Anda di halaman 1dari 5

NAMA : MOHD.

FAIZAL
NIM : 19.2500.039
PRODI : HUKUM PIDANA ISLAM
TUGAS : HUKUM ISLAM KONTEMPORER
KELOMPOK 7 : EUTHANASIA DAN BEDAH MAYAT

EUTHANASIA DAN BEDAH MAYAT

A . EUTHANASIA
1.PENGERTIAN
Euthanasia adalah prosedur yang secara etis tergolong rumit dan kompleks. Di satu
sisi, tindakan ini mengakhiri penderitaan pasien. Namun, di sisi lain, euthanasia juga
mengakibatkan berakhirnya nyawa pasien.Istilah euthanasia berasal dari kata
bahasa Yunani “euthanatos” yang berarti kematian mudah.Selain kode etik
kedokteran, ada banyak aspek yang dipertimbangkan dalam euthanasia, mulai dari
kondisi kejiwaan atau psikologi pasien, keyakinan yang dianut pasien dan dokter,
hingga hukum yang berlaku di masing-masing negara.
2.JENIS-JENIS EUTHANASIA
Euthanasia dapat dilakukan dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa jenis
euthanasia:
Euthanasia Aktif :seseorang (profesional kesehatan) bertindak secara langsung dan
aktif, sengaja menyebabkan kematian pasien misalnya, dengan menyuntikkan obat
penenang dalam dosis besar.
Euthanasia pasif: tenaga profesional kesehatan tidak secara langsung bertindak
dalam mengakhiri nyawa pasien, mereka hanya memungkinkan pasien untuk
meninggal dunia dengan alpanya kehadiran fasilitas medis misalnya,
memberhentikan atau menahan opsi pengobatan.
Memberhentikan pengobatan: misalnya, mematikan mesin yang menjaga
seseorang hidup, sehingga mereka meninggal dari penyakit mereka.
Menahan pengobatan: misalnya, tidak melakukan operasi yang akan
memperpanjang hidup untuk waktu yang singkat atau perintah DNR (Do Not
Resuscitate) — dokter tidak diperlukan untuk menyadarkan pasien jika jantung
mereka berhenti dan dirancang untuk mencegah penderitaan yang tidak perlu.
Euthanasia volunter: terjadi atas permintaan pasien kompeten. Pasien sepenuhnya
menyadari kondisi penyakitnya/sudah diinformasikan, mengerti apa kemungkinan
masa depan dari penyakitnya, menyadari manfaat dan risiko yang terkait dengan
pilihan pengobatan penyakitnya, dan dapat mengkomunikasikan keinginan mereka
dengan jelas tanpa di bawah pengaruh siapapun, dan meminta bantuan profesional
medis untuk mengakhiri nyawanya.
Euthanasia non-volunter: terjadi ketika pasien berada dalam kondisi tidak sadar
atau tidak mampu untuk membuat pilihan otonomik antara hidup dan mati (misalnya,
bayi yang baru lahir atau seseorang dengan intelegensi rendah, pasien dalam koma
panjang atau mengalami kerusakan otak parah), dan keputusan dibuat oleh orang
lain yang berkompeten atas nama pasien, mungkin sesuai dengan dokumen warisan
tertulis mereka, atau pasien sebelumnya pernah menyatakan secara verbal
keinginan untuk mati. Praktik ini juga mencakup kasus di mana pasien merupakan
anak yang mampu dan kompeten untuk mengambil keputusan secara mental dan
emosional, tapi dianggap tidak cukup umur oleh hukum untuk membuat keputusan
hidup dan mati, sehingga orang lain harus membuat keputusan atas nama mereka di
mata hukum.
Euthanasia involunter: alias paksaan, terjadi saat pihak lain mengakhiri nyawa
pasien melawan pernyataan keinginan asli mereka. Misalnya, meski si pasien ingin
terus bertahan hidup meski dengan kondisi menderita, pihak keluarganya meminta
dokter untuk mengakhiri hidupnya. Euthanasia involunter hampir selalu dianggap
sebagai pembunuhan

