Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

KONSEP DASAR VARISES ESOFAGUS


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis Intensif

Dosen Pembimbing : M Rasyid, S.Kep, Ns, MPH

Disusun Oleh Kelompok 14 :

1. Indah Fitria Lestari P07120217060


2. Patmah P07120217075

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANJARMASIN

PRODI D4 JURUSAN KEPERAWATAN

BANJARBARU

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
limpahan rahmat,taufik,dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah Keperawatan Mahir Medikal Bedah ini dengan judul “Konsep Dasar
Varises Esofagus”
Makalah ini merupakan tugas yang diberikan dosen mata kuliah Keperawatan Mahir Medikal

Bedah yaitu Bapak M.Rasyid, S.Kep, Ns, MPH untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

Kami juga tak lupa mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah membimbing kami

dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini. Disusun agar para pembaca bisa memahami

tentang “Konsep Dasar Varises Esofagus dalam makalah ini. Kami menyadari masih banyak

terdapat kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu,mohon kiranya kritik dan saran

yang bersifat membangun dari pembimbing dan pembaca guna untuk kesempurnaan pada

pembuatan makalah selanjutnya.

Banjarbaru,10 Agustus 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar.....................................................................................

Daftar isi...............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................

B. Rumusan Masalah............................................................................

C. Tujuan Penulisan..............................................................................

BAB II PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar Varises Esofagus

1. Pengertian Varises Esofagus..................................................

2. Etiologi .................................................................................

3. Tanda dan Gejala...................................................................

4. Derajat Varises Esofagus.......................................................

5. Patofisiologi...........................................................................

6. Prognosis...............................................................................

7. Pemeriksaan Penunjang

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN VARISES ESOFAFUS

BAB III PENUTUP

1. Simpulan................................................................................

2. Saran......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Varises merupakan pembuluh darah balik yang mengalami pelebaran.
Kita bisa melihat varises di bawah kulit kita. Bentuknya biasanya memanjang
dan menonjol, menyerupai bentuk kabel yang agak panjang. Pembuluh darah
tersebut berwarna biru gelap bahkan cenderung ungu karena kadar oksigennya
sedikit.

Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran


abnormal pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah. Varises esofagus
terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang. Aliran tersebut akan mencari jalan
lain, yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebih kecil
dan lebih mudah pecah.

Varises tidak hanya timbul di kaki tapi juga pada bagian lainnya seperti
vulva (bibir vagina), testis pada lelaki, anus yang berujung pada ambien dan juga
daerah kerongkongan. Meskipun urat-urat halus ini tidak berbahaya namun
seringkali menimbulkan masalah dengan penampilan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian varises esofagus?

2. Apa etiologi dari varises esofagus?

3. Bagaimana patofisiologi dari varises esofagus?

4. Bagaimana komplikasi dari varises esofagus?

5. Bagaimana tanda dan gejala dari varises esophagus ?

6. Bagaimana Penatalaksanaan pada varises esophagus ?

7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada varises esophagus ?


8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Kritis pada varises esophagus?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Mahir Medikal Bedah
2. Untuk mengetahui bagaimana pengertian,etiologi dan dampak yang
ditimbulkan dari varises esophagus.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan pengetahuan dan ilmu tentang varises esophagus.

2. Bagi Pembaca
Mendapatkan wawasan pengetahuan dan ilmu tentang varises esophagus.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar Varises Esofagus


A. Pengertian
Varises esofagus adalah terjadinya distensi vena submukosa yang
diproyeksikan ke dalam lumen esofagus pada pasien dengan hipertensi
portal.Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan aliran darah portal
lebih dari 10 mmHg yang menetap, sedangkan tekanan dalam keadaan
normal sekitar 5 –10 mmHg. Hipertensi portal paling sering disebabkan
oleh sirosis hati. Sekitar 50% pasien dengan sirosis hati akan terbentuk
varises esofagus, dan sepertiga pasien dengan varises akan terjadi
perdarahan yang serius dari varisesnya dalam hidupnya.(Azer dan Katz,
2010 dalam Netiana)

B. Etiologi
Berbagai penyakit terlibat dalam aliran darah vena porta dan
menghasilkan peningkatan tekanan vena porta sehingga membentuk
varises esophagus. Penyebab peningkatan vena porta bisa
diklasifikasikan berdasarkan prehepatik, intrahepatic dan posthepatic.
(Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)
Prehepatik Intrahepatik Pascahepatik
 Trombosis vena  Fibrisis hepatik  Sindroma Budd-
plenik kongenital Chiari
 Trombosis vena  Hipertensi portal  Trombosis vena
porta idiopatik kava inferior
 Kompresi  Tuberkulosis  Perikarditis
ekstrinsik pada  Schistosomiasis konstriktif
vena porta  Sirosis bilier primer  Penyakit hati
 Sirosis alkoholik venooklusif
 Sirosis virus hepatitis B
 Sirosis virus hepatitis C
 Penyakit wilson
 Defisiensi antitripsin
alfa-1
 Hepatitis aktif kronis
 Hepatitis fulminan
Tabel 1 : Etiologi hipertensi portal
Menurut Karina dalam Yestria Elfatma dkk tentang “Gambaran
Derajat Varises Esofagus Berdasarkan Beratnya Sirosis Hepatis”
mendapatkan varises esofagus sebagai komplikasi tersering yang terjadi
yaitu sebanyak 44 dari 67 kasus sirosis hepatis.
Menurut kepustakaan, sekitar 50% pasien dengan sirosis hepatis
akan mengalami varises dan frekuensi varises esofagus sekitar 30%-70%
dari keseluruhan varises (Block B et al dalam Yestria Elfatma dkk, 2013)

