Anda di halaman 1dari 60

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Euthanasia
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus,
terhormat atau gracefully and with dignity dan Thanatos yang berarti mati. Jadi secara
etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Sedangkan secara
harafiah, euthanasia tidak dapat diartikan sebagai pembunuhan atau upaya
menghilangkan nyawa seseorang.
Menurut Philo (50-20 SM), euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik,
sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya Vita Caesarum mengatakan bahwa
euthanasia berarti “mati cepat tanpa derita”.
Masalah euthanasia biasanya dikaitkan dengan masalah bunuh diri. Dalam hukum
pidana, masalah bunuh diri yang perlu dibahas adalah apakah seseorang yang mencoba
bunuh diri atau membantu orang lain untuk melakukan bunuh diri itu dapat dipidana,
karena dianggap telah melakukan kejahatan.
Di beberapa Negara seperti Amerika Serikat, seseorang yang gagal melakukan
bunuh diri dapat dipidana. Juga di Israel, perbuatan percobaan bunuh diri merupakan
perbuatan yang dilarang dan diancam pidana. Pernah ada amandemen agar larangan ini
dicabut, tetapi Prof.Amos Shapira berpendapat bahwa dengan konsep perbuatan
percobaan bunuh diri sebagai tindakan yang tidak terlarang, merupakan gerakan kearah
diakuinya „hak untuk mati‟.
Dilihat dari segi agama Samawi, euthanasia dan bunuh diri merupakan perbuatan
yang terlarang. Sebab masalah kehidupan dan kematian seseorang itu berasal dari Sang
Pencipta yaitu Tuhan. Jadi, perbuatan yang menjurus kepada tindakan penghentian hidup
yang berasal dari Tuhan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak
Tuhan, oleh karenanya tidak dibenarkan.
B. Euthanasia Di Indonesia
Apakah hak untuk mati dikenal di Indonesia? Indonesia melalui pasal 344
KUHP jelas tidak mengenal hak untuk mati dengan bantuan orang lain. Banyak orang
berpendapat bahwa hak untuk mati adalah hak azasi manusia, hak yang mengalir dari
“hak untuk menentukan diri sendiri” (the right of self determination/TROS) sehingga
penolakan atas pengakuan terhadap hak atas mati, adalah pelanggaran terhadap hak asasi
manusia yang tidak dapat disimpangi oleh siapapun dan menuntut penghargaan serta
pengertian yang penuh pada pelaksanaannya.
Jika dikaitkan kembali dengan hak asasi manusia, euthanasia tentu melanggar hak
asasi manusia yaitu hak untuk hidup. Dalam salah satu artikelhukumonline Meski Tidak
Secara Tegas Diatur, Euthanasia Tetap Melanggar KUHP, pakar hukum pidana
Universitas Padjadjaran Komariah Emong berpendapat, Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (“KUHP”) mengatur tentang larangan melakukan euthanasia. yakni dalamPasal
344 KUHP yang bunyinya:
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri
yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.”
Dari ketentuan tersebut, jelas bahwa yang diatur dalam KUHP adalah euthanasia
aktif dan sukarela.Sehingga, menurut Haryadi, dalam praktiknya di Indonesia, Pasal 344
KUHP ini sulit diterapkan untuk menyaring perbuatan euthanasia sebagai tindak pidana,
sebab euthanasia yang sering terjadi di negara ini adalah yang pasif, sedangkan
pengaturan yang ada melarang euthanasia aktif dan sukarela.
Pada sisi lain, Komariah berpendapat, walaupun KUHP tidak secara tegas
menyebutkan kata euthanasia, namun, berdasarkan ketentuan Pasal 344 KUHP
seharusnya dokter menolak melakukan tindakan untuk menghilangkan nyawa, sekalipun
keluarga pasien menghendaki. Menurutnya, secara hukum, norma sosial, agama dan etika
dokter, euthanasia tidak diperbolehkan.
Berkaca dari pengalaman di Belanda, Komariah mengatakan
prosedur euthanasia yang diberlakukan di Belanda tidak sembarangan. Diperlukan
penetapan pengadilan untuk melakukan perbuatan tersebut. Meskipun keluarga pasien
menyatakan kehendaknya untuk melakukaneuthanasia, namun pengadilan bisa saja
menolak membuat penetapan. Dalam sebuah kasus di sekitar 1990 di Belanda, kata
Komariah, seorang keluarga pasien yang ingin melakukan euthanasia sempat ditolak oleh
pengadilan walaupun akhirnya dikabulkan. Untuk itu, menurut Komariah apabila tidak
ada jalan lain, tidak lagi ada harapan hidup dan secara biomedis seseorang terpaksa
dicabut nyawanya melalui euthanasia, harus ada penetapan pengadilan untuk
menjalankan proses tersebut.
Sebab, penetapan pengadilan tersebut akan digunakan agar keluarga atau pihak
yang memohon tidak bisa dipidana. Begitu pula dengan peranan dokter, sehingga dokter
tidak bisa disebut malpraktik. Selain penetapan pengadilan, keterangan dari kejaksaan
juga harus diminta agar di kemudian hari negara tidak menuntut
masalah euthanasia tersebut. Terlepas dari masalah di atas, menurutnya hidup mati
seseorang hanya dapat ditentukan oleh Tuhan.
Di Indonesia, upaya pengajuan permohonan euthanasia ini pernah terjadi di
penghujung 2004, suami Ny. Again mengajukan permohonan euthanasia ke Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan untuk mengakhiri penderitaan istrinya, namun permohonan itu
ditolak oleh pengadilan. Menurut pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji, tindakan
euthanasia harus memenuhi persyaratan medis dan bukan karena alasan sosial ekonomi.
Menurutnya, sifat limitatif ini untuk mencegah agar nantinya pengajuan euthanasia tidak
sewenang-wenang. Lebih jauh simak artikelEuthanasia Dimungkinkan Dengan Syarat
Limitatifdan Permohonan Euthanasia Menimbulkan Pro dan Kontra.
Jadi, euthanasia memang dilarang di Indonesia, terutama untuk euthanasia aktif
dapat dipidana paling lama 12 (dua belas) tahun penjara. Akan tetapi, dalam praktiknya
tidak mudah menjerat pelaku euthanasia pasif yang banyak terjadi.

C. Klasifikasi Euthanasia
Dari penggolongan Euthanasia, yang paling praktis dan mudah dimengerti adalah:
a. Euthanasia aktif
Tindakan secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup pasien. Merupakan tindakan yang dilarang,
kecuali di negara yang telah membolehkannya lewat peraturan perundangan.
b. Euthanasia pasif
Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak lagi memberikan bantuan
medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, misalnya menghentikan pemberian infus,
makanan lewat sonde, alat bantu nafas, atau menunda operasi.
c. Auto euthanasia
Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan
medis dan dia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya.
Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Auto
euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.
Karena masih banyak pertentangan mengenai definisi euthanasia, diajukan
berbagai pendapat sebagai berikut:
a. Voluntary euthanasia
Permohonan diajukan pasien karena, misalnya gangguan atau penyakit
jasmani yang dapat mengakibatkan kematian segera yang keadaannya diperburuk
oleh keadaan fisik dan jiwa yang tidak menunjang.
b. Involuntary euthanasia
Keinginan yang diajukan pasien untuk mati tidak dapat dilakukan karena,
misalnya seseorang yang menderita sindroma Tay Sachs. Keputusan atau
keinginan untuk mati berada pada pihak orang tua atau yang bertanggung jawab.
c. Assisted suicide
Tindakan ini bersifat individual dalam keadaan dan alasan tertentu untuk
menghilangkan rasa putus asa dengan bunuh diri.
d. Tindakan langsung menginduksi kematian
Alasan tindakan ini adalah untuk meringankan penderitaan tanpa izin individu
yang bersangkutan dan pihak yang berhak mewakili. Hal ini sebenarnya
pembunuhan, tapi dalam pengertian agak berbeda karena dilakukan atas dasar
belas kasihan. (Billy: 2008)
D. Syarat Dilakukannya Euthanasia
Sampai saat ini, kaidah non hukum yang manapun, baik agama, moral dan
kesopanan menentukan bahwa membantu orang lain mengakhiri hidupnya, meskipun atas
permintaan yang bersangkutan dengan nyata dan sungguhsungguh adalah perbuatan yang
tidak baik. Di Amerika Serikat, euthanasia lebih populer dengan istilah “physician
assisted suicide”. Negara yang telah memberlakukan euthanasia lewat undang-undang
adalah Belanda dan di negara bagian Oregon-Amerika Serikat.
Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, antara lain:
a. Orang yang ingin diakhiri hidupnya adalah orang yang benar-benar sedang sakit
dan tidak dapat diobati misalnya kanker.
b. Pasien berada dalam keadaan terminal, kemungkinan hidupnya kecil dan tinggal
menunggu kematian.
c. Pasien harus menderita sakit yang amat sangat, sehingga penderitaannya hanya
dapat dikurangi dengan pemberian morfin.
d. Yang boleh melaksanakan bantuan pengakhiran hidup pasien, hanyalah dokter
keluarga yang merawat pasien dan ada dasar penilaian dari dua orang dokter
spesialis yang menentukan dapat tidaknya dilaksanakan euthanasia.
Semua persyaratan itu harus dipenuhi, baru euthanasia dapat dilaksanakan.
Indonesia sebagai negara berasaskan Pancasila, dengan sila pertamanya „Ketuhanan
Yang Maha Esa‟, tidak mungkin menerima tindakan “euthanasia aktif”.
Mengenai “euthanasia pasif” merupakan suatu “daerah kelabu” karena memiliki
nilai bersifat “ambigu” yaitu di satu sisi bisa dianggap sebagai perbuatan amoral, tetapi di
sisi lain dapat dianggap sebagai perbuatan mulia karena dimaksudkan untuk tidak
memperpanjang atau berjalan secara alamiah. (Fadli: 2000)B
E. Aspek- Aspek Dalam Euthanasia
a. Aspek Hukum
Undang-undang yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari sisi dokter
sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap
sebagai pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa
seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang
dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang
dilakukannya euthanasia tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut atas
permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan
pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum
diketahui pengobatannya. Di lain pihak, hakim dapat menjatuhkan pidana mati
bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup, & tidak
menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa
dijerat pasal-pasal dalam undang-undang dalam KUHP. Apabila diperhatikan
lebih lanjut, pasal 338, 340, & 344 KUHP, ketiganya mengandung makna
larangan untuk membunuh. Pasal 340 KUHP sebagai aturan khususnya, dengan
dimasukkannya unsur “dengan rencana lebih dahulu”, karenanya biasa dikatakan
sebagai pasal pembunuhan yang direncanakan atau pembunuhan berencana.
Masalah euthanasia dapat menyangkut dua aturan hukum, yakni pasal 338 & 344
KUHP. Dalam hal ini terdapat apa yang disebut „concursus idealis‟ yang diatur
dalam pasal 63 KUHP, yang menyebutkan bahwa:
1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang
dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbedabeda yang
dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
2) Jika suatu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum
diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah
yang dikenakan. Pasal 63 (2) KUHP ini mengandung asas „lex specialis
derogat legi generalis‟, yaitu peraturan yang khusus akan mengalahkan
peraturan yang sifatnya umum.
b. Aspek Hak Azazi
Hak azasi manusia (HAM) selalu dikaitkan dengan hak hidup, hak damai
dan sebagainya. Tapi tidak tercantum jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati
sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran HAM, terbukti dari aspek
hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam pelaksanaan
euthanasia. Sebenarnya, dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya,
secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai
untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih jelas lagi dari
segala penderitaan yang hebat.
c. Aspek Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya
tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan
pasien. Apabila secara ilmu pengetahuan hampir tidak ada kemungkinan untuk
mendapat kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak
boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya. Segala upaya
yang dilakukan akan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu
kebohongan, karena di samping tidak membawa kesembuhan, keluarga yang lain
akan terseret dalam habisnya keuangan.
d. Aspek Agama
Kelahiran & kematian merupakan hak prerogatif Tuhan dan bukan hak
manusia sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk
memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Atau dengan kata lain,
meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa seseorang menguasai dirinya
sendiri, tapi sebenarnya ia bukan pemilik penuh atas dirinya. Ada aturan-aturan
tertentu yang harus kita patuhi & kita imani sebagai aturan Tuhan.
Jadi, meskipun seseorang memiliki dirinya sendiri, tetapi tetap saja ia
tidak boleh membunuh dirinya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli agama secara
tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Perawat dapat
dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan dengan
memperpendek umur seseorang. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun
dengan penuh penderitaan bahkan kadang-kadang dalam keadaan sekarat dapat
dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenan di hadapan Tuhan.Tetapi
putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segar bugar dan tentunya
sangat tidak ingin mati dan tidak sedang dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak
pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini. Aspek lain dari
pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha medis
dapat menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus ke rumah sakit untuk
berobat mengatasi penyakitnya. Kalau memang umur berada di tangan Tuhan,
bila memang belum waktunya, ia tidak akan mati. Hal ini dapat diartikan sebagai
upaya memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medis
dapat pula dipermasalahkan sebagai upaya melawan kehendak Tuhan. Pada
kasus-kasus tertentu, hukum agama memang berjalin erat dengan hukum positif.
Sebab di dalam hukum agama juga terdapat dimensi-dimensi etik & moral yang
juga bersifat publik. Misalnya tentang perlindungan terhadap kehidupan, jiwa atau
nyawa. Hal itu jelas merupakan ketentuan yang sangat prinsip dalam agama.
Dalam hukum positif manapun, prinsip itu juga diakomodasi. Oleh sebab itu,
ketika kita melakukan perlindungan terhadap nyawa atau jiwa manusia,
sebenarnya kita juga sedang menegakkan hukum agama, sekalipun wujud
materinya sudah berbentuk hukum positif atau hukum negara. (Ismail: 2005)
F. Pro-Kontra Eutanasia
Muncul kontroversi yang menyangkut isu etika euthanasia (perilaku sengaja dan
sadar mengakhiri hayat seseorang yang menderita penyakit yang tak dapat disembuhkan)
tidak saja santer didiskusikan di kalangan dunia medis, akan tetapi telah merambah
kemana-mana terutama para agama.
Meskipun di dalam hukum agama itu belum ada kejelasan atau ketidakpastian
dalam menentukan apakah euthanasia termasuk jarimah (dosa) atau bukan, akan tetapi
dalam hal euthanasia aktif yang dilakukan hanya berdasar inisiatif dari tenaga medis
sendiri tanpa adanya persetujuan dari pasien. Sekiranya dapat dimasukkan dalam kategori
pembunuhan, dan pelaku dimungkinkan untuk dihukum sesuai dengan hukum yang ada.
Pendapat demikian didasarkan atas pertimbangan karena perbuatan itu telah memenuhi
syarat-syarat untuk dapat dilaksanakan dalam qishash, antara lain:
1. Pembunuhan adalah orang yang baligh,sehat, dan berakal.
2. Ada kesengajaan membunuh.
3. Ikhtiyar (bebas dari paksaan).
4. Pembunuh bukan anggota keluarga korban.
5. Jarimah dilakukan secaralangsung (Ahmad Azar Basyir, 2001:16).
Antara pembunuhan sengaja dengan euthanasia aktif ada suatu perbedaan yang
mendasar, meski secara teknis ada persamaan. Dalam pembunuhan sengaja, terdapat
suatu maksud atau tujuan yang cenderung pada tindak kejahatan.Sedangkan dalam
euthanasia aktif, pengakhiran hidup pasien dilakukan secara sengaja dan terencana.
Namun pembunuhan ini dilakukan atas kehendak dan permintaan pasien atau korban
kepada dokter yang merawat dan maksud atau tujuan yang terdapat didalamnya
cenderung pada suatu pertolongan, yang dalam hal ini menolong meringankan beban
yang diderita oleh pasien.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN CACAR MONYET

