PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Tabel 1. Epidemiologi varises esophagus dan hubungannya dengan penyakit hati
2
Walaupun pengelolaan perdarahan gastrointestinal telah banyak berkembang namun
mortalitasnya relatif tidak berubah, masih berkisar 8-10%. Hal ini dikarenakan bertambahnya kasus
perdarahan dengan usia lanjut dan akibat komorbiditas yang menyertai.
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan makalah yang kelompok angkat dalam makalah ini, antara lain:
1. Bagaimana konsep varises esophagus?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan varises esophagus?
D. Tujuan
1. Menjelaskan konsep varises esofagu.
2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan varises esophagus.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
1. Dinding Esofagus
Esofagus merupakan suatu organ berbentuk silindris berongga dengan panjang
sekitar 18-26 cm. Esofagus menghubungkan antara faring dan lambung. Batas
proksimal esofagus adalah sfingter esofagus atas, yang berjalan ke distal
sampai mediastinum posterior seperti cekungan tabung otot hingga sfingter
esofagus bawah. Esofagus merupakan bagian fungsional yang secara anatomis
berhubungan dengan pertemuan antara muskulus konstriktor faring dengan
4
krikofaring. Esofagus merupakan pusat kontraksi tonik, berdinding tebal,
terdapat otot polos sirkuler yang panjangnya 2-4 cm, sampai hiatus diafragma.
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapis yaitu: mukosa, submukosa, muskularis
propria dan adventisia. Esofagus tidak terdapat lapisan serosa sehingga
merupakan saluran cerna yang unik. Mukosa normal terdiri dari epitel berlapis
pipih, antara muskularis propria dan mukosa terdapat aliran limfatik yang
berasal dari muskularis propria. Muskularis propria terdiri dari otot bergaris
dan otot polos yaitu pada bagian proksimal otot bergaris, bagian tengah otot
bergaris dan polos dan pada bagian distal otot polos. Otot lapisan dalam
tersusun sirkuler dan lapisan luar longitudinal.
2. Vaskularisasi
Vaskularisasi esofagus mengikuti pola segmental. Pada esofagus bagian atas
disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia, bagian
tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkialis,
sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan
frenika inferior. Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena-vena
esofagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, yang
selanjutnya ke vena kava superior, dan di bawah diafragma vena esofagus
mengalir ke vena gastrika sinistra, yang selanjutnya ke vena porta.
Pembuluh darah sistem gastrointestinal merupakan bagian dari sistem yang
disebut sirkulasi splanknik. Sirkulasi ini meliputi aliran darah dari usus, limpa,
pankreas dan hati. Model dari sistem ini adalah sedemikian rupa sehingga
semua darah yang melewati usus, limpa, dan pankreas akan menuju ke hati
melalui vena porta. Aliran darah pada vena porta, yang berasal dari aliran
darah vena mesenterika superior (vena mesenterika inferior mengalir ke vena
splenika) dan vena splenika, membawa sekitar 1500 ml darah per menit.
Suplai darah ke hati ini adalah sekitar 80%.
Di dalam hati, darah akan mengalir melewati berjuta-juta sinusoid hati
(saluran vaskuler intrahepatik) yang sangat kecil dan akhirnya meninggalkan
hati melalui vena hepatika yang masuk ke dalam vena kava dari sirkulasi
sistemik.
5
Gambar 2. Sirkulasi Splanknik12
B. Patofisiologi
Sirosis merupakan fase akhir dari penyakit hati kronis yang paling sering
menimbulkan hipertensi portal (Gambar 3). Tekanan vena porta merupakan hasil
dari tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran darah pada portal bed. Pada sirosis,
tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran porta keduanya sama-sama meningkat.