C. Tanda dan Gejala


Varises esofagus biasanya baru memberikan gejala apabila varises
sudah pecah dengan timbulnya hematemesis atau melena. Semakin tinggi
derajat varises esofagus maka semakin tinggi juga kemungkinan untuk
terjadinya perdarahan, sehingga akan lebih banyak penderita yang
ditemukan dengan varises esofagus stadium berat.( Kusumobroto OH
dalam Yestria Elfatma dkk,2013)
Bila telah ditegakkan diagnosis sirosis hendaknya dilakukan
skrining diagnosis melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
(EGD) yang merupakan standar baku emas untuk menentukan ada
tidaknya varises esofagus.(Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana).
Namun Lichtenstein DR et al dan Spiegel BM et al dalam
penelitian Andreas Karatzas et al “Νon-invasive screening for
esophageal varices in patients with liver cirrhosis” menyebutkan
kerugian dari EGD termasuk komplikasi yang terkait dengan endoskopi,
terutama kebutuhan sedasi intravena dan biaya yang relatif tinggi.
Karena itu, efektivitas skrining dengan endoskopi ini bila ditinjau dari
segi biaya masih merupakan kontroversi. Maka untuk keadaan tertentu
disarankan menggunakan gambaran klinis dan hasil laboratorium guna
membantu memprediksi pasien yang cenderung mempunyai ukuran
varises yang besar.
Pada tahun 2011, Cherian et al menyimpulkan bahwa jumlah
trombosit yang rendah, Child-Pugh B dan C, serta diameter limpa dapat
digunakan sebagai prediktor untuk diagnosis varises esofagus.Pada tahun
2010, Sarangapani et al juga melakukan penelitian untuk menilai varises
esofagus yang berukuran besar melalui beberapa parameter non- invasif.
Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa trombositopenia, ukuran
limpa yang besar, ukuran vena portal dan rasio trombosit dengan
diameter limpa merupakan prediktor kuat keberadaan varises esofagus.
Pada tahun 2007, Miro juga memperoleh hasil penelitian bahwa jumlah
trombosit, diameter vena portal, besar limpa dan Klasifikasi Child-Pugh
memiliki korelasi dengan derajat varises esofagus. Pada tahun 2011,
Budiyasa et al melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan kadar
albumin serum dengan derajat varises esofagus. Penelitian tersebut
menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara derajat
varises esofagus dengan kadar albumin serum. Kadar albumin serum
juga dapat digunakan sebagai prediktor derajat varises esofagus. (Vella
Paraditha dkk, 2012)
Perdarahan varises didiagnosis atas dasar ditemukannya satu dari
penemuan pada endoskopi, yaitu tampak adanya perdarahan aktif, white
nipple, bekuan darah pada varises. Sedangkan adanya red wale markings
atau cherry red spots yang menandakan baru saja mengeluarkan darah
atau adanya risiko akan terjadinya perdarahan.(Azer dan Katz, 2010
dalam Netiana)

D. Derajat Varises Esofagus


Varises gastroesofagus berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit hati. Keparahan dari sirosis hati dapat dinilai dengan
menggunakan sistem klasifikasi Child-Pugh. Tingkat keparahan penyakit
hati Varises gastroesofagus berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit hati. Keparahan dari sirosis hati dapat dinilai dengan
menggunakan sistem klasifikasi Child-Pugh. Tingkat keparahan penyakit
hati
Gambar 1.1 Klasifikasi beratnya sirosis dari Child-Pugh (Dite P et
al,2007)

Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan gambaran derajat 1,


terjadi dilatasi vena (<5 mm) yang masih berada pada sekitar esofagus.
Pada derajat 2 terdapat dilatasi vena (>5 mm) menuju kedalam lumen
esofagus tanpa adanya obstruksi. Sedangkan pada derajat 3 terdapat
dilatasi yang besar, berkelok-kelok, pembuluh darah menuju lumen
esofagus yang cukup menimbulkan obstruksi. Dan pada derajat 4
terdapat obstruksi lumen esofagus hampir lengkap, dengan tanda bahaya
akan terjadinya perdarahan (cherry red spots).

Gambar 1.2 (Block B et al, 2004)

E. Patofisiologi
Sirosis merupakan fase akhir
dari penyakit hati kronis yang paling
sering menimbulkan hipertensi
portal.Tekanan vena porta merupakan
hasil dari tahanan vaskuler
intrahepatik dan aliran darah pada
g
n
a
r
e
I
S
D
(
C
O
l
u
s
v
t
i
h
c
R
d
)
H
portal bed.Pada sirosis, tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran porta
keduanya sama-sama meningkat.(Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)

yang
Gambar 2.1 Mekanisme hipertensi portal (Dite, 2007)

Bila ada obstruksi aliran darah vena porta, apapun penyebabnya,


akan mengakibatkan naiknya tekanan vena porta. Tekanan vena porta
tinggi merupakan penyebab dari terbentuknya kolateral
portosistemik, meskipun faktor lain seperti angiogenesis yang aktif dapat
juga menjadi penyebab. Walaupun demikian, adanya kolateral ini tidak
dapat menurunkan hipertensi portal karena adanya tahanan yang tinggi
dan peningkatan aliran vena porta.Kolateral portosistemik ini dibentuk
oleh pembukaan dan dilatasi saluran vaskuler yang menghubungkan
sistem vena porta dan vena kava superior dan inferior. Aliran kolateral
melalui pleksus vena-vena esofagus menyebabkan pembentukan varises
esofagus yang menghubungkan aliran darah antara vena porta dan vena
kava.(Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)
Pleksus vena esofagus menerima darah dari vena gastrika sinistra,
cabang-cabang vena esofagus, vena gastrika short/brevis (melalui vena
splenika), dan akan mengalirkan darah ke vena azigos
hemiazigos.Sedangkan vena gastrika sinistra menerima aliran darah dari
vena porta yang terhambat masuk ke hepar. (Azer dan Katz, 2010 dalam
Netiana)
Sistem vena porta tidak mempunyai katup, sehingga tahanan pada
setiap level antara sisi kanan jantung dan pembuluh darah splenika akan
dan
menimbulkan aliran darah yang retrograde dan transmisi tekanan yang
meningkat. Anastomosis yang menghubungkan vena porta dengan
sirkulasi sistemik dapat membesar agar aliran darah dapat menghindari
(bypass) tempat yang obstruksi sehingga dapat secara langsung masuk
dalam sirkulasi sistemik.(Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)
Hipertensi portal paling baik diukur secara tidak langsung dengan
menggunakan wedge hepatic venous pressure (WHVP). Perbedaan
tekanan antara sirkulasi porta dan sistemik (hepatic venous pressure
gradient,HVPG) sebesar 10-12 mmHg diperlukan untuk terbentuknya
varises. HVPG yang normal adalah sekitar 5-10 mmHg.Pengukuran
tunggal berguna untuk menentukan prognosis dari sirosis yang
kompensata, sedangkan pengukuran ulang berguna untuk memonitoring
respon terapi obat-obatan dan presifitas penyakit hati.(Wilson, 2002)
Bila tekanan pada dinding vaskuler sangat tinggi dapat terjadi
pecahnya varises. Kemungkinan pecahnya varises dan terjadinya
perdarahan akan meningkat sebanding dengan meningkatnya ukuran atau
diameter varises dan meningkatnya tekanan varises, yang juga sebanding
dengan HVPG. Sebaliknya, tidak terjadi perdarahan varises jika HVPG
di bawah 12 mmHg. Risiko perdarahan ulang menurun secara bermakna
dengan adanya penurunan dari HVPG lebih dari 20% dari baseline.
Pasien dengan penurunan HVPG sampai <12 mmHg, atau paling sedikit
20% dari baseline, mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk
terjadi perdarahan varises berulang, dan juga mempunyai risiko yang
lebih rendah untuk terjadi asites, peritonitis bakterial dan kematian.
(Wilson, 2002)