Istilah cacar monyet memang relatif tidak sepopuler istilah cacar lainnya yang telah
disebutkan di atas. Penyakit ini nama ilmiahnya adalah impetigo bulosa, atau ada pula yang
menamakan impetigo vesikulo-bulosa. Berbeda dengan jenis cacar lainnya yang disebabkan
karena infeksi virus, cacar monyet ini disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Secara
klinis, penderita tidak mengalami demam ataupun gejala umum seperti pada cacar air ataupun
herpes zoster. Gejala yang didapatkan adalah adanya gelembung yang munculnya terutama di
ketiak, dada, dan punggung. Gelembung yang muncul ini cepat pecah dan jumlahnya tidak
begitu banyak, namun kerap kali disertai pula oleh miliaria (biang keringat).

Penyakit ini memang tidaklah seberat penyakit lainnya, karena terbatas pada lapisan kulit
saja. Namun tentunya tidak berarti tidak perlu diobati. Apalagi karena yang menjadi penyebab
adalah bakteri, yang untuk memusnahkannya diperlukan obat antibiotika yang dioleskan pada
tempat yang terkena. Ada yang mengatakan, penyakit ini disebut cacar monyet, sebab kelainan
yang tampak di kulit memang bagi orang awam sedikit banyak mirip dengan penyakit cacar.
Kebanyakan orang memang tidak mengalami penyakit Herpes Zoster. Hal ini disebabkan daya
tahan tubuh yang baik yang dapat menekan virus ini berkembang. Sebaliknya, pada orang yang
daya tahannya sedang menurun, tak jarang penyakit ini tiba-tiba muncul menyerang. Gejala yang
terjadi pada penyakit ini awalnya hampir sama dengan cacar air, yaitu terjadi demam dan badan
terasa pegal-pegal. Selanjutnya sedikit berbeda dengan penyakit cacar air, walaupun virus
penyebabnya sama. Pada Herpes Zoster, gelembung muncul dalam suatu kelompok yang
menyerupai garis lebar dengan dasar kulit kemerahan, yang muncul dari bagian belakang tubuh
dan menjalar ke arah depan pada salah satu sisi tubuh. Mungkin karena gambaran kelainan yang
seperti gambar ular ini, maka ada yang menemakannya cacar ular. Sebenarnya gelembung ini
bisa muncul di bagian tubuh mana saja, termasuk wajah, namun yang paling sering adalah dari
punggung ke bagian dada.

Ada mitos yang mengatakan, bila deretan gelembung muncul dari kedua sisi tubuh, dan
kedua ujungnya bertemu, maka akan fatal akibatnya. Mitos ini tidaklah tepat, namun ada unsur
benarnya juga. Yang jelas, deretan gelembung memang umumnya muncul hanya di salah
satusisisaja .Bila sampai muncul di kedua sisi, berarti infeksi yang terjadi sangat berat, dan daya
tahan tubuh penderita dalam keadaan sangat lemah dan buruk. Tentunya kondisi fisik yang
demikian ini memang memiliki risiko yang bisa berakibat fatal. Walaupun jarang, kasus seperti
ini dapat dijumpai pada penderita yang mendapat terapi imunosupresan (penekanan sistem
kekebalan tubuh) dosis tinggi dalam jangka panjang atau pada penderita HIV / AIDS bernama
virus varisela-zoster. Serupa dengan cacar, gejala yang muncul sama-sama ada demam. Akan
tetapi perbedaan terdapat pada gelembung yang muncul kecil-kecil dan tidak serentak, yang
dimulai dari bagian tubuh penderita lalu menjalar keanggota tubuh lainnya.

Secara umum, penyakit cacar air ini jauh lebih ringan dan tidak seberbahaya penyakit
cacar. Vaksinasi penyakit ini sesungguhnya sudah ada cukup lama, namun hingga kini belum
banyak dilakukan di Indonesia. Vaksinasi cacar air sampai hari ini belum menjadi bagian dari
program imunisasi dasar yang diwajibkan, mengingat biayanya yang masih mahal sehingga tidak
semua orang mampu menjangkaunya.

2.2 PENYEBAB CACAR MONYET

Penyakit cacar monyet disebabkan oleh virus monkeypox, yang menyebar melalui
percikan liur penderita, yang masuk melalui mata, mulut, hidung, atau luka pada kulit.

Selain melalui percikan liur, penularan juga dapat melalui benda yang terkontaminasi,
misalnya pakaian penderita. Meski begitu, penularan dari manusia ke manusia ini terbatas dan
membutuhkan kontak yang lama.

Penularan cacar monyet awalnya terjadi dari hewan ke manusia, yaitu melalui cakaran
atau gigitan hewan yang terinfeksi virus monkeypox, seperti monyet atau tupai. Selain karena
tercakar atau tergigit, terpapar cairan tubuh hewan ini secara langsung atau melalui benda yang
terkontaminasi juga dapat membuat seseorang tertular penyakit cacar monyet.

2.3 TANDA DAN GEJALA

Masa inkubasi (interval dari infeksi sampai timbulnya gejala) monkeypox biasanya 6 –
16 hari, tetapi dapat berkisar dari 5 – 21 hari.

Gejala yang timbul diawali dengan :

- Demam

- sakit kepala hebat

- limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening)

- nyeri punggung

- nyeri otot dan lemas.

Limfadenopati dapat dirasakan di leher, ketiak atau selangkangan. Dalam 1-3 hari setelah
gejala awal atau fase prodromal, akan memasuki fase erupsi berupa munculnya ruam atau lesi
pada kulit biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya secara
bertahap. Ruam atau lesi pada kulit ini berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar
(makulopapula), lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, kemudian mengeras atau
keropeng lalu rontok. Biasanya diperlukan waktu hingga 3 minggu sampai periode lesi tersebut
menghilang dan rontok. Monkeypox biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri
dengan gejala yang berlangsung selama 14 – 21 hari. Kasus yang parah lebih sering terjadi pada
anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien dan tingkat
keparahan komplikasi. Kasus kematian bervariasi tetapi kurang dari 10% kasus yang dilaporkan,
sebagian besar di antaranya adalah anak-anak. Secara umum, kelompok usia yang lebih muda
tampaknya lebih rentan terhadap penyakit monkeypox.

Infeksinya kemudian bisa dibagi menjadi dua periode:

1. Periode invasi
Selama 5 hari sejak gejala dimulai, pasien mengalami demam, sakit kepala intens,
pembengkakan nodus limfa atau limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan
kekurangan energi.
2. Periode erupsi kulit
Periode ini terjadi 1-3 hari setelah demam dimulai. Pada periode inilah,ruam
mulai muncul dari area wajah dan menyebar ke seluruh tubuh. Pada 95 persen kasus,
wajah pasien menjadi bagian yang paling banyak mengalami ruam, disusul dengan
telapak tangan dan kaki (75 persen kasus).Ruam ini bermula dari luka datar di area
membran mukosa oral (70 persen kasus). Selain itu, luka juga bisa terjadi pada area
kelamin (30 persen), kelopak mata (20 persen) dan kornea atau bola mata. Dalam waktu
10 hari, luka kemudian berevolusi menjadi lepuhan kecil berisi cairan, bintil, dan
akhirnya kerak. untuk menghilangkan kerak ini sepenuhnya, diperlukan setidaknya waktu
tiga minggu, meskipun pasien telah menjalani perawatan untuk cacar monyet. Sebelum
ruam menghilang, pasien juga biasanya menunjukkan kembali gejala khas cacar monyet,
yaitu pembengkakan nodus limfa. Sayangnya belum ada perawatan atau vaksin khusus
untuk menangani cacar monyet. Studi menunjukkan bahwa vaksin variola 85 persen
efektif dalam mencegah cacar monyet. Namun, vaksin ini sudah tidak lagi diproduksi
untuk khalayak umum menyusul eradikasi variola global. Oleh sebab itu, cara terbaik
untuk menghentikan penyebaran cacar monyet adalah mencegah infeksinya. untuk
menghindari kontak dengan primata dan hewan pengerat. Selalu gunakan pakaian
pelindung, seperti sarung tangan ketika bersentuhan dengan hewan yang diduga
membawa virus cacar monyet.
2.4 PENULARAN CACAR MONYET

Cacar monyet yang disebabkan infeksi virus Orthopoxvirus ini menular karena kontak
langsung dengan darah, cairan tubuh, atau lesi pada kulit atau mukosa dari hewan yang tertular
virus seperti monyet, tikus gambia, dan tupai. Penularan juga dapat melalui konsumsi daging
hewan yang terkontaminasi dan Penularan dari manusia ke manusia sangat jarang.

2.5 PENCEGAHAN CACAR MONYET


Monkeypox dapat dicegah dengan beberapa cara, diantaranya:
 Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan dengan air dan sabun,
atau menggunakan pembersih tangan berbahan dasar alkohol.
 Menghindari kontak langsung dengan tikus atau primata dan membatasi pajanan
langsung dengan darah atau daging yang tidak dimasak dengan baik.
 Menghindari kontak fisik dengan orang yang terinfeksi atau material yang
terkontaminasi, termasuk tempat tidur atau pakaian yang sudah dipakai penderita.
 Menghindari kontak dengan hewan liar atau mengkonsumsi daging yg diburu dari hewan
liar (bush meat)
 Pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah terjangkit monkeypox agar segera
memeriksakan dirinya jika mengalami gejala-gejala demam tinggi yang mendadak,
pembesaran kelenjar getah bening dan ruam kulit, dalam waktu kurang dari 3 minggu
setelah kepulangan, serta menginformasikan kepada petugas kesehatan tentang riwayat
perjalanannya.
 Petugas kesehatan agar menggunakan sarung tangan, masker dan baju pelindung saat
menangani pasien atau binatang yang sakit.

