Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

KOLELITIASIS

Disusun Oleh:
Angga Gemilang
H1AP19002

Pembimbing : dr. Pasihulizan, Sp. B KBD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH TERINTEGRASI


RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Angga Gemilang


NPM : H1AP19002
Fakultas : Kedokteran
Judul : Kolelitiasis
Bagian : Bedah Terintegrasi
Pembimbing : dr. Pasihulizan Sp. B KBD

Bengkulu, September 2022


Pembimbing

dr. Pasihulizan Sp. B KBD

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun untuk memenuhi salah
satu komponen penilaian Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah
Terintegrasi RSUD Dr. M. Yunus Kota Bengkulu, Fakultas
Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada dosen pengajar dan semua pihak yang telah membantu
penulis mengerjakan referat baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
referat ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak. Penulis sangat berharap agar referat ini dapat
bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, September 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

BAB II......................................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3

2.1.1. Anatomi Empedu.......................................................................................3

2.1.2. Definisi Kolelitiasis....................................................................................4

2.1.3. Epideimiologi.............................................................................................4

2.1.4. Faktor Resiko.............................................................................................4

2.1.5. Patofisiologi...............................................................................................5

2.1.6. Manifestasi Klinis......................................................................................7

2.1.7. Diagnosis....................................................................................................9

2.1.8. Tatalaksana...............................................................................................13

2.1.9. Prognosis..................................................................................................15

2.2.1. Guide Kolesitisis......................................................................................16

KESIMPULAN......................................................................................................17

3.1. Kesimpulan.................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kolelitiasis memiliki nama lain yang lazim disebut oleh masyarakat awam
sebagai batu empedu. Batu empedu merupakan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada negara maju dibandingkan pada negara-negara berkembang.
Insidensi kolelitiasis di negara Barat mencapai angka sekitar 10-15% dan lebih
banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Di Indonesia angka kejadian
batu empedu dan batu saluran empedu diduga tidak menunjukkan angka
perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan di negara lain di Asia Tenggara.
Di negara Barat 80% batu empedu adalah batu kolesterol sedangkan di Asia
Timur lebih banyak dijumpai batu pigmen dibanding dengan batu kolesterol.
Akan tetapi angka kejadian batu kolesterol sejak tahun 1965 semakin meningkat.
Hal tersebut dapat berkaitan dengan perubahan pada gaya hidup terutama dalam
hal pola makan. 1

Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu
lebih umum ditemukan pada wanita. Wanita lebih berisiko mengalami batu
empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40 tahun
tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa wanita di bawah
40 tahun dan pria tidak mungkin terkena Batu empedu merupakan gabungan dari
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya.

Batu empedu jarang dijumpai pada usia muda terutama kurang dari 20
tahun angka kejadiannya akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia
sampai dengan usia 70 tahun dan paling banyak pada rentang usia 50 tahunan.
Makanan memegang peranan penting dalam terjadinya batu empedu meskipun
angka kejadiannya berasal dari interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan. Setengah hingga dua pertiga kasus kolelitiasis bersifat asimtomatik
keluhan awal yang dirasakan pasien biasanya berupa dispepsia atau intoleransi
terhadap makanan berlemak. Pada sekitar 1-2% kasus asimtomatik akan
berkembang menjadi simptomatik dalam 1 tahun dan pada 20-30% kasus dapat

1
2

menimbulkan komplikasi seperti kolesistisis akut, koledokolitiasis, pankreatitis,


obstruksi usus bahkan keganasan dalam rentang waktu yang cukup lama.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kolelitiasis
2.1.1. Anatomi Saluran Empedu
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm.
Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat
menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan
visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai
duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi
kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum
mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan
collum dengan permukaan visceral hati. Pembuluh arteri kandung empedu adalah
arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah
lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena
juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju
ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini,
pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan
arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju
kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

3
4

Gambar 1. Anatomi Kantung Empedu

2.1.2. Definisi
Cholelithiasis atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat
dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan
suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica
fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis
lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita
dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak
dan genetik. Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
2.1.3. Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang
dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh
dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya
berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
2.1.4. Faktor resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
5

a. Jenis Kelamin Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
b. Usia Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI) Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai
resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
g. Penyakit usus halus Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis
adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan
kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/
nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
2.1.5. Patofisiologi

Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar
yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki
tahun 1995 sebagai berikut:
6

a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa


berupa sebagai:
-Batu Kolesterol Murni
-Batu Kombinasi
- Batu Campuran (Mixed Stone)
b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar
kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai:
- Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium
- Batu pigmen murni
c) Batu empedu lain yang jarang Sebagian ahli lain membagi batu empedu
menjadi:
- Batu Kolesterol
- Batu Campuran (Mixed Stone)
- Batu Pigmen.
* Batu Kolesterol,
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:
a. Fase Supersaturasi Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam
empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini
dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di
dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima
sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio
kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal
antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana
kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio
seperti ini kolesterol akan mengendap. Kadar kolesterol akan relatif
tinggi pada keadaan sebagai berikut:
- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu
dan lecithin jauh lebih banyak.
- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga
terjadi supersaturasi.
- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).
7

- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan


tinggi.
- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada
gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan
sirkulasi enterohepatik).
- Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan
kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya
melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.
Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya
sampai tiga tahun.
b. Fase Pembentukan inti batu Inti batu yang terjadi pada fase II bisa
homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam
empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan.
Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang
menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.
c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar Untuk menjadi batu, inti batu
yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang
menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung
empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah
terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi
kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat
supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah
terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian
total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi,
karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik.
Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan
mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.
2.1.6. Manifestasi Klinis
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat
karena adanya komplikasi.
8

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang


disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang
dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia,
flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda
Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,
umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi,
perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri
viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh
batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung
empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama
antara 30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium.
Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke
abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan
dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan
atau tanpa kolelitiasis.
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain
kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis,
sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena
perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit
penanganannya dan dapat berakibat fatal.
Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan
keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan
peradangan organ tersebut.
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan
telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini
menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien
disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis.
9

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui


duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk
di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit
koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa
gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata.
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan
tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri
sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone
pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran
empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi
penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.
2.1.7. Diagnosis
A. Anamnesis
Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik (adanya
batu empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks
( menyebabkan kolesistitis, koledokolitiasis, serta kolangitis). Sekitar 60-80 %
kolelitiasis adalah asimptomatik.
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap
makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan
tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa
nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
B. Pemeriksaan fisik
a. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau
10

umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau


pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda
Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
nafas.
b. Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila
sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica.
11

Gambar 2. Foto rontgen pada Kolelitiasis


b. Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat
dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara
di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu
kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
Pada USG ditemukan gambaran berupa accoustic shadow hiperechoic
pada gambaran USG.
12

Gambar 3. USG pada Kolelitiasis.

o Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada
keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi
pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.4

o Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP = Endoscopic retrograde


kolangiopankreatograft)
Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus pankreatikus melalui ampula Vater
dapat diselesaikan secara endoskopis. Lesi obstruksi bagian bawah dapat
diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat diperoleh informasi tambahan
yang berharga, misalnya tumor ampula, erosis batu melalu ampula, karsinoma
yang menembus duodenum dan sebagainya) Tehnik ini lebih sulit dan lebih mahal
dibandingkan kolangiografi transhepatik. Kolangitis dan pankreatitis merupakan
komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang salurannya tak melebar atau
mempunyai kontraindikasi sebaiknya dilakukan kolangiografi transhepatik, ERCP
semakin menarik karena adanya potensi yang 'baik untuk mengobati penyebab
13

penyumbatan tersebut (misalnya: sfingterotomi untuk jenis batu duktus koledokus


yang tertinggal).7

Gambar 4. ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik


(panah pendek) dan di duktus intrahepatik (panah panjang)

o CT scan
CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa hepatik
dan massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila hasil ultrasound
masih meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.7

Gambar 5. CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple

2.1.8. Tatalaksana
14

Penanganan operatif
Indikasi Operasi:
1) Simtomatis kolelithiasis
-Kolik Bilier
-Kolesistitis Akut
-Kolesistitis Kronik
2) Asimtomatik kolelithiasis
-Sickle Cell disease
-Pemberian makanan melalui Intravena
-Tidak ada akses ke sarana kesehatan (Relawan perdamaian, anggota militer).

