Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul Trauma muskuloskeletal
Makalah ini berisikan pembahasan Trauma muskuloskeletal. Dalam penyusunan
Makalah ini kami telah berusaha memberikan yang terbaik dengan dukungan dari
berbagai sumber atau literatur yang ada. Untuk itu kami menghaturkan terima
kasih kepada:
a. Orang tua yang telah memberikan dukungan finansial serta motivasi dalam
proses pendidikan.
b. Dosen pembimbing ibu ditha Astuti
c. Teman kelompok yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini,
serta pihak-pihak lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
maka dari itu kritik serta saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat
kami perlukan demi kesempurnaan penulisan berikutnya. Harapan kami dengan
adanya makalah ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun pembaca.

Pontianak, 10 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
1. Tujuan Umum........................................................................................... 2
2. Tujuan Khusus .......................................................................................... 2
C. Ruang lingkup .............................................................................................. 2
D. Metode Penulisan ......................................................................................... 2
E. Sistematika Penulisan .................................................................................. 3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi ......................................................................................................... 4
B. Mekanisme Trauma ...................................................................................... 6
C. Jenis Trauma ................................................................................................ 7
D. Manifestasi Klinis ...................................................................................... 11
E. Fatofisiologi ............................................................................................... 13
F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 15
G. Penatalaksanaan ......................................................................................... 15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 23
B. Saran ........................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang
mengalami cedera pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab.
Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan kecelakaan industri merupakan penyebab
utama dari trauma muskuloskeletal. Seorang perawat dituntut untuk
mengetahui bagaimana perawatan klien dengan trauma muskuluskoletal yang
mungkin dijumpai di jalanan maupun selama melakukan asuhan keperawatan
di rumah sakit. Pengangan untuk klien dengan trauma muskuloskeletal
memerlukan peralatan serta ketrampilan khusus yang tidak semuanya dapat
dilakukan oleh perawat. Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan
difungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau
disanggahnya.
Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus (luka),
perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain), putus
atau robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah dan gangguan
saraf. Cedera pada tulang menimbulkan patah tulang (fraktur) dan dislokasi.
Fraktur juga dapat terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler) yang
sekaligus menimbulkan dislokasi sendi.
Insiden fraktur secara keseluruhan adalah 11,3 dalam 1.000 per tahun.
Insiden fraktur pada laki-laki adalah 11.67 dalam 1.000 per tahun, sedangkan
pada perempuan 10,65 dalam 1.000 per tahun.2 Insiden di beberapa belahan
dunia akan berbeda.
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi
(mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan
rehabilitasi. Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja
yang terjadi, baik pada jaringan lunaknya maupun tulangnya. Mekanisme
trauma juga harus diketahui, apakah akibat trauma tumpul atau tajam,
langsung atau tak langsung. Telah dipaparkan pembahasan mengenai Trauma

1
2

muskuloskeletal sehingga penulis tertarik untuk membahas lebih dalam


mengenai konsep Trauma muskuloskeletal.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep Trauma muskuloskeletal

2. Tujuan Khusus
a. Untuk menambah pengetahuan tentang trauma muskuloskeletal
b. Mengetahui mekaniseme trauma muskuloskeletal
c. Mengenal jenis jenis trauma muskuloskeletal
d. Mengetahui manifestasi klinis muskuloskeletal
e. Mengetahui fatofisiologi
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada trauma muskuloskeletal
g. Mengetahui penataksanaan penanganan trauma muskuloskeletal

C. Ruang lingkup
Ruang lingkup penulisan makalah ini membahas tentang konsep trauma
muskuloskeletal

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan studi kepustakaan untuk
mendapatkan data dasar penulis menggunakan atau membaca referensi-
referensi yang berhubungan dengan konsep trauma muskuloskeletal
3

E. Sistematika Penulisan
Untuk lebih terarahnya penjelasan dan pembahasan maka sistematika
penulisan disusun atas empat bab, yaitu:

BAB 1 : Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang, tujuan


penulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.

