Di Indonesia
NIM : P1337425319007
Abstrak
A. Latar Belakang
B. Tinjauan Pustaka
1. Sejarah Euthanasia
Pasien sudah dalam keadaan merana dan sekarat Dalam situasi
demikian, tidak jarang pasien memohon agar dibebaskan dari penderitaan
ini dan tidak ingin diperpanjang hidupnya lagi atau dilain keadaan pada
pasien yang sudah tidak sadar, kelurga orang sakit yang tidak tega melihat
pasien yang penuh penderitaan menjelang ajalnya dan diminta kepada
dokter untuk tidak meneruskan pengobatan atau bila perlu memberikan obat
yang mempercepat kematian. Dari sinilah euthanasia muncul, yaitu
melepas kehidupan seseorang agar terbebas dari penderitaan, atau mati
secara baik. Secara bahasa, Euthanasia berasal dari bahsa Yunani, yaitu eu
yang berarti bagus, dan terhormat, sedangkan thanatos yang berarti mati.
Secara keseluruhan kata-kata tersebut dapat diartikan sebagai kematian
yang wajar dan senang. Jadi secara etimologis. Sejak awal abad 19
terminologi Euthanasia dipakai untuk penghindaran rasa sakit dan
peringanan, pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan
pertolongan dokter
Belanda, salah satu negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan
hukum kesehatan mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang
dibuat oleh Euthanasia Study Group dari Ikatan Dokter Belanda:
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu
untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien dan ini
dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri.
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda Menerbitkan Undang-undang yang
mengizinkan euthanasia yaitu wet van 12 April 2001. Undang-undang ini
dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 april 2002, yang menjadikan
Belanda negara pertama di Dunia yang melegalisasikan Praktek Euthanasia.
Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi
hak untuk mengakhiri penderitaannya. Di Belanda, keluarga boleh
mengajukan euthanasia jika kondisi pasien sudah parah dan sangat
menderita dengan penyakitnya. Selain itu, pasien dengan umur lebih dari
12 tahun bisa mengajukan pendampingan bunuh diri. Yang dimaksud
pendampingan bunuh diri adalah pasien dengan sadar meminta disuntik
mati karena keadaannya yang parah. Setiap dokter di Belanda
dimungkinkan melakukan euthanasia dan tidak akan dituntut di depan
pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan.
Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat
(tidak harus seorang dokter spesialis) dan membuat laporan dengan
menjawab 50 pertanyaan.
2. Macam-macam Euthanasia
Euthanasia can be classified in the type as follows:
a. Active Euthanasia
The euthanasia that is deliberately performed by a physician or other
health professionals to shorten or end a patient's life. It is prohibited
(including in Indonesia), except in countries that have allowed it
through legislation. Euhanasia aktif suatu peristiwa dimana dokter atau
tenaga kesehatan lainnya, secara sengaja melakukan suatu tindakan
untuk memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien. Apabila
seorang dokter melihat pasiennya dalam keadaan sangat menderita,
karena penyakitnya yang sulit disembuhkan dan menurut perkiraannya
penyakit tersebut akan mengakibatkan kematian dan karena rasa
kasihan terhadap penderita ia melakukan penyuntikan/tindakan medis
untuk mempercepat kematiannya,
Euthanasia aktif ini dapat pula dibedakan atas Euthanasia aktif
langsung (direct) dan Euthanasia aktif tidak langsung (indirect).
Euthanasia aktif langsung adalah dilakukanya tindakan medik secara
terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau
memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini dikenal juga sebagai
mercy killing. Sedangkan Euthanasia tidak aktif langsung adalah
dimana dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan medik untuk
meringankan penderitaan pasien,namun mengetahui adanya resiko
tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien
b. Passive Euthanasia
The doctor or other medical health personnel, is no longer provide
medical help deliberately to prolong a patient's life, by stopping the
infusion, stop the food supply, stop the breathing aids or delay surgery.
Dalam euthanasia pasif, dokter atau tenaga medis tidak memberikan
bantuan secara aktif untuk mempercepat proses kematian pasien.
Apabila seorang pasien menderita penyakit dalam stadium akhir, yang
menurut pendapat dokter tidak mungkin disembuhkan, maka kadang-
kadang pihak keluarga, karena tidak tega melihat salah seorang anggota
keluarganya berlama-lama menderita di rumah sakit, lantas, mereka
meminta kepada dokter untuk menghentikan pengobatan, tindakan
penghentian pengobatan ini termasuk euthanasia pasif
c. Auto euthanasia
A patient refuses expressly the medical treatment and he knew this
would shorten or end his life. With the rejection, he made a consent
(hand written statement). Auto euthanasia is essentially passive
euthanasia on demand.