2.6 PENGOBATAN CACAR MONYET


Pengobatan Cacar Monyet dilakukan untuk meredakan gejala yang muncul.
Dokter akan memberikan obat Parecetamol untuk meredakan demam dan nyeri, serta meminta
penderita untuk beristirahat guna mempercepat proses penyembuhan. Di samping itu, penderita
juga dianjurkan untuk banyak mengonsumsi buah, sayur, gandum utuh, susu rendah lemak, dan
biji-bijian sebagai asupan energi dalam melawan infeksi. Penyakit cacar monyet dapat menular
dari orang ke orang, walaupun penyebaran dengan cara ini terbatas, dan 1 dari 10 penderitanya
berisiko meninggal dunia. Oleh karena itu, penderita perlu dirawat di ruang isolasi untuk
mendapatkan pemantauan dari dokter dan mencegah penyebaran penyakit. Hingga saat ini,
belum ada pengobatan untuk cacar monyet. Cacar monyet dapat sembuh sendiri dengan
perlawanan dari sistem kekebalan tubuh penderita Cacar monyet.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Penyakit Rabies

Rabies adalah penyakit menular khas pada hewan tertentu khusunya anjing dan srigala
yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan kepada manusia melalui gigitan hewan yang tertular
(Kamus Kedokteran : 295)

Rabies adalah penyakit infeksi tingkat akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh
virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus
rabies ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan
kelelawar. Rabies disebut juga penyakit anjing gila.

2.2. Etiologi Penyakit Rabies

Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus
Lysavirus. Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif
RNA yang tidak bersegmen.Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai
perantara penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-
hewan yang diketahui dapat menjadi perantara rabies antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung
(Memphitis memphitis) di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di
Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat rabies yang
masih tinggi.

Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui
gigitan. Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka. Setelah
infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan
bereplikasi di sana. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf,
misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies
buas/ ganas ataupun rabies jinak/ tenang. Pada rabies buas/ ganas, hewan yang terinfeksi tampak
galak, agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung
gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang, hewan yang terinfeksi
mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami
kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan.

Virus Rabies selain terdapat di susunan syaraf pusat, juga terdapat di air liur hewan
penderita rabies. Oleh sebab itu penularan penyakit rabies pada manusia atau hewan lain melalui
gigitan. Gejala-gejala rabies pada hewan timbul kurang lebih 2 minggu (10 hari - 8 minggu).
Sedangkan pada manusia 2-3 minggu sampai 1 tahun. Masa tunas ini dapat lebih cepat atau lebih
lama tergantung pada :

- Dalam dan parahnya luka bekas gigitan.


- Lokasi luka gigitan.
- Banyaknya syaraf disekitar luka gigitan.
- Pathogenitas dan jumlah virus yang masuk melalui gigitan.
- Jumlah luka gigitan.

Di Indonesia hewan-hewan yang biasa menyebarkan penyakit rabies adalah :

- Anjing
- Kucing
- Kera
Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang
tercemar virus rabies. Dua pekerja laboratorium telah mengkonfirmasi hal ini setelah mereka
terekspos udara yang mengandung virus rabies. Pada tahun 1950, dilaporkan dua kasus rabies terjadi
pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas yang menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup
di tempat tersebut. Mereka diduga tertular lewat udara karena tidak ditemukan sama sekali adanya
tanda-tanda bekas gigitan kelelawar.

2.3. Tanda-tanda dan Gejala Penyakit Rabies


Gejala yang terlihat pada umumnya adalah berupa manifestasi peradangan otak
(encephalitis) yang akut baik pada hewan maupun manusia. Pada manusia keinginan untuk
menyerang orang lain pada umumnya tidak ada.

Masa inkubasi rabies pada anjing dan kucing berkisar antara 10 sampai 8 minggu. Pada
sapi, kambing, kuda dan babi berkisar antara 1 sampai 3 bulan.
Tanda klinis pada hewan pemamah biak dapat dilibat seperti gelisah, gugup, liar dan
adanya rasa gatal pada seluruh tubuh, kelumpuhan pada kaki belakang dan akhirnya hewan mati.
Pada hari pertama atau kedua gejala klinis terlihat biasanya temperatur normal, anorexia, eskpresi
wajah berubah dari biasa, sering menguak dan ini merupakan tanda yang spesiftk bagi hewan yang
menderita rabies.

Gejala-gejala rabies pada hewan ada dua :

1. Rabies Ganas

 Pada anjing, dari ramah menjadi penakut dan tidak menurut lagi pada tuannya.
 Selalu bersembunya di tempat gelap dan dingin.
 Nafsu makan berkurang.
 Suara menjadi parau.
 Memakan benda-benda asing, batu, kayu, dsb.
 Ekornya ada diantara kedua pahanya.
 Menyerang dan mengigit siapa saja (menjadi lebih agresif).
 Kejang yang disusul dengan kelumpuhan.
 Biasanya akan mati 4-5 hari setelah timbul gejala pertama.

2. Rabies Tenang

 Pada jenis ini, kejang-kejang berlangsung singkat dan sangat jarang terlihat.
 Kelumpuhan sangat menonjol pada rabies jenis ini.
 Tidak dapat menelan.
 Mulut terbuka dan air liur keluar terus-menerus, disusul kematian dalam waktu singkat.

Gejala-gejala rabies pada manusia dibagi menjadi empat stadium :

1. Stadium Prodromal
Khas seperti gejala sakit biasa seperti, demam, sakit kepala, malaise, anoreksia, nausea, mual dan
rasa nyeri ditenggorokan selama beberapa hari, dan sebagainya.

2. Stadium Sensoris
Biasanya terasa nyeri di daerah bekas gigitan, paraesthesia, panas, gugup, anxietas. Kemudian
disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.

3. Stadium Eksitasi

 Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis,
hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.
 Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada
stadium ini ialah adanya macam-macam phobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah
hidrofobi (takut dengan air).
 Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang
sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau dengan menjatuhkan sinar kemata
atau dengan menepuk tangan didekat telinga penderita.
 Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi. Tindak-tanduk penderita
tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif.
 Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat
dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid
otot-otot.

4. Stadium Paralitic

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan
juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini
karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot
pernafasan.

2.4. Cara Penularan Penyakit Rabies


Masa inkubasi pada anjing dan kucing kurang lebih dua minggu (10 hari sampai 8
minggu). Pada manusia 2 sampai 3 minggu, yang paling lama satu tahun tergantung pada jumlah
virus yang masuk melalui luka gigitan, dalam atau tidaknya luka, luka tunggal atau banyak dan dekat
atau tidaknya luka dengan susunan syaraf pusat.
Virus ditularkan terutama melalui luka gigitan, oleh karena itu bangsa carnivora adalah
hewan yang paling utama (efektif) sebagai penyebar rabies antara hewan dan manusia.

Pada hewan percobaan virus masih dapat ditemukan ditempat suntikan selama 14 hari.
Virus menuju ke susunan syaraf pusat melalui syaraf perifer dengan kecepatan 3mm per jam (dean
dkk, 1963) kemudian virus berkembang biak di sel-sel syaraf terutama di hypocampus, sel purkinye
dan kelenjar ludah akan terus infektif selama hewan sakit.

2.5. Akibat dan Bahaya Penyakit Rabies


Rabies hampir selalu berakibat fatal jika post-exposure prophylaxis tidak
diberikan sebelum onset gejala berat. Virus rabies bergerak ke otak melalui saraf perifer.
Masa inkubasi dari penyakit ini tergantung pada seberapa jauh jarak perjalanan virus untuk
mencapai sistem saraf pusat, biasanya mengambil masa beberapa bulan. Setelah mencapai
sistem saraf pusat, orang yang terinfeksi rabies akan mulai menunjukkan gejala yang kita
kenali sebagai fase prodromal. Tahap awal gejala rabies adalah malaise, sakit kepala dan
demam, kemudian berkembang menjadi lebih serius, termasuk nyeri akut, gerakan dan sikap
yang tidak terkendali, depresi dan ketidakmampuan untuk minum air (hydrophobia).
Akhirnya, pasien dapat mengalami periode mania dan lesu, diikuti oleh koma. Penyebab
utama kematian biasanya adalah gangguan pernapasan.

2.6. Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Rabies


Untuk melakukan pencegahan penyebaran virus rabies ini, ada baiknya kita mengenali ciri-
ciri anjing piaraan maupun anjing liar yang terjangkit virus rabies atau anjing gila. Agar kita tidak
menjadi korban gigitan anjing rabies, ada baiknya kita perlu lebih waspada dengan melakukan
berbagai upaya pencegahan. Upaya pertama adalah merawat anjing kesayangan kita dengan baik dan
rutin melakukan vaksinasi ke dokter hewan minimal 1- 2 kali dalam setahun, mengikat atau memberi
kandang anjing piaraan kita. Jangan biarkan anjing kesayangan kita berkeliaran di jalanan dan
bergaul dengan anjing-anjing liar agar terhindar dari penularan virus rabies.

Agar terhindar dari gigitan binatang yang terjangkit virus rabies, alangkah baiknya kita
tidak berada terlalu dekat dengan binatang seperti anjing, kucing, dan kera liar, karena ketiga hewan
ini merupakan hewan yang dapat menularkan panyakit rabies (HPR). Selain itu, kita sebaiknya bisa
mengetahui sedini mungkin ciri-ciri anjing yang terjangkit virus rabies atau anjing gila. Ciri-ciri
tersebut antara lain terjadi perubahan perilaku pada anjing yang sebelumnya jinak berubah menjadi
galak, dan sebaliknya dari galak menjadi jinak.

Anjing yang terjangkit penyakit rabies biasanya menggigit benda apa saja baik kayu, karet,
besi, dan benda lainnya, mengeluartkan air liur yang menetes berlebihan, melompat-lompat seperti
menangkap lalat, takut air dan cahaya, serta senang bersembunyi di tempat gelap dan dingin. Anjing
yang sudah gila juga tidak mau menuruti perintah majikannya serta hilang nafsu makan. Anjing yang
mengidap rabies, setelah menggigit akan mati maskimal dua minggu setelah menggigit orang.

Apabila ada informasi hewan tersangka rabies atau menderita rabies, maka Dinas
Peternakan harus melakukan penangkapan atau membunuh hewan tersebut sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Apabila seteh melakukan observasi selama lebih kurang dua minggu ternyata hewan
itu masih hidup, maka diserahkan kembali kepada pemiliknya setelah divaksinasi, atau dapat
dimusnahkan apabila tidak ada pemiliknya.

Sementara ciri-ciri orang terkena penyakit rabies antara lain nafsu makannya hilang yang
disertai sakit kepala, tidak bisa tidur, demam tinggi, mual, dan muntah-muntah. Selain itu, penderita
rabies juga takut dengan air maupun cahaya, air liur dan mata keluar berlebihan, kejang-kejang yang
disusul dengan kelumpuhan sebelum akhirnya meninggal jika tidak segera diobati ke dokter.

Langkah yang perlu ditempuh jika kita maupun orang di sekitar kita digigit anjing adalah
mengambil langkah cepat yaitu mencuci luka gigitan hewan tersebut dengan sabun selama kurang
lebih 5-10 menit di bawah air mengalir atau di guyur. Kemudian memberi luka gigitan dengan
alkohol 70 persen atau yodium tincture, serta segera pergi ke puskemas, rumah sakit, atau dokter
terdekat untuk mendapatkan pengobatan yang lebih optimal.

1. Penanganan luka gigitan


Setiap luka gigitan oleh hewan yang tertular penyakit rabies harus segera diambil tindakan
yang efektif karena penyebaran virus yang cepat. usaha yang paling efektif untuk
mengurangi/mematikan virus rabies ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir)
dan sabun atau diteregent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine,
obat merah dan lain-lain).
Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu
sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan
dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan
secara intra muskuler. Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/vaksin
anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.

2. Pencegahan penularan rabies


Pencegahan rabies pada hewan adalah tanggung jawab Dinas Peternakan dan dalam
pelaksanaannya akan bekerja sama dengan semua instansi. Pencegahan dilakukan dengan
menghindari gigitan anjing atau binatang-binatang liar. Bila sudah terjadi maka binatang
tersebut harus diobservasi oleh dokter hewan untuk kemungkinan rabies. Bila binatang
tersebut menunjukkan tanda-tanda rabies atau bahkan mati dalam waktu 10 hari maka harus
dilakukan pemeriksaan laboratorik terhadap otak binatang tersebut untuk memastikan
diagnosa.
Agar pencegahan dan pemberantasan lebih efektif, maka disusun pedoman khusus
berlandaskan pada surat keputusan bersama antara Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian dan
Menteri Dalam Negeri tentang pencegahan dan penanggulangan rabies.

Adapun langkah-langkah pencegahan rabies dapat diihat dibawah ini:

 Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan
sebangsanya di daerah bebas rabies.
 Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah
bebas rabies.
 Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-daerah bebas rabies.
 Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing, dan kera. 70% populasi yang ada dalam
jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.