BAB II :Landasan teori yang menguraikan tentang trauma


muskuloskeletal

BAB III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran dan daftar pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Sistem muskuloskeletal adalah sistem yang berperan dalam melindungi,
menyangga dan menggerakkan tubuh. Sistem muskuloskeletal meliputi tulang,
persendian, otot dan tendon. Secara fisiologis, sistem muskuloskeletal
memungkinkan perubahan pada pergerakan dan posisi. Otot terbagi atas tiga
bagian yaitu ; otot rangka, otot jantung dan otot polos. (Joyce M Black, 2014).
Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang
mengalami cedera pada tulang, atau jaringan lunak yang terjadi akibat
kekuatan eksternal berlebihan. Kekuatan eksternal berlebihan mentranmisikan
lebih banyak energi kinetik dari pada yang dapat di absorpsi jaringan yang
dapat menyebabkan cedera (Lemone, Burke & Bauldoff, 2016)
Cedera dari trauma muskuloskeletal biasanya memberikan disfungsi
struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau
disangganya. Gangguan muskuloskeletal yang paling sering terjadi akibat
suatu trauma adalah kontusio, strain, sprain, dislokasi dan subluksasi (Helmi,
2011). Sistem muskuloskeletal terdiri dari
1. Tulang
a. Tulang panjang
Merupakan tulang yang lebih panjang dari lebarnya dan ditemukan di
ekstermitas atas dan bawah. Seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia,
fibula, metatarsal, metakarpal dan falangs merupakan tulang panjang.
b. Tulang pendek
Misalnya karpal dan tarsal yang tidak memiliki axis yang panjang serta
berbentuk kubus.
c. Tulang pipih
Misalnya rusuk, kranium, skapula dan beberapa bagian dari pelvis
girdle dimana tulang ini melindungi bagian tubuh yang lunak dan
memberikan permukaan yang luas untuk melekatnya otot.

4
5

d. Tulang iregular
Memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel
telinga, tulang wajah dan pelvis. Tulang ireguler mirip dengan tulang
lain dalam struktur dan komposisi. (Joyce M Black, 2014)
2. Kartilago
Kartilago adalah jaringan ikat yang kuat dan fleksibel. Tiga jenis kartilago
adalah kartilago elastik (ditemukan pada telinga), kartilago hialin
(kartilago yang mengikat iga ke sternum dan vertebra, banyak kartilago
pada saluran pernapasan, kartilago artikular, dan lempeng epifisis), dan
fibrokartilago (ditemukan pada diskus intervertebra, simfisis pubis, dan
area tempat tendon menghubungkan ke tulang.
3. Otot
Tiga jenis jaringan otot dalam tubuh adalah otot skeletal, otot polos, dan
otot jantung Pembahasan ini fokus pada otot skeletal, hanya otot yang
memungkinkan fungsi muskuloskeletal. Otot skeletal melekat ke dan
menutupi tulang skeleton. Otot skeletal meningkatkan pergerakan tubuh,
membantu mempertahankan postur.
a. Otot skeletal merupakan otot lurik, volunter (dapat bergerak secara
sadar) contohnya bisep, trisep, deltoid, maksimus gluteus
b. Otot polos merupakan otot tidak berlurik, involunter (tidak dapat
bergerak secara sadar) contohnya otot pada dinding kandung kemih,
lambung dan brongki
c. Otot jantung merupakan lurik, otot involunter contohnya otot jantung.
4. Sendi, Ligamen dan Tendon
Sendi atau artikulasi adalag tempat area tempat dua tulang atau lebih
bertemu. Sendi menahan tulang skeleton bersama saat memungkinkan
tubuh untuk bergerak. Berikut jenis sendi
a. Sinartosis merupakan sendi yang tidak dapat bergerak contohnya
satura tengkorak, lempeng epilefsis, sendi antara iga pertama dan
manubrium sternum
6