F. Prognosis
Pada pasien dengan varises esofagus, sekitar 30% akan
mengalami perdarahan pada tahun pertama setelah didiagnosis. Angka
kematian akibat episode perdarahan tergantung pada tingkat keparahan
penyakit hati yang mendasari. (Dite, 2007)
Kematian yang disebabkan karena perdarahan berkisar antara
<10% pada pasien sirosis dengan klasifikasi Child-Pugh A yang
kompensata sampai >70% pada pasien sirosis dengan Child-Pugh C.
Risiko terjadinya perdarahan ulang tinggi mencapai 80% dalam 1 tahun
(Dite, 2007)
Pada pasien dengan HVPG >20% mmHg dalam 24 jam pada
perdarahan varises, bila dibandingkan dengan pasien yang tekanannya
lebih rendah, mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya risiko
perdarahan ulang dalam minggu pertama atau gagal mengontrol
perdarahan, dan mempunyai mortalitas yang lebih tinggi dalam 1 tahun.
(Dite, 2007)
Pada pasien yang tidak diterapi sekitar 60% akan terjadi
perdarahan ulang yang berlanjut dalam 1-2 tahun. (Dite, 2007)

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Muttaqin dan Kumala Sari (2011), pengkajian diagnostik
yang diperlukan pada varises esofagus meliputi:
1) Pemeriksaan Radiologi
a) Radiologis dengan menggunakan barium, didapatkan adanya
dilatasi pada esofagus.
b) Pemeriksaan CT scan untuk menilai derajat varises esofagus dan
mendeteksi adanya gangguan lain seperti penyulit hiatal hernia.
c) Pemeriksaan MRI merupakan metode yang baik untuk mendeteksi
gambaran varises. Esofagus terletak secara konvensional pada level
T1-T2. Area ini untuk memudahkan pengenalan dari massa
jaringan lunak akibat varises pada area esofagus dan sekitarnya.

2) Pemeriksaan USG
USG dengan Duplex Doppler dapat mengevaluasi kecepatan
dan aliran langsung dari system vena porta. Pemeriksaan ini
digunakan untuk menilai kepatenan dari aliran vena porta. Sonografi
juga dilakukan untuk menilai ukuran dan batas dari hati yang berguna
untuk pemeriksaan klinik varises esofagus atau penyakit hati.
3) Pemeriksaan endoskopi
Merupakan salah satu pemeriksaan standar untuk mendiagnosa varises
esofagus. Pemeriksaan endoskopi dilakukan untuk mengidentifikasi
perubahan lumen esofagus akibat dari peningkatan vena porta.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hitung sel darah didapatkan adanya anemia, leukopenia, dan
trombositopenia terutama pada pasien sirosis. Anemia juga efek
sekunder dari perdarahan, malnutrisi progresif, dan tekanan
produksi darah pada sumsum tulang (bone marrow suppression)
akibat alcohol. Penurunan kadar hematokrit pada pasien dengan
perdarahan saluran gastrointestinal atas.
b) Waktu protrombin (PT) untuk menilai adanya gangguan fungsi hati
dimana didapatkan adanya peningkatan lama waktu PT.
c) Pemeriksaan fungsi hati. Peningkatan plasma AST (aspartate
aminotransferase) dan ALT (alanine aminotransferase) pada
sirosis.
d) Kadar urea dan kreatinin meningkat.
e) Perubahan kadar elektrolit, merupakan gejala sekunder dari efek
terapi, sirosis, asites dan kehilangan darah.