Sedangkan langkah sederhana yang dapat anda lakukan adalah sebagai berikut:

 Pastikan bahwa Anda vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan. Dalam beberapa tahun
terakhir, rabies pada kucing telah melampaui jumlah kasus rabies pada anjing. Oleh karena itu,
mencari tahu dari departemen kesehatan setempat apakah mereka mempunyai klinik vaksinasi
untuk kucing dan anjing. Atau yang lain, Anda dapat meminta dokter hewan Anda memberi
vaksin kepada hewan peliharaan Anda.
 Pastikan Anda tidak membiarkan hewan peliharaan anda untuk menjalankan longgar. Ini akan
membantu untuk menjauhkan mereka dari binatang liar, yang bisa menjadi potensi pembawa
rabies.
 Jika hewan peliharaan Anda telah digigit oleh binatang liar, pastikan Anda memberitahukan
departemen kesehatan setempat dan pengendalian hewan segera.
 Jika Anda melihat binatang liar di daerah Anda, pastikan Anda memberitahukan departemen
kesehatan sehingga petugas pengendali binatang dapat memeriksa hal.
 Pernah makan binatang liar, terutama yang tampak agresif atau sakit.
 Jika hewan liar seperti kelelawar, rakun, rubah, sigung atau Groundhog menggigit orang atau
binatang peliharaan, maka harus segera meletakkan. Kemudian kepala binatang itu harus
diserahkan kepada negara untuk pemeriksaan laboratorium pengujian. Vaksinasi rabies akan
tergantung pada hasil pemeriksaan.
 Jika hewan peliharaan Anda jatuh sakit setelah digigit anjing liar atau hewan liar, pastikan Anda
segera bawa ke dokter hewan Anda.
 Pengobatan. Pengobatan dilakukan dengan memberikan imunisasi pasif dengan serum
anti rabies, dan pengobatan yang bersifat suportif dan simtomatik. Luka gigitan dirawat
dengan tehnik tertentu dengan tujuan menghilangkan dan menonaktifkan virus.
Immunisasi aktif dengan vaksin anti rabies sebelum tanda-tanda dan gejala muncul
sekaligus merupakan usaha pencegahan bila ada kecurigaan binatang yang menggigit
mengidap rabies.

Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi
gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies, karena bila tidak dapat mematikan (letal).
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau
segera setelah terkena gigitan. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang
yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu:
 Dokter hewan.
 Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
 Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing
banyak ditemukan.
 Para penjelajah gua kelelawar.
3. Vaksinasi rabies dan manfaatnya terhadap anjing, kucing, dan kera
Vaksin rabies dikenal sejak tahun 1879 dibuat pertama kali oleh Victor Galtier. Selanjutnya
pada tahun 1884 vaksin tersebut dikembangkan oleh Louis Pasteur membuat vaksin rabies
menggunakan virus yang berasal dari sumsum tulang belakang anjing yang terkena rabies kemudian
dilintaskan pada otak kelinci dan diatenuasikan dengan pemberian KOH.

Pada tahun 1993 Kliger dan Bernkopf berhasil membiakkan virus rabies pada telur ayam
bertunas. Cara pembiakan virus tersebut dipakai oleh Koprowski dan Cox untuk membuat vaksin
rabies aktif strain flury HEP pada tahun 1955.

Dengan berkembangnya cara pengembangbiakan virus dengan biakan sel, Naguchi pada
tahun 1913 dan Levaditi pada tahun 1914 berhasil membiakan virus rabies secara in vitro pada
biakan gel.

Pada tahun 1958 Kissling membiakan virus rabies CVS pada biakan sel ginjl anak
hamster. Selanjutnya pada tahun 1963 Kissling dan Reese berhasil membuat vaksin rabies inaktif
menggunakan virus rabies yang dibiakan pada sel ginjal anak hamster (BHK).

Dengan metoda pembuatan vaksin dengan biakan sel ini dapat dihasilkan titer virus yang
jauh lebih tinggi dibandungkan dengan biakan virus memakai otak hewan yang ditulari virus rabies.

Disamping itu metode biakan sel dapat menghasilkan virus dengan jumlah yang lebih
banyak untuk produksi vaksin rabies dengan skala besar.

Pengendalian penyakit rabies dapat dilakukan antara lain dengan jalan mengusahakan
agar hewan yang peka terhadap serangan rabies kebal terhadap serangan virus rabies. Oleh karena itu
sebagian besar populasi hewan harus dokebalkan melalui vaksin yang berkualitas baik. Vaksinasi
idealnya dapat memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi seiring berjalannya waktu kadar
antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap rabies harus mendapatkan
dosis booster vaksinasi setiap 3 tahun. Pentingnya vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan seperti
anjing juga merupakan salah satu cara pencegahan yang harus diperhatikan.

2.7 Peraturan Perundang-Undangan Tentang Penyakit Rabies


Sejak tahun 1926 pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang rabies pada anjing,
kucing, dan kera. Yaitu Hondsdol heid Ordonantie Staatblad No. 452 tahun 1926 dan
pelaksanaannya termuat dalam Staatblad No. 452 tahun 1926.
Selanjutnya Ordonantie tersebut tersebut mengalami perubahan/penambahan-penambahan yang
disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Di DKI Jakarta terdapat SK Gubernur No. 3213 tahun
1984 tentang Tatacara Penertiban Hewan Piaraan Anjing, Kucing dan Kera di wilayah DKI Jakarta
yang antara lain berisi :

1. Kewajiban pemilik hewan piaraan untuk memvaksin hewannya dan menggantungkan peneng
tanda lunas pajak.

2. Menangkap dan menyerahkan hewannya apabila mengigit orang untuk diobservasi.

3. Hewan yang dibiarkan lepas dan dianggap liar atau tersangka menderita rabies akan ditangkap
oleh petugas penertiban.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rubella

Rubella atau di kenal juga dengan nama Campak Jerman adalah penyakit menular yang
di sebabkan oleh Virus Rubella. Virus biasanya menginfeksi tubuh melalui pernapasan seperti
hidung dan tenggorokan. Anak-anak biasanya sembuh lebih cepat di bandingkan orang
dewasa.

Rubella virus adalah virus RNA dari keluarga togavirus ukuran c.60 nm, struktur
ikosahendral, memiliki amplop virus, sensitif terhadap eter pathogen kausatif rubella.
Transmisi: mungkin infeksi tetes. Kultur: pada kultur telur (korioallantois), di lakukan pertama
kali oleh Anderson ( Melbourne, 1955). Serologi: immunitas sepanjang hidup bebas dari
cacar air dan gondok. Pada eksperimen dengan binatang, biasa ditransmisikan ke kera.

Rubella adalah penyakit infeksi akut oleh virus yang di tandai dengan demam ringan
dan bintik dan berkas merah pada seluruh badan mirip dengan campak.

Congenital rubella syndrome terjadi pada kehamilan trimester ke tiga yang dapat menyebabkan
cataract, microphtalmia, microcephaly, mental retardation. hepatomegaly, glaucoma, kelainan
pada katup jantung dan tulang. Perlu di lakukan diferesial diagnosis dengan measles dan
erisepalas. Distribusi penyakit dan prevalensi penyakit tersebar di seluruh dunia dan bersifat
endemis.

Penyakit rubella atau seringkali di sebut campak jerman (campak 3 hari) adalah infeksi
virus akut yang menyebabkan gangguan kesehatan ringan pada anak-anak, namun
cenderung lebih berat pada orang dewasa.

Rubella berbeda dengan (campak rubeola), meskipun kedua penyakit ini cenderung memiliki
karakteristik yang sama seperti ruam merah yang khas. Rubella di sebabkan oleh virus yang
berbeda dari campak dan tidak separah campak. Rubella yang mengenai ibu hamil terutama
pada trimester pertama dapat mengakibatkan kompikasi serius pada janin seperti kecacatan
lahir bahkan kematian janin. Rubella pada saat hamil juga menjadi penyebab paling umum dari
tuli kongenital.

Virus rubella memiliki waktu inkubasi 3 sampai dengan 5 hari. 1-7 hari biasanya 1-3 hari
dan ada juga yang memakan waktu 2-3 minggu, atau 14-17 hari kisaran antara 14-21 hari.
2.2 Penularan Rubella

Cara penularan rubella melalui sekret nasofaring dari orang terinfeksi. Infeksi terjadi
melalui droplet atau kontak langsung dengan penderita. Pada lingkungan tertutup seperti
asrama calon prajurit, semua orang yang rentan dan terpajan bisa terinfeksi. Bayi dengan CRS
mengandung virus pada sekret nasofarin dan urin mereka dalm jumlah besar, sehingga menjadi
sumber infeksi. Penularan juga terjadi melalui kontak dengan cairan yang berasal dari
nasopharynx penderita. Virus ini juga menular melalui partikel udara. Rubella biasanya di
tularkan oleh ibu kepada bayinya, makanya di sarankan untuk melakukan tes rubella
sebelum hamil.

Penularan virus rubella dapat terjadi ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin atau
menular melalui kontak langsung dengan sekret pernapasan (seperti lendir) orang yang
terinfeksi. Rubella juga dapat di tularkan dari wanita hamil ke janinya melalui aliran darah.
Orang yang terinfeksi rubella juga dapat menularkan penyakitnya bahkan sebelum gejalanya
muncul. Rubella di tularkan dari orang ke orang.

2.3 Gejala

Gejala-gejala rubella sebagai berikut:

- Pembekakan pada kelenjar getah bening

- Demam di atas 38o C

- Mata terasa nyeri

- Muncul bintik-bintik merah di seluruh tubuh

- Kulit kering

- Sakit pada persendian

- Sakit kepala

- Hilang nafsu makan

- Wajah pucat dan lemas

- Terkadang di sertai dengan pilek


Gejala rubella terutama pada anak-anak tanda atau gejala rubella seringkali sangat
ringan sehingga sulit untuk di identifikasikan. Jika memang tanda dan gejala terjadi, umunya
baru akan muncul antara 2 atau 3 minggu setelah terpapar virus. Gejala-gejala umum dari
rubella antara lain:

- Ruam merah (di mulai dari wajah lalu menjalar ke leher dan ekstremitas kaki dan tangan yang
berlangsung sekitar 3 hari)

- Demam ringan 38,9o C atau lebih rendah

- Pembesaran kelenjar getah bening (di dasar tengkorak, bagian belakang leher dan belakang
telinga).

- Mata merah

- Hidung tersumbat atau meler

- Nyeri sendri terutama pada wanita muda

- Sakit kepala

Gejala rubella bisa berbeda-beda pada tiap orang dan gejalanya juga mirip dengan gejala
penyakit atau kondisi kesehatan lain.

Anak yang mengalami rubella pertama kali datang dengan ruam eritematosa,
makulopapular dan pruritik yang di mulai pada wajah dan menyebar ke ekstremitas. Ruam
biasanya berlangsung selama 3 hari, dengan bagian yang pertama kali bersih adalah wajah.
Orang dewasa dapat datang dengan gejala prodromal (demam, malaise, batu, nyeri
tenggorokan dan limfadenopati). Beberapa hari sebelum timbul ruam, limfadenopati
berlangsung sekitar 1 minggu dan paling menonjol pada aurikular posterior, suboksipital dan
rantai servikal posterior. Artralgian dan asrtritis yang jarang terjadi pada anak, lebih sering
terjadi pada remaja dan orang dewasa terutama perempuan.

2.4 Pengendalian Rubella

Pengendalian rubella yaitu dengan menambahkan imunisasi rubella ke dalam imunisasi


rutin nasional dalam bentuk vaksin kombinasi dengan campak (Measles Rubella/MR) yang
dengan di dahului oleh imunisasi tambahan MR pada tahun 2017. Untuk memastikan seluruh
kegiatan tersebut berjalan dengan baik dan sesuai rencana di butuhkan tim yang terdiri dari
pemerintah, para ahli, stakeholder dan lintas sektor terkait yang berperan aktif mulai dari tahap
persiapan, pelaksanaan sampai pemantauan dan evaluasi seluruh rangkaian kegiatan.
2.5 Pencegahan Rubella

Imunisasi MMR pda usia 12 bulan dan 4 tahun. Vaksin rubella merupakan bagian dari
imunisasi rutin pada masa kanak-kanak. Vaksin MMR di berikan pada usia 12-15 bulan, dosis
kedua di berikan pada usia 4-6 tahun.

Wanita usia subur bisa menjalani pemeriksaan serologi untuk rubella. Jika tidak memiliki
antibodi, di berikan imunisasi dan baru boleh hamil 3 bulan setelah penyuntikkan. Vaksin
sebaiknya tidak di berikan ketika ibu sedang hamil atau kepada orang yang mengalami
gangguan sistem kekebalan akibat kanker, terapi kortikosteroid maupun terapi penyinaran.

Vaksin campak, gondong dan rubella (MMR) merupakan kombinasi vaksin yang
berfungsi melindungi anak-anak dari serangan tiga virus ini. Vaksin MMR efektif memberikan
kekebalan pada kebanyakkan orang dan orang yang sudah terkena rubella biasanya akan
kebal seumur hidupnya.

Vaksin MMR yang pertama biasanya di berikan pada saat anak berusia 12 bulan, vaksin ke dua
di berikan saat usia 4-6 tahun. Walau sebenarnya vaksin ke dua sudah bisa di berikan setelah
28 hari sejak pemberian vaksin pertama, meskipun belum berusia 4 tahun.