Hyperdinamic
Portal hypertension
circulation •adrenergic system
•Deranged (vascular) (increased cardiac
architecture •vasoconstrictor/ index) •increased portal
dilator imbalance blood flow
•renin - angiotensin
system (renal Na⁻ •increased resistance
and water to portal flow
CIRRHOSIS retention)
Counterregulatory
mechanism
6
Bila ada obstruksi aliran darah vena porta, apapun penyebabnya, akan
mengakibatkan naiknya tekanan vena porta. Tekanan vena porta yang tinggi
merupakan penyebab dari terbentuknya kolateral portosistemik, meskipun faktor
lain seperti angiogenesis yang aktif dapat juga menjadi penyebab. Walaupun
demikian, adanya kolateral ini tidak dapat menurunkan hipertensi portal karena
adanya tahanan yang tinggi dan peningkatan aliran vena porta. Kolateral
portosistemik ini dibentuk oleh pembukaan dan dilatasi saluran vaskuler yang
menghubungkan sistem vena porta dan vena kava superior dan inferior. Aliran
kolateral melalui pleksus vena-vena esofagus menyebabkan pembentukan varises
esofagus yang menghubungkan aliran darah antara vena porta dan vena
kava.Pleksus vena esofagus menerima darah dari vena gastrika sinistra, cabang-
cabang vena esofagus, vena gastrika short/brevis (melalui vena splenika), dan
akan mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos. Sedangkan vena gastrika
sinistra menerima aliran darah dari vena porta yang terhambat masuk ke hepar .
Sistem vena porta tidak mempunyai katup, sehingga tahanan pada setiap level
antara sisi kanan jantung dan pembuluh darah splenika akan menimbulkan aliran
darah yang retrograde dan transmisi tekanan yang meningkat. Anastomosis yang
menghubungkan vena porta dengan sirkulasi sistemik dapat membesar agar aliran
7
darah dapat menghindari (bypass) tempat yang obstruksi sehingga dapat secara
langsung masuk dalam sirkulasi sistemik.
Hipertensi portal paling baik diukur secara tidak langsung dengan menggunakan
wedge hepatic venous pressure (WHVP). Perbedaan tekanan antara sirkulasi porta
dan sistemik (hepatic venous pressure gradient,HVPG) sebesar 10-12 mmHg
diperlukan untuk terbentuknya varises. HVPG yang normal adalah sekitar 5-
10mmHg. Pengukuran tunggal berguna untuk menentukan prognosis dari sirosis
yang kompensata, sedangkan pengukuran ulang berguna untuk memonitoring
respon terapi obat-obatan dan presifitas penyakit hati.Bila tekanan pada dinding
vaskuler sangat tinggi dapat terjadi pecahnya varises. Kemungkinan pecahnya
varises dan terjadinya perdarahan akan meningkat sebanding dengan
meningkatnya ukuran atau diameter varises dan meningkatnya tekanan varises,
yang juga sebanding dengan HVPG. Sebaliknya, tidak terjadi perdarahan varises
jika HVPG di bawah 12 mmHg. Risiko perdarahan ulang menurun secara
bermakna dengan adanya penurunan dari HVPG lebih dari 20% dari baseline.
Pasien dengan penurunan HVPG sampai <12 mmHg, atau paling sedikit 20% dari
baseline, mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk terjadi perdarahan
varises berulang, dan juga mempunyai risiko yang lebih rendah untuk terjadi
asites, peritonitis bakterial dan kematian.
C. Etiologi
Etiologi terjadinya varises esofagus dan hipertensi portal adalah penyakit-
penyakit yang dapat mempengaruhi aliran darah portal. Etiologi ini dapat
diklasifikasikan sebagai prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik
8
(Tabel 3). hipertensi portal
D. Diagnosis
Varises esofagus biasanya tidak memberikan gejala bila varises belum pecah yaitu
bila belum terjadi perdarahan. Oleh karena itu, bila telah ditegakkan diagnosis
sirosis hendaknya dilakukan skrining diagnosis melalui pemeriksaan
esofagogastroduodenoskopi (EGD) yang merupakan standar baku emas untuk
menentukan ada tidaknya varises esofagus. Pada pasien dengan sirosis yang
kompensata dan tidak didapatkan varises, ulangi EGD setiap 2–3 tahun,
sedangkan bila ada varises kecil, maka pemeriksaan EGD diulangi setiap 1–2
tahun.
9
s
i GUIDELINE UNTUK MENDIAGNOSIS VARISES ESOFAGUS
r
o 1. Skrining dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD)
s untuk mendiagnosis varises esofagus sangat direkomendasikan saat
i diagnosis sirosis telah ditegakkan
s
2. Endoskopi berulang direkomendasikan berdasarkan level dari sirosis
dan berdasarkan adanya dan ukuran dari varises
y
a Pasien dengan dan Pengulangan EGD
n
g Sirosis terkompensasi tanpa varises setiap 2-3 tahun
Efektivitas skrining dengan endoskopi ini bila ditinjau dari segi biaya, masih
merupakan kontroversi, maka untuk keadaan-keadaan tertentu disarankan untuk
menggunakan gambaran klinis, seperti jumlah platelet yang rendah, yang dapat
membantu untuk memprediksi pasien yang cenderung mempunyai ukuran varises
10
yang besar.Bila standar baku emas tidak dapat dikerjakan atau tidak tersedia,
langkah diagnostik lain yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan
ultrasonografi Doppler dari sirkulasi darah (bukan ultrasonografi endoskopik).