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan perdarahan gastrointestinal adalah
stabilisasi pada hemodinamik, meminimalkan komplikasi dan
mempersiapkan terapi yang efektif untuk mengontol perdarahan.
Resusitasi awal harus dengan cairan intravena dan produk darah, serta
penting perlindungan pada saluran nafas. Setelah dicapai hemodinamik
yang stabil, namun bila perdarahan terus berlanjut hendaknya dilakukan
pemeriksaan endoskopi untuk melihat sumber perdarahan, dan untuk
identifikasi kemungkinan pilihan terapi seperti skleroterapi, injeksi
epineprin atau elektrokauter. (Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)
1) Terapi Farmakologi
Prinsip pemberian farmakoterapi adalah menurunkan tekanan
vena porta dan intravena. Hanya ada dua farmakoterapi yang
direkomendasikan untuk pentatalaksanaa perdarahan varises esofagus
yaitu: vasopresin dan terlipresin. (Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)
Vasopresin adalah vasokonstriktor kuat yang efektif
nenurunkan tekanan portal dengan menurunkan aliran darah portal
yang menyebabkan vasokonstriksi splanknik. Penatalaksanaan dengan
obat vasoaktif sebaiknya mulai diberikan saat datang kerumah sakit
pada pasien dengan hipertensi portal dan dicurigai adanya perdarahan
varises. Tujuan pemberian farmakoterapi adalah untuk menurunkan
tekanan portal, yang berhubungan erat dengan tekanan varises. Terapi
ini rasional bila tekanan portal yang tinggi ( > 20 mmHg) dengan
prognosis yang kurang baik. (Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)
Obat vasoaktif dapat diberikan dengan mudah, lebih aman dan
tidak memerlukan keterampilan. Terapi dapat dimulai di rumah sakit,
dirumah atau saat pengiriman ke rumah sakit yang akan meningkatkan
harapan hidup pasien dengan perdarahan masif. Obat vasoaktif juga
akan memudahkan tindakan endoskopi. (Azer dan Katz, 2010 dalam
Netiana)
Terlipresin adalah turunan dari vasopresin sintetik yang long
acting, bekerja lepas lambat. Memiliki efek samping kardiovaskuler
lebih sedikit dibandingkan dengan vasopresin. Pada pasien dengan
sirosis dan hipertensi porta terjadi sirkulasi hiperdinamik dengan
vasodilatasi. Terlipresin memodifikasi sistem hemodinamik dengan
menurunkan cardiac output dan meningkatkan tekanan darah arteri
dan tahanan vaskuler sistemik. Terlipresin memiliki efek
menguntungkan pada pasien ke gagalan hepatorenal, yaitu dengan
kegagalan fungsi ginjal dan sirosis dekompensata. Dengan demikian,
dapat mencegah gagal ginjal, yang sering terdapat pada pasien dengan
perdarahan varises. Ketika dicurigai perdarahan varises diberikan
dosis 2 mg/ jam untuk 48 jam pertama dan dilanjutkan sampai dengan
5 hari kemudian dosis diturunkan 1 mg/ jam atau 12-24 jam setelah
perdarahan berhenti. Efek samping terlipresin berhubungan dengan
vasokonstriksi seperti iskemia jantung, infark saluran cerna dan
iskemia anggota badan. (Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)
2) Terapi Endoskopi
Terapi endoskopi dilakukan pada kasus perdarahan varises,
terutama dalam upaya mencapai homeostasis. Temuan endoskopi juga
berguna sebagai indikator prognosis risiko perdarahan ulang. Teknik
endoskopi yang digunakan mencapai homeostasis adalah dengan
memutus aliran darah kolateral dengan cepat seperti ligasi atau
skleroterapi karena trombosis. Endoskopi dapat dilakukan pada pasien
dengan varises esofagus sebelum perdarahan pertama terjadi, saat
perdarahan berlangsung dan setelah perdarahan pertama terjadi. (Azer
dan Katz, 2010 dalam Netiana)
a) Sebelum perdarahan pertama
Deteksi varises esofagus sebelum terjadi perdarahan
pertama biasanya dicapai selama pemeriksaan stadium hipertensi
portal, jarang varises terdeteksi secara kebetulan. (Wilson, 2002)
Harus di ketahui bahwa selama perencanaan terapi,
prognosis lebih tergantung pada tingkat insufisiensi hati dari pada
tingkat keparahan varises esofagus. Varises yang ringan tidak
memerlukan tindakan endoskopi. Dengan varises risiko perdarahan
tinggi dapat diterapi obat-obatan dengan propanolol dan isosorbide
mononitrate. Spironolakton dapat diberikan sebagai alternatif
pengganti beta bloker. Tidak dilakukan tindakan endoskopik,
operasi dan transjugular intrahepaticportosystemic shunting
(TIPS). (Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)

b) Selama perdarahan pertama berlangsung


Pilihan terapi untuk perdarahan varises adalah dengan terapi
endoskopi. Terapi endoskopi terbukti efektif mengendalikan
perdarahan aktif dan dapat menurunkan mortalitas serta efektif
mencegah perdarahan varises berulang di bandingkan terapi
medikamentosa dengan vasopresin atau tamponade balon.
Tamponade balon cocok jika endoskopi bukanlah pilihan atau
setelah tindakan endoskopi, operasi atau TIPS yang gagal. Terapi
endoskopi terdiri dari skleroterapi dan ligasi. (Azer dan Katz, 2010
dalam Netiana)
Bila tindakan endoskopi emergensi tidak dapat dilakukan,
maka terapi farmakologi merupakan alternatif. Prinsip dan
karakteristik utama pemberian obatobatan adalah untuk
menurunkan tekanan vena porta dan tekanan intravena. Vasopresin
dan terlipressin yang telah direkomendasikan untuk
penatalaksanaan perdarahan varises esofagus. Terlipresin lebih
unggul dari vasopresin mempunyai waktu paruh yang lebih
panjang. Terlipresin seharusnya dikombinasi dengan nitrat untuk
mengurangi efek samping yang mungkin akan timbul (iskemia dan
nekrosis). Skleroterapi dengan polidocanol (etoksiskerol), pada
prinsipnya adalah memberikan tekanan dan trombosis pada varises,
menginduksi inflamasi denganakibat terbentuk parut. Disuntikkan
pada daerah para varises atau intra varises. Jika terapi tidak
berhasil, skleroterapi tidak dilanjutkan dan pasang pipa
Sengstaken- Blakemore. (Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)
Ligasi bertujuan untuk merangsang trombosis, nekrosis dan
terbentuk parut. Keuntungan terapi ini adalah rata-rata komplikasi
rendah, secara keseluruhan morbiditas dan mortalitas karena
perdarahan lebih rendah dibandingkan skleroterapi, serta awal
perdarahan ulang biasanya jarang dibandingkan dengan
skleroterapi. Kerugiannya adalah terbatasnya pandangan pada
kasus perdarahan yang masif, sebab darah pada esofagus akan
menghalagi tutup plastik dimana pita elastik akan dipasang. Varises
di tarik ke dalam ujung endoskop dan diligasi dengan pita plastik.
(Hadjat, 2007)
Tamponade balon pada prinsipnya adalah melakukan
kompresi eksternal pada perdarahan varises dengan
mengembangkan balon. Tamponade balon tepat di lakukan jika
tidak ada pilihan endoskopik emergensi atau setelah tindakan
endoskopik, terapi operasi atau TIPS gagal. Pada varises esofagus
digunakan pipa Sengstaken-Blakemore dengan dua balon.
(Bendsten, 2008)
c) Setelah perdarahan pertama
Hasil akhir dari penatalaksanaan emergensi adalah
utamanya untuk mengontrol perdarahan dan mencegah perdarahan
berulang. Varises esofagus di ligasi atau di berikan sklerosan
dengan polidokanol, varises bagian fundus akan dihilangkan
dengan histoakril. Sisa varises yang kecil biasanya di lanjutkan
dengan ligasi, dapat juga dengan skleroterapi. Propanolol juga
dapat diberikan sebagai terapi tambahan. (Azer dan Katz, 2010
dalam Netiana)
3) Transjugular Intrahepatic Portosistemic Shunt (TIPS)
Merupakan cara untuk menurunkan tahanan aliran porta
dengan cara shunt (memotong) aliran melalui hati. Prinsipnya adalah
menghubungkan vena hepatikdengan cabang vena porta intrahepatik.
Puncture needle di masukkan ke dalam vena hepatik kanan melalui
kateter jugular. Selanjutnya cabang vena porta intra hepatik ditusuk,
lubang tersebut dilebarkan kemudian di fiksasi dengan expanding
stent. Hal inimerupakan cara lain terakhir pada perdarahan yang tidak
berhenti atau gagal denganfarmakoterapi, ligasi atau skleroterapi.
(Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)
4) Operasi
Prinsipnya adalah melakukan pembedahan pada anastomosis
portosistemik. Tindakan ini tidak praktis pada situasi
kegawatdaruratan dan mempunyai angka mortalitas sangat tinggi
dibandingkan dengan TIPS. (Azer dan Katz, 2010 dalam Netiana)

