PEMBIMBING
Puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan kasus ini dengan tema
Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas (PSMBA).
Laporan kasus ini disusun dengan mengamati salah satu kasus PSMBA pada
pasien penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin . Diharapkan dengan
adanya laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan menambah informasi
mengenai Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan dalam penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan sumbangan gagasan, saran dan masukan
yang membangun demi penyempurnaan tulisan ini . Akhir kata penulis berharap
semoga Laporan Kasus ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....... ii
DAFTAR ISI. iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................... 1
BAB IV PEMBAHASAN... 29
BAB V KESIMPULAN 33
DAFTAR PUSTAKA.. 34
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2.1.1 Esofagus
Esofagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm
dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung.
Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebra, dan
menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi
menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung.(1)
3
4
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
di bawah diafragma. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 L. Secara
anatomis, lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum atau pilorus
sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang
terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk
ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali.
Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah
kardia. Di saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam
duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran
balik isi usus ke dalam lambung. (2)
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami
stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus
peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis
pilorus atau pilorospasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami
hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan
makanan dari lambung ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan
tersebut dan tidak mencerna atau menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat
diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat adrenergik yang menyebabkan
relaksasi serabut otot. (2)
5
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar
merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang
ke hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar dari satu
organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi, omentum minus
(disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong
lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor,
peritoneum terus ke bawah membentuk omentum majus, yang menutupi usus halus
dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang
sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyulit
pankreatitis akut.(2)
Tidak seperti daerah saluran cernal lain, bagian muskularis tersusun atas tiga
lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan
sirkular di bagian tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot
yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang
diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel partikel yang kecil,
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya ke arah duodenum.(2)
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan
lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa
bergerak dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf,
pembuluh darah, dan saluran limfe.(2)
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan lipatan longitudinal
yang disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi
makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan
menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di
dekat orifisium kardia dan mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik
terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik
memiliki tiga tipe utama sel. Sel sel zimogenik (chief cell) mensekresikan
pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel sel
parietal mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor intrinsik. Faktor
intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan
6
faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel sel mukus
(leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan mensekresikan mukus. Hormon
gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin
merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan
pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam lambung adalah enzim dan
berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium, dan klorida.(2)
Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Yang paling luar (lapisan
serosa) dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan viseral dan
parietal, dan ruang yang terletak di antara lapisan lapisan ini disebut sebagai
rongga peritoneum. Peritoneum melipat dan meliputi hampir seluruh visera
abdomen.(2)
2.2 Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan
proksimal dari ligamentum Treitz meliputi hematemesis dan atau melena. Untuk
keperluan klinis dibedakan perdarahan varises dan non varises, karena anatar
keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. (4)
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah) atau berubah karena enzim dan
asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.
Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran non
spesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran
pencernaan atas yang signifikan.(4)
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal/ter,
denganbau busuk, dan perdarahannya sejumlah 50-100 ml atau lebih. Melena
menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Tinja yang gelap dan padat
dengan hasil tes perdarahan samar (Occult Blood) positif menunjukkan perdarahan
pada usus halus dan bukan melena.(4)
2.3 Etiologi
Terdapat perbedaan distribusi penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) di Indonesia dengan laporan pustaka Barat. Penyebab terbanyak di
Indonesia adalah perdarahan varises karena sirosis hati (65%), sedangkan di negara
Eropa dan Amerika adalah perdarahan non variceal karena ulkus peptikum (60%).