b. Amfiatrosis merupakan sendi yang sedikit dapat bergerah contohnya


sendi vertebra dan sendi simfisis pubis
c. Diartrosis merupakan sendi yang dapat bergerak bebas contohnya
sendi ektermitas, sendi bahu dan sendi pinggul
Ligamen adalah jaringan ikat fibrosa yang sedikit lentuk, yang
mengikat satu tulang dengan tulang lainnya dan membentuk sendi.
Ligamen mengendalikan jangkauan gerak sendi, mencegah dan
menstabilkan sendi sehingga tulang bergerak dalam keselarasan. Karena
memiliki kemampuan peregangan terbatas, ligamen membatasi panjang
gerak sendi untuk melindunginya dari cedera. Ligamen juga merupakan
jaringan berbentuk pita yang tersusun dari serabut-serabut yang berperan
dalam menghubungkan antara tulang yang satu dengan tulang yang lain
pada sendi.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang menghubungkan otot
dengan tulang. Setiap otot punya tendon di ujung-ujungnya. Tendon
memiliki kemampuan meregang yang sangat kecil. Tugas tendon adalah
untuk mengirimkan daya di antara tulang dan otot. Pada dasarnya
tendonlah yang memungkinkan kita bergerak karena tendon adalah
perantara ketika otot menggerakkan tulang.
B. Mekanisme Trauma
Trauma muskuloskeletal bisa dikarena berbagai mekanisme. Penyebab umum
dari truma muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas, olahraga, jatuh dan
kecelakaan industri.
1. Cedera langsung/ direct injury
Fraktur terjadi saat tulang berbenturan langsung dengan benda keras
seperti dashboard
2. Cedera tidak langsung/ indirect injury
Fraktur atau dislokasi terjadi karena tulang mengalami benturan yang tidak
langsung seperti fraktur pelvis yang dikarenakan oleh lutut terbentur
dashbord mobil pada saat terjadi tabrakan
7

3. Cedera berputar/twisting injury


Cedera menyebabkan terjadinya fraktur, dislokasi dan sprain, biasa terjadi
pada pemain sepak bola dan pemain ski yaitu bagian distal kaki tertinggal
ketika menahan kaki ketanah sementara kekuatan bagian proksimal kaki
meningkat sehingga kekuatan yang dihasilkan menyebabkan fraktur
4. Kontraksi otot hebat/ powerfull muscle contractions
Kontraksi terjadi seperti kejang pada tetanus yang mungkin bisa merobek
otot dari tulang atau bisa membuat fraktur
5. Fraktur kelelahan/ fatigue fracture
Disebabkan oleh penekanan yang berulang-ulang dan umumnya terjadi
pada telapak kaki setelah berjalan terlalu lama atau berjalan dengan jarak
yang sangat jauh
6. Fraktur patologi/ pathologic fracture
Terjadi pada penderita dengan penyakit kelemahan pada tulang seperti
kanker yang sudah metastase
C. Jenis Trauma
Berikut beberapa jenis dari trauma muskuloskeletal dimana tergantung letak
dari trauma:
1. Fraktur
Fraktur adalah semua kerusakan pada kontuinitas tulangpatah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Lemone, dkk 2016).
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut serta keadaan tulang dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang
normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak
disekitarnya juga akan terganggu. (Joyce M Black, 2014). Berikut
klasifikasi fraktur berdasarkan garis patahan (Lemone, dkk 2016) :
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
8

b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut


terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi
juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya spiral yang di
sebabkan oleh trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kearah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b. Fraktur Segmmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c. Fraktur Multipel : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
Klasifikasi fraktur berdasarkan jenisnya menurut Mansjoer A (2002), ada
di bagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed) Dikatakan tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur
tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartemen.
9

b. Fraktur terbuka (open/compound fracture) Dikatakan terbuka bila


tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan /
potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke
dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka:
1) Derajat I Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2) Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas. 3) Derajat III Luka lebar, rusak hebat, atau hilang
jaringan sekitar.
Derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Patah tulang lengkap (complete fracture) Dikatakan lengkap bila
patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur
melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubah tempat.
2) Patah tulang tidak lengkap (incomplete fracture) Bila antara
patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah
yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green
stick. Menurut Price dan Wilson (2006) kekuatan dan sudut dari
tenaga fisik, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang.
10

2. Strain
Strain merupakan suatu puntiran atau tarikan, robekan otot dan tendon.
Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan
berlebihan atau stres yang berlebihan. (Brunner, 2001)

