Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

NEGOSIASI DALAM AGAMA DAN BUDAYA LOKAL


Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Budaya Lokal

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

IZHMUL AZHAM CHOLIQ 2120203874231032


HAISA 2120203874231035
FINY PERTIWI 2120203874231046
IRMA MALINI 19.2500.035
ARMAN SAHARUDDIN 18.2500.053

DOSEN PENGAMPU : SAIDIN HAMZAH M. Hum

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Negosiasi Agama Dan
Budaya Lokal" dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “Studi Budaya
Lokal“. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Negosiasi
Agama Dan Budaya Lokal bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Parepare, 24 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii

BAB I.................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................................1

1. LATAR BELAKANG.............................................................................................................1

2. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................1

3. TUJUAN..................................................................................................................................1

BAB II................................................................................................................................................2

PEMBAHASAN................................................................................................................................2

1. NEGOSIASI AGAMA DAN BUDAYA LOKAL..................................................................2

A. OSMOSIS...............................................................................................................................4
B. RUANG NEGOSIASI...............................................................................................................6
C. DAYA TAHAN BUDAYA.........................................................................................................6
D. INOVASI LOKAL....................................................................................................................6
E. LEMAHNYA BUDAYA NASIONAL...........................................................................................6

BAB III..............................................................................................................................................7

1. KESIMPULAN.......................................................................................................................7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Di dalam Kehidupan Sehari-hari di dalam melakukan aktivitas dengan
berbagai pihak tanpa disadari kita melakukan Negosiasi. Negosiasi dilakukan dari
hal yang paling kecil sampai ke Hal yang Besar, contoh yang paling mudah adalah
ketika membeli barang dipasar kita mengadakan negoisasi dengan penjual untuk
mendapatkan harga murah.
Sedangkan untuk negoisasi yang lebih formal dilakukan ketika kita
mewakili perusahaan atau lembaga dengan pihak lainnya. Negosiasi yang resmi
lazimnya kita lakukan dalam kapasitas kita sebagai profesional yang mewakili
organisasi atau perusahaan kita di meja perundingan.
Sebagian besar proses pengambilan keputusan di seluruh bidang
pekerjaan baik di dalam internal organisasimaupun pihak luar, dapat diperlancar
melalui proses negosiasi baik formal maupun informal yang efektif.
Sebagian besar permasalahn bisnis di lapangan ternyata disebabkan oleh
kurangnya pemahaman para pelaku bisnis akan arti penting, negosiasi dan cara
melakukannya dengan benar. Padahal negosiasi kadang lebih menentukan jika
perjanjian hitam diatas putih, terutama di awal-awal memulai kerja sama.
Bahkan tidak jarang pula negosiasi dilakukan tanpa persiapan. Hasil
ketika dilakukan, negosiasi hanya menjadi sia-sia dan kita jadi rugi waktu dan
tenaga. Padahal kerugian itu bisa dihindari apabila pelaku bisnis memposisikan
negosiasi sebagai elemen krusial dalam menjalankan kerja sama bisnis.

2. Rumusan Masalah
Apa Hubungan Negosiasi agama dan budaya lokal?

3. Tujuan
Untuk mengetahui apa Negosiasi agama dan budaya lokal

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Negosiasi Agama dan Budaya Lokal


Hubungan agama dan kebudayaan memang masalah besar dan klasik yang
tidak pernah selesai. akan tetapi, belakangan ini terdapat gejala menarik ketika
seolah agama memperlihatkan gelagatnya untuk mengambil kembali peran peran
penting dalam kebudayaan. Dalam sejarahnya agama tlah banyak memberi
inspirasi bagi proses dan pembentukan kebudayaan.di beberapa negara atau
bangsa.akan tetapi.terdapat pula beberapa negara yang secara relatif memisahkan
persoalan dan nilai keagamaan dengan persoalan kehidupan bernegara/berbangsa.
Dalam konteks relasi itu,tentu persoalan di indonesia menjadi sangat
menarik karena terjadi berbagai keragaman dalam relasigama telah banyak
memberi inspirasi bagi proses dan pembentukan kebudayaan. dibeberapa
negara,agama berpengaruh dan menjadi nilai nilai dominan bagi satu negara at
antara agama dan kondisi kelenturan budaya lokal lokal.di beberapa tempat di
indonesia, proses proses ISLAMISASI, misalnya, begitu merasuk,sehingga
masyarakat memilih nilai nilai islam secara dominan dalam kehidupan
bermasyarakat.nilai nilai dan budaya lokal mengalami proses islamisasi.
Islam sebagai agama wad’un ilāhiyyun, senantiasa sejalan dengan budaya
masyarakat selama budaya tersebut tidak bertentangan dengan doktrin Islam,
karena doktrin tersebut memasuki masyarakat dan mewujudkan diri dalam
konteks sosial budaya (Islamicate) pada masing-masing wilayah atau kawasan.