Penyebab lain yang jarang meliputi, Malory Weiss tears, duodenitis erosive, ulkus
dielafoy (salah satu tipe malformasi vaskuler), neoplasma, aortoenteric fistula,
Gastric Antral Vascular Ectasia (GAVE) dan gastropathy prolapse.(5)
8
2.4 Epidemiologi
Perdarahan SMBA merupakan perdarahan yang berasal dari esofagus sampai
ligamentum Treitz. Insidens perdarahan SMBA bervariasi mulai dari 48-160 kasus
per 100.000 populasi, insiden tertinggi pada laki-laki dan lanjut usia.(5)
Lebih dari 60% perdarahan SMBA disebabkan oleh perdarahan ulkus
peptikum, perdarahan varises esofagus hanya sekitar 6%.5 Etiologi lain adalah
malformasi arteriovenosa, Mallory Weiss tear, gastritis, dan duodenitis. Di
Indonesia, sekitar 70% penyebab SMBA adalah ruptur varises esofagus. Namun,
dengan perbaikan manajemen penyakit hepar kronik dan peningkatan populasi
lanjut usia, proporsi perdarahan ulkus peptikum diperkirakan bertambah. Data studi
retrospektif di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2001-2005 dari 4154 pasien yang
menjalani endoskopi, diketahui bahwa 807 (19,4%) pasien mengalami perdarahan
SMBA. Penyebab perdarahan SMBA antara lain: 380 pasien (33,4%) ruptur varises
esofagus, 225 pasien (26,9%) perdarahan ulkus peptikum, dan 219 pasien (26,2%)
gastritis erosif.(5)
1. Usia
Perdarahan SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko
meningkat pada usia >60 tahun. Penelitian pada tahun 2001-2005 dengan
studi retrospektif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terhadap 837
pasien yang memenuhi kriteria perdarahan SCBA menunjukkan rata-rata
usia pasien laki-laki adalah 52,7 15,82 tahun dan rata-rata usia pasien
wanita adalah 54,46 17,6.26 Usia 70 tahun dianggap sebagai faktor
risiko karena terjadi peningkatan frekuensi pemakaian OAINS dan interaksi
penyakit komorbid yang menyebabkan terjadinya berbagai macam
komplikasi.(4)
2. Jenis kelamin
Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-laki.
Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 51,4% yang
mengalami perdarahan SCBA berjenis kelamin laki-laki. Dari penelitian
yang sudah dilakukan mayoritas menggunakan pendekatan epidemiologi
dan belum ada penelitian yang secara spesifik menjelaskan hubungan
perdarahan SCBA dengan jenis kelamin.(4)
3. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
Peningkatan risiko komplikasi ulkus (rawat inap, operasi, kematian)
terjadi pada orang tua yang mengkonsumsi OAINS. Studi cross sectional
terhadap individu yang mengkonsumsi OAINS pada dosis maksimal dalam
jangka waktu lama 35% hasil endoskopi adalah normal, 50% menunjukkan
adanya erosi atau petechiae, dan 5%-30% menunjukkan adanya ulkus.
Jenis-jenis OAINS yang sering dikonsumsi adalah ibuprofen, naproxen,
indomethacin, piroxicam, asam mefenamat, diklofenak.(5)
4. Penggunaan obat-obat antiplatelet
Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg per hari) dapat
menyebabkan faktor perdarahan naik menjadi dua kali lipat, bahkan dosis
subterapi 10 mg per hari masih dapat menghambat siklooksigenase. Aspirin
dapat menyebabkan ulkus lambung, ulkus duodenum, komplikasi
10
perdarahan dan perforasi pada perut dan lambung. Obat antiplatelet seperti
clopidogrel berisiko tinggi apabila dikonsumsi oleh pasien dengan
komplikasi saluran cerna.(5)
5. Merokok
Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko
terjadinya ulkus duodenum, ulkus gaster maupun keduanya. Merokok
menghambat proses penyembuhan ulkus, memicu kekambuhan, dan
meningkatkan risiko komplikasi.(5)
6. Alkohol
Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak
pertahanan mukosa lambung terhadap ion hidrogen dan menyebabkan lesi
akut mukosa gaster yang ditandai dengan perdarahan pada mukosa.(5)
7. Riwayat Gastritis
Riwayat Gastritis memiliki dampak besar terhadap terjadinya ulkus.
Pada kelompok ini diprediksi risiko terjadi bukan karena sekresi asam 15
tetapi oleh adanya gangguan dalam mekanisme pertahanan mukosa dan
proses penyembuhan.(5)
8. Diabetes mellitus (DM)
Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM merupakan penyakit
komorbid yang sering ditemui dan menjadi faktor risiko untuk terjadinya
perdarahan. Namun, belum ada penelitian yang menjelaskan mekanisme
pasti yang terjadi pada perdarahan SCBA yang disebabkan oleh diabetes
mellitus.(5)
9. Infeksi bakteri Helicobacter pylori
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral
yang hidup dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung.
Beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan tingkat infeksi
H.pylori <75% pada pasien ulkus duodenum. Dari hasil penelitiandi New
York 61% dari ulkus duodenum dan 63% dari ulkus gaster disebabkan oleh
infeksi H.pylori.(6)
2.6 Patogenesis
Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi dalam
proses pencernaan tetapi juga berpotensi merusak mukosa gaster. Beberapa
mekanisme telah terlibat untuk melindungi mukosa gaster. Musin yang disekresi
sel-sel foveola gastrica membentuk suatu lapisan tipis yang mencegah partikel
makanan besar menempel secara langsung pada lapisan epitel. Lapisan mukosa juga
mendasari pembentukan lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang
melindungi mukosa dari paparan langsung asam lambung, selain itu memiliki pH
netral sebagai hasil sekresi ion bikarbonat sel-sel epitel permukaan. Suplai vaskular
ke mukosa gaster selain mengantarkan oksigen, bikarbonat, dan nutrisi juga
berfungsi untuk melunturkan asam yang berdifusi ke lamina propia. Gastritis akut
atau kronik dapat terjadi dengan adanya dekstruksi mekanisme-mekanisme
protektif tersebut.(6)
Pada orang yang sudah lanjut usia, pembentukan musin berkurang sehingga
rentan terkena gastritis dan perdarahan saluran cerna. OAINS dan obat antiplatelet
dapat mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh
prostaglandin atau mengurangi sekresi bikarbonat yang menyebabkan
meningkatnya perlukaan mukosa gaster.(7)
12
2.7 Diagnosis
13
2.7.2 Anamnesis
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah waktu terjadinya
perdarahan, perkiraan darah yang keluar, riwayat perdarahan sebelumnya, riwayat
perdarahan dalam keluarga, ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain,
penggunaan obat-obatan terutama anti inflamasi non steroid, penggunaan obat
antiplatelet, kebiasaan minum alkohol, kemungkinan adanya penyakit hati kronik,
diabetes mellitus, demam tifoid, gagal ginjal, hipertensi dan riwayat transfusi
sebelumnya.(12)
Diperlukan sekali pengambilan anamnesis/allo-anamnesis yang teliti
diantaranya:
a. Setiap penderita dengan PSMBA, perlu ditanyakan apakah timbul
mendadak dan banyak, atau sedikit demi sedikit tetapi terus menerus,
atau apakah timbul perdarahan berulang kali, sehingga lama-kelamaan
badan menjadi lemah. Apakah perdarahan dialami pertama kali atau
sudah pernah.
14
normal tetapi terdapat lesi dengan risiko tinggi perdarahan (terlihat/ tidak terlihat
pembuluh darah dengan perdarahan) pada endoskopi.(11)
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium penunjang awal ditujukan untuk menilai kadar
hemoglobin, fungsi hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang berhubungan
dengan status haemodinamik. Pemeriksaan kadar haemoglobin dan hematokrit
dilakukan secara serial (setiap 6-8 jam) agar dapat dilakukan antisipasi transfusi
secara lebih tepat serta untuk memantau lajunya proses perdarahan. ureum darah,
kreatinin, hitung trombosit, prothrombin time (PT), partial thromboplastin time
(PTT), international normalized ratio (INR), tes fungsi hepar, serta tes golongan
darah dan crossmatch. Dan pada penderita, yang diduga menderita sirosis hati
dengan pecahnya varises esofagus terutama dengan perdarahan massif, perlu sekali
diperiksa apakah ada kelainan faal hati.(10)
Selain dari pada itu, perlu dilakukan pemeriksaan biokimia darah, antara lain
terhadap faal hati pada penderita dugaan karena pecahnya varises esofagus, tes faal
ginjal untuk mengetahui ada tidaknya gangguan faal ginjal BUN, kreatinin serum
karena pada pasien PSMBA pemecahan darah oleh kuman usus alkan
mengakibatakan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin serum tetap normal atau
sedikit meingkat. bila perlu gula darah apabila ada riwayat diabetes.(10)
b. Endoskopi diagnostik
Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk diagnosis, dengan
akurasi diagnosis > 90%. Waktu yang paling tepat untuk pemeriksaan endoskopi
tergantung pada derajat berat dan dugaan sumber perdarahan. Dalam 24 jam
pertama pemeriksaan endoskopi merupakan standar perawatan yang
direkomendasikan. Pasien dengan perdarahan yang terus berlangsung, gagal
dihentikan dengan terapi suportif membutuhkan pemeriksaan endoskopi dini
(urgent endoscopy) untuk diagnosis dan terapi melalui teknik endoskopi. Tujuan
pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal perdarahan, juga
untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat klasifikasi perdarahan
16
Tabel 2.2 Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Ulkus Peptikum Menurut Forest (11)
