

Saran yang membangun sangat kami perlukan dari para pembaca demi kelancaran dan
perbaikan dalam pembuatan makalah yang berikutnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Aliska,Gestina(2015).Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas.


Tersedia:http://www.kedokteran.id.Html [3 September 2016].

Fadila,Milani.2015.Hematemesis Melena dikarenakan Gastritis Erosif dengan Anemia dan


Riwayat Gout Atritis.Lampung:Fakultas Kedokteran Unila.Vol.2,No.2:109.

Djumhana , H Ali.2012. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bandung: Bagian
Ilmu Penyakit dalam.

Herdman,Kamitsuru.2015.Diagnosa keperawatan defenisi dan klasifikasi.Edisi 10

Jakarta : EGC

Adi P.2006.Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas.Jilid l edisi


IV.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

26

Anda mungkin juga menyukai