Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TUTORIAL

MODUL ETIKOMEDIKOLEGAL

BLOK FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

TUTOR: dr. Agussalim Ali, Sp.An., M.kes

AISYAH (K1A1 16 061) GIAN OFEL PAGAPPONG. (K1A1 18 104)

SITI HARDIYANTI R. (K1A1 18 007) VIRA ADININGSI (K1A1 18 106)

FILZAH AZ-ZAHRA P. A. (K1A1 18 029) DIONISIUS EXCELSIS (K1A1 18 074)

SARI NUR AZIZAH (K1A1 18 030) TRI WISTYA UTAMI (K1A1 18 075)

WD. NUR SALSABILAH (K1A1 18 053) FIRZAH AULIYAH (K1A1 18 083)

DEWI FORTUNA R. S (K1A1 18 054)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Bersama dengan lampiran lembar pengesahan ini, telah dinyatakan bahwa


laporan hasil tutorial modul 3 “Etikomedikolegal” telah disahkan oleh Dokter
Pembimbing Tutorial.

Kendari, 08 November 2020

dr. Agussalim Ali, Sp.An., M.kes


MODUL 3
ETIKOMEDIKOLEGAL
SKENARIO 1

Seorang pasien laki-laki berusia 48 tahun dengan penyakit kanker stadium lanjut meminta
kepada dokter untuk melakukan suntik mati karena tidak tahan menahan rasa sakitnya.
Dokter tanpa berpikir panjang langsung mengabulkan permintaan pasien karena sudah
pusing melihat rintihan pasien setiap hari padahal sudah diberikan analgesik opioid.

KATA SULIT

 Rintihan : Suara terdengar memilukan karena kesakitan


 Analgesik opioid : Obat penghilang rasa sakit yang bekerja dengan reseptor
opioid di dalam sel tubuh yang bekerja untuk mengatasi nyeri sedang dan
berat.

KALIMAT KUNCI

 Laki-laki berusia 48 tahun


 Mengidap penyakit kanker stadium lanjut
 Meminta kepada dokter untuk melakukan suntik mati karena tidak tahan
menahan rasa sakitnya
 Dokter langsung mengabulkan permintaan pasien karena sudah pusing
melihat rintihan pasien setiap hari padahal sudah diberikan analgesik opioid

PERTANYAAN

1. Jelaskan pengertian euthanasia


2. Jelaskan syarat-syarat euthanasia
3. Jelaskan klasifikasi euthanasia
4. Jelaskan landasan hukum euthanasia di Indonesia
5. Sebutkan hak dan kewajiban dokter terkait skenario
6. Sebutkan hak dan kewajiban pasien terkait skenario
7. Jelaskan tatalaksana medikolegal euthanasia
8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan malpraktik
9. Jelaskan aspek medikolegal terkait skenario

JAWABAN

1. Jelaskan pengertian euthanasia

Menurut KBBI, euthanasia merupakan tindakan mengakhiri dengan


sengaja kehidupan makhluk (orang ataupun hewan) yang sakit berat atau luka
parah dengan kematian yang tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan.

Menurut istilah kedokteran, Euthanasia berarti tindakan untuk


meringankan kesakitan atau penderitaan yang dialami oleh seseorang yang
akan meninggal, juga berarti mempercepat kematian seseorang yang berada
dalam kesakitan dan penderitaan yang hebat menjelang kematiannya. Kode
etik kedokteran Indonesia menggunakan Euthanasia dalam tiga arti, yaitu :

a. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang & aman tanpa penderitaan;

b. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan


memberi obat penenang;

c. Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit dengan sengaja atas


permintaan pasien sendiri atau pihak keluarga.

2. Jelaskan syarat-syarat euthanasi


Hingga saat ini euthanasia masih menjadi salah satu permasalahan di
beberapa negara.
Perkembangan euthanasia di Jepang dapat dilihat diri jurisprudensi
sebuah Pengadilan Tinggi di Nagoya, yang mengajukan enam syarat untuk
dapat melakukan euthanasia yaitu :
a. Pasien atau calon korban harus masih dapat membuat keputusan dan
mengajukan permintaan tersebut dengan serius.

b. Ia harus menderita penyakit yang tak terobati pada stadium


terakhir/dekat pada kematiannya.

c. Ia harus menderita nyeri yang tak tertahankan.

d. Tujuannya adalah sekedar melepaskan diri dari rasa nyeri.

e. Dilakukan oleh dokter yang berwenang atau atas petunjuknya.

f. Kematian harus melalui cara kedokteran dan manusiawi.