Aktivitas Perdarahan Kriteria endoskopi
Forest II Perdarahan berhenti dan masih - Gumpalan darah pada dasar tukak atau
terdapat sisa perdarahan terlihat pembuluh darah
c. Radionuclide Scanning
Labeling sel darah merah pasien dengan menggunakan zat radioaktif yang
kemudian dimasukkan lagi dalam sistem sirkulasi pasien dapat menentukan lokasi
sumber perdarahan walaupun laju perdarahan relative sedikit (0,1 mililiter/menit),
17
2.8 Tatalaksana
Tujuan utama pengelolaan PSMBA adalah stabilisasi hemodinamik,
menghentikan perdarahan, mencegah perdarahan ulang dan menurunkan
mortalitas. (10)
2.8.1 Resusitasi/Transfusi
Bila sudah dalam keadaan hemodinamik tidak stabil atau dalam keadaan
renjatan, maka proses resusitasi cairan (cairan kristaloid atau koloid) harus segera
dimulai tanpa menunggu data pendukung lainnya. Pilihan akses, jenis cairan
resusitasi, kebutuhan transfuse darah, tergantung derajat perdarahan dan kondisi
klinis pasien. Cairan kristaloid dengan akses perifer dapat diberikan pada
perdarahan ringan sampai sedang tanpa gangguan hemodinamik. Cairan koloid
diberikan jika terjadi perdarahan yang berat sebelum transfuse darah bisa diberikan.
Pada keadaan syok dan perlu monitoring ketat pemberian cairan, diperlukan akses
sentral. Target resusitasi adalah hemodinamik stabil, produksi urin cukup (>30
cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 cm H2O, kadar Hb tercapai (8-10 gr%). (10)
Kapan tranfusi darah di berikan sifatnya sangat individual, tergantung
jumlah darah yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya
perdarahan berlangsung, dan akibat klinik perdarahan tersebut. Indikasi transfuse
darah pada perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan seperti ini:
1. Perdarahan dalam keadaan hemodinamik tidak stabil
18
Sistem skoring lain yang hanya menggunakan variable dari klinik dan
laboratorium tanpa pemeriksaan endoskopi, yaitu Blatchord Scoring System.(13)
Tabel 2.4 Skor Blatchford
Variable Skor
Kadar Urea Darah(mmol/L)
6,5 7,9 2
8-9,9 3
10-24.9 4
25 6
Hemoglobin Laki-laki (g/dl)
12-13 1
10-11,9 3
<10 6
Haemoglobin Perempuan (g/dl)
10-12 1
<10 6
Tekanan Darah Sistolik(mmHg)
100-109 1
90-99 2
<90 3
Tanda-tanda lain
Denyut 100/ menit 1
Melena 1
Sinkop 2
Penyakit Hepar 2
Gagal jantung 2
b. Somatostatin
Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan
aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif disbanding vasopressin.
Penggunaan di klinik pada perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar
tahun1978. Somastotatin dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus
pada 70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan non varises. Dosis
pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai
perdarahan berhenti, oktreotide dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infuse 25
mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti.(14)
c. Anti Sekresi Asam
Anti Skeresi Asam yang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah perdarahan
ulang SMBA karena tukak peptic ialah inhibitor pompa proton dosis tinggi. Diawali
bolus omeprazol 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infuse 8 mg/kgBB/jam selama
72 jam, perdarahan ulang pada kelompok placebo 20% sedangkan yang diberi
omeprazol hanya 4.2%. Suntik omeprazol yang beredar di Indonesia hanya untuk
pemberian bolus yang bisa digunakana per infuse ialah persediaan esomeprazol dan
pantoprazol dengan dosis sama dengan omeprazol. Pada PSMBA ini, antasida,
sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan dengan tujuan
penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan. Antagonis reseptor H2 dalam
mencegah perdarahan ulang SMBA karena tukak peptic kurang bermanfaat.(14)
2.9 Komplikasi
a. Syok hipovolemia
b. Aspirasi pneumonia
c. Gagal ginjal akut
d. Anemia karena perdarahan
e. Sindrom hepatorenalKoma hepatikum. (12)
2.10 Prognosis
Identifikasi letak pendarahan adalah langkah awal yang paling penting
dalam pengobatan. Setelah letak perdarahan terlokalisir, pilihan pengobatan dibuat
secara langsung dan kuratif. Meskipun metode diagnostik untuk menentukan letak
perdarahan yang tepat telah sangat meningkat dalam 3 dekade terakhir, 10-20% dari
22
pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah tidak dapat dibuktikan
sumber pendarahannya. Oleh karena itu, masalah yang kompleks ini membutuhkan
evaluasi yang sistematis dan teratur untuk mengurangi persentase kasus perdarahan
saluran cerna yang tidak terdiagnosis dan tidak terobati. (12)
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Pucat dan mudah lelah.
