KOLELITIASIS
Disusun Oleh:
Angga Gemilang
H1AP19002
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1.3. Epideimiologi.............................................................................................4
2.1.5. Patofisiologi...............................................................................................5
2.1.7. Diagnosis....................................................................................................9
2.1.8. Tatalaksana...............................................................................................13
2.1.9. Prognosis..................................................................................................15
KESIMPULAN......................................................................................................17
3.1. Kesimpulan.................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kolelitiasis memiliki nama lain yang lazim disebut oleh masyarakat awam
sebagai batu empedu. Batu empedu merupakan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada negara maju dibandingkan pada negara-negara berkembang.
Insidensi kolelitiasis di negara Barat mencapai angka sekitar 10-15% dan lebih
banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Di Indonesia angka kejadian
batu empedu dan batu saluran empedu diduga tidak menunjukkan angka
perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan di negara lain di Asia Tenggara.
Di negara Barat 80% batu empedu adalah batu kolesterol sedangkan di Asia
Timur lebih banyak dijumpai batu pigmen dibanding dengan batu kolesterol.
Akan tetapi angka kejadian batu kolesterol sejak tahun 1965 semakin meningkat.
Hal tersebut dapat berkaitan dengan perubahan pada gaya hidup terutama dalam
hal pola makan. 1
Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu
lebih umum ditemukan pada wanita. Wanita lebih berisiko mengalami batu
empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40 tahun
tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa wanita di bawah
40 tahun dan pria tidak mungkin terkena Batu empedu merupakan gabungan dari
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya.
Batu empedu jarang dijumpai pada usia muda terutama kurang dari 20
tahun angka kejadiannya akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia
sampai dengan usia 70 tahun dan paling banyak pada rentang usia 50 tahunan.
Makanan memegang peranan penting dalam terjadinya batu empedu meskipun
angka kejadiannya berasal dari interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan. Setengah hingga dua pertiga kasus kolelitiasis bersifat asimtomatik
keluhan awal yang dirasakan pasien biasanya berupa dispepsia atau intoleransi
terhadap makanan berlemak. Pada sekitar 1-2% kasus asimtomatik akan
berkembang menjadi simptomatik dalam 1 tahun dan pada 20-30% kasus dapat
1
2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kolelitiasis
2.1.1. Anatomi Saluran Empedu
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm.
Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat
menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan
visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai
duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi
kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum
mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan
collum dengan permukaan visceral hati. Pembuluh arteri kandung empedu adalah
arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah
lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena
juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju
ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini,
pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan
arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju
kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
3
4
2.1.2. Definisi
Cholelithiasis atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat
dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan
suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica
fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis
lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita
dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak
dan genetik. Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
2.1.3. Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang
dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh
dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya
berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
2.1.4. Faktor resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
5
a. Jenis Kelamin Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
b. Usia Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI) Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai
resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
g. Penyakit usus halus Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis
adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan
kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/
nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
2.1.5. Patofisiologi
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar
yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki
tahun 1995 sebagai berikut:
6
o Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada
keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi
pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.4
o CT scan
CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa hepatik
dan massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila hasil ultrasound
masih meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.7
2.1.8. Tatalaksana
14
Penanganan operatif
Indikasi Operasi:
1) Simtomatis kolelithiasis
-Kolik Bilier
-Kolesistitis Akut
-Kolesistitis Kronik
2) Asimtomatik kolelithiasis
-Sickle Cell disease
-Pemberian makanan melalui Intravena
-Tidak ada akses ke sarana kesehatan (Relawan perdamaian, anggota militer).
a). Cholecystostomy
Kolesistostomi berguna untuk dekompesi dan drainase kandung empedu
yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Tindakan ini dapat
dilakukan pada pasien yang tiudak cukup memungkinkan kondisinya untuk
dilakukan operasi abdominal. Drainase perkutaneus yang dituntun ultrasound
dengan kateter pigtail merupakan prosedur yang dipilih. Kateter dimasukkan
melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang menembus dinding
abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu. Dengan menggunakan
kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya empedu yang merembes dari
sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat dilepas apabila inflamasi sudah
hilang dan kondisi pasien membaik. Kandung empedu dapat dibuang jika ada
indikasi, biasanya dengan tindakan laparoskopi4.
15
2.1.9. Prognosis
Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat,
hasil yang didapatkan biasanya sangat baik.
2.2. Guideline Kolesistisis
Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang dilakukan pada pasien, terdapat beberapa temuan yang mengarah pada
diagnosis kolelitiasis, antara lain: adanya nyeri pada perut kanan atas yang
menjalar hingga ke belakang dan juga terkadang nyeri terasa di ulu hati. Nyeri
dapat terjadi akibat dari obstruksi saluran empedu atau saat batu empedu bergerak
ke hilir dan tersangkut di saluran empedu.
Keluhan seperti merasakan nyeri yang menetap. Hal ini dapat disebabkan
karena adanya peradangan pada kandung empedu. Nyeri terkadang dirasakan pada
bahu kanan dan punggung merupakan manifestasi dari nyeri alih yang berasal dari
peradangan kandung empedu.
17
18
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta. EGC
5. Price SA, Wilson LM. 2006. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam :Patofisiologi.
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6. Jakarta : EGC.
6. Guyton AC, Hall JE. 2014. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-12. Jakarta: EGC
7. Williams, N.S., Bulstrode, C.J.K., Oconnel, P.R., 2013. Bailey & Loves Short
Practice of Surgery, 26th ed. USA : Taylor & Francis Group, LLC 8. Doherty
GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery 13th edition.
2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55.