Uruguay, Amerika Serikat dan Jepang merupakan contoh dari negara


yang setuju dengan adanya euthanasia. Tetapi ada juga negara yang sampai
saat ini tidak setuju atau belum mengatur tentang euthanasia. Sebagai contoh
adalah Indonesia dan Belanda.

Dilihat dari aspek hukum pidana, maka euthanasia aktif dalam bentuk
apapun adalah dilarang di Indonesia. Euthanasia aktif atas permintaan
dilarang menurut pasal 344 KUHP yang berbunyi : Barang siapa
menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana pen jara paling
lama duabelas tahun. Sebenarnya bentuk merampas nyawa orang lain yang
diatur dalam pasal 344 KUHP hanya merupakan salah satu bentuk dari
euthanasia yaitu euthanasia aktif (atas permintaan) langsung.

Pasal lain yang dapat dihubungkan dengan masalah euthanasia aktif


maupun pasif tanpa permintaan ialah pasal 338 KUHP, yang berbunyi: Barang
siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan,
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Dan pasal 340 "Barang
siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain
diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati
atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama duapuluh
tahun.

Karena unsur kesengajaan tidak selalu ada pada euthanasia pasif


(permission), maka dapatlah kiranya ketentuan pasal 359 KUHP yang
berbunyi : Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang
lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu tahun, dimasukkan sebagai aturan yang mengatur perbuatan
euthanasia pasif.

Menurut HAM yang disusun oleh Paulus universitas sam ratulangi


belanda telah melegalkan mengenai euthanasia.

3. Jelaskan klasifikasi euthanasia


Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut, seperti cara
pelaksanaanya, dari mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien, dan lain-
lain. Secara garis besar, euthanasia dikelompokan dalam dua kelompok, yaitu
euthanasia aktif dan euthanasia pasif dan berdasarkan kondisi pasien,
euthanasia dibagi menjadi euthanasia volunteer dan euthanasia involunteer. Di
bawah ini dikemukakan beberapa jenis euthanasia, yaitu euthanasia aktif,
euthanasia pasif, euthanasia volunteer, dan eathanasia involunteer.

 Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh


dokter untuk mengakhiri hidup pasien yang dilakukan secara medis.

Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja


cepat dan mematikan dan Euthanasia aktif dilakukan dengan menghentikan
segala alat-alat pembantu dalam perawatan, sehingga jantung dan pernafasan
tidak dapat bekerja dan akan berhenti berfungsi, atau memberikan obat
penenang dengan dosis yang melebihi, yang juga akan menghentikan fungsi
jantung. Euthanasia aktif terbagi menjadi dua golongan, yaitu:

a. Euthanasia aktif langsung, yaitu cara pengakhiran kehidupan melalui


tindakan medis yang diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup
pasien. Misalnya dengan memberi tablet sianida atau suntikan zat yang
segera mematikan.
b. Euthanasia aktif tidak langsung, yaitu cara yang menunjukkan bahwa
tindakan medis yang dilakukan tidak akan langsung mengakhiri hidup
pasien, tetapi diketahui bahwa risiko tindakan tersebut dapat mengakhiri
hidup pasien. Misalnya, mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan
lainnya.

 Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala


tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup
manusia, Euthanasia pasif di lakukan bila penderita gawat darurat tidak
diberi obat sama sekali, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal
setelah tindakan pertolongan dihentikan.
 Euthanasia volunter (Euthanasia secara sukarela) adalah penghentian
tindakan pengobatan atau mempercepat kematian atas permintaan sendiri.
Adakalanya hal itu tidak harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari
pasien atau bahkan bertentangan dengan pasien.
 Euthanasia involunter (Euthanasia secara tidak sukarela) adalah jenis
euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak sadar yang
tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya. Dalam hal ini
dianggap keluarga pasien yang bertanggung jawab atas penghentian
bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit dibedakan dengan perbuatan
kriminal.

