SYOK HIPOVOLEMIK
B. ETIOLOGI
1. Trauma
Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma
benda tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik
adalah sebagai berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh
darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan
femur, dan laserasi pada tengkorak.
2. Kelainan pada Pembuluh Darah
Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak
kehilangan darah antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-
vena.
3. Kelainan pada Gastrointestinal
Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok
hemoragik antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus
peptikum, Mallory-Weiss tears, dan fistula aortointestinal.
4. Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan
ektopik terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik umum terjadi. Syok
1
hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes
kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah dilaporkan.
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya
berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis
respon kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi
kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.
Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun
terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan
kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. Apabila syok talah
terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan
darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa
menit.
2
D. TAHAPAN SYOK HIPOVOLEMIK
Perbedaan antara kelas-kelas syok hemoragik mungkin tidak terlihat jelas
pada seorang penderita, dan penggantian volume harus diarahkan pada
respon terhadap terapi semula dan bukan dengan hanya mengandalkan
klasifikasi awal saja. System klasifikasi ini berguna untuk memastikan
tanda-tanda dini dan patofisiologi keadaan syok. (ATLS, 2001)
Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan
Kelas I : kehilangan Hanya takikardi minimal, Tidak perlu penggantian
volume darah < 15 % nadi < 100 kali/menit volume cairan secara
EBV IVFD
Kelas II : kehilangan Takikardi (>120 Pergantian volume darah
volume darah 15 30 % kali/menit), takipnea (30- yang hilang dengan cairan
EBV 40 kali/menit), penurunan kristaloid (RL atau NaCl
pulse pressure, penurunan 0,9%) sejumlah 3 kali
produksi urin (20-30 volume darah yang hilang
cc/jam)
Kelas III : kehilangan Takikardi (>120 Pergantian volume darah
volume darah 30 - 40 % kali/menit), takipnea (30- yang hilang dengan cairan
EBV 40 kali/menit), perubahan kristaloid (NaCl 0,9% atau
status mental (confused), RL) dan darah
penurunan produksi urin
(5-15 cc/jam)
Kelas IV : kehilangan Takikardi (>140 Pergantian volume darah
volume darah > 40 % kali/menit), takipnea (35 yang hilang dengan cairan
EBV kali/menit), perubahan kristaloid (NaCl 0,9% atau
3
status mental (confused RL) dan darah
dan lethargic),
Bila kehilangan volume
darah > 50 % : pasien tidak
sadar, tekanan sistolik
sama dengan diastolik,
produksi urin minimal atau
tidak keluar
Beberapa faktor akan sangat mengganggu penilaian respon hemodinamis
terhadap perdarahan, antara lain ;
1. Usia penderita
2. Parahnya cedera, dengan perhatian khusus bagi jenis dan lokasi
anatomis cederanya
3. Rentang waktu antar cedera dan permulaan terapi
4. Terapi cairan pra-rumah sakit dan penerapan pakaian anti syok
pneumatic (PSAG)
5. Obat-obat yang sebelumnya sudah diberikan karena ada penyakit
kronis
4
sel dan ditranspor ke hepar untuk pengubahan menjadi glukosa dan
glikogen.
Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat
dan kekurangan oksigen dan nutrien; karenanya, sel-sel harus
menghasilkan energi melalui metabolisme anaerob. Metabolisme ini
menghasilkan tingkat energi yang rendah dari sumber nutrien, dan
lingkungan intraseluler, yang bersifat asam. Karena perubahan ini, fungsi
normal sel menurun. Sel membengkak dan membrannya menjadi lebih
permeabel, sehingga memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes
dari dan ke dalam sel. Pompa kalium-natrium menjadi terganggu. Struktur
sel (mitokondria dan lisosom) menjadi rusak dan terjadi kematian sel
(Hardaway, 1988).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:
analisis Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3,
BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien
yang mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan
tipenya dan dilakukan pencocokan.
5
3. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan
usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok,
konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan
pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes
kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.
4. Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan
dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal
echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.
5. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan
FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa
dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan
umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.
6
meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi.
Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidarasi jika penyebab
yang mendasari adalah dehidrasi. Contohnya, insulin akan diberikan
pada pasien dengan dehidrasi sekunder terhadap hiperglikemia,
desmopressin (DDVP) untuk diabetes insipidus, preparat anti diare
untuk diare dan anti emetic untuk muntah-muntah.