Alternatif pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan radiografi dengan menelan
barium dari esofagus dan lambung, dan angiografi vena porta serta manometri.Pada
pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, sangatlah penting menilai lokasi (esofagus atau
lambung) dan besar varises, tanda-tanda adanya perdarahan yang akan terjadi
(imminent), perdarahan yang pertama atau perdarahan yang berulang, serta bila
mungkin untuk mengetahui penyebab dan beratnya penyakit hati.Varises esofagus
biasanya dimulai dari esofagus bagian distal dan akan meluas sampai ke esofagus
bagian proksimal bila lebih lanjut. Berikut ini adalah derajat dari varises esofagus
berdasarkan gambaran endoskopis (Gambar 5).
11
derajat 4 terdapat obstruksi lumen esofagus hampir lengkap, dengan tanda bahaya
akan terjadinya perdarahan (cherry red spots).
Setelah varises esofagus telah diidentifikasi pada pasien dengan sirosis, risiko
terjadinya perdarahan varises adalah sebesar 25-35 %. Oleh karena sirosis hati
akan mempunyai prognosis buruk dengan adanya perdarahan varises, maka
penting untuk dapat mengidentifikasi mereka yang berisiko tinggi dan
pencegahan kejadian perdarahan pertama. Perdarahan varises esofagus biasanya
tanpa rasa sakit dan masif, serta berhubungan dengan tanda perdarahan saluran
cerna lainnya, seperti takikardi dan syok. Faktor risiko untuk perdarahan pada
orang dengan varises adalah derajat hipertensi portal dan ukuran dari varises.
Varises sangat tidak mungkin untuk terjadi perdarahan jika tekanan portal < 12
mmHg.
Perdarahan varises didiagnosis atas dasar ditemukannya satu dari penemuan pada
endoskopi, yaitu tampak adanya perdarahan aktif, white nipple, bekuan darah
pada varises.1 Sedangkan adanya red wale markings atau cherry red spots yang
menandakan baru saja mengeluarkan darah atau adanya risiko akan terjadinya
perdarahan (Gambar 6).
12
Pada pasien dengan dugaan terjadi perdarahan dari varises, perlu dilakukan
pemeriksaan EGD. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sesegera mungkin
setelah masuk rumah sakit (12 jam), khususnya pada pasien dengan perdarahan
yang secara klinis jelas. Penundaan lebih lama (24 jam) dapat di lakukan pada
kasus perdarahan ringan yang memberikan respon dengan vasokonstriktor.
Pada saat dilakukan endoskopi, ditemukan perdarahan dari varises esofagus atau
varises gaster. Varises diyakini sebagai sumber perdarahan, ketika vena
menyemprotkan darah atau ketika ada darah segar dari esophageal-gastric
junction di permukaan varises atau ketika ada darah segar di fundus, jika terdapat
varises lambung. Dalam keadaan tidak ada perdarahan aktif (lebih dari 50%
kasus) atau adanya varises sedang dan besar dengan tidak adanya lesi, maka
varises potensial untuk menjadi sumber perdarahan yang potensial.
E. Faktor resiko varises dan terjadinya perdarahan
Menurut World Gastroenterology Organisation Guidelides, INR score >1,5,
diameter vena porta >13mm, adanya trombositopenia telah ditemukan sebagai
factor prediktif terjadinya varises pada sirosis.
Tabel 4. Faktor resiko varises esophagus dan perdarahan
Selain itu, banyak studi yang telah memperlihatkan bahwa risiko perdarahan
varises meningkat sesuai dengan ukuran varises.