2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Varises Esofagus


A. Pengkajian
Menurut Mutaqin Arif dan Kumala Sari (2011), Pengkajian pada
pasien dengan varises esofagus, meliputi pengkajian anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pengkajian diagnostik. Pada pengkajian
anamnesis, keluhan utama pada pasien varises esofagus bervariasi sesuai
dengan manifestasi klinik yang terjadi akibat dari varises esofagus yang
mempengaruhi sistem organ.
Pada varises esofagus tanpa perdarahan biasanya keluhan masih
umum, tetapi biasanya juga mendapatkan keluhan ketidaknyamanan
abdomen, mual, muntah, serta anoreksia atau keram otot-otot abdomen.
Pada pasien varises esofagus dengan perdarahan, keluhan utama yang
sering ditemukan adalah hematemesis dan melena.
Pengkajian riwayat kesehatan dilakukan untuk menggali
permasalahan pada pasien varises esofagus. Pada riwayat kesehatan
didapatkan adanya keluhan utama yaitu lemah, malaise, penurunan berat
badan, perubahan pada urin menjadi ikterik atau menjadi gelap, gatal-
gatal (biasanya berhubungan dengan obstruksi kantung empedu atau
sirosis hati), edema atau asites, dan impotensi atau gangguan seksual.
Pengkajian riwayat keluarga dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya hubungan penyakit wilson pada generasi terdahulu (Azer, 2009).
Pengkajian psikososial didapatkan adanya kecemasan akan kondisi
penyakit dan pada beberapa pasien perlu mendapat pemenuhaninformasi
kesehatan.
Pada pemerikasaan fisik, perawat memulai dengan pemeriksaan
keadaan umum dan tingkat kesadaran, khususnya apabila ada riwayat
hematemesis-melenamasif. PemeriksaanTTV merupakan pemeriksaan
penting yang harus dilakukan pada saat penemuan pertama kali.
Hipotensi dan brakardia biasa didapatkan. Hal ini untuk mendeteksi
adanya tanda-tanda syok hipovolemik akibat perdarahan masif.Pada
kondisi kronis biasanya didapatkan pasien terlihat kurus dan penurunan
berat badan.
Pemeriksaan fokus pada varises esofagus adalah:
1) Inspeksi
Pasien biasanya terlihat pucat (berhubungan dengan pengeluaran
darah dari intravaskular secara progresif), ikterus (berhubungan
dengan kegagalan fungsi hati), sianosis (akibat penurunan saturasi
oksigen). Peningkatan frekuensi napas dan usaha bernapas.
Ketidaknyaman pada abdomen, ekspresi nyeri pada saat palpasi ringan
abdomen, edema, asites, hematemesis, melena. Periksa adanya
distensi vena abdominal. Didapatkan adanya perubahan urine menjadi
kuning tua (ikterik) atau menjadi gelap dan dan atrofi dari testis
(Azer,2009). Pada pemeriksaan rektal, lihat adanya perubahan warna
feses menjadi lebih gelap menandakan perdarahan saluran
gastroentestinal atas.
2) Auskultasi
Peningkatan peristaltik usus.
3) Perkusi
Nyeri ketuk abdomen.
4) Palpasi
Nyeri tekan abdomen region hipokondrium kanan dan kiri atau
dibawah iga (Azer,2009). Didapatkan adanya pembesaran kelenjar
parotis(yang didapat pada pasien disertai alkoholisme dan malnutrisi),
pembesaran limpa (splenomegali).

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Arif Mutaqin dan Kumala Sari (2011):
1) Aktual/ risiko jalan nafas tidak efektif b.d aspirasi akumulasi darah
hematemesis, efek sekunder penurunan kesadaran.
2) Aktual/ risiko penurunan kesadaran b.d penurunan tekanan darah,
penurunan volume plasma ke jaringan serebral.
3) Aktual/ risiko syok hivopolemik b.d perdarahan masif gastrointestinal.
4) Nyeri abdomen b.d asites, respons saraf lokal dari distensi otot-otot
abdomen.
5) Aktual/ risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d kurangnya intake makanan yang adekuat.
6) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik umum, sekunder dari anemia.
7) Pemenuhan informasi b.d misinterpretasi informasi dari adanya
prosedur diagnostik, rencana terapi endoskopik dan pemasangan
tamponade balon esofagus.
8) Kecemasan b.d prognosis penyakit, rencana terapi endoskopik dan
pemasangan tamponade balon esofagus.

Menurut Annisa (2015):