3.APA SYARAT DAN KETENTUANNYA BAGI PASIEN UNTUK MEMINTA


PROSEDUR EUTHANASIA
Pada dasarnya, prosedur euthanasia boleh dilakukan pada pasien yang menderita
sebuah penyakit terminal (fase akhir penyakit di mana peluang kematian muncul
sangat besar sehingga fokus bergeser dari terapi menyembuhkan penyakit menjadi
menyediakan perawatan paliatif/meringankan rasa sakit). Namun, masalahnya tidak
terletak pada definisi tetapi dalam penafsiran definisi.
Di Belanda di mana euthanasia didukung oleh hukum, “penyakit terminal” memiliki
definisi konkret, secara harfiah berarti “harapan kematian sudah pasti”. Di Oregon, di
mana PAS (physician-assisted suicide) adalah legal untuk ‘kasus terminal’, namun
terminal digambarkan sebagai suatu kondisi yang “dalam penilaian wajar, akan
menghasilkan kematian dalam waktu enam bulan.”
Selain itu, jika dilihat dari definisinya, euthanasia juga memungkinkan pagi pasien
yang menderita parah untuk meminta asistensi pengakhiran hidup. Penelitian juga
telah menunjukkan bahwa pasien yang sakit parah yang cenderung berpikir untuk
bunuh diri melakukannya bukan karena penyakit terminal mereka, tetapi karena
depresi berat akibat penyakit yang diidapnya. Deklarasi World Federation of Right to
Die Societies tahun 1998 Zurich menyatakan bahwa orang-orang “yang menderita
kesengsaraan yang melumpuhkan” memenuhi syarat untuk meminta asistensi
bunuh diri. Lembaga ini percaya bahwa seseorang tidak perlu mengidap penyakit
terminal agar memenuhi syarat menjalani euthanasia atau PAS, asalkan
“penderitaannya tidak tertahankan”.
Definisi dari “penderitaan yang tidak tertahankan” terbuka untuk interpretasi.
Menurut Mahkamah Agung Belanda, penderitaan didefinisikan sebagai
kesengsaraan baik fisik dan psikologis, sedangkan undang-undang Belgia
menyatakan bahwa “pasien yang meminta euthanasia harus berada dalam situasi
medis putus asa dan terus-menerus menderita secara fisik atau psikologis.”

4.MENGAPA EUTHANASIA DIPERBOLEHKAN


Mereka yang mendukung euthanasia berpendapat bahwa masyarakat yang
beradab harus memungkinkan orang untuk mati dalam martabat dan tanpa rasa
sakit, dan harus memungkinkan orang lain untuk membantu mereka melakukannya
jika mereka tidak bisa mengelolanya sendiri.
Mereka mengatakan bahwa tubuh adalah hak prerogatif pemiliknya sendiri, dan kita
harus diizinkan untuk melakukan apa yang kita inginkan dengan tubuh kita sendiri.
Jadi, mereka menganggap bahwa mengupayakan kehidupan yang lebih lama bagi
yang tidak menginginkannya adalah salah. Bahkan membuat orang terus hidup
ketika mereka tidak ingin melanggar kebebasan pribadi dan hak asasi manusia.
Tidak bermoral, ujar mereka, untuk memaksa orang untuk terus hidup dalam
penderitaan dan rasa sakit.
Mereka menambahkan bahwa tindakan bunuh diri bukan merupakan tindak pidana,
maka dari itu euthanasia tidak harus digolongkan sebagai kejahatan.

5.EUTHANASIA TERGOLONG KE DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA


Euthanasia tergolong ke dalam hukum pidana Indonesia
Belum ada undang-undang atau peraturan pemerintah yang spesifik mencantumkan
legalitas euthanasia di Indonesia sampai saat ini. Namun, penting untuk dipahami
bahwa secara yuridis formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal
satu bentuk euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan
pasien/korban itu sendiri (voluntary euthanasia), yang telah dengan jelas diatur
dalam Pasal 344 KUHP:
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun”.
Dari Pasal 344 KUHP dapat diartikan bahwa pembunuhan atas permintaan korban
sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam konteks
hukum positif di Indonesia, euthanasia dianggap sebagai perbuatan yang dilarang.
Artinya, tidak dimungkinkan untuk dilakukannya “pengakhiran hidup seseorang”
sekalipun atas permintaan orang itu sendiri.
Lebih lanjut, ketika membicarakan euthanasia non-volunter, walaupun tidak bisa
dikualifikasikan sebagai konsep euthanasia yang sama tercantum pada pasal 344
KUHP, secara konseptual metode euthanasia satu ini paling mungkin (atau
mendekati) dianggap sebagai pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP), pembunuhan
berencana (Pasal 340 KUHP), penganiayaan dengan bahan berbahaya (Pasal 356
[3] KHUP), atau kelalaian yang berujung kematian (Pasal 304 dan Pasal 306 [2]).
Dengan demikian, tindakan medis ini tetap digolongkan sebagai tindak pidana.