13
Tabel 5. Klasifikasi Pembagian Besarnya Varises Esofagus
F. Diferensial diagnosis
Diferensial diagnosis varises esofagus dapat berasal dari seluruh penyebab
perdarahan saluran cerna atas, yaitu :
1. Schistosomiasis
2. Severe congestive heart failure
3. Hemochromatosis
3. Wilson Disease
4. Autoimmune hepatitis
5. Portal/sphlenic vein thrombosis
6. Sarcoidosis
7. Budd-Chiari syndrome
8. Chronic pancreatitis
9. Hep B, C
14
10. Alcoholic cirrhosis
11. Primary biliary cirrhosis (PBC)
12. Primary sclerosing cholangitis (PSC)
15
1. Profilaksis Primer
Profilaksis primer merupakan merupakan suatu usaha yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya pendarahan awal pada seseorang yang memiliki
varises esofagus dan peningkatan tekanan vena porta. Oleh karena 30-50%
pasien hipertensi portal akan mengalami perdarahan varises dan sekitar 50%
nya meninggal akibat perdarahan pertama, maka logis bila dikembangkan
suatu tindakan profilaktik untuk mencegah terjadinya varises.
Profilaksis primer tersebut dilakukan setelah ditegakkannya diagnosis sirosis.
Hal ini dikarenakan lebih dari 50% pasien yang terdiagnosis pada saat itu
ternyata sudah didapatkan adanya pembesaran varises esofagus. Setelah
penegakan diagnosis, hal selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan
grading atau pembagian derajat varises esofagus menggunakan endoskopi.
Apabila tidak didapatkan adanya varises, endoskopi dapat diulang 3-4 tahun
lagi sedangkan apabila didapatkan varises grade I maka endoskopi dapat
diulang setelah 1 tahun lagi. Tindakan profilaksis dapat dilakukan ketika
varises sudah mencapai grade II atau III dimana tindakan yang dilakukan
adalah dengan diberikannya propanolol 80-160 mg/hari atau jika didapatkan
adanya intoleransi maka dapat dipertimbangkan untuk dilakukannya ligasi
vena.
Terapi dengan menggunakan β-blocker ternyata memiliki efektifitas yang
baik dalam mencegah perdarahan pertama dari varises esofagus pada berbagai
macam penelitian. Pada zaman dahulu, profilaksis primer ini merupakan
pemberian obat tersebut secara per oral dua kali sehari dan melakukan titrasi
dosis berdasarkan toleransi yang dimiliki oleh pasien. Akan tetapi, beberapa
penelitian terbaru membuktikan bahwa pemberian dosis tunggal satu kali
sehari dari long acting propanolol ternyata sudah cukup dan efektif untuk
mencegah terjadinya perdarahan awal varises esofagus (80 mg atau 160 mg
tergantung ketersediaan yang ada di masing-masing negara). Pemberian β-
blocker ini harus diberikan secara terus menerus khususnya pada pasien yang
berisiko hal ini dikarenakan penghentian terapi β-blocker ternyata dapat
berpengaruh terhadap kemunculan perdarahan varises esofagus.
16
Berikut ini usulan algoritma surveilans dan profilaksis primer
Diagnosis Sirosis
Endoskopi saluran
cerna atas
intoleransi
Ligasi varises
17
menurunkan tekanan portal adalah dengan pelepasan dari nitric oxide.
ISMN merupakan satu-satunya nitrat yang telah diuji melalui uji klinik
yang dapat memberikan efek pada varises esofagus.
18
secara klinis tidak cocok dibuat. Pada saat ini skleroterapi tidak dapat
dianjurkan untuk profilaksis perdarahan varises pada pasien dengan sirosis.
19
Gambar 2.3 Ligasi varises esofagus1,3
20
akibat pecahnya varises esofagus dapat dipertimbangkan untuk menjalani puasa
terlebih dahulu hingga pendarahan dapat dibuktikan telah berhenti.
21
Berikut ini merupakan skema umum penatalaksanaan perdarahan saluran
cerna atas akibat pecahnya varises esofagus.