Perawatan pencegahan terdiri dari regimen vaksin dua dosis (bagian dari vaksin MMR
campak (measles) parotitis Imumps) rubella). Vaksin rubella adalah vaksin yang hidup dan di
lemahkan dan di kontraindikasikan pada kehamilan. Tata laksana infeksi rubella biasanya terdiri
dari perawatan suportif karena rubella biasanya bersifat ringan dan swasirna. Obat anti-
inflamasi nonsteroid (OAINS) efektif untuk pasien dengan artralgia.

Profilaksis pascapajana untuk perempuan yang terpajan pada awal kehamilan yang tidak
menginginkan terminasi kehamilan terdiri dari imunoglobulin intramuskular (20Ml). Konsultasi
dengan spesialis penyakit obstetrikatau infeksi (atau keduanya) di anjurkan. Pemberian
imunoglobulin dalam waktu 72 jam setelah pajanan paling efektif dalam mencegah infeksi.
Tidak ada pengobatan yang efektif untuk infeksi selama kehamilan atau untuk bayi dengan
CRS. Isolasi kontak harus di lakukan untuk setiap bayi untuk kecurigaan CRS.

Usaha-usaha pencegahan:

- Imunisasi aktif

- Pemberian immune globulin (IG) pada wanita hamil setiap trimester kehamilan

Kontrol/terapi:

- Medikamentosa

- Simtomatis

Pencegahan rubella juga dapat di lakukan dengan:


1. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat umum mengenai cara penularan dan pentingnya
imunisasi rubella.

2. Berikan dosis tunggal vaksin hidup, yaitu vaksin virus rubella yang di lemahkan Irubella Virus
Vaccine, Live), dosis tunggal ini memberikan respon antibodi yang signifikan yaitu kira-kira 98-
99% dari orang yang rentan.

3. Vaksin ini di kemas dalam bentuk kering dan sesudah di larutkan harus di simpan dalam suhu 2-
80C (35,60-46,40F) atau pada suhu yang lebih dingin dan di lindungi dari sinar mata hari agar
tetap poten.

4. jika di ketahui adanya infeksi alamia pada awal keahimaln, tindakan aborsi sebaiknya di
pertimbangkan karena riko terjadinya cacat pada janin sangat tinggi.

5. IG yang di berikan sesudah pajanan pada awal masa kehamilan mungkin tidak melindungi
terhadap terjadinya infeksi atau viremia, tetapi mungkin bisa mengurangi gejala klinis yang
timbul.

2.6 Pemberantasan Rubella

1. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar

a. Laporan kepada putugas kesehatan setempat

b. Isolasi, Di anjurkan selama di isolasi sekurang-kurangnya 4 hari setelah gejala bintik-bintik


merah muncul.

c. Disinfeksi serentak: tidak di lakukan

d. Karantina, Tidak di lakukan

e. Imunisasi kontak, Pemberian imunisasi selama tidak ada kontraindikasi (kecuali selama
kehamilan) tidak mencegah infeksi atau kesakitan.

f. Infestigasi kontak dari sumber infeksi, lakukan infestigasi dan identifikasi wanita hamil yang
kontak dengan penderita, terutama wanita hamil pada trimester pertama.

g. Pengobatan spesifik: tidak ada

2. Penanggulangan wabah

a. Untuk menanggulangi KLB rubella, laporkan segera seluh penderita dan tersangka rubella dan
seluruh kontak dan meraka yang masih rentan di beri imunisasi.
b. Petugas dan praktisi kesehatan serta masyarakat umum sebaiknya di beri informasi tentang
adanya KLB rubella agar dapat mengidentifikasikan dan melindungi wanita hamil yang rentan.

2.7 Patofisiologi

Manusia adalah satu-satunya pejamu untuk togavirus RNA yang menyebabkan rubella.
Transmisi terutama melalui penyebaran nasofaring, udara atau droplet. Pasien bersifat infeksius
selama 5-7 hari sebelum dan sampai 2 minggu setelah onsert gejala. Bayi yang terinfeksi
secara kongenital dapat tetap infeksius selama beberapa bulan setelah lahir. Rubella biasanya
merupakan infeksi yang ringan pada anak dan seringkali bersifat subklinis pada orang dewasa.
masa inkubasi berkisar dari 1-21 hari.

2.8 Mendiagnosa Rubella

Ruam rubella bisa mirip dengan ruam penyakit akibat virus lainnya. Jadi selain denagn
mempelajari riwayat medis dan pemeriksaan fisik lengkap, penegakkan diagnosa rubella akan
di tunjang dengan kultar tenggorokan dan tes darah. Yang mana hal ini dapat mendeteksi
keberadaan berbagai jenis antibodi rubella adalam darah. Antibodi ini akan menjukkan apakah
seseorang sedang atau pernah menggalami rubella atau pernah di vaksinasi rubella.

Kadar imonoglobulin M (IgM) serum dan IgG serum akut serta konvalesen biasanya
mengkonfirmasi diagnosis virus rubella dapat di kultur dari apusan nasofaring atau faring, urin,
darah dan cairan serebrospinal. Pemberitahuan pada petugas laboratorium tentang
kemungkinan infeksi rubella dapat meningkatkan sensitivitas kultur.

2.9 Komplikasi Rubella

Seperti yang di ungkapkan di atas rubella adah infeksi ringan. Sekali saja orang terkena
rubella, maka ia akan kebal seumur hidup. Sebagian wanita yang terkena rubella mengalami
arthritis pada jari-jari, pergelangan tangan dan lutut yang umunya berlangsung selama 1 bulan.
Dalam kasus yang cukup jarang terjadi, rubella dapat menyebabkan infeksi telinga (otitis media)
atau radang otak (ensefalitis).

Yang berbahaya adalah ketika seorang wanita hamil dan terkena rubella, Konsekuensi berat
pada bayi yang di kandungnya. Sekitar 90% bayi yang di lahirkan dari ubu yang mengidap
rubella sela trimester pertama kehamilan mengembangkan sindrom rubella bawaan. Hal ini
akan mengakibatkan satu stau beberapa gangguan, antara lain:

- Retardai pertumbuhan
- katarak

- ketulian

- cacat jantung bawaan

- cacat pada organ lain

- keterbelakangan mental

Resiko tinggi janin akan berada dalam trimester pertama kehamilan, namun trimester
selanjutnya juga berbahaya.

sebagian besar infeksi bersifat swasirna dan komplikasi klinis jarang terjadi, namun
infeksi kongenital di sertai dengan morbiditas dan mortalitas yang segnifikan. Infeksi martenal
pada trimester pertama menyebabkan infeksi fetal pada sebagian besar kasus dan
menyebabkan defek kongenital pada 100% bayi yang terinfeksi. Sebaliknya, hampir tidak
terdapat resiko infeksi fetal atau defek kongenital setelah trimester kedua.

Infeksi kongenital dapat menyebabkan abortos spontan, retardasi pertumbuhan intrauterin atau
lahir mati. Sindrom rubella kongenital (CRS,congenital rubella syndrome) dapat berupa
retardasi mental atau fisik, tuli, anomali jantung, anomali okular, hepatomegali dan ikterus,
purpura dan trombositopenia.

2.10 Pengobatan Rubella

Beberapa pertimbangan dokter sebelum melaksanakan pengobatan rubella adalah:

- Kesehatan umum dan riwayat medis

- Tingkat keparahan

- Toleransi kepada obat, prosedur atau terapi tertentu

- Ekspetasi perjalanan penyakit

- Pendapat atau preferensi pasien.

Tidak ada pengobatan khusus untuk mempercepat masa infeksi rubella dan karena
gejalanya sangat ringan maka pengobatan biasanya kurang di perlukan. Biasanya hanya
terbatas pada penggunaan obat-obat simptomatik, seperti paracetamol untuk menurunkan
demam. Namun sering kali juga dkter akan mengisolasi pennderita (terutama wanita hamil)
selama periode infeksi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi HIV/AIDS

HIV ( Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan


AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang memasukan materi genetiknya
ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda (retro),
yaitu dari RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah,
membentuk pro virus dan kemudian melakukan replikasi.

Virus HIV ini dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih
yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang
pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan
sekalipun. Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang
biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel
darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh
maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya
adalah kita dapat meninggal dunia akibat terkena pilek biasa.

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan dampak atau efek dari
perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan
waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya.
Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh
yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh
Virus HIV.

Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi
AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS
yang mematikan. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat
menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.

B. Cara Penularan

HIV tidak ditularkan atau disebarkan melalui hubungan sosial yang biasa seperti
jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan
dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban
yang sama atau tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)

Cara penularan HIV ada tiga :

1. Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral, ataupun anal dengan seorang
pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi,. Lebih mudah terjadi
penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan
jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid, dan
trikomoniasis. Resiko pada seks anal lebih besar disbanding seks vaginal dan
resiko juga lebih besar pada yang reseptive dari pada yang insertive.

2. Kontak langsung dengan darah / produk darah / jarum suntik.


a) Transfusi darah yang tercemar HIV
b) Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan
sempritnya pada para pencandu narkotik suntik.
c) Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan.
3. Secara vertical dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil,
saat melahirkan ataupun setelah melahirkan.

C. Tanda dan Gejala pengidap HIV/AIDS

Gejala AIDS beraneka ragam dan tergantung pada manifestasi khusus penyakit
tersebut. Sebagai contoh, pasien AIDS dengan infeksi paru dapat mengalami demam dan
keluar keringat malam sementara pasien tumor kulit akan menderita lesi kulit. Gejala non
spesifik pada pasien AIDS mencakup rasa letih yang mencolok, pembengkakan kelenjar
leher, ketiak serta lipat paha, penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya dan diare
yang berlarut-larut.
Karena gejala-gejala yang belakangan ini dapat dijumpai pada banyak kondisi
lainnya, maka hanya kalau kondisi ini sudah disingkirkan dan gejala tersebut tetap ada,
barulah diagnosis AIDS di pertimbangkan, khususnya pada orang-orang yang bukan
termasuk kelompok resiko tinggi

Berikut Tanda dan Gejala klinis penderita AIDS :


1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5. Dimensia/HIV ensefalopati.

D. Cara pencegahan
Cara pencegahan:
1. Hindarkan hubungan seksual diluar nikah. Usahakan hanya berhubungan dengan
satu orang pasangan seksual, tidak berhubungan dengan orang lain.
2. Pergunakan kondom bagi resiko tinggi apabila melakukan hubungan seksual.
3. Ibu yang darahnya telah diperiksa dan ternyata mengandung virus, hendaknya
jangan hamil. Karena akan memindahkan virus AIDS pada janinnya.
4. Kelompok resiko tinggi di anjurkan untuk menjadi donor darah.
5. Penggunaan jarum suntik dan alat lainnya ( akupuntur, tato, tindik ) harus dijamin
sterilisasinya.

Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan pemerintah dalam usaha untuk mencegah
penularan AIDS yaitu, misalnya : memberikan penyuluhan-penyuluhan atau informasi
kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatau yang berkaitan dengan AIDS, yaitu
melalui seminar-seminar terbuka, melalui penyebaran brosur atau poster-poster yang
berhubungan dengan AIDS, ataupun melalui iklan diberbagai media massa baik media cetak
maupun media elektronik.penyuluhan atau informasi tersebut dilakukan secara terus
menerus dan berkesinambungan, kepada semua lapisan masyarakat, agar seluarh masyarakat
dapat mengetahui bahaya AIDS, sehingga berusaha menghindarkan diri dari segala sesuatu
yang bisa menimbulkan virus AIDS.
PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA

A. Pendahuluan
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat dan permasalahan yang
ditimbulkan juga semakin kompleks. Kejahatan narkoba merupakan kejahatan lintas negara
(transnational crime), terorganisir (organized crime), dan serius (serious crime) yang dapat menimpa
berbagai lapisan masyarakat. Masalah penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja dan pelajar
dapat dikatakan sulit di atasi, karena penyelesaiannya melibatkan banyak faktor dan kerjasama dari
semua pihak yang bersangkutan, seperti pemerintah, aparat, masyarakat, media massa, keluarga,
remaja itu sendiri. Penyalahgunaan narkoba terjadi karena korban kurang atau tidak memahami
apa narkoba itu sehingga dapat dibohongi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab (pengedar).

Perkataan Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu “narke” yang berarti terbius sehingga
tidak merasakan apa-apa. Sebagian orang berpendapat bahwa narkotika berasal dari kata
“narcissus” yang berarti sejenis tumbuha-tumbuhan yang mempunyai bungan yang dapat

menyebabkan orang menjadi tidak sadarkan diri.1


M. Ridha Ma’roef menyebutkan bahwa narkotika ada dua macam yaitu narkotika alam dan
narkotika sintetis. Yang termasuk dalam kategori narkotika alam adalah berbagai jenis candu,
morphine, heroin, ganja, hashish, codein dan cocaine. Narkotika ala mini termasuk dalam pengertian
narkotika secara sempit sedangkan narkotika sitetis adalah pengertian narkotika secara luas dan
termasuk didalamnya adalah Hallucinogen, Depressant dan
Stimulant.2
Menurut WHO yang dimaksud dengan pengertian definisi narkoba ini adalah suatu zat yang
apabila dimasukkan ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi fisik dan atau psikologi (kecuali
makanan, air, atau oksigen).