4. Jelaskan landasan hukum euthanasia di Indonesia


Dilihat dari aspek hukum pidana, maka euthanasia diatur menurut :

a. Pasal 344 KUHP


Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
b. Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana paling lama lima belas tahun.
c. Pasal 340 KUHP
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
rencana, dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama dua puluh tahun.
d. Pasal 345 KUHP
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberikan daya upaya
kepadanya untuk itu, maka jika orang itu jadi membunuh diri, dihukum
penjara selama-lamanya 4 bulan.
e. Pasal 359 KUHP
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.

Pengaturan euthanasia menurut hukum di Indonesia berdasarkan kode


etik kedokteran Indonesia, seorang dokter berkewajiban mempertahankan
dan memelihara kehidupan manusia. Bagaimanapun gawatnya kondisi
seorang pasien, seorang dokter harus melindungi dan mempertahankan
hidup pasien tersebut. Seorang dokter tidak diperbolehkan melakukan
tindakan yang akan berakibat mengakhiri hidup atau mempercepat
kematian pasien tersebut. Pemahaman ini di atur pada kode etik
kedokteran Indonesia pasal 7d tentang kewajiban umum yang berbunyi :
“Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi
hidup makhluk insani”.
5. Sebutkan hak dan kewajiban dokter terkait skenario
KODEKI 2012
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah dan atau janji dokter.
Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan
profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional
dalam ukuran yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji
diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan
psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan
secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai
rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat
menangani pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau
kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan
tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi
hidup makhluk insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan
keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif ), baik fisik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di
bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling
menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN


Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh
keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan
pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai
keahlian untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat
berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat
dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT


Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali
dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI


Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja
dengan baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran/ kesehatan.

 Hak hak dokter antara lain :


-Memperoleh perlindungan hukum
-Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional
-Memeroleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya
-Menerima imbalan jasa
6. Sebutkan hak dan kewajiban pasien terkait skenario
Menurut UU No. 29 Tahun 2004, hak dan kewajiban pasien meliputi :
Hak pasien (Pasal 52) :
 mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
 meminta pendapat dokter lain
 mendapatkan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan medis
 menolak tindakan medis
 mendapatkan isi rekam medis
Kewajiban pasien (Pasal 53) :
 memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya
 mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
 mematuhi ketentuan yang berlaku disarana pelayanan kesehatan
 memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
7. Jelaskan tatalaksana medikolegal euthanasia
 Kewajiban Dokter dalam Kode Etik Kesehatan
Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan
Kesehatan. Kode Etik Kedokteran IDI tentang kewajiban dokter terhadap
pasien :
o Pasal 11 (Pelindung kehidupan) : Setiap dokter wajib senantiasa
mengingat kewajiban dirinya dalam melindungi hidup makhluk insani.
Pasal ini mencakup dokter tidak boleh melakukan euthanasia dan
harus melakukan segala kemampuannya untuk meringankan
penderitaan dan memelihara hidup pasiennya, akan tetapi tidak untuk
mengakhirinya.
o Pasal 17 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
lain bersedia dan mampu memberikannya.
 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur seseorang dapat dipidana
atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja
ataupun karena kurang hati-hati. Ketentuan pelanggaran pidana yang
berkaitan langsung dengan eutanasia aktif terdapat pada pasal 344 KUHP:
Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh sungguh
dihukum penjara selama lamanya 12 tahun penjara. 
 Kode Etik Amerika. Dari segi advance care planing (perencanaan
perawatan lebih lanjut), perawatan lebih lanjut harus dilibatkan minimal
pasien, jika ada keluarga bisa dilibatkan. Dokter tidak boleh menentukan
perawatan lebih lanjut jika pasien tidak menyetujuinya hal ini berbeda jika
pasien tidak sadarkan diri dan tidak ada keluarga baru dokter boleh
melakukan pengambilan keputusan sepihak. Dokter harus memberi
edukasi kepada pasien yang mana pasien meminta “nyawanya
dihilangkan” untuk merenung dan berpikir sejenak tentang nilai-nilai
kehidupan pribadi pasien serta memperbaiki kualitas hidup dari pasien itu
sendiri.
8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan malpraktik
Malpraktek (malapraktek) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal
dan praktik atau praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk.
Praktik (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta, 1976) atau praktik
(Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka kementrian Pendidikan Malaysia, 1971)
berarti menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan
pekerjaan (profesi). Jadi, malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang
buruk kualitasnya, tidak lege artis, tidak tepat. Malpraktik tidak hanya
terdapat dalam bidang kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain seperti
perbankan, pengacara, akuntan publik, dan wartawan. Dengan demikian,
malpraktik medik dapat diartikan sebagai kelalaian atau kegagalan seorang
dokter atau tenaga medis untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan
ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau
orang cedera menurut ukuran di lingkungan yang sama. (Hanafiah, M.Yusuf
dan Amri Amir, 1999: 96)