5. Military anti syoc trousersn (MAST) adalah pakain yang dirancang
untuk memperbaiki perdarahan internal dan hipovolemia dengan
memberikan tekanan balik disekitar tungkai dan abdomen. Alat ini
menciptakan tahanan perifer artificial dan membantu menahan
perfusi coroner.
7
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Kaji jumlah kehilangan volume cairan dan mulai lakukan
penggantian cairan sesuai order. Pastikan golongan darah untuk
pemberian terapi transfuse
2. Kaji AGD/Analisa Gas Darah, jika pasien mengalami cardiac atau
respiratory arrest lakukan CPR
3. Berikan terapi oksigen sesuai order. Monitor saturasi oksigen dan
hasil AGD untuk mengetahui adanya hypoxemia dan mengantisipasi
diperlukannya intubasi dan penggunaan ventilasi mekanik. Atur
posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada. Jaga pasien
tetap tenang dan nyaman untuk meminimalkan kebutuhan oksigen
4. Monitor vital sign, status neurologis, dan ritme jantung secara
berkesinambungan. Observasi warna kulit dan cek capillary refill
5. Monitor parameter hemodinamik, termasuk CVP, PAWP, dan cardiac
output, setiap 15 menit, untuk mengevaluasi respon pasien terhadap
treatmen yang sudah diberikan
6. Monitot intake dan output.pasang dower cateter dan kaji urin output
setiap jam. Jika perdarahan berasal dari gastrointestinal maka cek
feses, muntahan, dan gastric drainase. Jika output kuranng dari 30
ml/jam pada pasien dewasa pasang infuse, tetapi awasi adanya tanda
kelebihan cairan seperti peningkatan PAWP. Lapor dokter jika urin
output tidak meningkat
7. Berikan transfuse sesuai lorder, monitor Hb secara serial dan HCT
8. Berikan Dopamin atau norepineprin I.V., sesuai order untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung dan perfusi renal
9. Berikan Terapi Farmakologi
Obat anlgetika yang direkomendasikan :
a. Morfin 10-15 mg IM atau 15 mg IV
b. Petidin 50-100 mg per oral
c. Parasetamol 500 mg per oral
d. Parasetamoldancodein 30 mg per oral
e. Tradamol oral atau IM 50 mg atausupossitaria 100 mg
10. Awasi tanda-tanda adanya koagulopati seperti petekie, perdarahan,
catat segera
11. Berikan support emosional
12. Siapkan pasien untuk dilakukan pembedahan, jika perlu.
8
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:
1. Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
2. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien
normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien
hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfuse cairan.
3. Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur
produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal
ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan
diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume
intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2
ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan
produksi urine. Dopamin 2-5 g/kg/menit bisa juga digunakan
pengukuran tekanan vena sentral (normal 8-12 cmH2O), dan bila
masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak,
pucat, dan ekstremitas ingin, menunjukkan masih perlu transfusi
cairan.
9
ABSOLUT RELATIF
Kehilangan darah dan seluruh Kehilangan Integritas Pembuluh Darah
Komponennya
J. PATHWAY Ruptur limpa, Fraktur tulang panjang, Atau
Trauma, Pembedahan pelvis, Pankreatitis hemoragi, Hemothorax /
hemoperitoneum, Diseksi arteri
Perdarahan gastrointestinal
Kehilangan plasma
Luka bakar, Lesi luas Peningkatan Permeabilitas Membran
Kapiler
kehilangan cairan tubuh lain Sepsis, Anaphylaxis, Luka bakar
Muntah hebat, Diare berat, Diuresis
massive Penurunan Tekanan Osmotik Koloid
Pengeluaran sodium hebat, Hypopituitarism,
Cirrhosis, Obstruksi intestinal
Tubuh
kekurangan
oksigen dan
darah
Oksigen menurun
hipovolemi Defisit Metabolisme anaerob dan karbondioksida
a volume cairan meningkat
Pola nafas
tidak efektif
10
TD Angiotensin Sel Iskemia gastro
I Reni membengkak
n
Peningkatan ulserasi akibat
Tonus simpatik Angiotensin Membrane sel stress lambung
nadi
II lebih permeable
Oliguri 20 ml/jam
Gangguan
eliminasi urin
11
DAFTAR PUSTAKA
Urden, linda D.dkk. 2008. Priorities in critical care nursing. Canada: Mosby Elseveir diakses
pada www.tgd_141_slide_asuhan_keperawatan_pada_pasien_syok_hipovolemik.pdf.com
12