Narkoba (nakoba dan Obat/Bahan Berbahaya), disebut juga NAPZA (Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif lain) adalah obat bahan atau zat bukan makanan yang jika diminum, diisap, dihirup,
ditelan, atau disuntikan, berpengaruh pada kerja otak yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak (susunan saraf pusat), sehingga menyebabkan gangguan
kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA tersebut. Berdasarkan jenisnya narkoba dapat
menyebabkan; perubahan pada suasana hati, perubahan pada pikiran dan perubahan perilaku.3

1
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana,Mandar Maju, Bandung, 2003. Hal.35

2
Ibid, Hal. 34
3
Lydia Herlina Martono dan Satya Joewana, Belajar Hidup bertanggung Jawab, Menangkal
Narkoba dan obat-obatan psikotropika sudah merambah ke segala lapisan masyarakat
Indonesia.Yang menjadi sasaran bukan hanya tempattempat hiburan malam, tetapi sudah
merambah ke daerah pemukiman, kampus dan bahkan ke sekolah-sekolah. Korban penyalahgunaan
narkoba di Indonesia semakin bertambah dan tidak terbatas pada kalangan kelompok masyarakat
yang mampu, mengingat harga narkoba yang tinggi, tetapi juga sudah merambah kekalangan
masyarakat ekonomi rendah. Hal ini dapat terjadi karena komoditi narkoba memiliki banyak jenis,
dari yang harganya paling mahal yang hanya dapat beli oleh kalangan elite atau selebritis, sampai
yang paling murah yang dikonsumsi oleh kelompok masyarakat ekonomi rendah.

Penyalahgunaan narkoba berkaitan erat dengan peredaran gelap sebagai bagian dari dunia
tindak pidana internasional. Mafia perdagangan gelap memasok narkoba agar orang memiliki
ketergantungan sehingga jumlah supply meningkat. Terjalinnya hubungan antara pengedar/bandar
dengan korban membuat korban sulit melepaskan diri dari pengedar/bandar, bahkan tidak jarang
korban juga terlibat peredaran gelap karena meningkatnya kebutuhan dan ketergantungan mereka
akan narkoba.4

Penyalahgunaan dan bahaya narkotika narkoba di kalangan remaja tidak dipungkiri masih
banyak di lingkungan sekitar kita. Dampak akibat narkoba bagi kesehatan dan masa depan memang
tidaklah sedikit. Akan banyak yang dikorbankan oleh karena penyalahgunaan narkotika

B. Pembahasan
Peredaran narkoba di kalangan remaja makin parah. Sekitar 4,7 persen pengguna narkoba
adalah pelajar dan mahasiswa. Badan Narkotika Nasional (BNN) mengakui pengaruh narkoba telah
merambah ke berbagai kalangan. Berdasarkan survei BNN, penggunaan narkoba tercatat sebanyak
921.695 orang adalah pelajar dan mahasiswa.5
Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1997 yang dimaksud dengan Narkotika
adalah zat atau obat-obatan yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun
sistematis, yang dapat menurunkan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Berikut ini jenis dan golongan narkoba narkotika antara lain adalah sebagai berikut :

Narkoba dan Kekerasan. Jakarta. Balai Pustaka. 2008, hal. 26

4
Lydia Harlina Martono & Satya Joewana, Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan
Keluarganya, Balai Pustaka, Jakarta, 2006.Hal.1
5
http://nasional.sindonews.com
1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi.
Golongan ini digunakan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Contoh jenis narkoba golongan
satu antara lain adalah : ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium.
2. Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh jenis narkoba golongan dua antara lain adalah : petidin,
benzetidin, dan betametadol.
3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat
untuk pengobatan dan penelitian. Contoh jenis narkoba golongan tiga antara lain adalah :
kodein dan turunannya.
Kurangnya penyuluhan dan informasi di masyarakat mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba.
Untuk itu penyuluhan dan tindakan edukatif harus direncanakan, diadakan dan dilaksanakan secara
efektif dan intensif kepada masyarakat yang disampaikan dengan sarana atau media yang tepat
untuk masyarakat.

Bahaya pemakaian narkoba sangat besar pengaruhnya terhadap negara, jika sampai terjadi
pemakaian narkoba secara besar-besaran di masyarakat, maka bangsa Indonesia akan menjadi
bangsa yang sakit, apabila terjadi demikian negara akan rapuh dari dalam karena ketahanan nasional
merosot.6

Efek dampak penggunaan narkoba bisa dalam berbagai bentuk antara lain adalah sebagai
berikut :

1. Menyebabkan penurunan atau pun perubahan kesadaran.


2. Menghilangkan rasa.
3. Mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri.
4. Menimbulkan ketergantungan / adiktif (kecanduan).
Jika diambil rata- ratakan usia sasaran pengguna narkoba ini adalah usia pelajar, yaitu berkisar
umur 11 sampai 24 tahun. Akibatnya, generasi harapan bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan
tinggal kenangan.Sasaran dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja. Dampak
negatif penyalahgunaan narkoba terhadap anak atau remaja pelajar antara lain adalah sebagai
berikut :

• Perubahan dalam sikap, perangai dan kepribadian.


• Sering membolos, menurunnya kedisiplinan dan nilai-nilai pelajaran.
• Menjadi mudah tersinggung dan cepat marah.

6
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2004, hal 5.
• Sering menguap, mengantuk, dan malas.
• Tidak memedulikan kesehatan diri.
• Suka mencuri untuk membeli narkoba.

Penutup
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi muda dewasa ini kian
meningkat Maraknya penyimpangan perilaku generasi muda tersebut, dapat membahayakan
keberlangsungan hidup bangsa ini di kemudian hari. Karena pemuda sebagai generasi yang
diharapkan menjadi penerus bangsa, semakin hari semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif
penghancur syaraf. Sehingga pemuda tersebut tidak dapat berpikir jernih. Seharusnya pelajar
senantiasa berfikir jernih untuk menghadapi globalisasi teknologi dan globalisasi yang berdampak
langsung pada keluarga dan remaja penerus bangsa khususnya.

Daftar Pustaka

Gatot Supramono. 2004. Hukum Narkoba Indonesia. Djambatan. Jakarta

Hari Sasangka. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana.


Mandar Maju. Bandung

Harlina, Lydia Martono dan Satya Joewana. 2008. Belajar Hidup bertanggung Jawab, Menangkal
Narkoba dan Kekerasan. Jakarta. Balai Pustaka.

-----------------. 2006. Membantu Pemulihan Pecandu


Narkoba dan
Keluarganya, Balai Pustaka. Jakarta

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika http://nasional.sindonews.com


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perawatan Tali Pusat

1. Tali pusat

Tali pusat dalam istilah medisnya disebut dengan umbilical cord. Merupakan saluran kehidupan
bagi janin selama ia di dalam kandungan, sebab selama dalam rahim, tali pusat ini lah yang
menyalurkan oksigen dan makanan dari plasenta ke janin yang berada di dalam nya. Begitu janin
dilahirkan, ia tidak lagi membutuhkan oksigen.dari ibunya, karena bayi mungil ini sudah dapat
bernafas sendiri melalui hidungnya. Karena sudah tak diperlukan lagi maka saluran ini harus
dipotong dan dijepit, atau diikat (Wibowo, 2008).

Diameter tali pusat antara 1cm - 2,5cm, dengan rentang panjang antara 30cm- 100cm, rata-rata
55cm, terdiri atas alantoin yang rudimenter, sisa-sisa omfalo mesenterikus, dilapisi membran
mukus yang tipis, selebihnya terisi oleh zat seperti agar-agar sebagai jaringan penghubung
mukoid yang disebut jeli whartor. Setelah tali pusat lahir akan segera berhenti berdenyut,
pembuluh darah tali pusat akan menyempit tetapi belum obliterasi, karena itu tali pusat harus
segera dipotong dan diikat kuat-kuat supaya pembuluh darah tersebut oklusi serta tidak
perdarahan (Retniati, 2010;9).

2. Definisi perawatan tali pusat

Perawatan tali pusat adalah perbuatan merawat atau memelihara pada tali pusat bayi setelah tali
pusat dipotong atau sebelum puput (Paisal, 2008).

Perawatan tali pusat adalah pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan
fisik terakhir antara ibu bayi, kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan steril, bersih, kering,
puput dan terhindar dari infeksi tali pusat (Hidayat,2005).

3. Tujuan perawatan tali pusat


Tujuan perawatan tali pusat adalah mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir,
agar tali pusat tetap bersih, kuman-kuman tidak masuk sehingga tidak terjadi infeksi pada tali
pusat bayi. Penyakit tetanus ini disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang
mengeluarkan toksin (Racun), yang masuk melalui luka tali pusat, karena perawatan atau
tindakan yang kurang bersih (Saifuddin, 2001).

Menurut Paisal (2008), perawatan tali pusat bertujuan untuk menjaga agar tali pusat tetap kering
dan bersih, mencegah infeksi pada bayi baru lahir, membiarkan tali pusat terkena udara agar
cepat kering dan lepas.

4. Penatalaksanaan perawatan tali pusat yang benar(Panduan APN, 2010)

a. Peralatan Yang Dibutuhkan:

1). 2 Air DTT, hangat : - 1 untuk membasahi dan menyabuni

- 1 untuk membilas

2). Washlap kering dan basah

3). Sabun bayi

4). Kassa steril

5). 1 set pakaian bayi

b. Prosedur Perawatan Tali Pusat:

1). Cuci tangan.

2). Dekatkan alat.

3). Siapkan 1 set baju bayi yang tersusun rapi, yaitu: celana, baju, bedong yang sudah digelar.

4). Buka bedong bayi.

5). Lepas bungkus tali pusat.


6). Bersihkan/ ceboki dengan washlap 2-3x dari bagian muka sampai kaki/ atas ke bawah.

7). Pindahkan bayi ke baju dan bedong yang bersih.

8). Bersihkan tali pusat, dengan cara:

a) Pegang bagian ujung

b) Basahi dengan washlap dari ujung melingkar ke batang

c). Disabuni pada bagian batang dan pangkal

d). Bersihkan sampai sisa sabunnya hilang

e). Keringkan sisa air dengan kassa steril

f). Tali pusat tidak dibungkus.

9) Pakaikan popok, ujung atas popok dibawah tali pusat, dan talikan di pinggir. Keuntungan :
Tali pusatnya tidak lembab, jika pipis tidak langsung mengenai tali pusat, tetapi ke bagian
popok dulu.

10). Bereskan alat.

11). Cuci tangan.

Menurut rekomendasi WHO, cara perawatan tali pusat yaitu cukup membersihkan bagian
pangkal tali pusat, bukan ujungnya, dibersihkan menggunakan air dan sabun, lalu kering
anginkan hingga benar-benar kering. Untuk membersihkan pangkal tali pusat, dengan sedikit
diangkat (bukan ditarik). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan
dengan air dan sabun cenderung lebih cepat puput (lepas) dibanding tali pusat yang dibersihkan
menggunakan alkohol.Selama sebelum tali pusat puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan
cara dicelupkan ke dalam air, cukup dilap saja dengan air hangat. Tali pusat harus dibersihkan
sedikitnya 2x sehari selama balutan atau kain yang bersentuhan dengan tali pusat tidak dalam
keadaan kotor atau basah. Tali pusat juga tidak boleh dibalut atau ditutup rapat dengan apapun,
karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga dapat
menimbulkan resiko infeksi. Intinya adalah membiarkan tali pusat terkena udara agar cepat
mengering dan terlepas.

5. Dampak positif dan dampak negatif

Dampak positif dari perawatan tali pusat adalah bayi akan sehat dengan kondisi tali pusat bersih
dan tidak terjadi infeksi serta tali pusat pupus lebih cepat yaitu antara hari ke 5-7 tanpa ada
komplikasi (Hidayat, 2005).

Dampak negatif perawatan tali pusat adalah apabila tali pusat tidak dirawat dengan baik, kuman-
kuman bisa masuk sehingga terjadi infeksi yang mengakibatkan penyakit Tetanus neonatorum.
Penyakit ini adalah salah satu penyebab kematian bayi yang terbesar di Asia Tenggara dengan
jumlah 220.000 kematian bayi, sebab masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang
cara perawatan tali pusat yang baik dan benar (Dinkes RI, 2005). Cara persalinan yang tidak
steril dan cara perawatan tali pusat dengan pemberian ramuan tradisional meningkatkan
terjadinya tetanus pada bayi baru lahir (Retniati, 2010;11).