1) Perdarahan berhubungan dengan ruptur pembuluh darah
2) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai
darah dan O2 ke jaringan
3) Resiko syok berhubungan dengan ruptur pembuluh darah
4) Resiko infeksi berhubungan dengan iritasi pada membran mukosa
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Menurut Arif Muttaqin dan Kumala Sari (2011)
1) Resiko jalan nafas tidak efektif b.d aspirasi akumulasi darah hematemesis, sekunder penurunan kesadaran.
Tujuan: Pada periode pra-intervensi terapi endoskopik atau pemasangantamponade balon jalan napas tetap efektif
Kriteria evaluasi:
a) Jalan napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas.
b) Suara nafas normal tidak ada bunyi suara nafas tambahan seperti stridor.
c) Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
d) RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
Intervensi Rasional
1. Lakukan intervensi kedaruratan pada jalan nafas.
a. Kaji dan lakukan ABC (Airway, Breathing dan
Circulation) apabila didapatkan akumulasi darah Intervensi menjaga aliran udara dilakukan agar proses ventilasi dapat terjadi terutama
pada jalan nafas. apabila pasien varises esophagus perdarahan dengan penurunan tingkat kesadaran menjadi
prioritas perawat untuk menilai dan membersihkan lumen jalan napas.
b. Lakukan pengisapan pada jalan nafas. Akumulasi darah akibat dari saluran pencernaan akan mengganggu ventilasi sehingga
perlu diisap dengan suction.
c. Cegah hipoksia dengan pemberian oksigen Ventilasi yang terganggu akibat ganguan pada jalan napas dapat dibantu dengan
kantong (bag ventilation). pemberian oksigen kantong.
d. Jaga kepatenan jalan napas dengan melakukan Jalan napas yang sudah bersih dari akumulasi darah harus djaga dengan menarik rahang
jaw thrust. agar kepatenan tetap optimal.
2. Monitor setiap 30 menit pasca-pembersihan jalan Intervensi penting untuk menghindari aspirasi darah kembali ke jalan napas.
napas terutama pada pasien yang lemah dan
mengalami penurunan tingkat kesadaran.
3. Atur posisi pasien supine (telentang). Pasca-resusitasi pasien dibaringkan posisi telentang untuk memaksimalkan mobilisasi
muntahan apabila ada keinginan untuk muntah darah kembali.
4. Anjurkan pasien untuk memberitahu apabila ada Menahan muntah akan menyebabkan resiko asprasi terutama muntah darah sehingga dapat
perasaan mual dan ingin muntah kembali. Beritahu masuk ke jalan napas.
pasien apabila ada rangsangan muntah untuk tidak
menahan dan membiarkan muntah darah itu tetap
terjadi.
5. Evaluasidan monitor keberhasilan intervensi Apabila tingkat toleransi pasien tidak optimal, maka lakukan kolaborasi dengan tim medis
pembersihan jalan napas. untuk segera dilakukan terapi endoskopik atau pemasangan tamponade balon.

2) Aktual/resiko tinggi penurunan kesadaran b.d penurunan tekanan darah, penurunan volume plasma ke jaringan serebral.
Tujuan: Pada periode pra-intervensi terapi endoskopik atau pemasangan tamponade balon tidak terjadi penurunan tingkat
kesadaran dan dapat mempertahankan curah jantung secara adekuat guna meningkatkan perfusi jaringan otak.
Kriteria evaluasi :
Pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, tanda diaphoresis dan pucat/ sianosis hilang, akral hangat, kulit segar,
produksi urine >30ml/ jam, respons verbal baik.
Intervensi Rasional
1. Kaji status mental pasien secara teratur. Mengetahui derajat hipoksia pada otak.
2. Observasi perubahan sensori dan tingkat Bukti aktual terhadap penurunan aliran darah ke jaringan serebral adalah adanya perubahan
kesadaran pasien yang menunjukan respon sensori dan penurunan tingkat kesadaran pada fase akut kegagalan sehingga harus
penurunan perfusi otak (gelisah, bingung, dilakukan monitoring yang ketat.
apatis, samnolen).
3. Kurangi aktivitas yang merangsang Respon valsava akan meningkatkan beban jantung sehingga akan menurunkan curah jantung ke
timbulnya respons aktivitas. otak.
4. Catat adanya keluhan pusing Keluhan pusing merupakan manifestasi penurunan suplai darah ke jaringan otak yang parah.
5. Pantau frekuensi jantung dan irama Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukan komplikasi disritmia.
6. Kolaborasi pemberian komponen darah Pemberian komponen darah dapat meningkatkan komposisi volume darah yang hilang akibat
perdarahan varises esofagus.

3) Aktual/risiko syok hipovolemik b.d perdarahan masif gastrointestinal


Tujuan: Pada periode praintervensi terapi endoskopik atau pemasangantamponade balon syok hioovolemi teratasi.
Kriteria evaluasi:
a) Pasien tidak mengeluh pusing membrane mukosa lembap,turgor kulit normal, TTV dalam batas normal, CRT > 3 detik, urine
> 600 ml/hari
b) Laboratorium: nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN/kreatinin menurun.
Intervensi Rasional
1. Monitoring status cairan Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume
(turgor kulit, membran cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi
mukosa, urine output). urine, monitoring yang ketat pada produksi urine < 600 ml/hari karena merupakan tanda-
tanda terjadinya syok kardiogenik.
2. Kaji sumber-sumber Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga harus diatasi.
kehilangan cairan. Perdarahan harus dikendalikan. Muntah dapat diatasi dengan obat-obatan antiemetik.

3. Auskultasi TD. Bandingkan Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya
kedua lengan, ukur dalam sistem kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah.
keadaan berbaring, duduk, atau
berdiri bila memungkinkan.
4. Kaji warna kulit, suhu, Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer.
sianosis, nadi perifer, dan
diaforesis secara teratur.
5. Pantau frekuensi jantung dan Perubahan frekuensi dan irama jantung menujukan komplikasi disritmia.
irama.
6. Kolaborasi: Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dari memudahkan perawat dalam
Pertahankan pemberian cairan melakukan kontrol intake dan output cairan.
secara intravena.

4) Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake makanan yang adekuat.
Tujuan: Pada periode 7 x 24 jam intake nutrisi dapat dilaksanakan secara optimal.
Kriteria evaluasi:
a) Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
b) Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20
x/menit.
c) Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg
Intervensi Rasional
1. Kaji toleransi fisik terhadap intake nutrisi. Pasien dengan varises esofagus mempunyai tingkat variasi terhadap toleransi intake
nutrisi. Pada pasien tanpa perdarahan toleransi intake nutirisi oral masih bisa dilakukan.
Pada pasien dengan perdarahan, toleransi intake nutrisi oral tidak diberikan dan harus
diganti dengan jalan nasogastrik untuk menurunkan stimulus perdarahan.
2. Beri makanan lunak pada pasien varises Makanan lunak akan lebih mudah melewati lumen esofagus yang menyempit.
esofagus tanpa perdarahan.
3. Pasang selang nasogastrik pada pasien Selama periode 24 jam pasca-resusitasi perdarahan pasien tidak boleh mendapatkan
dengan varises esofagus perdarahan. makanan via oral. Untuk mencukupi kebutuhan, maka pemasangan selang nasogastrik
diperlukan untuk menurunkan stimulus perdarahan.
4. Lakukan aspirasi lambung. Pada periode pascaoperatif perawat mengaspirasi seksresi lambung dan memasukkannya
kembali setelah makanan ditambahkan untuk memberikan volume total yang diinginkan.
Dengan metode ini, dilatasi lambung dapat dihindari.
2. Dokumentasikan jumlah nutrisi yang Sebagai evaluasi atas intervensi.
masuk, hasil aspirasi, dan toleransi dan
intake nutrisi.
3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jenis Komposisi dan jenis diet diberikan sesuai tingkat toleransi individu.
dan komposisi diet.
4. Timbang berat badan tiap hari dan catat Intervensi untuk evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan
pertambahannya.