TIPSS/bedah Kekambuhan
Eradikasi : perdarahan varises
Follow up 3 dan 6 bulan,
kemudian setahun sekali
Pertimbangkan merujuk
untuk TIPSS atau bedah
2. Terapi Farmakologis
Dua kelompok utama yang telah digunakan untuk mengatasi perdarahan
varises akut adalah vasopresin dan analognya (baik tunggal atau kombinasi
dengan nitrogliserin) dan somatostatin atau analognya. Bila ada perdarahan
22
obat-obatan vasoaktif harus diberikan secepat mungkin sebelum dikerjakan
diagnosis dengan endoskopi. Pengobatan ini harus dipertahankan selama 2 – 5
hari pada perdarahan varises.
a. Vasopresin dan analognya
Vasopresin bekerja dengan menurunkan aliran darah portal, aliran darah
kolateral sistemik portal dan tekanan varises. Namun obat ini memiliki
efek samping sistemik yang bermakna seperti peningkatan resistensi
perifer dan penurunan curah jantung, denyut jantung dan aliran darah
koroner. Dibandingkan tanpa terapi aktif, hasil yang dikumpulkan dari
empat uji klinik acak menunjukkan bahwa vasopresin ternyata mampu
menurutkan kegagalan mengatasi pendarahan varises akut meskipun
mortalitas tidak terpengaruh.
Uji klinik yang membedakan skleroterapi dengan vasopresin telah
memperlihatkan bahwa tidak ada efek yang bermakna dalam hal
penurunan kegagalan mengatasi perdarahan ulang secara bermakna lebih
rendah pada pasien dengan skleroterapi. Akan tetapi, penggunaan
vasopressin ini sudah tidak digunakan lagi sejak 25 tahun yang lalu pada
sebagian besar negara di dunia dikarenakan adanya efek samping
vaskular yang berat.
Vasopressin memiliki analog yang sering digunakan oleh berbagai
negara di dunia, yaitu Terlipressin. Terlipressin merupakan sebuah
analog vasopressin yang memiliki efek yang serupa, meliputi, penurunan
gradien tekanan vena porta, tekanan varises, dan aliran darah vena
azygos. Terlipressin didapatkan ternyata memiliki efek yang superior
dibandingkan dengan plasebo dalam mengkontrol perdarahan varises.
Obat ini juga ditemukan ternyata dapat menurunkan sistem
vasokontriktor renal dan memperbaiki fungsi renal pada pasien dengan
sindroma hepatorenal.
Akan tetapi, ditemukan ternyata Terlipressin ini ternyata justru dapat
menginduksi komplikasi iskemia, terutama pada pasien dengan syok
hipovolemik dan dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit
23
kardiovaskular (penyakit arteri dengan obstruksi yang berat, insufisiensi
jantung, aritmia, dan hipertensi).
24
perdarahan dan terkait degan efek samping yang lebih sedikit.
Somatostatin ternyata juga dibuktikan memiliki efek yang serupa dalam
keampuhannya mengatasi perdarahan dibandingkan dengan Terlipressin.
Ocreotide dan vapreotide memiliki waktu paruh yang lebih panjang
dibandingkan dengan somatostatin dan sangat bermanfaat dalam
penatalaksanaan menghadapi pendarahan varises esofagus akut.
Ocreotide dapat menurunkan gradien tekanan vena hepar dan aliran
darah vena azigos tetapi tidak menurunkan tekanan varises. Akan tetapi,
efek dari Ocreotide ini masih kontroversial. Obat ini mencegah
peningkatan dari aliran darah hepar setelah makan dan dikatakan
memiliki efektivitas seperti Terlipressin pada penatalaksanaan
perdarahan varises esofagus dan meningkatkan efikasi dari terapi
endoskopi. Tidak didapatkan adanya efek samping maupun toksisitas
yang bermakna yang berkaitan dengan pemberian Somatostatin ataupun
analognya yaitu Ocreotide.
3. Terapi Endoskopi
a. Skleroterapi
Skleroterapi varises endoskopik didasarkan pada konsep bahwa
perdarahan varises dapat dihentikan oleh pembentukan trombus dalam
varises yang berdarah, sekunder akibat pemberian obat sklerosan yang
diinjeksikan intravariseal atau paravariseal. Empat uji klinik telah
membandingkan skleroterapi dengan tamponade balon dan dua di
antaranya menunjukkan pengendalian perdarahan yang secara
bermakna lebih tinggi pada pasien yang mendapat skleroterapi. Hasil
pengendalian perdarahan pada pasien skleroterapi sangat tinggi yaikni
95% dan 100%.
b. Terdapat beberapa komplikasi yang sering muncul pada penggunaan
skleroterapi, meliputi nyeri retrosternal, disfagia, dan ulkus
postskleroterapi. Komplikasi lainnya yang lebih berat meliputi
perforasi esofagus dan striktur dimana hal tersebut juga pernah
dilaporkan dalam suatu laporan kasus.