6. Cara pencegahan infeksi pada tali pusat

Cara penanggulangan atau pencegahan infeksi pada tali pusat meliputi:

a). Penyuluhan bagi ibu pasca melahirkan tentang merawat tali pusat

b). Memberikan latihan tentang perawatan tali pusat pada ibu pasca persalinan.

c). Instruksikan ibu untuk selalu memantau keadaan bayinya.

d). Lakukan perawatan tali pusat setiap hari dan setiap kali basah atau kotor. (Arin & Akbar,
2009).

Hasil penelitian Sri Mutia Batu Bara (2009) di desa Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang menyebutkan bahwa jumlah infeksi pada tali pusat pada tahun 2008
berjumlah 65% kemudian meningkat menjadi 80% pada tahun 2009, kondisi inimenunjukkan
bahwa angka infeksi tali pusat semakin meningkat. Rendahnya pengetahuan tentang perawatan
tali pusat diduga turut menjadi faktor penyebab tingginya angka kematian akibat infeksi tali
pusat, (Iis Sinsin, 2008).
Infeksi tali pusat pada dasarnya dapat dicegah dengan melakukan perawatan tali pusat yang baik
dan benar, yaitu dengan prinsip perawatan kering dan bersih. Pemakaian antimikrobial topikal
pada perawatan tali pusat dapat mempengaruhi waktu pelepasan tali pusat, yaitu merusak flora
normal sekitar tali pusat sehingga memperlambat pelepasan tali pusat (Retniati, 2010;4).
Pemberian antiseptik pada tali pusat tidak diperlukan, karena resiko terjadinya kontaminasi
adalah kecil, yang penting terjaga kebersihannya. Berbeda dengan bayi yang dirawat di rumah
sakit, penggunaan antiseptik mungkin diperlukan untuk mengurangi terjadinya infeksi pada tali
pusat (Ratri Wijaya, 2006;12).Perawatan praktis lainnya yang mungkin dapat mengurangi
timbulnya resiko terjadinya infeksi tali pusat adalah dengan cara rawat gabung dan kontak
langsung kulit bayi dan ibunya mulai lahir agar bayi mendapatkan pertumbuhan flora normal
dari ibunya yang sifatnya patogen. Pemberian air susu ibu yang dini dan sering akan memberikan
antibodi kepada bayi untuk melawan infeksi.

Pemberian antiseptik pada tali pusat tidak diperlukan, karena resiko terjadinya kontaminasi
adalah kecil, yang penting terjaga kebersihannya. Berbeda dengan bayi yang dirawat di rumah
sakit, penggunaan antiseptik mungkin diperlukan untuk mengurangi terjadinya infeksi pada tali
pusat (Retniati, 2010;12).

2.2 Perilaku ibu dalam praktik perawatan tali pusat

1. Definisi Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yangdapat diamati langsung maupun
tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku manusia pada hakikatnya tindakan manusia itu
sendiri yang bentangannya sangat luas dari mulai berjalan, bicara, menangis, tertawa, bekerja,
dsb (Sinta Fitriani, 2011).

Menurut teori Skiner (1938) dalam (Notoatmodjo, 2010) perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi
melalui proses: Stimulus Organisme Respons, sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-
R“(stimulus- organisme-respons).

2. Domain perilaku
Benyamin Bloom (1908) dalam (Notoatmodjo,2010) mengembangkan domain perilaku menjadi
3 tingkat ranah perilaku sebagai berikut :

a. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran
(telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas atau tingkat yang berbeda-beda

b. Sikap ( attitude )

Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak
setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial
menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan
predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Dalam menentukan sikap yang utuh (total
attitude), pengetahuan, pikiran keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Contoh :
Seorang ibu mendengar (tahu) penyakit Tetanus neonatorum (penyebabnya, cara penularannya,
cara pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan
berusaha supaya bayinya tidak terkena penyakit tersebut. Dalam berpikir ini komponen emosi
dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat (kecenderungan untuk bertindak) untuk
melakukan perawatan tali pusat yang benar secara rutin agar bayinya tidak terkena penyakit
tetanus neonatorum.

c. Tindakan atau Praktik ( practice )

Seperti telah disebutkan di atas bahwa Sikap adalahkecenderungan untuk bertindak (praktik).
Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor
pendukung yaitu fasilitas atau sarana dan prasarana. Seorang ibu sudah tahu (mendapatkan
pengetahuan) tentang cara perawatan tali pusat, yaitu dengan prinsip kering dan bersih. Maka ibu
tersebut akan bertindak sesuai dengan prinsip yang dimilikinya. Dan tindakan tersebut dapat
terjadi oleh adanya faktor pendukung seperti lingkungan tempat tinggal yang bersih, keadaan
yang memungkinkan, dan sarana prasarana yang mendukung kebersihan bayi. Tanpa adanya
faktor-faktor pendukung tersebut maka meskipun ibu itu tahu dan memiliki sikap, tidak akan
timbul tindakan yang diinginkan.Praktik atau Tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan
menurut kualitasnya, yaitu:

1) Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan
atau menggunakan panduan. Misalnya seorang ibu yang bisa melakukan perawatan tali pusat
tetapi masih harus diingatkan dan dibimbing bidan, atau keluarganya.

2) Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis
maka disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya, seorang ibu selalu melakukan perawatan
tali pusat pada bayi nya secara rutin tanpa menunggu perintah atau diingatkan oleh bidan. Hal itu
dilakukannya secara otomatis.

3) Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan
tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tatapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan
atau perilaku yang berkualitas. Misalnya seorang ibu melakukan perawatan tali pusat yang bukan
sekedar perawatan tali pusat biasa (sebisanya), melainkan sudah dengan teknik-teknik atau
prinsip perawatan tali pusat yang benar.Secara teori memang perubahan perilaku atau
mengadopsi perilaku baru itu mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan di atas, yakni mulai
proses perubahan: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), praktik (practice) atau “KAP”.
Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan
bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori di atas (KAP), bahkan di dalam praktik sehari-
hari terjadi sebaliknya. Artinya, seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan
sikapnya masih negatif.
3. Pengukuran Perilaku

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap
kegiatan- kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan lalu (dengan pendekatan
recall). Namun untuk memperoleh data praktik atau perilaku yang paling akurat adalah melalui
pengamatan secara langsung (observasi) tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,
2003,p.128).

C. Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indera yang dimilikinya (mata,hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada
waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata),
(Notoatmodjo,2010).

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang.
Pengetahuan termasuk informasi, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori,
prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna (wikipedia,
2010).

Menurut Benyamin Bloom (1908) dalam (Notoatmodjo, 2010), pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam
6 tingkat pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall ( memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati sesuatu.

b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
dan dapat menginterprestasikan materi tersebut benar.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang tidak dipelajari pada
situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampaun untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih didominan suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitan satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, dapat
membedakan dan mengelompokkan.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan suata kemampaun untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada misalnya dapat menyususn dan merencanakan dapat menyesuaikan dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang ada.

f. Evaluasi (Evalution)

Evaluasi berkaitan dalam kemampuan untuk melakukan penelian terhadap suatu materi dan
objek, pengukuran dan pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angakat yang
menyertakan tentang isi materi yang ingin diulas dari subjek penelitian atau responden kedalam
pengetahuan yang ingin disesuaiakan dengan tingkatan-tingkatan tersebut diatas.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal (Notoatmodjo,
2003).

a. Faktor internal meliputi :

1). Umur
Semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik,
akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat
seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu salah satu yang mempengaruhi daya ingat adalah
umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat
berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur
tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan
akan berkurang.

2). Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau
meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri.
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin baik pula pengetahuanya.

3). Motivasi

Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri
seseorang untuk melakukan sesuatu dengan mengesampingkan hal-hal yang dianggap kurang
bermanfaat. Dalam mencapai tujuan dan munculnya motivasi memerlukan rangsangan dari
dalam diri individu (biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga
menjadi puas) maupun dari luar (merupakan pengaruh dari orang lain/lingkungan). Motivasi
murni adalah motivasi yang betul-betul disadari akan pentingnya suatu perilaku dan dirasakan
sebagai suatu kebutuhan.

4). Persepsi

Persepsi merupakan anggapan yang dilanjutkan dengan mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

5). Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman
merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2003).

b. Faktor eksternal meliputi:

1). Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhipengetahuan seseorang.


Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari
hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam
lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berfikir
seseorang.

2). Sosial budaya

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu
kebudayaan dalam hubunganya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami
suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.

3). Sumber Informasi

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuanseseorang. Meskipun seseorang


memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai
media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang.

3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan
pengetahuan dalam domain kognitif. (Notoatmodjo, 2003).

Adapun pertanyaan yang dapat digunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dibagi
menjadi dua jenis yaitu:
a. Pertanyaan Subjektif

Contoh dari jenis pertanyaan subjektif adalah jenis pertanyaan essay. Pertanyaan essay disebut
pertanyaan subjektif karena penilaian untuk penilaian pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif
dari penilai, sehingga nilai yang diberikan akan berbeda antara penilai yang satu dengan yang
lainnya.

b. Pertanyaan Objektif

Pertanyaan pilihan ganda, benar salah, menjodohkan disebut pertanyaan objektif karena
pertanyaan itu dapat dinilai dengan pasti oleh penilai. Pertanyaan yang diberikan berkaitan
dengan cara perawatan tali pusat untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan
tali pusat pada bayi. Pengukuran pengetahuan dapat juga dilakukan dengan mengukur
pengetahuan seseorang menggunakan alat bantu kuesioner.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Ebola adalah penyakit akibat infeksi virus mematikan, yang bisa menyebabkan demam,
diare, serta perdarahan di dalam tubuh penderitanya. Hanya 10% penderita Ebola yang
selamat dari infeksi virus ini, tetapi penyakit ini jarang terjadi.

Hingga saat ini, belum ditemukan kasus Ebola di Indonesia. Namun, sikap waspada dan
langkah pencegahan terhadap penyakit yang mewabah di benua Afrika ini tetap perlu
dilakukan. Salah satunya adalah dengan menjaga kebersihan dan menerapkan pola hidup
sehat setiap hari.

B. Penularan ebola

Penyebaran virus Ebola diduga berawal dari interaksi antara manusia dengan hewan yang
terinfeksi, seperti kelelawar, monyet, atau simpanse. Sejak itu, penularan virus mulai terjadi
antarmanusia. Darah atau cairan tubuh penderita dapat masuk ke dalam tubuh orang lain
melalui luka pada kulit atau lapisan dalam hidung, mulut, dan dubur. Cairan tubuh yang
dimaksud adalah air liur, muntah, keringat, ASI, urine, tinja, dan air mani.

Virus Ebola juga dapat menular melalui kontak dengan benda yang telah terkontaminasi
oleh cairan tubuh penderita, seperti pakaian, seprai, perban, dan jarum suntik. Namun
demikian, Ebola tidak ditularkan melalui udara, atau melalui gigitan nyamuk. Penderita
Ebola juga tidak dapat menularkan virus ke orang lain hingga gejala penyakit muncul.

Ada beberapa faktor yang mengakibatkan seseorang berisiko terkena virus Ebola, yaitu:

 Bepergian ke negara yang memiliki kasus Ebola, seperti Sudan, Kongo, Liberia, Guinea,
dan Sierra Leone.
 Petugas medis, berisiko terinfeksi jika tidak menggunakan pakaian pelindung ketika
merawat pasien Ebola.
 Anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita, berisiko tertular ketika
merawat penderita
 Peneliti hewan, berisiko terinfeksi virus Ebola terutama ketika melakukan penelitian
terhadap hewan primata yang didatangkan dari Afrika.
 Mempersiapkan pemakaman korban Ebola. Jasad penderita Ebola masih berisiko
menularkan. Proses pemakaman sebaiknya diserahkan kepada pihak yang sudah dilatih
khusus untuk menangani jasad penderita Ebola.
C. Gejala ebola

Gejala awal Ebola adalah demam, sakit kepala, menggigil, nyeri otot dan sendi, serta
tubuh terasa lemah. Gejala awal ini muncul dalam 2-21 hari setelah kontak dengan penderita.
Seiring waktu, gejala yang dirasakan akan semakin parah, meliputi:

 Muncul ruam kulit.


 Mata merah.
 Sakit tenggorokan.
 Nyeri dada.
 Sakit maag.
 Mual dan muntah.
 Diare, bisa disertai darah.
 Berat badan turun drastis.
 Keluar darah melalui mulut, hidung, mata, atau telinga.

Penularan virus Ebola terjadi sangat cepat dan mematikan. Jika Anda atau anggota
keluarga Anda mengalami gejala-gejala tersebut, segera kunjungi rumah sakit terdekat untuk
menjalani pemeriksaan dan mendapatkan penanganan.

D. Diagnosis ebola

Ebola merupakan salah satu penyakit yang sulit dideteksi karena gejala yang muncul
hampir serupa dengan penyakit infeksi lain, seperti flu, malaria, atau tifus. Dalam
mendiagnosis Ebola, dokter akan melakukan tes darah untuk mendeteksi antibodi yang
dibentuk oleh tubuh sebagai respon terhadap virus Ebola. Tes darah juga dilakukan untuk
melihat fungsi tubuh yang terganggu akibat Ebola, seperti:

 Jumlah sel darah


 Fungsi hati
 Fungsi pembekuan darah

Jika diduga terinfeksi virus Ebola, maka pasien akan menjalani perawatan intensif di
ruang isolasi rumah sakit untuk mencegah penyebaran virus.