a). Cholecystostomy
Kolesistostomi berguna untuk dekompesi dan drainase kandung empedu
yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Tindakan ini dapat
dilakukan pada pasien yang tiudak cukup memungkinkan kondisinya untuk
dilakukan operasi abdominal. Drainase perkutaneus yang dituntun ultrasound
dengan kateter pigtail merupakan prosedur yang dipilih. Kateter dimasukkan
melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang menembus dinding
abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu. Dengan menggunakan
kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya empedu yang merembes dari
sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat dilepas apabila inflamasi sudah
hilang dan kondisi pasien membaik. Kandung empedu dapat dibuang jika ada
indikasi, biasanya dengan tindakan laparoskopi4.
15

Gambar 3.8 Percutaneous Colescystostomy

b). Cholecystectomy laparoscopy


Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, mempersingkatkan waktu
perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah
nyeri bilier yang berulang. Kontraindikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka
yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang
tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis,
bocor Ductus cysticus dan trauma Ductus biliaris. Resiko trauma Ductus biliaris
sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan
menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat
nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali,
dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.

2.1.9. Prognosis

Prognosis pada kolelitiasis sendiri tidak dihubungkan dengan meningkatnya


kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabkan karena
adanya komplikasi. Jadi prognosis cholelithiasis tergantung dari ada/tidak dan
berat/ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh
batu yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa.
16

Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat,
hasil yang didapatkan biasanya sangat baik.
2.2. Guideline Kolesistisis

Gambar 6. Guideline Kolesistisis

Gambar 7. Guideline antibiotik kolesistisis


BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang dilakukan pada pasien, terdapat beberapa temuan yang mengarah pada
diagnosis kolelitiasis, antara lain: adanya nyeri pada perut kanan atas yang
menjalar hingga ke belakang dan juga terkadang nyeri terasa di ulu hati. Nyeri
dapat terjadi akibat dari obstruksi saluran empedu atau saat batu empedu bergerak
ke hilir dan tersangkut di saluran empedu.

Keluhan seperti merasakan nyeri yang menetap. Hal ini dapat disebabkan
karena adanya peradangan pada kandung empedu. Nyeri terkadang dirasakan pada
bahu kanan dan punggung merupakan manifestasi dari nyeri alih yang berasal dari
peradangan kandung empedu.

Penegakkan diagnosis kolelitiasis pada pasien juga berdasarkan hasil


pemeriksaan USG. Pada USG tampak gambaran hiperekoik pada kandung
empedu disertai gambaran acoustic shadow yang menunjukkan adanya
kolelitiasis. Pemeriksaan USG mempunyai derajat spesifisitas dan sensitivitas
yang tinggi untuk mendeteksi batu saluran empedu. Selain itu pemeriksaannya
juga mudah dilakukan serta tidak memerlukan biaya yang tinggi. Namun,
pemeriksaan USG juga tergantung pada kompetensi operator dan dapat sulit untuk
di interpretasikan pada pasien – pasien obesitas yang memiliki lapisan lemak perut
yang tebal.

Penatalaksanaan kolelitiasis pada pasien ini adalah dengan tindakan bedah


berupa kolesistektomi laparascopy yang merupakan tindakan pemotongan
kandung empedu. Setelah dilakukan operasi kolesistektomi laparascopy,
dilakukan perawatan pasca operasi pada pasien. Pasien dirawat di ruangan bangsal
dan diobservasi luka operasi, nyeri luka operasi, dan gangguan motilitas usus.
Setelah pasase usus baik, penderita dapat memulai diet oral. Pasien kemudian
boleh rawat jalan dengan rencana kontrol ke poli bedah untuk dilakukan
perawatan selanjutnya

17
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2017. Edisi 4. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.

3. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6.

Jakarta. EGC

4. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.Perhimpunan


Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing.

5. Price SA, Wilson LM. 2006. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam :Patofisiologi.
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6. Jakarta : EGC.

6. Guyton AC, Hall JE. 2014. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-12. Jakarta: EGC

7. Williams, N.S., Bulstrode, C.J.K., Oconnel, P.R., 2013. Bailey & Loves Short
Practice of Surgery, 26th ed. USA : Taylor & Francis Group, LLC 8. Doherty
GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery 13th edition.
2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55.

Anda mungkin juga menyukai