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pucat dan mudah lelah sejak 2 bulan SMRS
dan dirasakan semakin memberat sejak 1 minggu terakhir. Pasien juga
mengeluhkan mual namun tanpa muntah dan penurunan nafsu makan. Awalnya
pasien merasa nyeri pada ulu hati disertai perut kembung dan mulut terasa pahit.
Keluhan tersebut sudah dirasakan sekitar 6 bulan dan semakin memberat dalam 2
minggu terakhir. Pasien mengatakan BAB berwarna hitam seperti aspal, lunak dan
berbau busuk dengan frekuensi 1 kali sehari. Keluhan BAB hitam sudah dirasakan
sejak 3 hari terakhir. Riwayat muntah hitam disangkal, muntah atau BAB berwarna
merah seperti darah segar disangkal. Keluhan pandangan mata kabur dan telinga
berdenging disangkal. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada kedua lutut yang
dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. Pasien suka mengkonsumsi jamu tradisional
untuk mengurangi keluhan tersebut. Pasien tidak pernah memeriksa ke dokter atau
mengkonsumsi obat untuk keluhan tersebut. Riwayat mata dan kulit berwarna
kuning disangkal. Riwayat BAB seperti dempul dan BAK berwarna pekat seperti
teh disangkal.
23
24
Mulut : Candidiasis (-), Stomatitis (-), leukoplakia (-), atrofil papil lidah
(-)
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, tidak teraba
pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat peningkatan JVP
R-2 cmH2O.
Thorax :
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris saat statis dan dinamis, penggunaan alat bantu
napas (-), barrel chest (-), jejas (-) spider nevi (-).
Palpasi Stem fremitus kanan (normal)
Stem fremitus kiri (normal)
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+/+), Vesikuler (+/+)
wheezing (-/-) wheezing (-/-)
Ronkhi(-/-) Ronkhi(-/-)
Cor :
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea aksilaris anterior kiri
Batas-batas jantung :
Atas : ICS III linea midklavikula kiri
Perkusi
Kanan : ICS IV linea parasternalis kanan
Kiri : ICS V linea aksilaris anterior kiri
Auskultasi BJ I > BJ II, reguler, tidak ada bising atau gallop S3
Abdomen :
Datar, collateral vein (-), darm steifung (-), darm contour
Inspeksi
(-), caput medusa (-)
Palpasi Nyeri (+), soepel (+), organomegali (-)
Perkusi Tympani, asistes (-)
Auskultasi Peristaltik usus (+) 2-3 kali/menit
Ekstremitas :
1. Ekstremitas Atas
Warna : sawo matang Jari tabuh : (-)
Edema : (-/-) Tremor : (-)
Sendi : nyeri (-/-) Deformitas : (-/-)
26
Faal Hemostasis
Waktu perdarahan 2 1-7 menit
Waktu pembekuan 8 5-15 menit
Hepatitis
HbsAg Negatif Negatif
Anti HCV Negatif Negatif
3. Endoskopi
28
3.5 Diagnosis
1. Anemia berat NN ec perdarahan
2. PSMBA ec ulkus antral gaster
3. Esofagitis grade B
3.6 Terapi
a. Terapi awal
Bed rest
Pemasangan NGT dan kateter urin
Diet MB II TKTP
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit
IV. Lansoprazol 40 mg/12jam
Sucralfat sirup 3 x C1
Transfusi PRC hingga Hb >10mg/dL
b. Terapi Eradikasi (Post Endoskopi)
Lansoprazole 2 x 40 mg
Amoksisilin 2 x 1000 mg
Azitromisin 1 x 500 mg
3.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fuctionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan pucat dan mudah lelah. Keluhan ini telah dirasakan
sejak 2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan lain ialah BAB hitam seperti
aspal yang disadari sejak 3 hari yang lalu, tanpa adanya muntah darah.