3. Sprain
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan
mengepit atau memutar. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas namun
masih menmungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Sprain merupakan peregangan atau robekan
ligamen, fibrosa dari jaringan ikat yang menggabungkan ujung satu tulang
dengan tulang lainnya. (Joyce M Black, 2014)

4. Kontusio
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada
jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang
langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh (Arif
Muttaqin,2008)
11

5. Trauma sendi
Trauma sendi atau cedera sendi adalah cedera yang terjadi pada sendi,
dapat berupa trauma ligament, occult joint instability, subluksasi dan
dislokasi. Mekanisme cedera sendi dapat terjadi secara langsung ataupun
tidak langsung. Berikut jenis trauma sendi (Lemone, Burke & Bauldoff,
2016)
a. Cedera manset rotator
b. Cedera lulut
c. Dislokasi sendi

D. Manifestasi Klinis
1. Fraktur
a. Deformitas merupakan pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat
menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur. Deformitas adalah
perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek karena kuatnya
tarikan otot-otot ekstermitas.
b. Nyeri biasanya terus menerus menigkat jika fraktur tidak diimobilisasi.
c. Pembengkakkan atau edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa
pada lokasi fraktur serta ekstravasasi cairan serosa pada lokasi fraktur
ekstravasi darah ke jaringan sekitar.
d. Baal pada daerah fraktur
e. Hematom atau memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi
fraktur.
f. Kehilangan fungsi dan kelainan gerak.
g. Bisa menyebabkan syok hipovelemik jika terjadi perdarahan pada
fraktur terbuka
h. Spasme otot
2. Strain
a. Nyeri
b. Gerakan terbatas
c. Spasme otot,
12

d. Pembekakan
e. Kemungkinan kelemahan otot.
f. Strain berat yang parsial atau seluruhnya merusak otot atau tendon
dapat menyebabkan disabilitas dengan perdarahan yang banyak,
pembengkakan, dan ruam di sekitar otot (Lemone, Burke & Bauldoff,
2016)
3. Sprain
a. Kehilangan kemampuan fungsional pada sendi,
b. Perasaan "pop" ata robekan
c. Perubahan warna,
d. Nyeri,
e. Pembengkakan yang cepat.
f. Gerakan meningkatkan nyeri sendi.
g. Intensitas manifestasi bergantung pada keparahan sprain (Lemone,
Burke & Bauldoff, 2016)
4. Kontusio
a. Nyeri
b. Pembengkakan dan perubahan warna kulit.
c. Darah dalam jaringan lunak awalnya menyebabkan warna ungu dan
biru yang umum dikenal sebagai memar.
d. Karena darah mulai direabsorpsi, area yang terlibat menjadi cokelat
dan kemudian kuning hingga tidak tampak.
5. Trauma sendi
a. Manifestasi klinis dari cedera manset rotator antara lain nyeri bahu,
dapat memburuk pada malam hari atau saat berbaring yang mengenai
bahu,rentang gerak abduksi dan fleksi pada area tertentu sering kali
terbatas
b. Manifestasi klinis dari cedera lutut antara lain nyeri sedang, sensasi
robekan atau letusan, pembengkakan sendi
13

c. Manifestasi klinis dari dislokasi sendi antara lain nyeri, deformitas dan
keterbatasan gerak pada sendi yang terkena (Lemone, Burke &
Bauldoff, 2016).

E. Fatofisiologi
1. Fraktur
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur,
jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang
mungkin hanya retak saja dan bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem,
seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat
terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang akan terganggu. Otot
dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi.
Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat dan
bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Perdarahan terjadi
karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada
saluran sumsum (medula), hemotoma terjadi diantara fragmen-fragmen
tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur
akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat. Akan terjadi
vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, esudasi plasma dan leukosit.
(Joyce M Black, 2014)
2. Strain
Strain merupakan cedera peregangan pada otot atau unit muskuloskeletal
yang disebabkan oleh kelebihan beban mekanis. Otot yang terkena
kekuatan memberikan elastisitas terakhir akan mengalami robekan
mikroskopik. Mengangkat benda berat tanpa menekuk lutut, atau
akselerasi-deselerasi tiba-tiba, seperti pada tabrakan kendaraan bermotor,
dapat menyebabkan strain. Tempat biasa mengalami strain otot adalah
punggung bawah dan otot hamstring di belakang paha.
3. Sprain
Adanya tekanan eksternal yang berlebihan menyebabkan suatu masalah
yang disebut sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan
14