B. BEDAH MAYAT
1.PENGERTIAN BEDAH MAYAT
Bedah mayat atau yang sering dikenal dengan sebutan Otopsi berasal dari kata oto
dan opsis. Pengertian otopsi ialah suatu pemeriksaan terhadap tubuh mayat untuk
kepentingan tertentu, meliputi pemeriksaan bagian luar dan bagian dalam dengan
menggunakan cara-cara yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah oleh ahli
yang berkompetensi.
Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah Jirahah atau Amaliyah bil al jirahah yang
berarti melukai, mengiris atau operasi pembedahan.Bedah mayat oleh dokter Arab
dikenal dengan istilah at-tashrih jistul almauta. Dalam bahasa inggris dikenal dengan
istilah autopsy yang berarti pemeriksaan terhadap jasad orang yang mati untuk
mencari sebab-sebab kematiannya. Kepentingan tertentu dalam proses otopsi ini
bukan hanya digunakan untuk dunia ilmu kedokteran saja tetapi juga untuk
kepentingan hukum dalam proses pembuktian suatu perkara. Menurut peneliti otopsi
merupakan cara untuk membuktikan atau mengungkap kasus untuk mendapatkan
kebenaran yang sesungghnya. Yang perlu ditekankan bahwa forensik adalah cara
untuk mendapatkan alat bukti atau alat bantu untuk mendapatkan bukti dari suatu
tindak pidana.
2.MACAM-MACAM BEDAH MAYAT
Otopsi Anatomi
• Adalah otopsi yang dilakukan untuk kepentingan pendidikan, yaitu dengan
mempelajari susunan tubuh manusia yang normal. Bahan yang dipakai ialah mayat
yang dikirim ke rumah sakit yang telah disimpan selama 2x24 jam dilaboratorium
ilmu kedokteran kehakiman. Setelah diawetkan dilaboratorium anatomi , mayat yang
disimpan sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum
anatomi. Hal ini terdapat dalam pasal 935 KUHPerdata.
Otopsi Klinik
• Adalah otopsi yang dilakukan terhadap jenazah dari penderita penyakit yang
dirawat dan kemudian meninggal dunia di rumah sakit. Pada autpsi klinik, diperlukan
surat pengantar visum dari pihak kepolisian (penyidik) dengan persetujuan anggota
keluarga. Keluarga yang berhak memberikan ijin menurut undang-undang yaitu,
istri/suami, kedua orang tua kandung, anak yang telah dewasa.
Otopsi klinik kemudian dilengkapi dengan pemeriksaan:
a. Hispatologi
b. Bakteriologi/virologi
c. Toksikologi

Otopsi Forensik
•Otopsi forensik ialah yang dilakukan untuk kepentingan peradilan,yaitu membantu
penegakan hukum dalam rangka menemukan kebenaran materil.7 Untuk melakukan
autopsi forensik ini, diperlakukan suatu surat permintaan pemeriksaan/pebuatan
visum et Repertum dari pihak penyidik. Dan keluarrga tidak diperlukan, bahkan
apabila ada seseorang yang menghalang-halangi dilakukannya autopsi foreksi, yang
bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku. Baik dalam
melakukan otopsi klinik maupun forensik, Ketelitian yang maksimal harus
diusahakan
Kelainan yang betapa kecilpun harus dicatat. Aotopsi sendiri harus dilakukan sedini
mungkin, karena dengan lewatnya waktu, pada tubuh mayat dapat terjadi perubahan
yang mungkin akan menimbulkan kesulitan dalam menginterpretasikan kelainan
yang ditemukan.Jadi setiap macam-macam otopsi diatas memilki peran serta fungsi
masing-masing. Ada yang berperan dalam dunia medis maupun dalam rana hukum.

3.TUJUAN DAN MANFAAT BEDAH MAYAT


Istilah otopsi sering kita dengar, terutama dalam hal kriminal. Tujuan utama dari
bedah mayat atau penetuan penyebab kematian sesorang adalah untuk mengetahui
alat (senjata), yang dipakai untuk membunuh; yaitu, atas dasar jenis luka, dan jeni
kekerasan
Selain itu kegunaan atau manfaat otopsi forensik pada hakekatnya adalah
membantu penegak hukum untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya,
yakni
1.Membantu menentukan kematian (manner of death = mode of dying),
a. Pembunuhan
b. Bunuh diri
c. Kecelakaan
2. Membantu mengungkapkan proses terjadinya tindak pidana yang menyebabkan
kematian, yaitu:
a. Kapan dilakukan
b. Dimana dilakukan
c. Senjata, benda atau zat kimia apa yang digunakan
d. Cara melakukan
e. Sebab kematian (cause of death)
3. Membantu mengungkapkan identitas jenazah
4. Membantu mengungkapkan pelaku kejahatan.

Di Indonesia sendiri, bedah mayat terbagi menjadi dua tujuan besarnya. Pertama,
bedah mayat klinis yang merupakan otopsi yang dilakukan untuk memngetahui
penyakit atau penyebab kematian dan untuk mengevaluasi hasil usaha pemulihan
kesehatan. Kedua, bedah mayat anatomis yang merupakan otopsi yang dilakukan
untuk kepentingan ilmu kedokteran. Jadi pada dasarnya setiap proses ataupun
tindakan yang dilakukan oleh hukum dan dunia kedokteran terkhusus dalam proses
bedah mayat mempunyai tujuannya masing-masing, akan tetapi mereka tetap
bersandar pada kaidah dan aturan-aturan yang ada, dan sesuai dengan prosedur
yang telah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai