Anda di halaman 1dari 30

EUTHANASIA

Definisi
 Euthanasia adalah hak untuk menentukan
kematiannya sendiri bilamana dokter
memutuskan bahwa seorang pasien
sudah tidak ada harapan untuk hidup.
 Euthanasia dalam KUHP dikategorikan sebagai
kejahatan terhadap nyawa. Euthanasia secara hukum
merupakan pembunuhan atas permintaan korban, yakni
permintaan pasien pada dokter. Pasal-pasal yang dapat
diterapkan berkaitan dengan euthanasia adalah pasal
mengenai pembunuhan, yakni pasal 338, 340, 344 dan
345 KUHP. Terdapatnya asas lex specialis de rogat legi
generalli dalam pasal 63 ayat (2) KUHP, memungkinkan
dokter sebagai pelaku euthanasia dijerat dengan pasal
344 KUHP, yang didalamnya harus terpenuhi unsur
“atas permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan
kesungguhan hati”. Bilamana unsur ini mendatangkan
kesulitan bagi jaksa, maka alternatif hukum dengan
menggunakan pasal 338 KUHP sebagai pasal umum
yang mengatur pembunuhan, yang unsurnya hanyalah
terjadinya kematian seorang lain akibat perbuatannya
Deskripsi Alternatif
 Pesatnya perkembangan teknologi kedokteran,
memungkinkan dokter untuk memprediksi
kematian seorang pasien dengan lebih tepat.
Hal ini dapat menimbulkan masalah yang pelik
dan rumit bagi perkembangan dunia medis.
Seperti halnya yang terjadi di negara-negara
Barat, yang bersistem liberalis dan berpaham
sekuler, dengan beranggapan bahwa manusia
mempunyai hak untuk menentukan kematiannya
sendiri (euthanasia), bilamana dokter
memutuskan bahwa seorang pasien sudah tidak
ada harapan untuk hidup.
 Sebagai bagian dari kemajuan teknologi
kedokteran, euthanasia telah dilegalkan secara
khusus dan tertulis oleh sebagian negara-
negara maju, seperti yang terjadi di Belanda,
walaupun disertai dengan syarat-syarat tertentu.
Pelegalan euthanasia ini, menjadi perdebatan
pro dan kontra, baik dari sudut pandang dunia
medis, yuris atau religi. Dengan informasi
teknologi global yang berpengaruh terhadap
nilai-nilai budaya, memungkinkan kasus ini
merambah ke Indonesia. Akan tetapi, apakah
hukum kita mampu mengantisipasi kemungkinan
terjadinya kasus ini.
 Euthanasia dalam KUHP dikategorikan sebagai
kejahatan terhadap nyawa. Euthanasia secara hukum
merupakan pembunuhan atas permintaan korban, yakni
permintaan pasien pada dokter. Pasal-pasal yang dapat
diterapkan berkaitan dengan euthanasia adalah pasal
mengenai pembunuhan, yakni pasal 338, 340, 344 dan
345 KUHP. Terdapatnya asas lex specialis de rogat legi
generalli dalam pasal 63 ayat (2) KUHP, memungkinkan
dokter sebagai pelaku euthanasia dijerat dengan pasal
344 KUHP, yang didalamnya harus terpenuhi unsur
“atas permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan
kesungguhan hati”. Bilamana unsur ini mendatangkan
kesulitan bagi jaksa, maka alternatif hukum dengan
menggunakan pasal 338 KUHP sebagai pasal umum
yang mengatur pembunuhan, yang unsurnya hanyalah
terjadinya kematian seorang lain akibat perbuatannya
 Taisir al-Maut (euthanasia) secara tegas dan jelas
dilarang oleh Islam, pelarangan ini terdapat pada
euthanasia aktif / positif (taisir al-maut al-faal)
sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisaa’ 93 dan
Surat Al-Israa 33. Tindakan euthanasia aktif ini,
disamakan dengan pembunuhan dengan kesengajaan,
yang mana pelakunya dapat dihukum qishash,
sebagaimana hadits Nabi yang berbunyi; “Barangsiapa
membunuh dengan sengaja, maka ia harus dihukum
qishash”(HR. Ibnu Majjah). Sedang pada euthanasia
pasif / negatif (taisir al-maut al-munfa’il), yang
merupakan tindakan penghentian perawatan atau
pengobatan dalam Islam tidak dilarang, akan tetapi,
tindakan penghentian ini haruslah tidak berdasarkan
keinginan untuk mempercepat kematian, karena hal itu
dapatlah disamakan dengan bunuh diri.
 Bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), terdapat
pro dan kontra dalam hal mengeuthanasiakan
penyakit ini. KH. Ibrahim Husain, misalnya yang
mendukung euthanasia bagi penderita AIDS,
dengan mempertimbangkan dua segi, yakni ;
penderita AIDS mengalami penderitaan yang
berkepanjangan dan tidak bisa disembuhkan
dan karena mengingat daya tular penyakit
tersebut. (Husain dalam Assyaukanie, 1998 :
180). Pendapat ini juga didukung oleh Abdul
Madjid, akan tetapi harus dengan
mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk
didalamnya pertimbangan medis.
 Sedangkan larangan euthanasia bagi penderita
AIDS dikemukakan oleh DR. Sujudi serta
Masjfuk Zuhdi. Pendapat ini diikuti oleh penulis,
dengan memandang dari dua segi, yakni segi
agama, bahwa penyakit itu datangnya dari Allah,
yakni sebagai cobaan atau ujian dan dari segi
hak asasi penderita, bahwa ODHA mempunyai
hak untuk hidup dalam komunitas masyarakat,
serta hak-hak lain yang timbul sebagai anggota
masyarakat. Dan secara etik, euthanasia tidak
sesuai dengan nilai-nilai budaya Indonesia,
seperti dalam ketentuan kode etik kedokteran
Indonesia serta dalam lafal sumpah dokter.
 Dengan demikian, persoalan euthanasia
berkaitan erat dengan nilai-nilai budaya bangsa
yang sampai sekarang belum dapat diterima
kehadirannya dan dinyatakan dilarang. Untuk
itu, agar dapat tercapainya kepastian hukum,
yang mencerminkan keberadaaan negara
hukum, maka perlulah kiranya dipertimbangkan
penyusunan undang-undang atau peraturan
yang menyangkut tentang euthanasia dan perlu
juga kiranya dipertimbangkan mengenai
euthanasia bagi penderita AIDS, serta berbagai
aspek pertimbangan lainnya.
Bedah mayat dan transplantasi organ

Bedah Mayat : upaya tim dokter ahli untuk


membedah mayat karena kepetingan
tertentu

Otopsi : Pemeriksaan tubuh dengan cara


pembedahan untuk mengetahui penyebab
kematian
Transplantasi :
Rangkaian Tindakan Kedokteran Untuk
Pemindahan Alat Dan Atau Jaringan Tubuh
Manusia Yg Berasal Dari Tubuh Orang Lain
Dalam Rangka Pengobatan Untuk
Menggantikan Alat Dan Atau Jaringan
Tubuh Yg Tidak Berfungsi Dengan Baik.
Pengertian Transplantasi
Dalam kondisi tertentu seperti :
Untuk belajar anatomi bagi mahasiswa
kedokteran
Visum untuk kepentingan kepolisian dan
pengadilan
Untuk menyelamatkan bayi diperutnya
Untuk mengeluarkan benda berharga
dalam perutnya
Pembagian bedah mayat :
Bedah Mayat Anatomis
Bedah Mayat Keilmuan
Bedah Mayat Kehakiman
Bedah Mayat untuk Menyelamatkan Janin
yang ada di perut
PENGERTIAN OTOPSI MEDIS

Dilihat dari asal katanya (Yunani), yaitu Auto dan Psy.


Auto artinya sendiri. Psy artinya melihat. Jadi otopsi
artinya melihat sendiri. Umumnya orang mendengar
otopsi identik dengan otopsi jenasah atau necropsi.
Otopsi jenasah : suatu tindakan memeriksa atau
melihat dengan mata sendiri jenasah, baik hanya
dengan pemeriksaan luar atau luar dalam untuk
kepentingan tertentu. PENGERTIAN OTOPSI MEDIS
Dasar Hukum
Uu No.8 TH 1981 TENTANG KUHAP
(PASAL 133, 134)
KUHP PASAL 222 UU NO 36 TH 2009
TENTANG KESEHATAN (BAB XVII PS )
FATWA NO 4 TH 1955 PP NO 18 TH 1981 UU
Praktik Kedokteran Ps. 48 Tentang Rahasia
Medis DASAR HUKUM
dalam hal penyidik utk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan, ataupun mati yg
diduga karena peristiwa yg merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud ayat
(1) dilakukan secara tertulis, yg dalam surat itu disebutkan
dgn tegas utk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat. pasal 133 kuhap
Pasal 134 KUHAP
dalam hal sangat diperlukan dimana utk
keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib
memberitahu terlebih dahulu kepada
keluarga korban.
Barang Siapa Dengan Sengaja Mencegah,
Menghalang-halangi Atau Menggagalkan
Pemeriksaan Mayat Forensik Diancam
Dengan Pidana Penjara Paling Lama
Sembilan Bulan Dan Pidana Denda Paling
Banyak 4500 Rupiah. Pasal 222 Kuhp
Fatwa No 4 Th 1955 (Majelis Pertimbangan
Kesehatan Dan Syarak, Kemenkes Ri)
Bedah Mayat Itu Boleh/Mubah Hukumnya Untuk
Kepentingan Ilmu Pengetahuan, Pendidikan
Dokter Dan Penegakkan Keadilan Diantara Umat
Manusia. Membatasi Kemubahan Ini Sekedar
Darurat Saja Menurut Kadar Yg Tidak Boleh Tidak
Harus Dilakukan Utk Mencapai Tujuan-tujuan Tsb.
Pasal 2 : Bedah Mayat Klinis Boleh Jika Ada Persetujuan
Keluarga, Kecuali Ada Penyakit Yg Membahayakan Orang
Lain Dan Dalam 2x24 Jam Tidak Ada Keluarga Terdekat.
Pasal 5 & 6 : Untuk Bedah Mayat Anatomis Diperlukan
Mayat Yg Diperoleh Dari Rumah Sakit & Dilakukan Di
Ruang Anatomi FK. Pasal 10 : Transplantasi Alat Dan Atau
Jaringan Tubuh Manusia Dilakukan Dgn Memperhatiakn
Pasal 2 Dan Diatur Menkes. Pp No 18 Th (Bedah Mayat
Klinis Dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat
Atau Jaringan Tubuh Manusia)
UU NO 36 TH 2009 (KESEHATAN) Pasal 119 :
(1) Untuk Kepentingan Penelitian Dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan Dapat Dilakukan Bedah Mayat Klinis
Di Rumah Sakit. Pasal 120 : (1) Untuk Kepentingan
Pendidikan Dibidang Ilmu Kedokteran Dan Biomedik Dapat
Dilakukan Bedah Mayat Anatomis Di Rumah Sakit
Pendidikan Atau Di Institusi Pendidikan Kedokteran. Uu No
36 Th (Kesehatan)
(1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat
dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal
123 : (1) Pada tubuh yg terbukti telah mati batang
otak dapat dilakukan tindakan pemanfaatan organ
sebagai donor untuk kepentingan transplantasi
organ.
JENIS-JENIS TRANSPLANTASI

Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat


dibedakan menjadi : 1. Autotransplantasi, yaitu
pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain
dalam tubuh orang itu sendiri. 2. Homotransplantasi, yaitu
pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh
seseorang ke tubuh orang lain. 3. Heterotransplantasi,
yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu
spesies ke tubuh spesies lainnya. JENIS-JENIS
TRANSPLANTASI
Ada dua komponen penting yang mendasari
tindakan transplantasi, yaitu :

1.Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan


atau organ manusia yang hidup atau yang sudah
meninggal.
2.Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan
atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh
sendiri atau tubuh orang lain.
Ada dua komponen penting yang menunjang
keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu:

1.Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan


menyesuaikan diri orang hidup yang diambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan
psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan /
organ.
2.Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan
diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru
sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak
jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik,
mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

Anda mungkin juga menyukai