mengalami robek dan kemudian akan kehilangan kemampuan


stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah pecah dan akan
menyebabkan hemotama serta nyeri. Sprain merupakan peregangan
dan/atau robekan pada satu ligamen atau lebih di sekitar sendi. Kekuatan
yang terjadi pada arah yang berlawanan menyebabkan ligamen mengalami
peregangan berlebihan dan/atau robekan. Ligamen dapat robek parsial atau
seluruhnya. Meskipun semua sendi dapat terlibat, sprain pergelangan kaki
dan lutut.
4. Kontusio
Kontusio, bentuk cedera muskuloskeletal dengan tingkat keseriusan paling
minimal, merupakan perdarahan dalam jaringan tendangan atau benturan
bagian tubuh terhadap benda keras. Kulit tetap utuh, tetapi pembuluh
darah kecil mengalami ruptur dan darah ke dalam jaringan lunak. Kontusio
dengan jumlah perdarahan yang banyak dikenal sebagai hematoma.
5. Trauma sendi
Menurut Lemone, Burke & Bauldoff, (2016) menyatakan bagaian dari
trauma sendi sebagai berikut:
a. Cedera manset Rotator
Sendi bahu terutama rentan terhadap cedera karena kombinasi faktor,
antara lain rentang gerak yang luas, kompleksitas sendi, dan posisi
yang terpajan. Sebagian besarmasalah bahu akibat cedera manset
rotator. Manset rotator merupakan kelompok otot yang mengendalikan
gerakan lengan. Gangguan manset rotator, antara lain tendinitis,
bursitis, dan robekan otot parsial dan lengkap. Cedera ini dapat akut
atau dapat akibat dari cedera penggunaan berulang atau perubahan
degeneratif jaringan yang terlibat.
b. Cedera lutut
Lutut rentan terhadap robekan ligmen, cedera meniskal, dan dislokasi
patela. Cedera ini sering kali akibat aktivitas olahraga yang
menyebabkan jatuh atau lutut yang abnormal. Meniski adalah lempeng
kartilago berbentuk C dalam setiap sendi lutut. Robekan meniskus
15

medial adalah cedera lutut yang umum terjadi. Patela, atau penutup
lutut, dapat mengalami dislokasi sebagian atau seluruhnya.
c. Dislokasi sendi
Dislokasi adalah cedera yang menyebabkan ujung tulang mengalami
perubahan posisi dari posisi normal dan artikulasi sendi hilang.
Dislokasi biasanya mengikuti trauma seperti terjatuh atau pukulan.
Biasanya terjadi selama olahraga kontak seperti sepak bola atau dari
jatuh akibat aktivitas seperti bermain ski. Dislokasi patologis akibat
dari penyakit sendi, termasuk infeksi, artritis reumatoid, paralisis, dan
penyakit neuromuskular. Meskipun dislokasi dapat terjadi pada semua
sendi, mereka terjadi paling sering di bahu dan sendi akromio-
klavikular. Subluksasi merupakan dislokasi parsial yaitu tulang sendi
tetap pada kontak parsial.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur
2. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler pada perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon terhadap
peradangan
4. Kretinin : trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens ginjal
5. Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
darah atau cedera. (Nurarif, 2015)
G. Penatalaksanaan
1. Fraktur
a. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler
selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan dan gerakan.
Perkiraan waktu untuk imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan
16

tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan. (Nurarif, 2015).


