Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
( DISLOKASIA )
Dosen Pengampu : Dessy Rindiyanti H.S.Kep.Ns.,M.Kep.

Disusun oleh:
kelompok 3

1. Abdur Rohman Walid : A832012101


2. Edy Darmansyah : A832012104
3. Imroatus Soleha : A832012108
4. Siska Oktafiyanti W. : A832012118
5. Sulaiha : A832012121
6. Nur Diana : A832012123

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAZHATUT THULLAB AL-MUAFA SAMPANG
Tahun 2023/2024.
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal
Dislokasi”. Penyusunan makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa arahan dan
bimbingan dari dosen / fasilitator. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini,
penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih atas bimbingan dari
dosen/fasilitator mata ajar Keperawatan Medikal Bedah III yakni Dessy
Rindiyanti H.S.Kep.Ns.,M.Kep.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kelemahan
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun agar dapat memperbaiki kekurangan selanjutnya.

Sampang,06 oktober 2023.

Penulis.

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi dan fisiologi .......................................................................... 4
B. Pengertian dislokasi ............................................................................. 8
C. Etiologi ................................................................................................. 9
D. Jenis-jenis dislokasi sendi .................................................................... 9
E. Manifestasi klinis ................................................................................. 11
F. Patofisiologi ......................................................................................... 12
G. Phatway ................................................................................................ 13
H. Penatalaksanaan ................................................................................... 14
I. Komplikasi ........................................................................................... 15
BAB III KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ............................................................................................ 17
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................... 19
C. Intervensi .............................................................................................. 20
D. Implementasi ........................................................................................ 21
E. Evaluasi ................................................................................................ 21
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 22
B. Saran ..................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional
dapat mendorong dirinya sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi
lah cedera olahraga. Cedera terhadap sistem mukoluskletal dapat bersifat
akut (sprain, strain, dislokasi, fraktur) atau sebagai akibat penggunaan
berlebihan secara bertahap (kondromalasia, tendinitis, fraktur sterss). Atlet
profesional juga rentan terhadap cedera, meskipun latihan mereka
disupervisi ketat untuk meminimalkan terjadinya cedera. Namun sering
kali atlet tersebut juga dapat mengalami cedera muskoluskletal, salah
satunya adalah dislokasi.
Dislokasi atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat
menyerang siapa saja, tetapi lebih mungkin terjadi pada individu yang
terlibat dengan olahraga, aktivitas berulang, dan kegiatan dengan resiko
tinggi untuk kecelakaan. Ketika terluka ligamen, otot atau tendon mungkin
rusak, atau terkilir yang mengacu pada ligamen yang cedera, ligamen
adalah pita sedikit elastis jaringan yang menghubungkan tulang pada
sendi, menjaga tulang ditempat sementara memungkinkan gerakan. Dalam
kondisi ini, satu atau lebih ligamen yang diregangkan atau robek.
Gejalanya meliputi nyeri, bengkak, memar, dan tidak mampu bergerak.
Dislokasi biasanya terjadi pada jari-jari, pergelangan kaki, dan lutut. Bila
kekurangan ligamen mayor, sendi menjadi tidak stabil dan mungkin
diperlukan perbaikan bedah.
Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal
antara kedua permukaan sendi secara komplet / lengkap ( Jeffrey
M.Spivak Et Al ,2019) terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi, dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya
(dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya
kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya

1
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain, sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi
sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya,
maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah
sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya
menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul.
Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan
menyediakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena
fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya
tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat
mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena
dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut dengan dislokasi ?
2. Apa penyebab terjadinya dislokasi ?
3. Apa jenis-jenis dislokasi sendi ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari dislokasi ?
5. Menjelaskan anatomi fisiologi disloaksi ?
6. Menjelaskan patofisiologi dislokasi ?
7. Bagaimana pathway dislokasi ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dislokasi ?
9. Menjelaskan komplikasi dislokasi ?
10. Bagaimana askep teoritis dislokasi ?

