Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DECOMPENSASI CORDIS
DEPARTEMEN GAWAT DARURAT
RSUD BANGIL PASURUAN
PROGRAM PROFESI NERS

Oleh:

WIWID SURYADI
170070301111118

PROGARAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
"DECOMPENSASI CORDIS"

A. Definisi

Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung


untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan
terhadap oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000).

Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan
darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan
metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu sedangkan tekanan pengisian kedalam
jantung masih cukup tinggi.( Soeparman IPD II 2009, 193 ).

Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana serambi kiri dan atau kanan dari
jantung tidak mampu untuk memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik (Maryllin E
Doengoes, rencana asuhan keperawatan 2012 ; 52).

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit gagal jantung


merupakan suatu keadaan atau kondisi patofisiologis dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu lagi memompakan darahnya dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan dalam melakukan metabolisme sehingga dapat menyebabkan
terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik.

B. Klasifikasi
Dekompensasi Cordis ada 3 macam yaitu:
1. Decompensasi Cordis kiri
Decompensasi Cordis kiri terjadi karena gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri
sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan pada akhir diastolik dalam
ventrikel kiri meningkat. Hal ini menjadi beban atrium kiri dalam kerjanya mengisi
ventrikel kiri saat diastolik, akibatnya terjadi kenaikan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan
atrium kiri yang meninggi menyebabkan hambatan pada aliran masuknya darah dari vena-
vena pulmonal. Bila terus bertambah akan merangsang ventrikel kanan untuk
berkompensasi dengan melakukan hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuan, bila
beban tetap tinggi dimana suatu saat tak teratasi lagi terjadilah gagal jantung kanan
sehingga pada akhirnya terjadilah gagal jantung kiri dan kanan.
2. Decompensasi Cordis kanan
Decompensasi Cordis kanan terjadi karena hambatan pada daya pompa ventrikel kanan
sehingga isi sekuncupnya menurun tanpa didahului adanya gagal jantung kiri. Akibat
tekanan dan volume akhir diastolik ventrikel kanan akan meningkat dan menjadi beban
bagi atrium dalam mengisi ventrikel kanan saat diastolik yang berakibat naiknya tekanan
atrium kanan dan dapat menyebabkan hambatan pada aliran masuk darah dari vena kava
superior dan inferior ke jantung pada akhirnya menyebabkan bendungan pada vena – vena
tersebut (vena jugularrs dan vena porta) bila berlanjut terus maka terjadi bendungan
sitemik yang lebih berat dengan timbulnya edema tumit dan tungkai bawah serta asites.

3. Decompensasi Cordis Congestif


Decompensasi Cordis congestif terjadi bila gangguan jantung kiri dan kanan terjadi
bersamaan dengan ditandai adanya bendungan paru dan bendungan sistemik pada saat
yang sama.

C. Etiologi

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah


keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi
aorta, dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokard atau kardiomyopati.

Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah
gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian
dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh
penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam
sistesis atau fungsi protein kontraktil. (Price. Sylvia A, 1995).

Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut


menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri :
penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit
katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi (
tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri,
penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung
kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif. (Chandrasoma,
2006).

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup
penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara berkembang penyakit
arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara
berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan
penyakit jantung akibat malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk
menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan
pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai
penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor risiko koroner
seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada
perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol
total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risikoindependen
perkembangan gagal jantung.

Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada


beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark
miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun
aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan
kuat dengan perkembangan gagal jantung.4 Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit
pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun
penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati
dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif
dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi
dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.
Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE,
sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.

Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal


dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan
pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang
berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif).
Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk,
tidak membesar dandihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic(relaksasi) yang
menghambat pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit
jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju.
Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta.
Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan
afterload).

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan
dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi.
Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek
secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung
akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat
menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol
menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan
gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal
jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga
dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.
(Santosa, A 2007)

D. Epidemiologi
Gagal jantung adalah sindrom yang umum muncul dengan tingkat kejadian dan
sebaran yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hampir 5 juta orang di AS mengalami
gagal jantung, dan hampir 500.000 kasus baru yang muncul tiap tahun. Ini penyakit yang
bekaitan dengan usia, 75% kasus mengenai orang dengan usia lebih dari 65 tahun. Tingkat
kejadian gagal jantung meningkat 1% pada usia dibawah 60 tahun dan hampir 10% pada
usia diatas 80 tahun.