Alat imobilisasi yang sering digunakan, antara lain :
1) Gips
Gips merupakan alat kaku yang digunakan untuk mengimobilisasi
tulang yang mengalami cedera dan meningkatkan penyembuhan.
Gips mengimobilisasi sendi di atas dan sendi di bawah tulang yang
mengalami fraktur sehingga tulang tidak akan bergerak selama
penyembuhan. Fraktur pertama kali direduksi secara manual dan
gips kemudian dipasang. Gips dipasang pada pasien yang memiliki
fraktur yang relatif stabil. Gips, yang dapat terbuat dari plaster atau
fiberglas, diberikan di atas bantalan tipis lapisan dan dibentuk
untuk kontur normal tubuh. Gips harus tetap kering se- belum
semua tekanan diberikan; melakukan palpasi sederhana gips yang
basah dengan ujung jari akan meninggalkan lekukan yang dapat
menyebabkan ulkus tekan. Gips plaster dapat memerlukan waktu
hingga 48 jam untuk kering, sedangkan gips fiberglass kering
dalam hitungan jam. Jenis gips yang diberikan ditentukan
berdasarkan lokasi fraktur.
2) Bidai
Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan
atau fiksasi tulang yang patah. Tujuan pemasangan bidai untuk
mencegah pergerakan tulang yang patah. Syarat pemasangan bidai
dimana dapat mempertahankan kedudukan 2 sendi tulang didekat
tulang yang patah dan pemasangan bidai tidak boleh terlalu
kencang atau ketat, karena akan merusak jaringan tubuh.
(Hutabarat, 2016)
b. Pembedahan
Pembedahan diindikasikan untuk fraktur yang memerlukan visualisasi
langsuang dan perbaikan, fraktur dengan komplikasi jangka panjang
atau fraktur yang remuk hebat dan mengancam suplai vaskular
17

c. Reduksi
Langkah pertama pada penanganan fraktur yang bergeser adalah
reduksi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi. Reduksi merupakan manipulasi tulang untuk
mengembalikan kelerusan, posisi dan panjang dengan mengembalikan
fragmen tulang sedekat mungkin serta tidak semua fraktur harus
direduksi. (Joyce M Black, 2014). Reduksi terbagi atas dua bagian,
yaitu :
1) Reduksi tertutup
Pada banyakan kasus fraktur, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Reduksi tertutup harus segera dilakukan setelah cedera untuk
menimilkan efek deformitas dari cedera tersebut. (Brunner, 2001)
2) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen
fraktur disejajarkan. Reduksi terbuka sering kali dikombinasikan
dengan fiksasi internal untuk fraktur femur dan sendi. Alat fiksasi
internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang. (Brunner, 2001)
d. Traksi
Spasme otot biasanya menyertai fraktur dan dapat memindahkan
kesejajaran tulang. Traksi memberikan kekuatan untuk meluruskan
atau menarik guna mengembalikan atau mempertahankan tulang yang
mengalami fraktur pada posisi anatomik yang normal. Jenis traksi
adalah sebagai berikut.
1) Traksi manual memberikan dorongan secara fisik pada
ekstremitas. Traksi manual sering kali digunakan untuk
mereduksi fraktur atau dislokasi.
18

2) Traksi kulit (juga dikenal traksi lurus) digunakan untuk


mengendalikan spasme otot dan untuk mengimobilisasi bagian
tubuh selama memindahkan atau sebelum pembedahan, dengan
traksi mencengkram dan menarik melalui kulit pasien. Traksi
kulit merupakan tindakan noninvasif dan relatif nyaman untuk
pasien. Jenis traksi kulit yang paling umum adalah traksi Buck,
digunakan untuk mengimobilisasi tungkai sebelum
pembedahan untuk memperbaiki pinggul atau fraktur femur
proksimal. Traksi Buck menggunakan pita traksi atau foam
boot yang diberikan ke tungkai bawah dan melekat
kepenyangga yang tergantung bebas untuk mengimobilisasi
tungkai.
3) Traksi keseimbangan suspensi melibatkan lebih dari satu
kekuatan menarik untuk meninggikan dan menyokong
ekstremitas dan mempertahankan kesejajarannya. Traksi
keseimbangan suspensi meningkatkan mobilitas seraya
mempertahankan posisi tulang. Traksi ini juga membuat lebih
mudah untuk mengganti linen dan melakukan perawatan
punggung.
4) Traksi skeletal, kekuatan menarik diberikan secara langsung
melalui pin yang dimasukkan kedalam tulang Anestesi lokal,
spinal, atau umum diberikan selama pemasangan pin. Satu
kekuatan menarik atau lebih dapat diberikan dengan traksi
skeletal. Traksi skeletal memungkinkan lebih banyak beban
digunakan untuk mempertahankan kesejajaran anatomik yang
tepat. Akan tetapi, risiko infeksi lebih besar dan dapat
menyebabkan lebih banyak ketidaknyamanan.
2. Strain, sprain, kuntosio
Penataksanaan Strain, sprain, kuntosio dengan menggunakan RICE
sebagai tindakan awal untuk menangani cedera muskuloskeletal
19

a. Rest atau Istirahat


1) Menurunkan aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan latihan
sesuai kebutuhan
2) Membatasi penyangga beban pada ekstermitas yang mengalami
cedera selama 48 jam
3) Jika menggunakan tongkat atau kruk untuk menghindari
penyangga beban gunakan pada sisi yang tidak mengalami cedera
sehingga dapat bersandar menjauh dari dan melepaskan beban pada
tungkai yang cedera.
b. Ice atau es
1) Untuk menghindari cedera dingin atau radang dingin berikan
kemasan es ke area yang cedera selama tidak lebih dari 20 menit
edalam 4 kali hingga 8 kali dalam sehari
2) Kantong es atau kemasan dingin yang di isi dengan es yang
dihancurkan dan dibungkus dalam handuk
c. Compression tau kompresi
Melonggarkan perban kompresi jika mengalami kebaalan, kesemutan,
atau pembengkakan distal ke cedera atau jika ekstermitas distal
menjadi dingin atau sianosis.
d. Elevation atau peninggian
Pertahankan ekstermitas yang cedera ditinggikan dengan bantal di atas
tingkat jantung untuk membantu mengurangi pembengkakan nyeri.
3. Trauma sendi
Asuhan pada yang mengalami cedera sendi fokus pada meredakan
nyeri, mengelola, atau mengoreksi gangguan yang terjadi dan mencegah
komplikasi. Terapi ditentukan berdasarkan tipe cedera. Dislokasi biasanya
berkurang (ujung tulang lurus kembali) menggunakan traksi manual. Jika
reduksi tertutup gagal, pembedahan dapat diperlukan untuk meluruskan
sendi dan mencegah komplikasi seperti cedera neurovaskula.
Dislokasi sendi bahu biasanya dapat ditangani dengan teduksi
tertutup dan periode terbatas imobilisasi reduksi. Pinggul dislokasi
20

memerlukan reduksi segera untuk mencegah nekrosis kepala femoral dan


cedera pada saraf skiatik dan femoral. Setelah reduksi, pasien tirah baring
selama beberapa hari atau bahkan seminggu. Jika dislokasi pinggul disertai
dengan fraktur, pasien akan menjalani pembedahan untuk meningkatkan
mobilitas, menurunkan komplikasi, dan secara cepat menstabilkan sendi.
Terapi untuk cedera manset rotator biasanya konservatif, termasuk
istirahat sendi, NSAID, moist heat, dan, untuk masalah yang persisten,
terapi fisik. Beberapa pasien memerlukan pembedahan untuk memperbaiki
robekan manset rotator.
Mengistirahatkan sendi, dengan kompresi, es, peninggikan, dan
pembatasan pengangkatan berat, awalnya diprogramkan untuk cedera
lutut. Terapi fisik diprogramkan selama rehabilitasi. Pasien yang
mengalami nyeri berulang, permbengkakan, atau cedera dapat memerlukan
pembedahan untuk memperbaiki kerusakan sendi
BAB IIII
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Pada tanggal 10 Februari 2020 pasien Tn. Y datang ke UGD diantar oleh
beberapa orang, ia mengalami kecelakaan dijalan raya yang menyebabkan
fraktur (open fraktur sinistra) dan pendarahan kurang lebih 300cc. Pasien
tampak nyeri sangat kesakitan, klien tampak lemas