2
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui definisi dislokasi
2. Untuk mengetahui etiologi dislokasi
3. Untuk mengetahui jenis-jenis dislokasi sendi
4. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari dislokasi
5. Untuk mengetahui anatomi fisiologi disloaksi
6. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway dislokasi
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dislokasi
8. Untuk mengetahui komplikasi dislokasi
9. Untuk mengetahui askep teoritis dislokas

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi & Fisiologi

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan


mengurus pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah
jaringan ikat. Sitem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon,
ligamen, dan jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam :
1. Tulang panjang : misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.
Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit
karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah.
2. Tulang pendek : misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih : misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan : misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid : misalnya tulang patela
6. Tulang sutura : ada di atap tengkorak.
Histologi tulang :
1. Tulang imatur : terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak
terlihat lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan
kolagen.

4
2. Tulang matur : ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan
tulang trabekular (spongiosa).
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama
dalam jumlah sel, dan jaringan kolagen.

1. Fisiologi sel tulang


Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis
sel : osteoblas, osteosit, osteoklas.
a. Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I
dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid
melalui suatu proses yang disebut osifikasi.
b. Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral
dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan
osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim
proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas
kedalam aliran darah.
Dalam keadaan normal, tulang mengalami pembentukan dan
absorpsi pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa
pertumbuhan kanak-kanak yang lebih banyak terjadi pembentukan dari

5
pada absorpsi tulang. Proses ini penting untuk fungsi normal tulang.
Keadaan ini membuat tulang dapat berespons terhadap tekanan yang
meningkat dan mencegah terjadi patah tulang.
Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan
mekanis yang semakin meningkat. Perubahan membantu
mempertahankan kekuatan tulang pada proses penuaan. Matriks organi
yang sudah tua berdegenerasi sehingga membuat tulang relatif menjadi
lemah dan rapuh. Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks
organik baru sehingga memberi tambahan kekuatan pada tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Peningkatan
kadar hormon paratiroid mempunyai efek langsung dan segera pada
mineral tulang yang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan
bergerak memasuki serum. Peningkatan kadar hormon paratiroid
secara perlahan meneyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas
osteklas sehingga terjadi demineralisasi. Metabaolisme kalsium dan
fosfat sangat berkaitan erat. Tulang mengandung 99% dari seluruh
kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfat tubuh.
Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D
dalam jumlah besar dapat menyebabkan absropsi tulang seperti yang
terlihat pada kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada
vitamin D, hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorpsi tulang.
Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu klasifikasi tulang,
antara lain dengan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus
halus.

6
2. Anatomi Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-
tulang ini dipadukan dengan berbagai cara,misalnya dengan kapsul
sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada 3 tipe sendi
sebagai berikut :
a. Sendi fibrosa (sinartrodial),merupakan sendi yang tidak dapat
bergerak. Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang
yang satu dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan
penyambung fibrosa.
b. Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang dapat
sedikit bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung
tulangnya dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh
ligamen, dan hanya dapat sedikit bergerak.
c. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan
sendi dilapisi tulang rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu
lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh
darah banyak, serta sinovium yang membentuk suatu kantung yang
melapisi seluruh sendi dan membungkus tendon-tendon yang melintasi
sendi. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang
membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening , tidak
membeku, dan tidak berwarna, jumlah yang ditimbulkan dalam tiap-
tiap sendi relatif kecil (1-3ml).
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran
darah, limfe,atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme
lain dibawa oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut.
Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat
terjadi setelah cedera atau ketika usia bertambah.beberapa kolagen
baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe satu yang lebih
fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan

7
hidrofiliknya. Perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan
kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Aliran darah kesendi banyak yang menuju sinovium. Pembuluh
darah mulai masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul.
Jaringan kapiler sangat tebal dibagian sinovium yang menempel
langsung pada ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan
didalam plasma berdifusi dengan mudah kedalam ruang sendi. Proses
peradangan dapat sangat menonjol disinovium karena didaerah
tersebut banyak mendapat aliran darah dan juga terdapat banyak sel
mast dan sel lain serta zat kimia yang secara dinamis berinteraksi
untuk merangsang dan memperkuat respon peradangan.
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah yang berdekatan
terutama adalah jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan
substansi dasar. Dua macam sel yang ditemukan pada jaringan
penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada
jaringan penyambung ( seperti sel mast, sel palsma, limfosit, monosit,
dan leukosit polimorfonuklear).
Serat- serat yang terdapat pada substansi dasar adalah kolagen
dan elastin. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Serat-
serat elastin memiliki sifat elastis, serat ini terdapat dalam ligamen,
dinding pembuluh darah besar, dan kulit. Elastin dipecahkan oleh
enzim yang disebut elastase.
B. Pengertian Dislokasi
Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat
gerakan menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas
dari sendi). (Brunner & Suddarth. 2020).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari
mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan
pertolongan segera. (Arif Mansyur, 2019).

8
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada
ligamen penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini
terjadi sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2019).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi. Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya
saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat
yang seharusnya dari mangkuk sendi.
C. Etiologi
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan otot
akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada
usia 30 tahun.
2. Terjatuh atau kecelakan
Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga
lutut mengalami dislokasi.
3. Pukulan
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian
lututnya dan menyebabkan dislokasi.
4. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya
pemanasan.
5. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.
6. Cedera olahraga. Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling
sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara
tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
7. Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai
yang licin.
8. Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
D. Jenis-jenis Dislokasi Sendi
1. Dislokasi sendi dapat dibedakan sebagai berikut:

9
a. Dislokasi kongenital terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan
b. Dislokasi patologik terjadi akibat penyakit sendi dan jaringan
sekitar sendi. Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang.
Hal ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic Kedaruratan orteoprodi( pasokan darh,
susunan saraf rusuk dan mengalami stres berat, kematian jaringan
akibat anoksia) akibat edema (karena mengalami pengerasan)
terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekelilingnya dan merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada
orang dewasa.
2. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut:
a. Dislokasi akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip
serta disertai nyeri akut dan pembengkakan disekitar sendi
b. Dislokasi berulang Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti
oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang
minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada
shoulder joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah
tulang yang disebabkan berpindahnya ujung tulang yang patah
oleh karena kuatnya trauma, tonus/kontraksi otot dan tarikan.
3. Berdasarkan tempaat terjadinya
a. Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena menguap/terlalu lebar
serta terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka,
akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
b. Dislokasi sendi bahu Pergeseran kaput humerus dari sendi
glenohumeral berada dianteriordan medial glenoid (dislokasi
anterior), di posteroir (dislokasi posterior), dan bawah glenoid
(dislokasi inferior).
c. Dislokasi sendi siku Mekanisme cideranya biasanya jatuh pada
tangan yang dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah

10
posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan
sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
d. Dislokasi sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak
ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak.
Sendi jari dapat mengalami dislokasi kearah telapak tangan /
punggung tangan.
e. Dislokasi sendi metacarpophalangeal dan interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperektensi-ekstensi
persendian
f. Dislokasi panggul Bergesernya caput femur dari sendi panggul,
berada diposterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior),
dianterior acetabulum(dislokasi anterior), dan caput femur
menembus acetabulum(dislokasi sentra)
g. Dislokasi patella Dislokasi patella paling sering terjadi kearah
lateral. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan kearah
medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut
perlahan-lahan. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang
diperlukan stabilisasi secara bedah. Dislokasi biasanya sering
dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya
trauma, tonus/kontraksi otot dan tarikan.
E. Manifestasi Klinis
1. Adanya bengkak / oedema
2. Mengalami keterbatasan gerak
3. Adanya spasme otot(kekauan otot)
4. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya (tampak kemerahan).
8. Perubahan kontur sendi
9. Perubahan panjang ekstremitas

11
10. Kehilangan mobilitas normal
11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
F. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena
kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen
sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat
dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya
penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal
tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan
yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu
dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu
masalah yang disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada
ligamen. Ligamen akan mengalami kerusakan serabut dari rusaknya
serabut yang ringan maupun total ligamen akan mengalami robek dan
ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal
tersebut akan membuat pembuluh darah akan terputus dan terjadilah
edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa sangat nyeri.
Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam
setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi maka
menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.