Hasil budaya tersebut menjadi kekayaan umat Islam dan menjadi


peradaban yang spesifik. Agama merupakan sebuah sistem nilai yang memuat
sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas, yang berperan besar dalam
menjelaskan struktur tata normatif dan tata sosial serta memahamkan dan
menafsirkan dunia sekitar.

2
Sementara kebudayaan merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa manusia
yang berisi nilai-nilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan filosofis dan kearifan
lokal (local wisdom). Agama maupun kebudayaan, keduanya memberikan
wawasan dan cara pandang dalam menyikapi kehidupan sesuai kehendak Tuhan
dan kemanusiaannya.

Agama melambangkan nilai ketaatan kepada tuhan, sedangkan


kebudayaan mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa dinamis dalam
kehidupannya. Keberadaan sistem agama yang melingkupi masyarakat,
mengandung makna kolektifitas yang saling memberi pengaruh terhadap tatanan
sosial keberagamaan secara totalitas, namun tidak dapat dipandang sebagai sistem
yang berlaku secara abadi di masyarakat.  

Namun, terkadang dialektika antara agama dan budaya berubah menjadi


ketegangan karena budaya sering dianggap tidak sejalan dengan agama sebagai
ajaran ilahiyat yang bersifat absolut.

Islam secara teologis, merupakan sistem nilai dan ajaran yang


bersifat ilahiyah dan transenden. Sedangkan dari aspek sosiologis, Islam
merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial dalam kehidupan
manusia. Dialektika Islam dengan realitas kehidupan sejatinya merupakan realitas
yang terus menerus menyertai agama sepanjang sejarahnya.

Sejak awal kelahiran-nya, Islam tumbuh dan berkembang dalam suatu


kondisi yang tidak hampa budaya. realitas dalam kehidupan ini, memiliki peran
yang cukup signifikan dalam mengantarkan Islam menuju perkembangannya yang
aktual sehingga sampai pada suatu peradaban yang mewakili dan diakui oleh
masyarakat dunia.

Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang-orang


Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar
beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima
pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.

3
Keanekaragaman budaya lokal merupakan potensi sosial yang dapat
membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta
merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan identitas budaya suatu
daerah.

Keanekaragaman merupakan kekayaan intelektual dan kultural sebagai


bagian dari warisan budaya yang perlu dilestarikan. Seiring dengan peningkatan
teknologi dan transformasi budaya ke arah kehidupan modern serta pengaruh
globalisasi, warisan budaya dan nilai-nilai tradisional masyarakat adat tersebut
menghadapi tantangan terhadap eksistensinya.

Budaya lokal ini muncul saat penduduk suatu daerah telah memiliki pola
pikir dan kehidupan sosial yang sama sehingga menjadi suatu kebiasaan yang
membedakan mereka dengan penduduk yang lain. Berpijak pada keragaman
budaya di sejumlah daerah tersebut maka munculah kesatuan budaya yang disebut
budaya nasional, yang pada dasarnya digali dari kekayaan budaya lokal. Budaya
lokal merupakan nilai-nilai lokal hasil budi daya masyarakat suatu daerah yang
terbantuk secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke waktu.

Budaya lokal tersebut bisa berupa hasil seni, tradisi, pola pikir, atau
hukum adat. Karena itu, pada dasarnya setiap komunitas masyarakat memiliki
budaya lokal (local wisdom), ini terdapat dalam masyarakat tradisional sekalipun
terdapat suatu proses untuk menjadi pintar dan berpengetahuan (being smart and
knowledgeable). Budaya lokal berisi berbagai macam kearifan lokal (pengetahuan
lokal) yang digunakan oleh kelompok manusia menyelenggarakan
penghidupannya.

A. Osmosis
Beberapa masyarakat di jawa,karena kondisi budayanya demikian lentur,
maka proses agamaisasi mengalami osmosis dengan budaya lokal, itulah
sebabnya, wajah budaya di sejumlah daerah di jawa jauh lebih kental daripada
wajah agamanya akan tetapi,tentu saja kondisi tersebut tidak bisa dipukul
rata.proses osmosis tersebut tergantung karakter agama yang mana yang
beradaptasi dan daya lentur budaya lokal itu sendiri.