E. Pengobatan ebola

Langkah pengobatan yang dilakukan hanya bertujuan untuk mengendalikan gejala dan
membantu sistem kekebalan tubuh pasien dalam melawan virus. Hal ini dikarenakan obat
untuk menangani virus Ebola belum ditemukan hingga saat ini. Beberapa tindakan
pengobatan pendukung yang dapat dilakukan, yaitu:

 Infus cairan untuk mencegah dehidrasi.


 Obat darah tinggi untuk menurunkan tekanan darah.
 Oksigen tambahan untuk menjaga aliran oksigen ke seluruh tubuh.
 Transfusi darah, jika muncul kurang darah (anemia).

Penderita Ebola akan menjalani masa pemulihan selama beberapa bulan, hingga virus
hilang. Dalam masa pemulihan, penderita akan mengalami:

 Rambut rontok
 Penyakit kuning
 Gangguan saraf
 Rasa lelah yang berlebihan
 Peradangan pada mata dan testis

Kesembuhan pasien akan tergantung pada sistem kekebalan tubuh, cepatnya pengobatan
dilakukan, dan respons terhadap pengobatan. Penderita yang sembuh akan kebal terhadap
virus ini selama kurang lebih 10 tahun.

F. Komplikasi ebola

Setiap penderita memiliki respons sistem kekebalan tubuh yang berbeda terhadap virus
Ebola. Sebagian penderita dapat pulih dari Ebola tanpa disertai komplikasi, namun sebagian
lagi dapat mengalami kondisi yang mengancam nyawa, seperti:

 Kejang
 Koma
 Perdarahan hebat
 Syok
 Gagal berfungsinya organ-organ tubuh

G. Pencegahan ebola

Vaksin untuk mencegah Ebola belum ditemukan hingga saat ini. Cara terbaik untuk
mencegah Ebola adalah dengan tidak melakukan perjalanan ke negara atau wilayah yang
memiliki riwayat Ebola. Namun jika Anda berencana untuk bepergian ke negara yang
memiliki kasus Ebola, ada beberapa langkah yang dapat Anda lakukan, yaitu:

 Jaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan menggunakan air dan sabun atau
pembersih tangan berbahan dasar alkohol.
 Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami demam dan diduga memiliki
gejala Ebola.
 Hindari menyentuh benda yang telah terkotaminasi darah atau cairan tubuh penderita
Ebola
 Hindari kontak langsung dengan kelelawar dan hewan primata yang berpotensi
menularkan virus, termasuk darah, kotoran, dan dagingnya.
 Hindari rumah sakit tempat pasien Ebola menjalani perawatan.
 Segera periksakan diri ke dokter setelah kembali dari wilayah tersebut, untuk mendeteksi
kemungkinan gejala Ebola.

Khusus untuk petugas medis, ada beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk
meminimalkan risiko penularan virus Ebola, yaitu:

 Gunakan alat pelindung diri, termasuk pakaian pelindung (apron), masker, sarung tangan,
dan pelindung mata, ketika sedang berada di sekitar penderita Ebola.
 Berhati-hati ketika mengambil darah atau sampel cairan tubuh, serta memasang infus atau
kateter pada
 Selalu cuci tangan, terutama setelah menyentuh pasien atau benda di sekitar pasien.
 Segera buang peralatan medis sekali pakai, misalnya alat suntik, ke tempat yang telah
ditentukan.
 Hindari kontak langsung dengan jasad penderita Ebola.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Telenursing

Telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah penggunaan teknologi


komunikasi dalam keperawatan untuk memenuhi asuhan keperawatan kepada klien yang
menggunakan saluran elektromagnetik (gelombang magnetik, radio dan optik) dalam
menstransmisikan signal komunikasi suara, data dan video. Atau dapat pula di definisikan
sebagai komunikasi jarak jauh, menggunakan transmisi elektrik dan optik, antar manusia dan
atau computer.

Telenursing adalah informatika keperawatan mengintegrasikan ilmu keperawatan,


komputer, ilmu pengetahuan, dan ilmu informasi untuk mengelola dan mengkomunikasikan data,
informasi, dan pengetahuan dalam praktek keperawatan. Informatika keperawatan memfasilitasi
integrasi data, informasi, dan pengetahuan untuk dukungan klien, perawat, dan penyedia lainnya
dalam pengambilan keputusan mereka dalam semua peran dan pengaturan. (Terhuyung &
Bagley-Thompson, 2002).

2.2 Ciri – ciri Telemedicine :

1. Interaktif
2. Biaya telekomunikasi
3. Biaya teknologi
4. Transmisi multimedia
5. Response time
6. Konsultan dapat mengumpulkan data riwayat dan pemeriksaan fisik pasien.
7. Berakibat pada hubungan pasien-konsultan
8. Berguna untuk pelayanan primer
9. Menyenangkan atas pelayanan kesehatan
10. Mudah dijadwalkan
11. Perlu menyiapkan kebutuhan data bagi konsultan
12. Menurunkan biaya tatap muka.
2.3 Media Telenursing

1. Telepon ( telepon seluler )


2. Personal Digital System (PDA)
3. Mesin faksimili (faks)
4. Internet
5. Video atau audio conferencing
6. Teleradiolog
7. Komputer sistem informasi
8. Teleborotic

2.4 Keuntungan Telenursing:

1. Mengurangi waktu tunggu dan mengurangi kunjungan yang tidak perlu.


2. Mempersingkat hari rawatan dan mengurangi biaya perawatan
3. Membantu memenuhi kenutuhan kesehatan
4. Memudahkan akses petugas kesehatan yang berada di daerah yang terisolasi
5. Berguna dalam kasus-kasus kronis atau kasus geriatik yang perlu perawatan di rumah
dengan jarah yang jauh dari pelayanan kesehatan.
6. Mendorong tenaga kesehatan atau daerah yang kurang terlayani untuk mengakses
penyedia layanan melalui mekanisme seperti : konferensi video dan internet (American
Nurse Assosiation, 1999)

2.5 Prinsip – prinsip Telenursing

Prinsip-prinsip telenursing adalah : tidak mengubah sifat dasar dari praktek asuahan
keperawatan, dimana perawat terlibat dalam telenursing mulai dari pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi asuhan keperawatan. Perawat juga terlibat dalam
informasi, pendidikan, arahan dan dukungan secara pribadi dalam telenursing hubungan
ditetapkan melalui penggunaan telepon, komputer, internet atau teknologi komunikasi lainnya.
2.6 Aplikasi Telenursing

Telenursing dapat diterapkan di rumah, rumah sakit melalui pusat telenursing dan melalui
unit mobil. Telepon triase dan home care berkembang sangat pesat dalam aplikasi telenursing.
Di dalam home care perawat menggunakan sistem monitor parameter fisiologi seperti tekanan
darah, glukosa darah, respirasi dan berat badan melalui internet. Melalui sistem interaktif video,
pasien contact on-call perawat setiap waktu untuk menyusun video konsultasi ke alamat sesuai
dengan masalah, sebagai contoh bagaimana mengganti baju, memberikan injeksi insulin atau
diskusi tentang sesak nafas. Secara khusus sangat membantu untuk anak kecil dan dewasa
dengan penyakit kronik dan kelemahan khususnya dengan penyakit kardiopulmoner dan
persyarafan. Telenursing membantu pasien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif di dalam
perawatan, khususnya dalam managemen penyakit kronis. Hal ini juga mendorong perawat
menyiapkan informasi yang akurat dan memberikan dukungan secara online.

Pedoman praktek lainnya yang menggunakan telenursing adalah :

1. Menyampaikan informasi penting klien seperti data elektrokardiogram, CT Scan, foto


rontgen, dsb.
2. Menggunakan video, komputer untuk memantau kondisi kesehatan klien.
3. Memantau status kesehatan klien di rumah sakit atau rumah misal, tekanan darah, nadi
pernafasan, suhu dan sebagainya.
4. Membantu wisatawan untuk mendapatkan perawatan kesehatan di tempat tujuan
mereka.
5. Membantu operasi klien dari jarak jauh.
6. Menggunakan video konference untuk menyediakan sesi pendidikan keperawatan
berkelanjutan.
7. Mengembangkan website untuk memberikan informasi kesehatan dan waktu konselin

2.7 Kekurangan Telenursing

Kekuatiran dengan adanya telenursing ini adalah tidak adanya interaksi langsung
perawat dengan klien yang akan mengurangi kualitas pelayanan kesehatan. Kekuatiran ini
muncul karena beranggapan kontak langsung dengan pasien sangat penting terutama untuk
dukungan emosional dan sentuhan terapeutik. Sedangkan kekurangan lain dari telenursing ini
adalah kemungkinan kegagalan teknologi, meningkatkan risiko terhadap keamanan dan
kerahasiaann dokumen klien.
BAB III

PENILITIAN – PENELITIAN TELENURSING

3.1 Survey internasional

Telenursing Role Pada tahun 2004-2005 International Telenursing Role melakukan


survey yang bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan menggunakan telenursing, pengetahuan
dan keterampilan telenursing, persepsi tentang keefektifan telenursing, kebutuhan akan
telenursing, keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam telenursing. Penelitian ini
mensurvey 719 telenurses (628 wanita dan 89 laki-laki) dari 36 negara. Sebanyak 66%
responden dari U.S yang sebagian besar berasal dari Canada. Dari semua responden 50%
perawat bekerja secara part time di telehealth dan sebagian lagi di rumah sakit. Perawat tersebut
sangat senang menerima pelatihan telehealth. Perawat ini sangat puas dengan telenursing
berdasarkan kepada autonomi, interaksi, status profesional, bayaran, tugas, kenyamanan tempat
kerja. Sebagian besar telenurses yang disurvey, 75% diantaranya percaya bahwa sertifikat
pendidikan penting dalam telenursing. Menurut responden komponen penting dalam program
pendidikan itu adalah teknik menggunakan peralatan, ilmu pengetahuan berdasarkan standar
protokol dan kompetensi perawatan klinik. Sebanyak 89% responden mempercayai bahwa
telenursing adalah bagian dari pendidikan dasar keperawatan. Pendidikan telehealth harus terdiri
dari pengalaman klinik.

3.2 “Real Nursing Development Telenursing”

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Helen A.Snooks dkk berjudul “ Real Nursing?
Development Telenursing” di sebuah National Health Service di Inggris pada tahun 2007.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode kuisioner terstruktur terhadap 111
orang perawat yang bekerja di sana. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perspektif perawat terhadap dampak dari telenursing. Dari penelitian ini diperoleh laporan bahwa
alasan mereka bergabung dengan layanan telepon ini adalah karena peningkatan gaji
dan kerja yang fleksibel. Duapertiga dari mereka melaporkan peningkatan kepuasan kerja dan
perkembangan keterampilan keperawatan.
3.3 “Telenurses’ experiences of working with computerized decision support

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan delapan orang partisipan yaitu
Registered Nurse (RN) dengan menggunakan metode wawancara semi terstruktur. RN tersebut
berasal dari tiga pusat konseling via telepon di Swedia yang menggunakan komputer sebagai
pendukung layanannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para telenurses menemukan
sistem pendukung keputusan yang menyederhanakan pekerjaan mereka, melengkapi
pengetahuan mereka, memberikan mereka keamanan dan meningkatkan kredibilitas mereka.
Mereka juga menggambarkan, kadangkadang sistem tersebut bertentangan dengan pendapat
mereka sendiri. Partisipan mengatakan bahwa sistem komputerisasi tidak dapat menggantikan
pengetahuan dan kompetensi perawat.

3.4 Patient And Carer Perspectives Patients and families experiences with video telehealth
in rural/remote communities in Northern Canada”

Selain pengalaman yang disampaikan perawat, keluarga dan pasien juga menyampaikan
pengalamnnya tentang telenursing, seperti pada penelitian yang berjudul : “Patient And Carer
Perspectives Patients and families experiences with video telehealth in rural/remote communities
in Northern Canada” yang dilakukan oleh Pat Sevean,dkk. Dimana tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengalaman pasien dan keluarga tentang konsultasi dengan telehealth video
sebagai metode penyediaan layanan kesehatan di desa terpencil di Kanada Utara.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data


menggunakan video dan wawancara semi terstruktur terhadap partisipan 10 orang pasien dan 9
orang perwakilan keluarga yang telah menggunakan fasilitas telenursing sekurang-kurangnya
selama 1 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan mengemukakan keuntungan
telehealth yaitu mengurangi beban (biaya perjalanan, akomodasi, kehilangan upah, kehilangan
waktu dan keterbatasan fisik), memaksimalkan dukungan (akses ke keluarga,teman,akrab
lingkungan rumah, perawat, dan penyedia layanan lainnya).

Anda mungkin juga menyukai