12
G. Pathway

Etiologi

Cedera olahraga Trauma


kecelakaan

Terlepasnya kompresi jar. Tulang dari kesatuan sendi

Merusak struktur sendi, ligamen

Kompresi jaringan tulang yg terdorong ke depan

Merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi

Ligamen memberikan jalan

Tlg. Berpindah dari posisi yg normal

dislokasi

radang Cedera jar.lunak ekstremitas

Ketidakmampuan Spasme otot


mengunyah Hambatan
Nyeri akut mobilitas
fisik
Ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

13
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan
a. Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
1) R: Rest = Diistirahatkan adalah pertolongan pertama yang
penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
2) I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan
meredakan rasa nyeri.
3) C: Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
4) E: Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi
oedema (pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1) Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera.
Lamanya : dua puluh – tiga puluh menit dengan interval kira-
kira sepuluh menit.
2) Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah
dibungkus dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang
dengan tenggang waktu sepuluh menit.
3) Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh
kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya
sepuluh – dua puluh menit.
4) Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane
ke bagian tubuh yang cedera.
c. Latihan ROM

14
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari
tergantung jaringan yang sakit.
2. Penatalaksanaan medis : Farmakologi
a. Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri.
Berikut contoh obat analgetik :
1) Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis
dewasa 1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah
sampai 1tablet, maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.
2) Bimastan :
Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg
perkaplet ; Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra
indikasi : hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal ;
efeksamping : mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ;
Dosis: dewasa awal 500mg lalu 250mg tiap 6jam.
3) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).
I. Komplikasi
Komplikasi dislokasi meliputi :
1. Komplikasi dini
a. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat
mengerutkan oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tersebut.
b. Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
c. Fraktur dislokasi
d. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya
nadi,CRT(capillary refill time) menurun,sianosis pada bagian
distal,hematoma melebar,dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan darurat spilinting,perubahan posisi pada
yang sakit,tindakan reduksi,dan pembedahan.

15
2. Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menentukan otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
3. Komplikasi lanjut
4. Kekakuan sendi bahu
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu.
Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.
5. Kelemahan otot.
6. Dislokasi yang berulang
Terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian
depan leher glenoid.

16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DISLOKASIA

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,
bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi golongan darah, nomor registrasi, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, (MRS), dan diagnosis medis. Dengan fokus ,meliputi :
1) Umur pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang
sehingga menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang
normal dan dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa dari
pada anak-anak, biasanya klien jatuh dengan keras dalam
keadaan strecth out
2) Pekerjaan pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh
kecelakaan yang mengakibatkan trauma atau ruda paksa,
biasaya terjadi pada klien yang mempunyai pekrjaan buruh
bangunan. Seperti terjatuh, atupun kecelakaan di tempat kerja,
kecelakaan industri dan atlit olahraga, seperti pemain basket ,
sepak bola dll
3) Jenis kelamin dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki
– laki dari pada permpuan karna cenderung dari segi aktivitas
yang berbeda .
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan,
ekstermitas, nyeri tekan otot, dan deformitas pada daerah trauma,
untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien
dapat menggunakan metode PQRS.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas,
kecelekaan industri, dan kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon

17
atau bangunan, pengkajian yang di dapat meliputi nyeri, paralisis
extermitras bawah, syok.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit,
seperti osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan
terjadinya kelainan, penyakit alinnya seperti hypertensi, riwayat
cedera, diabetes milittus, penyakit jantung, anemia, obat-obat
tertentu yang sering di guanakan klien, perlu ditanyakan pada
keluarga klien .
e. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Kaji bagaimana pola interaksi klien terhadap orang – orang
disekitarnya seperti hubungannya dengan keluarga, teman dekat,
dokter, maupun dengan perawat.
2. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien
pemekrisaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian
anamnesis sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan fokus
pemeriksaan B3( brain ) dan B6 (bone)
a. B3 ( brain)
1) Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi
adalah kompos mentis
2) Pemeriksaan fungsi selebral
3) Status mental :observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara
,ekspresi wajah aktivitas motorik klien .
4) Pemeriksaan saraf kranial
5) Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs
achiles menghilang dan refleks patela biasanya meleamh karna
otot hamstring melemah
b. B6 (Bone)
1) Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga
mengompresi sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai
dengan distribusi segmental dan saraf yang terkena

18
2) Look ,pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya
pendarahan ,pembengkakakn dan deformitas
3) Fell , kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan
palpasi pada ramus dan simfisi fubis
4) Move , disfungsi motorik yang paling umum adalah
kelemahan dan kelumpuhan pada daerah ekstermitas.
3. Klasifikasi Data
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas
2) Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat
3) Klien mengatakan terjadi kekauan pada sendi
4) Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi
5) Klien mengatakan sangat lemas
6) Klien bertanya-tanya tentang keadaannya
7) Klien mengatakan susah bergerak
b. Data objektif
1) Klien nampak lemas
2) Wajah nampak meringis
3) Keterbatasan mobilitas
4) Skala nyeri 6 (0-10)
5) Klien nampak cemas
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri
saat mobilisasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan
atau absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.

19
C. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi
(SDKI ) Kriteria Hasil ( SIKI )
( SLKI )
Gangguan rasa Setelah dilakukan Manajemen nyeri
nyaman nyeri asuhan keperawatan Observasi
berhubungan 3x1 Rasa nyeri 1. Identifikasi lokasi,
dengan menurun dengan karakteristik, durasi,
diskontinuitas Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas,
jaringan. 1. Klien tampak intensitas nyeri
meringis 2. Identifikasi skala nyeri
menurun. 3. Idenfitikasi respon nyeri
2. Sulit tidur non verbal
menurun 4. Identifikasi faktor yang
3. Gelisah menurun memperberat dan
4. Keluhan tidak memperingan nyeri
nyaman menurun 5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam

20
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
5. Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari judan dari
rencana keperawatan yang telah yang telah disusun pada tahapan
perencanaan. Jenis tindakan implmentasi ini terdiri dari tindakan mandiri,
saling ketergantungan/kolaborasi dan tindakan rujukan/ketergantugan.
Implementasi tindakan keperawatan disesuikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Arif Muttaqin. (2021).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai
apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak
untuk mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat
mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan telah tercapai. Arif Muttaqin. (2021).

21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya dari mangkuk sendi. Seseorang yang tidak dapat mengatupkan
mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi
rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya
telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi
sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya,
maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah
sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya
menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan
menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena
fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya
tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat
mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena
dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di
kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,Edisi 8, Jakarta : EGC, 2020

Mansyur Arif, Dkk (2019). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid II. Penerbit
Buku Aesculapius Fakultas Kedokteran IV, Jakarta

Price, Sylvia A. (2021). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 6.Volume 2. Jakarta: EGC

Arif Muttaqin. (2021). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskululoskeletal. Jakarta : EGC,

Arif Muttaqin. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : EGC, 2011.


Https://Www.Scribd.Com/Doc/249352807/Askep-Dislokasi-Sendi
(Diakses Tanggal 23 September 2017 Jam 21.53 WIB).

Kowalak. (2019). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia


(SDKI),Edisi 1. Jakarta.Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),Edisi 1. Jakarta.Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI),Edisi 1. Jakarta.Persatuan Perawat Indonesia.

23

Anda mungkin juga menyukai