5) Nyeri abdomen b.d. asites, respons saraf local dari distensi otot-otot abdomen
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 pasca-intervensi, tingkat nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria Evaluasi:
a) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau teradaptasi.
b) Pasien mampu melakukan manajemen nyeri nonfarmakologik apabila sensasi nyeri muncul.
c) TTV dalam batas normal.
d) Skala nyeri 0-1 (0-4).
e) Ekspresi pasien relaks dan mampu melakukan mobilitas ringan dengan nyeri yang terkontrol.

Intervensi Rasional
1. Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
dan nonvasif.
2. Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
a. Istirahatkan pasien pada saat nyeri Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
muncul. memenuhi kebutuhan metabolisme basal.

Adanya gangguan pada kepatenan dari selang akan memberikan stimulus nyeri yang
b. Monitor kondisi kepatenan selang perlu perawat perhatikan.
nasogastrik.
Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
c. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan intestinal.
dalam pada saat nyeri muncul.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.
d. Ajarkan teknik distraksi nafas pada
saat nyeri. Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
e. Manajemen lingkungan: lingkungan apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan
tenang, batasi pengunjung, dan kebutuhan O2 jaringan perifer.
istirahatkan pasien.
3. Lakukan manajemen sentuhan. Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
4. Tingkatkan pengetahuan tentang: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu
sebab-sebab nyeri dan menghubungkan mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
berapa lama nyeri akan berlangsung.
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk Analgetik diberikan untuk membantu menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri
pemberian: di korteks serebri sehingga nyeri dapat berkurang.
Analgetik

6) Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik umum, efek sekunder dari anemia
Tujuan: Dalam waktu 5x24 jam terjadi peningkatan kemampuan aktivitas.
Kriteria evaluasi:
a) Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan.
b) Pasien termotivasi untuk melakukan aktivitas mandiri.

Intervensi Rasional
1. Monitor frekuensi nadi dan frekuensi napas sebelum Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang
dan sesudah aktivitas. diharapkan.
2. Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan frekuensi Gejala-gejala tersebut merupakan tanda adanya intoleransi aktivitas.
napas meningkat secara cepat, serta pasien mengeluh Konsumsi oksigen meningkat jika aktivitas meningkat, daya tahan dapat
sesak napas dan kelelahan. Tingkatkan aktivitas lebih lama, jika ada waktu istirahat di antara aktivitas.
secara bertahap untuk meningkatkan toleransi.
3. Bantu pasien dalam melaksanakan aktivitas sesuai Membantu menurunkan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat dari
dengan kebutuhannya. Beri pasien istirahat tanpa peningkatan aktivitas.
diganggu diantara berbagai aktivitas.
6. Lakukan aktivitas mandiri secara bertahap. Beberapa pasien varises esofagus pasca-perdarahan massif biasanya
mengalami kelemahan fisik umum dan malaise. Peran perawat
mendekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan untuk keperluan aktivitas
mandiri.
7. Beri motivasi dan dorongan positif. Motivasi perawat dapat meningkatkan keinginan pasien untuk
melakukan aktivitas mandiri.
8. Evaluasi dan dokumentasi peningkatan kemampuan Intervensi penting untuk memantau kemajuan pasien dalam upaya
aktivitas sendiri melakukan aktivitas mandiri.

7) Kecemasan b.d. prognosis penyakit, misinterpretasi informasi


Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pasien secara subjektif melaporkan rasa cemasberkurang.
Kriteria hasil:
a) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat
b) Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi
yang dihadapi
c) Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ ketakutan dibawah standar
d) Pasien dapat rileks dan beristirahat dengan baik.
Intervensi Rasional
1. Monitor respon fisik, seperti: kelemahan, perubahan tanda Digunakan dalam mengevaluasi derajat tinggi kesadaran/konsentrasi, khususnya
vital, gerakan yang berulang- ulang. Catat kesesuaikan respon ketika melakukan kosentrasi verbal.
verbal dan nonverbal selama komunikasi.
2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan rasa takutnya. Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dan rasa takut, dan
mengurangi cemas yang berlebihan.
3. Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kesempatan untuk
mendiskusikan perasaannya, konsentrasinya,dan harapan Anggota keluarga dengan responnya pada apa yang terjadi dan kecemasannya
dimasa depan. disampaikan kepada perawat.

8) Pemenuhan informasi b.d. misinterpretasi informal dari adanya prosedur diagnostik rencana terapi endoskopik dan pemasangan
temponade balon esofagus.
Tujuan: Sebelum dilakukan intervensi prosedur diagnostik, rencana terapi endoskopi dan pemasangan tamponade balon
esofagus, informasi kesehatan telah terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
a) Pasien dan keluarga mengetahui jadwal prosedur diagnostic dan intervensi terapi endoskopik dan pemasangan temponade
balon esofagus.
b) Pasien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, serta secara subjektif menyatakan bersedia dan
termotivasi untuk melakukan aturan atau prosedur yang telah dijelaskan.
c) Secara subjektif pasien menyatakan rasa nyaman dan relaksasi emosional.
Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang Apabila pasien mendapat keputusan untuk dilakukan pemeriksaan dan intervensi
perubahan pola hidup atau prosedur intervensi medis atas kondisi penyakitnya, maka persiapan sama seperti persiapan pemeriksaan
medik diagnostic lainnya. Peran perawat mengklarifikasi bahwa informasi dimengerti dan
dilaksanakan oleh pasien.

2. Cari sumber yang meningkatkan penerimaan Keluarga terdekat dengan pasien perlu dilibatkan dalam pemenuhan informasi untuk
informasi. menurunkan risiko misintrepretasi terhadap informasi yang diberikan.