9. Jelaskan aspek medikolegal terkait skenario


a. Pasal 304 KUHP
Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan
seseorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberikan kehidupan,
perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
b. Pasal 306 (2) KUHP
Jika mengakibatkan kematian, perbuatan tersebut dikenakan pidana
penjara maksimal 9 tahun.
c. Pasal 531 KUHP
Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang didalam keadaan bahaya
maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang
pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan
menguatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum
kurungan selama-lamanya 3 bulan.

Berdasarkan penjelasan pandangan hukum terhadap tindakan


euthanasia, maka dokter dan keluarga yang memberikan izin dalam
pelaksanaan tindakan tersebut dapat dijeratkan dengan pasal 345 KUHP yang
berbunyi barang siapa dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh
diri, atau memberikan sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara dengan acaman penjara selamalamanya empat tahun penjara. Dengan
tidak adanya regulasi yang jelas di Indonesia maka dapat dipastikan bahwa
suntik mati (euthanasia) masih belum mempunyai dasar hukum yang jelas
untuk melakukan tindakan suntik mati atau euthanasia tersebut.
Patut menjadi catatan, bahwa secara yuridis formal dalam hukum
pidana positif di Indonesia hanya dikenal 2 bentuk euthanasia, yaitu
euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien atau korban itu sendiri dan
euthanasia yang dilakukan dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap
pasien/korban sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal 344 dan 304
KUHP. Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan :
“Barang siapa merampas nyawa orang
lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan
hati diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun”
Sementara dalam pasal 304 KUHP dinyatakan:
“Barang siapa dengan sengaja
menempatkan atau membiarkan seorang
dalam keadaan sengsara,padahal menurut
hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan dia wajib memberi
kehidupan,perawatan atau pemeliharaan
kepada orang itu,diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah”
Bertolak dari ketentuan Pasal 344 dan 304 KUHP tersebut tersimpul,
bahwa pembunuhan dengan sengaja membiarkan sengsara dan atas
permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan
demikian, dalam konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap
dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. Dengan demikian dalam konteks
hukum positif di Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan “pengakhiran
hidup seseorang” sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan
tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan
yang diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Tjahjaningtyas, S. 1986. “Euthanasia Ditinjau Dari Hukum Pidana Yang Berlaku Di


Indonesia”. Skripsi. Fakultas Hukum. Universitas Airlangga. Surabaya.
Pradjonggo, T S. Suntik Mati (Euthanasia) Ditinjau Dari Aspek Hukum Pidana dan Hak Asasi
Manusia di Indonesia. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Nomor 1. 2016.
MNEK Ikatan Dokter Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman
Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Idonesia, hlm 1.
Soesilo. 1976. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentarnya. Pelita,
Bogor, hlm.210.
Aflanie, dkk. 2017. Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal. Depok :
PT.RajaGrafindo Persada.
Aflanie & Nirmalasari. 2017. Buku Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal. Raja
Grafindo : Depok.
Hanafiah, M. Yusuf dan Amri Amir,Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Kedokteran
EGC, Jakarta,1999, Hlm. 96.
Hanafiah, Jusuf. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Andi offset. 2005.
Suryadi, T., Kulsum. Aspek Etika dan Legal Euthanasia. Jurnal Kedokteran Syiah
Koala. 2018: 176-181.
Pradjonggo, T. S., suntik Mati (Euthanasia) ditinjau dari Aspek Hukum Pidana dan
HAM di Indonesia. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. 2016: 56-63.

Anda mungkin juga menyukai