25
4. Ligasi Varises
Hingga saat ini, ligasi varises merupakan terapi pilihan pertama dari terapi
endoskopi untuk mengatasi varises esofagus. Teknik ini merupakan
modifikasi dari yang digunakan untuk ligasi hemoroid interna.
Penggunaannya pada manusia pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988
dan uji klinik acak berikutnya membandingkan ligasi dengan skleroterapi
memperlihatkan penurunan bermakna dalam hal angka komplikasi dan
perbaikan kelangsungan hidup.
Uji klinik lainnya membuktikan bahwa ligasi varises dapat mengatasi
perdarahan varises akut dan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal
mengendalikan perdarahan aktif antara ligasi dan skleroterapi. Lo dkk.
memperlihatkan bahwa perdarahan aktif lebih mudah diatasi dengan ligasi
(94%) dibandingkan dengan skleroterapi (80%).Komplikasi yang muncul
pada ligasi ini dilaporkan lebih sedikit dibandingkan dengan skleroterapi.
Secara umum, pendarahan setelah post ligasi juga jarang dilaporkan
26
Gambar Transjugular Intrahepatic Portosystemic Stent Shunt2
27
7. Tamponade Balon
Tamponade balon merupakan suatu metode yang dapat digunakan
untuk mengatasi suatu pendarahan yang masif dan tidak terkontrol.
Tamponade balon ini menyediakan suatu “jembatan” bagi terapi definitif
perdarahan varises esofagus, yaitu TIPSS atau portosystemic surgical shunt.
Balon yang paling sering digunakan dalam prosedur ini adalah balon 4 lumen
yang dimodifikasi dengan selang Sengstaken-Blakemore.1,3
Terapi ini sangat efektif dalam mengatasi perdarahan akut sampai 90%
pasien meskipun sekitar 50% nya mengalami perdarahan ulang ketika balon
dikempiskan. Namun cara ini dapat menimbulkan komplikasi yang serius
seperti ulserasi esofagus dan pneumonia aspirasi pada 15-20% pasien.
Meskipun begitu, cara ini mungkin dapat menjadi terapi penyelamat pada
perdarahan varises masif yang tidak terkendali, sebelum dapat diberikan
bentuk terapi lainnya.
8. Transplantasi Hati
Cara ini mungkin hanya cocok untuk pasien yang mengalami
perdarahan ketika menunggu transplantasi hati meskipun penelitian dengan
ligasi varises atau perbandingan dengan TIPSS dalam situasi ini harus
28
dilakukan. Namun transplantasi hati merupakan pilihan yang sangat jarang
bagi sebagian besar pasien, baik karena prosedur tidak lazim ada dan karena
sedikitnya atau lamanya pencarian organ Tidak ada uji klinik transplantasi
hati pada perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan aktif.
9. Profilaksis Sekunder
Setiap pasien yang selamat dari episode perdarahan varises harus
mendapatkan suatu pengobatan tertentu untuk mencegah adanya episode
perdarahan ulangan. Profilaksis sekunder ini merupakan suatu bentuk terapi
yang ditujukan untuk mencegah berulangnya perdarahan varises. Sebagai
terapi lini pertama, terapi farmakologis dan endoskopis masih dapat
digunakan sebagai pencegah perdarahan varises esofagus ulangan. Terapi
farmakologis menggunakan β-blocker non-selektif masih menjadi pilihan
utama. Akan tetapi, penggunaan terapi kombinasi β-blocker dan ISMN sudah
tidak direkomendasikan kembali.1
29
Apabila profilaksis sekunder menggunakan nonselektif β-blocker atau
ligasi endoskopi gagal untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang, terapi
penyelamatan dapat segera dipikirkan. Terapi penyelamatan yang dapat
digunakan antara lain adalah TIPSS dan pembuatan jalur baru atau shunting
melalui tindakan pembedahan. TIPSS dibuktikan memiliki efektivitas yang
lebih baik dibandingkan dengan terapi endoskopis dan shunting juga
dibuktikan lebih efektif dibandingkan dengan skleroterapi endoskopis.
Meskipun demikian, baik TIPSS atau pembuatan shunting ternyata telah
ditemukan memiliki risiko yang tinggi terhadap ensefalopati.