Euthanasia tidak atas permintaan adalah euthanasia yang dilakukan
pada pasien yang (sudah) tidak sadar, dan biasanya keluarga pasien yang
meminta.Ada yang melihat pelaksanaan euthanasia dari sudut lain dan
membaginya atas 4 kategori, yaitu:
a. Tidak ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud memperpendek
hidup pasien;
b. Ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud memperpendek
hidup pasien;
c. Tidak ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan
memperpendek hidup pasien;
d. Ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan memperpendek
hidup pasien
3. Perspektif Hak Asasi Manusia Terkait Euthanasia
HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara
kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa,
meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak
keadilan, hak kemerdekaan, hak komunikasi, hak keamanan, dan hak
kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan dan dirampas oleh
siapapun.
Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, hak hidup termasuk dalam kebebasan dasar manusia. Pasal 9 ayat
(1) menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan
hidup dan meningkatkan kehidupannya”. Dalam Undang-Undang HAM
tersebut, hak hidup tidak hanya menyangkut persoalan kebebasan untuk
bernafas dan menjalani kehidupan, tetapi di dalamnya juga mencakup hak
untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang layak sesuai ketentuan yang
berlaku.
Sedangkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pada
Pasal 3 menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas kehidupan,
kemerdekaan dan keselamatan pribadinya. Jaminan akan hak hidup
manusia akan berimbas kepada realisasi hak lain yang dimiliki manusia,
sebab hak asasi manusia lainnya akan berjalan apabila hak hidup telah di
realisasikan. Jaminan Konstitusi dan Peraturan perundang-undangan
menunjukkan komitmen bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi HAM.
4. Perspektif Hukum Pidana di Indonesia Terkait Euthanasia
Ketentuan tentang eutahanasia tidak diatur secara jelas dalalam
peraturan perundang-undangan Indonesia. Secara eksplisit euthanasia
diatur dalam UU HAM yaitu hak hidup yang ditafsirkan oleh sebagian
masyarakat merupakan hak untuk menentukan hidupnya sendiri. Bentuk
Euthanasia yang sering dilakukan di Indonesia adalah bentuk euthanasia
pasif yaitu bentuk pengurangan kesehatan. Bentuk euthanasia pasif dalam
ketentuan perundang-undangan di Indonesia memang belum diatur secara
jelas, sehingga pelaksanaanya bukan merupakan sebuah pelanggaran
hukum. Untuk euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, ada
beberapa pasal yang berkaitan atau dapat menjelaskandasar hukum
dilakaukannya euthanasia bagi orang atau keluarga yang mengajukan untuk
dilakukan euthanasia:
Prospektif Euthanasia dari aspek Hak Asasi Manusia di Indonesia dianggap sebagai
3. Jurnal Ilmiah
Endang Pengaturan perbuatan melanggar hukum, dikarenakan hak hidup merupakan hak yang tidak
Suparta Penegakan Euthanasia Di dapat dikurangi dalam keadaan dan kondisi apapun, serta dalih apapun,
Hukum, 5 (2) Indonesia sehingga alasan demi kepentingan seseorang dan untuk mengurangi
Desember Ditinjau Dari penderitaannya tidak dapat diterima oleh hukum di Indonesia. Sejalan dengan
2018 Perspektif Hak itu Indonesia sudah punya piranti hukum yang cukup mumpuni untuk menjerat
Asasi Manusia pelaku euthanasia, dan dalam Rancangan KUHP juga
4
Khoiruddin Euthanasia Perkembangan pemikiran pengaturan hukum terhadap euthanasia di Indonesia
USU Law
Manahan Dalam dalam perspektif politik hukum pidana adalah dalam kerangka menjamin
Siregar Journal, Perspektif kepastian hukum, pemerintah kembali merumuskan euthanasia dalam bentuk
Vol.6.No.3 Hukum Positif Ius Constituendum-nya. Sebagai wujud dalam menseleraskan dunia hukum dan
Syafruddin (April 2018) Dan Politik kesehatan, politik hukum sebagai law enforcement mewujudkan pelarangan
Kalo Hukum Pidana terhadap tindakan euthanasia yang dituangkan melalui konsep KUHP barunya.
Di Indonesia Konsep KUHP baru 1999-2000 sebagai Ius Constituendum merumuskan
M. Hamdan euthanasia sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 477 sebagai berikut: “ Setiap
orang yang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang lain tersebut
Edi Yunara dengan kesungguhan hati atau atas permintaan keluarganya dalam hal orang
lain tersebut tidak sadar, dipidana dengan pidana penjara selama 9 tahun.