B. Penetalakasanaan
1. Airway
Tidak terdapat sumbatan pada jalan napas
2. Breathing
Inspeksi : Frekuensi napas : 20x/menit, teratur, tidak terdapat batuk, nafas
tidak sesak, tidak menggunakan otot bantu pernapasan
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler, pola napas teratur
Perkusi : Suara sonor
Palpasi :Vocal Fremitus positif, tidak terdapat nyeri
3. Circulation
Suhu 37,5ºC, Tekanan darah 100/70 mmHg, MAP 80, Nadi 100 x/menit,
nadi kuat, turgor kulit baik, mata cekung, tidak ada sianosis, capillary refill
< 3 detik, ekstremitas dingin, tidak ada mual muntah, terjadi perdarahan
300 cc melalui pembuluh darah arteri yang terdapat pada femur.
Masalah keperawatan yang timbul yaitu kekurangan volume cairan
berhubungan dengan adanya perdarahan, resiko syok hipovolemik
berhubungan dengan perdarahan, nyeri berhubungan dengan adanya
fraktur.
4. Diagnosa yang dapat ditegakan
a. Kurang volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya fraktur
c. Gangguan mobillitas fisik berhubungan dengan adanya fraktur

21
22

5. Penatalaksanaan
a. Menganjurkan klien tirah baring
b. Melakukan klem pada pembuluh darah arteri di femur untuk
menghentikan perdarahan
c. Memasang infus RL loss
d. Melakukan observasi TTV : TD 100/70 mmHg, N : 100 x/menit, S :
37,5ºC, RR 20 x.menit
e. Membersihkan luka dengan NaCl dan prinsip steril (tidak dilakukan
hecting)
f. Melakukan pembidaian melewati dua sendi
g. Menganjurkan klien pertahankan imobilisasi
h. Memberikan injeksi Ceftriaxone 1 x 1 gram melalui IV
i. Memberikan injeksi TT 1 cc melalui IM
j. Memberikan obat ketorolac 60 mg drip
k. Melakukan pemeriksaan darah lengkap
l. Melakukan pemeriksaan rontgen
m. Melaporkan keadaan klien pada dokter ortopedik
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem muskuloskeletal adalah sistem yang berperan dalam melindungi,
menyangga dan menggerakkan tubuh. Sistem muskuloskeletal meliputi tulang,
persendian, otot dan tendon. Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan
ketika seseorang mengalami cedera pada tulang, atau jaringan lunak yang
terjadi akibat kekuatan eksternal berlebihan. Penyebab umum dari truma
muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas, olahraga, jatuh dan kecelakaan
industri. Cedera muskuloskeletal diantaranya pasien mengalami kuntusio,
strain, dan spain, trauma sendi, fraktur atau cedera pada tulang.
Manifestasi klinis yang biasanya rirasakan oleh penderita diantanya
nyeri, gerakan terbatas, spasme otot, pembekakan, kemungkinan kelemahan
otot dan tergadang terdapat hematoma. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
pada masalah trauma muskuloskeletal diantaranya X-ray, Scan tulang,
Arteriogram, Kretinin dan Profil.

B. Saran
Bagi mahasiswa keperawatan setelah pembahasan materi yang berhubungan
dengan trauma muskuloskeletal mahasiswa bisa memahami dan mengetahui
mengenai trauma muskuloskeletal termasuk jenis, manifestasi klinis serta
pemeriksaan yang dapat dilakukan dan penanganan pada trauma
muskuloskeletal. Serta dalam penyusuna makalah selanjutnya serta lebih
memperbanyak untuk mencari referensi terbaru dan buku- buku terbaru untuk
melengkapi makalah berikutnya.

23
24

DAFTAR PUSTAKA
Black M & Jane H, (2014). Medical Surgical Nursing Vol 2. Jakarta:
Salemba Medika

Brunner & Suddarth, (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi
8. Jakarta : EGC

Hutabarat Y dan Putra C. (2016). Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan.


Bogor; IN MEDIA Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 3. No 2 Desember 2015

Lemone P, Burke K, Bauldoff G, (2016) Buku ajar Keperawatan Medikal


Bedah Gangguan Muskuloskeletal Edisi 5. Jakarta: EGC.

Mahartha G, Maliawan S & Kawiyana K (2015) Manajemen Fraktur Pada


Trauma Muskuloskeleta. Jurnal Kedokteran Universitas Udayana.

Nurarif, Amin, Huda & Kusuma, Hardhi. (2015). Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta : Mediaction Publishing.

Anda mungkin juga menyukai