30
BAB III
A. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan varises esofagus, meliputi pengkajian anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pengkajian diagnostik. Pada pengkajian anamnesis, keluhan utama
pada pasien varises esofagus bervariasi sesuai dengan manifestasi klinik yang terjadi akibat
dari varises esofagus yang mempengaruhi sistem organ. Pada varises esofagus tanpa
perdarahan biasanya keluhan masih umum, tetapi biasa mendapatkan keluhan
ketidaknyamanan abdomen, mual, muntah, serta anoreksia atau keram otot – otot abdomen.
Pada pasien varises esofagus dengan perdarahan, keluhan utama yang sering ditemukan
adalah hematemesis dan melena.
Pengkajian riwayat kesehatan dilakukan untuk menggali peremasalahan pada pasien
varises esofagus. Pada riwayat keshatan didapatkan adanya keluhan utama lemah, malaise,
penurunan berat badan, perubahan pada urin menjadi ikterik atau menjadi gelap, gatal –
gatal (biasanya berhubungan dengan obstruksi kantung empedu atau sirosis hati), edema
atau asites, dan impotensi atau gangguan seksual.
Penting bagi perawat untunk mengkaji penyakit masa lalu, riwayat dirawat dengan
penyakit hati atau riwayat hematemeis atau melena serta riwayat pengguanan obat – obatan
masa lalu yang baisa digunakan. Perawat juga mengkaji pola hidup tentang adanya
kebiasaan penggunaan alkohol. Pengkajian riwayat keluarga dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya hubungan penyakit wilson pada generasi terdahulu (Azer,2009).
Pengkajian psikososial didapatkan adanya kecemasan akan kondisi penyakit dan pada
beberapa pasien perlu mendapat pemenuhaninformasi kesehatan.
Pada pemerikasaan fisik, perawat memulai dengan pemeriksaan keadaan umum dan
tingkat kesadaran, khususnya apabila ada riwayat hematemesis-melena masif.
Pemeriksaan TTV merupakan pemeriksaan penting yang harus dilakukan pada saat
penemuan pertama kali. Hipotensi dan brakardia biasa didapatkan. Hal ini untuk mendeteksi
adanya tanda-tanda syok hipovolemik akibat perdarahan masif. Pada kondisi kronis biasanya
didapatkan pasien terlihat kurus dan penurunan berat badan.
31
Pemeriksaan fokus pada varises esofagus adalah:
1. Inspeksi
Pasien biasanya terlihat pucat (berhubungan dengan pengeluaran darah dari
intravaskular secara progresif), ikterus (berhubungan dengan kegagalan fungsi hati),
sianosis akibat penurunan saturasi oksigen. Peningkatan frekuensi napas dan usaha
bernapas. Ketidaknyaman pada abdomen, ekspresi nyeri pada saat palpasi ringan
abdomen, edema, asites, hematemesis, melena. Periksa adanya distensi vena abdominal.
Didapatkan adanya perubahan urine menjadi kuning tua (ikterik) atau menjadi gelap dan
dan atrofi dari testis(Azer,2009). Pada pemeriksaan rektal, lihat adanya perubahan
warna feses menjadi lebih gelap menandakan perdarahan saluran gastroentestinal atas
2. Auskultasi
Peningkatan peristaltik usus
3. Perkusi
Nyeri ketuk abdomen
4. Palpasi
Nyeri tekan abdomen region hipokondrium kanan dan kiri atau dibawah iga
(Azer,2009). Didapatkan adanya pembesaran kelenjar parotis (yang didapat pada pasien
disertai alkoholisme dan malnutrisi), pembesaran limpa (splenomegali).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut;
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasitas angkut
oksigen dan faktor-faktor resiko aspirasi;
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena.
4. Ketakutan (cemas) / ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit , prognosis, dan kebutuhan
pengobatan b/d kurangnya terpapr informasi.