5
Muh. Perbandingan Negara yang menganut sistem hukum eropa kontinental yaitu Indonesia yang
Amiruddin Jurisprudentie Pelaksanaan mengatur tentang Euthanasia yaitu termuat dalam ketentuan pasal 344 KUHP
| Volume 4 Euthanasia Di sementara di Belanda ketentuan ini dimuat dalam code penal section 40 dan
Nomor 1 Juni Negara Yang pasal 293 KUHP Belanda. Sistem hukum Anglo saxon seperti Amerika Serikat
2017 Menganut melarang keras adanya euthanasia. hal ini didasarkan adanya putusan
Sistem Hukum pengadilan di Amerika Serikat yang menolak penerapan euthanasia sebagai
Eropa sebuah yurisprudensi. Indonesia tidak Mengatur secara jelas tentang
Kontinental Dan pemberlakuan euthanasia. Belanda melegalkan Euthanasia, sedangkan negara
Sistem Hukum dengan sistem Hukum Anglo Saxon tidak melegalkan Euthanasia
Anglo Saxon
5. Pembahasan
Konstruksi Yuridis Euthanasia Munculnya pro dan kontra
seputar persoalan euthanasia menjadi beban tersendiri bagi komunitas
hukum. Sebab, pada persoalan “legalitas” inilah persoalan euthanasia
akan bermuara. Kejelasan tentang sejauh mana hukum (pidana) positif
memberikan regulasi/pengaturan terhadap persoalan euthanasia akan
sangat membantu masyarakat di dalam menyikapi persoalan tersebut.
Lebih-lebih di tengah kebingungan kultural karena munculnya pro dan
kontra tentang legalitasnya. secara yuridis formal dalam hukum pidana
positif di Indonesia hanya dikenal satu bentuk euthanasia, yaitu
euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien/korban itu sendiri
(voluntary euthanasia) sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal
344 KUHP. Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan : “Barang siapa
merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun”.
Konstitusi dan hukum Indonesia memberikan jaminan penuh
terhadap hak hidup manusia yang tertuang dalam Undang-undang Dasar
NRI 1945 dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Dalam kedua sumber hukum ini, hak hidup dinyatakan sebagai
sebuah hak yang melekat pada setiap warga negara Indonesia. Sanksi
hukum akan berlaku jika hak tersebut dilanggar, sesuai dengan kreteria
tindakan melanggar hukum yang ditetapkan dalam sumber hukum
materil tersebut. Pada penjelasan pasal 4 Undang-undang No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, dinyatakan bahwa setiap orang
memiliki hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani, hak beragama,hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak
untuk tidak dianaut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh
siapapun. Hak atas kehidupan ini bahkan melekat pada bayi yang belum
lahir, dengan adanya larangan abortus.
6. Kesimpulan
Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa
pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana
bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam konteks hukum positif di
Indonesia euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang.
Dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia, tidak
dimungkinkan dilakukan “pengakhiran hidup seseorang” sekalipun atas
permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi
sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan
pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Walaupun belum
ada hukum secara resmi yang mengatur tentang Euthanasia di Indonesia,
secara umum Euthanasia dilarang di Indonesia. Oleh sebab itu
Pemerintah harus membuat regulasi ethanasia yang berbasis HAM, atau
Memasukkan ethanasia dalam ketentuan Undang-Undang kesehatan
dan Undang-undang Praktek Kedokteran untuk memperjelas Euthanasia
mana yang di larang dan diperbolehan untuk membantu penegak
Hukum.
Daftar Pustaka
Pradjonggo, T,S. Suntik Mati (Euthanasia) Ditinjau Dari Aspek Hukum Pidana
Dan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Th. 1, Nomor 1, June 2016
Rifai,T,P. Passive Euthanasia On Indonesia Law And Human Rights
Muhammadiyah Law Review 1 (2), June 2017,
Suparta, E. Prospektif Pengaturan Euthanasia Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif
Hak Asasi Manusia Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 5 (2) Desember 2018
Siregar, K, H., Kalo, S,. Hamdan, M.,Yunara, E., Euthanasia Dalam Perspektif
Hukum Positif Dan Politik Hukum Pidana Di Indonesia USU Law Journal,
Vol.6.No.3 (April 2018)
Kamiska, N., Nazarko, Y., Euthanasia And The Human Right To Health Protection,
Naukovij visnik Nacional’noi akademii vnutrisnih spra, 4 (105) 2017