E. Patofisiologi
Terlampir
F. Tanda dan Gejala
Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat
tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti
dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
1. Decompensasi cordis kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru, tanda dan gejala yang terjadi yaitu :
a. Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari
yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
b. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi
karena distress pernafasan dan batuk.
c. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
d. Batuk
2. Decompensasi Cordis kanan :
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan
berat badan.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
d. Anoreksia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
e. Nokturia
f. Kelemahan.
3. Decompensasi Cordis Congestif
Gejalanya merupakan gabungan Dekompensasi Cordis kiri dan kanan.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan
segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan
adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi
atau struktur katub atau penurunan kontraktilitas ventrikular.
3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi,
juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi atau perubahan kontrktilitas. (Wilson
Lorraine M, 2001)
5. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi
fleura yang menegaskan diagnosa CHF.
6. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil
hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2012)

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk
menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially
curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi :
1. Non medikamentosa.
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja
jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar–benar dengan tirah
baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Sering tampak
gejala–gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya
berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan.
Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan
diberikan sebanyak 80–100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
2. Medikamentosa
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun
parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung, sampai
edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin
Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis
optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan
ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT
lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan dan
kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang
memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada
pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan
mortalitas dengan pemberian jenis obat ini. Pemakaian obat dengan efek diuretik-
vasodilatasi seperti Brain Natriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian.
Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun
pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah
mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia dapat
memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan
stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah
miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih
memerlukan penelitian lanjut.
3. Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
a. Revaskularisasi (perkutan, bedah)
b. Operasi katup mitral
c. Aneurismektomi
d. Kardiomioplasti
e. External cardiac support
f. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular
g. Implantable cardioverter defibrillators (ICD)
h. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
i. Ultrafiltrasi, hemodialisis
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan
keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan
terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik. Karenanya diagnostik dan teraupetik
berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
a. Aktivitas/istirahat
- Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
- Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad
aktivitas.
b. Sirkulasi
- Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki,
telapak kaki, abdomen.
- Tanda :
 TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
 Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
 Irama Jantung ; Disritmia
 Frekuensi jantung ; Takikardia.
 Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior
ke kiri.
 Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2
mungkin melemah.
 Murmur sistolik dan diastolic.
 Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
 Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
 kapiler lambat.
 Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
 Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
 Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada
ekstremitas.
c. Integritas ego
- Gejala: Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
- Tanda: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan
mudah tersinggung.
d. Eliminasi
- Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
e. Makanan/cairan
- Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
- Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta
edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
f. Higiene
- Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
- Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori
- Gejala: Kelemahan, pening, episode pingsan.
- Tanda: Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
h. Nyeri/Kenyamanan
- Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan
sakit pada otot.
- Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.
i. Pernapasan
- Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
- Tanda:
 Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
 Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pemebentukan sputum.
 Sputum: Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
 Bunyi napas: Mungkin tidak terdengar.
 Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
 Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
j. Keamanan
- Gejala: Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot,
kulit lecet.
k. Interaksi sosial
- Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
l. Pembelajaran/pengajaran
- Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya :
penyekat saluran kalsium.
- Tanda: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
Perubahan structural, ditandai dengan: Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) :
disritmia, perubahan gambaran pola EKG, Perubahan tekanan darah
(hipotensi/hipertensi), Bunyi ekstra (S3 & S4), Penurunan keluaran urin, Nadi perifer
tidak teraba, Kulit dingin kusam, Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan
nyeri dada.
a. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat
menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , melaporkan penurunan epiode
dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
b. Intervensi:
- Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
- Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang
disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
- Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau
tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
- Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak
dapat norml lagi.
- Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap
tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi
sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang
karena peningkatan kongesti vena.
- Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.

2) Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen.


Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan,
kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
a. Tujuan /kriteria evaluasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klin dapat
berpartisipasi padaaktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri,
mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.
b. Intervensi:
- Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
- Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia,
dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
- Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
- Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi


glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema,
Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
a. Tujuan/kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien
mampu mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema. Menyatakan pemahaman tentang
pembatasan cairan individual
b. Intervensi :
- Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan
perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine
dapat ditingkatkan selama tirah baring.
- Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-
tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
- Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
- Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
- Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal
- Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
- Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran
kapiler-alveolus.
a. Tujuan /kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
dapat mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernapasan., berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi.
b. Intervensi :
- Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
- Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
- Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
- Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
- Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
a. Tujuan/kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien
dapat mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik
mencegah kerusakan kulit.
b. Intervensi:
- Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik
dan gangguan status nutrisi.
- Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
- Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran
darah.
- Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
- Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi
obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program


pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang
hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan
masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
a. Tujuan/kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien dapat:
Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan
mencegah komplikasi. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa
teknik untuk menangani. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
b. Intervensi:
- Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan
ketaatan pada program pengobatan.
- Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan
bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat
meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
- Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur
untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
- Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri /
penatalaksanaan dirumah

4. Evaluasi
a. Pasien dapat melakukan aktifitas tanpa disertai gejala gagal jantung seperti rasa
nyeri pada dada.
b. Pasien dapat berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan
diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
c. Tidak adanaya edema pada bagian tubuh pasien serta dapat menyatakan
pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
d. Pernapasan pasien terlihat normal serta tidak adanya tanda-tanda sesak nafas.
e. Tidak adanya keruasakan integritas kulit pada tubuh pasien.
f. Pengetahuan klien tentang penyakitnya meningkat dan dapat melakukan
perubahan perilaku yang benar tentang pencegahan penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien). Edisi 3. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Nugroho, HS. 2009. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Surakarta : Slide
Kuliah Blok Kardiovaskuler Angkatan 2007 FKUNS.

Masud, Ibnu. 2008. Dasar-Dsar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.

Fathoni, Mochammad. 2010. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Dalam :


CatKul IPD Jantung. Surakarta : Forrinsik 04 FKUNS.

Nursalam. M. Nurs. 2012. Managemen keperawatan, Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Professional. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2008). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,


Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

Soeparman. 2009. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : FKUI


Decompensasi Cordis

Kelaian otot Aterosklerosi Coroner Stenosis aorta


jantung(perikarditis,t
amponade
jantungpenyakit,
miokard degenratif Aliran ke miokard Afterload meningkat
terganggu

Beban kerja jantung meningkat


Hipoksia
Miokard

Hypertrophy Miokard

Infark Miokard
Miokard tidak berfungsi normal

Penurunan Kontraktilitas jantung

Decom Cordis sinistra


Decomp Cordis dextra

Cardiac Output menurun


Ventrikel kanan tidak mampu
Sistem pernafasan
mengosongkan volume darah adekuat

Perfusi jaringan menurun


Ventrikel kiri tidak
Preload meningkat
mampu mengosongkan
volume normal darah yg Sistem urologi
Sistem Jaringan
datang dari paru-paru
Ventrikel kanan tidak mampu neurologi kurang o2
mengakomodasi darah yang kembali ke
Perfusi ginjal
vena cava Darah menumpuk pada Perfusi
menurun Gangguan
vena pulmonalis otak perfusi
menurun jaringan
Darah menumpuk dalam GFR menurun
vena cava Terjadi pningkatan tekanan Kerusaka
vena pulmonalis n sel otak
Urin output
Tekanan vena sistemik menurun
meningkat Peningkatan cairan Parenkim Gangguan
paru kesadaran

Frekuensi BAK
Sistem vaskuler menurun

Resiko
cedera
Penimbunan cairan di
alveoli Gangguan Pola
s seliminasi
Tekanan dalam vena
meningkat
Sesak nafas Gangguan
pertukaran gas

Cairan terdorong Keterbatasan aktivitas


dari vena /kelemahan

Edema ferifer Intoleransi


aktivitas

Kelebihan volume Hati Sistem pencernaan


cairan

Pembesaran
Tekanan vena porta
vena porta meningkat

hepatomegali
Cairan keluar dr pembuluh darah ke rongga peritonium

Asietes

Tekanan pada organ dalam abdomen

Rasa penuh di abdomen

Nutrisi kurang
anorexia
dari kebutuhan
tubuh

Anda mungkin juga menyukai