Keluhan pucat dan mudah lelah merupakan gejala umum pasien anemia,
diagnosis dapat didukung oleh pemeriksaan kadar hemoglobin darah pasien. Gejala
umum anemia lainnya ialah mata kunang-kunang dan telinga berdenging. Anemia
dapat timbul salah satunya karena perdarahan dan umumnya terjadi simptomatik
ketika Hb < 7 g/dL, berbeda dengan anemia karena defisiensi besi yang tidak
menunjukkan gejala klinis anemia akibat adanya proses kompensasi.(8,12)
Keluhan BAB hitam atau melena merupakan suatu kondisi yang terjadi jika
terjadi Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas atau pada organ yang terletak
proksimal ligamentum Treitz. Kondisi klinis yang terjadi pada PSMBA beragam,
tergantung pada lama, kecepatan, banyaknya kehilangan darah, dan apakah
perdarahan berlangsung secara terus menerus atau tidak. Umumnya pasien datang
dengan gejala klinis anemia, hematemesis dan melena yang disertai atau tanpa
anemia, serta dengan atau tanpa gangguan hemodinamik.(5,8,12)
Perdarahan saluran makan bagian atas dan bawah dapat diidentifikasi
berdasarkan kondisi klinis. Gejala klinis PSMBA berdasarkan PAPDI diantaranya
Hematemesis dan melena, aspirasi nasogastrik mengandung darah, rasio
BUN/Kreatinin > 35, auskultasi usus hiperaktif. Sementara gejala klinis PSMBB
meliputi hematoskezia, aspirasi nasogastrik yang jernih, rasio BUN/kreatinin <35,
dan auskultasi usus yang normal. Pada pasien ini gejala yang timbul hanya melena
yang berdasarkan epidemiologi merupakan 20% keluhan yang terjadi pada
PSMBA, sementara hematemesis dan melena terjadi sebanyak 50%.(8,12)
Keluhan tambahan diantaranya mual namun tidak muntah, nafsu makan
berkurang karena mual, nyeri di epigastrium. Pasien degan riwayat nyeri lutut dan
sering mengkonsumsi jamu-jamuan yang diakui pasien mengurangi nyeri lututnya.
Kondisi ini merupakan gejala klinis dyspepsia yang mengarahkan pada kondisi
gastritis erosif atau tukak peptik sebagai kondisi yang awalnya mendasari. Pasien
juga dengan riwayat penggunaan obat atau jamu penghilang rasa nyeri yang secara
29
31
Pasien datang dengan pucat dan mudah lelah. Keluhan ini telah dirasakan
sejak 2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan lain ialah BAB hitam seperti
aspal yang disadari sejak 3 hari yang lalu, tanpa adanya muntah darah. Keluhan
pucat dan mudah lelah merupakan gejala umum pasien anemia, diagnosis dapat
didukung oleh pemeriksaan kadar hemoglobin darah pasien. Keluhan BAB hitam
atau melena merupakan suatu kondisi yang terjadi jika terjadi Perdarahan Saluran
Makan Bagian Atas atau pada organ yang terletak proksimal ligamentum Treitz.
Peningkatan risiko komplikasi ulkus (rawat inap, operasi, kematian) terjadi pada
orang tua yang mengkonsumsi OAINS. Studi cross sectional terhadap individu yang
mengkonsumsi OAINS pada dosis maksimal dalam jangka waktu lama 35% hasil
endoskopi adalah normal, 50% menunjukkan adanya erosi atau petechiae, dan 5%-30%
menunjukkan adanya ulkus.
Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk diagnosis, dengan
akurasi diagnosis > 90%. Dalam 24 jam pertama pemeriksaan endoskopi
merupakan standar perawatan yang direkomendasikan.
Stabilisasi hemodinamik, menghentikan perdarahan, mencegah perdarahan
ulang dan menurunkan mortalitas merupakan tujuan dri pengobatan PSMBA. PPI
(Proton Pump inhibitor) merupakan pilihan utama dalam pengobatan perdarahan
SCBA non variseal. Beberapa studi melaporkan efektifitas PPI dalam
menghentikan perdarahan karena ulkus peptikum dan mencegah perdarahan
berulang.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
37
14. Leontiadis GI, Sharma VK, Howden CW. Systematic review and meta-
analysis of proton pump inhibitor therapy in peptic ulcer bleeding. BMJ.
2005;330(7431):568. doi:10.1136/bmj.38356.641134.8F
15. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia danKelompokStudi Helicobacter
pylori Indonesia. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan
Infeksi Helicobacter pylori [Internet]. 2014 [cited 2017 January 6].
Available from: http://pbgi.esy.es/wp-content/uploads/2015/09/Konsensus-
Dispepsia-dan-Helibacter-Pylori-2014.pdf