4
Hal itu juga terjadi di beberapa tempat lain di daerah indonesia di belahan
timur. ketika proses kristenisasi demikian kuat, budaya lokal diadaptasi untuk
disesuaikan dengan nilai nilai agama. untuk kasus agama budha atau hindu di
beberapa tempat di indonesia juga demikian, budaya lokal mengalami osmosis
yang tinggi dengan nilai dan rukun keagamaan bersangkutan, sebagai contoh,
hindu dan bali merupakan satu identitas dan integritas yang sulit dipisahkan.
Proses proses tersebut dulunya berjalan secara damai memang di
beberapa konflik dan pertentangan, baik atas nama agama atau atas nama budaya
(lokal bersangkutan). beberapa catatan sejarah, seperti perang diponegoro, perang
padri, dan sebagainya.
kadang kita mengalami kerancuan apakah itu perang atas nama agama
atau atas nama persoalan budaya setempat. Menurut catatan yang bisa di jangkau
biasanya konflik itu tidak murni atas nama agama atau kebudayaan, masuk dalam
perangkap politisasi kekuasaan.
Cuma dalam mekanisme konsolidasi perangnya, agama jelas lebih
unggul dalam mengikat emosi rakyat/pengikut sehingga aroma agama jauh lebih
bisa dirasakan. Masalahnya penduduk dunia terus bertambah,penduduk indonesia
juga mrningkat padat.
Sementara itu,sumber ekonomi semakin sulit untuk untuk
mengakomodasi peningkatan jumlah penduduk. Maka muncullah berbagai
bentuk, tujuan, dan cara, baik atas nama budaya budaya lokal bersangkutan.
Kemudian munculah berbagai gerakan aksi mungkin juga pemikiran,
dengan cara, tujuan, dan kepentingan yang berbeda, salah satu yang cukup
menonjol adalah Kegelisahan atas nama agama untuk menghadapkan dirinya
dengan kapitalisme dan modernisme (sebagai konsekuensinya sekularisme).
masalahnya adalah tidak seluruh aksi,gerakan dan pemikiran atas nama agama
tersebut bekessesuaian dengan nilai nilai kebudayaan lokalnya.

5
B. Ruang Negosiasi
Kondisi itu menyebabkan ruang negosiasi mengalami kerancuan segitiga
posisi. segitiga posisi itu adalah menjadi tidak jelasnya posisi posisi. ketika
teknologi dan kapitalisme yang seharusnya dalam satu kategori posisi, tetapi
dengan tangkas bermetamorfosis baik di posisi agama atau diposisi budaya lokal.
Akan tetapi, melihat kegaduhan di ruang negosiasi, hal yang terjadi adalah bahwa
gerakan, aksi, dan pemikiran atas nama agama sedang berhadapan dengan daya
tahan budaya lokal.

C. Daya Tahan Budaya


Terpaan budaya populer,tentu saja mendapat hubungan terutama Dari
budaya lokal dan budaya agama. hadangan utamanya juga dari sisi ideologis itu
sendiri,terutama budaya agama mungkin tidak cukup menjauhkan duniawi ini
senjata utama ideolgi agama.

D. Inovasi Lokal
Berbagai kondisi historis itu,hal yang mendesak untuk digerakkan adalah
membuka ruang yang seluas luasnya bagi pengembangan inovasi berbasis budaya
budaya lokal,mungkin hal itu sebagian masih tersimpan dalam pengetahuan
membangun candi dan tata ruangnya, pengetahuan bertani dan kesehatan yang
masih tersimpan di naskah naskah tua atau berbagai hal tentang permainan
(tradisi) yang bisa dilombakan sebagai satu yang khas nusantara.

E. Lemahnya Budaya Nasional


Diantara keempat kekuatan budaya tersebut,budaya nasional dapat dikatakan
yang paling lemah.hal itu disebabkan basis historis dan konteks kulturalnya juga
dipaksakan secara politik terbukti janji persatuan dan kesatuan justru sering
dicabik oleh berbagai kerusuhan yang disebabkan adanya perbedaan etnis atau
agama.

6
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Hubungan agama dan kebudayaan memang masalah besar dan klasik
yang tidak pernah selesai. Dalam sejarahnya agama tlah banyak memberi inspirasi
bagi proses dan pembentukan kebudayaan

 Osmosis Beberapa masyarakat di jawa,karena kondisi budayanya


demikian lentur, maka proses agamaisasi mengalami osmosis dengan
budaya lokal
 Ruang Negosiasi Kondisi itu menyebabkan ruang negosiasi mengalami
kerancuan segitiga posisi.
 Daya Tahan Budaya Terpaan budaya populer,tentu saja mendapat
hubungan terutama Dari budaya lokal dan budaya agama.
 Inovasi Lokal Berbagai kondisi historis itu,hal yang mendesak untuk
digerakkan adalah membuka ruang yang seluas luasnya bagi
pengembangan inovasi berbasis budaya budaya lokal
 Lemahnya Budaya Nasional Diantara keempat kekuatan budaya
tersebut,budaya nasional dapat dikatakan yang paling lemah.

Anda mungkin juga menyukai