3. Intervensi pemenuhan praoperasi: Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu dimulainya pemeriksaan dan intervensi
Diskusikan jadwal pemeriksaan dan intervensi medis.
medis.
4. Beritahu persiapan pembedahan: Pasien sudah menyelesaikan administrasi dan mengetahui secara financial biaya
Persiapan administrasi dan inform conserd. pemeriksaan dan intervensi medis. Pasien sudah mendapat penjelasan dan
mendatangani inform consent.
5. Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien Pasien akan mendapatkan manfaat bila mengetahui kapan keluarga dan temannya
sudah bisa dikunjungi. bisa berkunjung setelah pembedahan.
Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Perdarahan b/d ruptur Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor adanya tanda-tanda 1. Mengidentifikasi secara
pembuluh darah keperawatan, diharapkan dan gejala perdarahan dini terjadinya perdarahan
perdarahan dapat teratasi misalnya hematemesis, serta dapat menentukan
dengan kriteria hasil : melena, hematuria, hemaptue rencana intervensi lanjutan
- Tanda-tanda vital dalam hematokesia
rentang normal 2. Ukur tanda-tanda vital 2. Mengetahui keadaan umum
- Perdarahan berkurang atau pasien
tidak ada 3. Observasi tanda-tanda 3. Nadi cepat dan dangkal,
hipovolemik syok hipotensi dan CRT >2 detik
merupakan tanda-tanda
terjadinya syok.
4. Memonitor hasil 4. Menunjang tindakan
pemeriksaan laboratorium keperawatan selanjutnya
5. Lindungi pasien terhadap 5. Meminimalisir/
cidera dan jatuh mengurangi resiko
terjadinya perdarahan
6. Monitor efek samping 6. Efek antikoagulan dapat
pemberian obat antikoagulan meningkatkan perdarahan
(misalnya: heparin) karena bersifat
mengencerkan darah.
7. Berikan diet lunak dan 7. Diet lunak dan tidak
makanan yang tidak merangsang panas dapat
merangsang (pedas, panas, mencegah terjadinya
asin, asam dan keras) kontraksi yang dapat
memicu perdarahan.
8. Menghitung tetesan cairan 8. Mengukur jumlah cairan
intravena R/L yang masuk sesuai
instruksi dokter
9. Berikan edukasi tentang 9. Meningkatkan pengetahuan
tanda-tanda dari perdarahan pasien mengenai tanda-
tanda perdarahan serta
tindakan apa yang harus
dilakukan ketika
menemukannya.
10.Kolaborasi dengan dokter 10. Dalam
untuk terapi dalam pemeriksaan lab penurunan
pemberian obat, cairan kadar trombosit dan
parental dan pemeriksaan hematokrit dapat menjadi
laboratorium indikasi terjadinya
perdarahan
Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Ukur tanda-tanda vital 1. Peningkatan nadi dengan
jaringan perifer berhubungan keperawatan, 3x8 jam penurunan TD dapat
dengan perdarahan diharapkan perfusi perifer menunjukkan kehilangan
normal degan kriteria hasil : volume darah sirkulasi.
- Tanda-tanda vital dalam 2. Monitor CRT dan tanda- 2. Peningkatan CRT >2 detik
rentang normal tanda sianosis dan sianosis merupakan
- Saturasi oksigen dalam tanda sirkulasi perifer tidak
rentang normal adekuat
- CRT dalam rentang normal 3. Monitor intake dan output 3. Mengetahui keseimbangan

- Denyut perifer teraba dan volume cairan

kuat 4. Kolaborasi : 4. – pemberian terapi obat

- Akral teraba hangat - Pemberian terapi obat dapat membantu untuk


- Pemberian cairan parental mengontrol atau
- Pemeriksaan laboratorium. menghilangkan perdarahan.
- Pemberian cairan parental
berguna untuk mengganti
cairan yang hilang akibat
perdarahan
- Pemeriksaan darah
membantu mengetahui
kandungan dalam darah
serta dapat mendeteksi
terjadinya perdarahan.
Resiko infeksi b/d tindakan Setelah dilakukan tindakan 1. Ukur tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui keadaan
invasif (post ligasi varises keperawatan, diharapkan tidak umum pasien
esofagus) ada resiko infeksi dengan 2. Monitor tanda-tanda infeksi 2. Kemerahan, peningkatan
kriteria hasil: suhu tubuh merupakan
- Tanda-tanda vital dalam tanda terjadinya proses
batas normal infeksi
- Hasil pemeriksaan 3. Monitor pemasangan alat 3. Mengidentifikasi tanda
laboratorium normal invasif lain, seperti IVFD tanda terjadinya infeksi
(area pemasangan infus, pada area pemasangan alat
waktu dan tanggal invasif apak terjadi
pemasangan infus), perdarahan
jadwalkan untuk mengganti
posisi infus.
4. Kaji tanda dan penyebab 4. Meningkatkan pengetahuan
proses infeksi pasien dan keluarga
sehingga dapat melakukan
tindakan yang tepat ketika
ditemukan tanda
perdarahan.
5. Berikan edukasi tentang 5. -Pemberian terapi obat
tanda-tanda infeksi dapat membantu untuk
mengontrol atau
menghilangkan perdarahan.
- Perubahan pada kadar
leukosit dapat menjadi
salah tanda terjadinya
proses infeksi.
6. Kolaborasi: 6. Perubahan nilai leukosit
- Pemberian terapi obat dapat menjadi tanda
- pemeriksaan terjadinya proses infeksi.
laboratorium
BAB III

PENUTUP

1. Simpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Andreas Karatzas et al.(2018). Νon-invasive screening for esophageal varices in


patients with liver cirrhosis: National Center for Biotechnology
Information. Dalam U.S. National Library of Medicine [online]. Volume
31. 10 halaman. Tersedia :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5924853/ [9 Agustus
2020, 12.00 PM]

Desy Aprilia,dkk. 2019. “Asuhan Keperawatan Varises Esofagus”. Makalah untuk


Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMMB

Netiana, SN Juniati. 2017. “Varises Esofagus”. Referat. Surabaya: Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Yestria Elfatma,dkk. (2017). Gambaran Derajat Varises Esofagus Berdasarkan


Beratnya Sirosis Hepatis: Jurnal Kesehatan Andalas. Volume 6. 6 halaman.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/721/577 [9 Agustus
2020, 10.39 AM]

Vella Paraditha, dkk. (2016). Gambaran Kadar Trombosit, Besar Limpa dan Kadar
Albumin Serum pada Pasien Sirosis Hati dengan Varises Esofagus: Jurnal
Kesehatan Andalas. Volume 5. 7 halaman.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/601/487. [9 Agustus
2020, 11.10]

Anda mungkin juga menyukai