32
C. INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
Defisit volume cairan Pasien akan tetap tetap - Pantau volume cairan
berhubungan dengan stabil secara hemodinamik setiap jam
kehilangan darah akut - Ukur output urine tiap jam
- Ukur I dan O dan kaji
keseimbangan
- Berikan cairan pengganti
dan produk darah sesuai
instruksi. Pantau adanya
reaksi yang merugikan
terhadap komponen terapi
- Tirang baring total,
baringkan pasien terlentang
dengan kaki di tinggikan
untuk meningkatkan
preload jika pasien
mengalami hipotensi. Jika
terjadi normotensi
tempatkan tinggi bagian
kepala tempat tidur pada
450untuk mencegah aspirasi
isi lambung
- Pantau Hb dan Ht
- Pantau elektrolit
- Periksa feses terhadap
darah untuk 72 jam setelah
masa akut
Kerusakan pertukaran gas Pasien akan - Pantau S02 dengan
berhubungan dengan mempertahankan oksigenasi menggunakan oksimetri
33
penurunan kapasitas dan pertukaran gas yang atau ABGs
angkut oksigen dan faktor- adekuat - Pantau bunyi napas dan
faktor resiko aspirasi gejala pulmoner
-
Resiko tinggi terhadap Pasien tidak akan - Gunakan suplemen
infeksi berhubungan mengalami infeksi O2sesuai instruksi
dengan aliran intravena. nasokomial - Pantau suhu tubuh
- Pantau adanya distensi
abdomen
- Baringkan pasien pada
bagian kepala tempat tidur
yang ditinggikan jika
segalanya memungkinkan
- Pertahankan fungsi dan
potensi NGT dengan tepat
- Atasi segera mual
- Pertahankan kestabilan
selang intravena
- Ukur suhu setiap jam
- Pantau sistem intravena
terhadap potensi infiltrasi
dan tanda – tanda infeksi
- Ganti letak intravena setaip
48 – 72 jam dan jika perlu
- Ganti larutan intravena
sedikitnya 24 jam
- Gunakan tekhnik aseptik
saat mengganti balutan dan
selang. Pertahankan balutan
bersih dan steril
34
- Ukur sel darah putih
Ketakutan (cemas) / Klien menunjukkan relaks Mandiri :
ansietas berhubungan dan laporan ansietas - Catat petunjuk perilaku
dengan perubahan status menurun sampai tingkat contoh gelisah, mudah
kesehatan dapat ditangani terangsang, kurang kontak
mata, perilaku melawan
atau menyerang
- Dorong pernyataan takut
dan ansietas; berikan
umpan balik akui bahwa ini
adalah situasi yang
menakutkan dan lainya
diekspreikan mirip dengan
takut. Bantu pasien dalam
menyatakan perasaan
dengan mendengar dengan
aktif
- Berikan informasi akurata
nyata tentang apa yang
dilakukan misalnya sensasi
yang diharapkan, prosedur
biasa
- Berikan lingkungan tenng
untuk istirahat
- Tunjukkan tekhnik
relaksasi contoh visualisasi,
latihan napas dalam,
bimbngan imajinasi
Kolaborasi :
- Berikan obat sesuai
indikasi misal diazeapam
35
(valium); klorazepat
(tranxene); alprazolam
(xanax)
- Rujuk keperawat psikiatrik
penaseha/ agama
Kurangnya Klien menyatakan Mandiri :
pengetahuan tentang pemahaman penyebab - Tentukan persepsi pasien
proses penyakit , perdarahannya sendiri (bila terhadap penyebab
prognosis, dan kebutuhan tahu) dan penggunaan perdarahan
pengobatanb/d kurangnya tindakan pengobatan - Berika atau kaji ulang
terpapr informasi. informasi tentang etiologi
pada perdarahan, penyebab
atau efek hubungan
perilaku pola hidup, dan
cara menurunkan resiko
atau faktor pendukung.
Dorong pasien untuk
bertanya
36
BAB IV
PENUTUP
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal pembuluh
darah vena di esofagus bagian bawah. Berbagai penyakit terlibat dalam aliran darah vena
porta dan menghasilkan peningkatan tekanan vena porta sehingga membentuk varises
esophagus. Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis hati. Sirosis adalah
penyakit yang ditandai dengan pembentukan jaringan parut di gati. Penyebabnya antara
lain hepatitis B dan C atau konsumsi alkohol dalam jumlah besar. Varises esofagus terjadi
jika aliran darah menuju hati terhalang. Aliran tersebut akan mencari jalan lain yaitu ke
pembuluh darah di esofagus, lambung atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah.
Kompikasi utama varises esofaghus adalah perdarahan. Varises esofaghus biasanya rentan
tejadi perdarahan ulang, terutama dalam 48 jam pertama. Perdarahan pada varises
esofagus harus segera diatasi, jika tidak dapat terjadi kematian.
37
DAFTAR PUSTAKA
38