Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH

PENERAPAN HASIL PENELITIAN DALAM ASKEP DISLOKASI


Dosen Pengajar : Vina Agustina,Ners.M.Kep
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

1. Aprianto Untung (2017.C.09a.0876)


2. Friska Amelia (2017.C.09a.0888)
3. Nola Cristina (2017.C.09a.0902)
4. Oski Ria Anggraini (2017.C.09a.0904)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya
sehingg kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Di makalah ini
memaparkan beberapa hal terkait “Dislokasi”. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak telah memberikan motivasi baik
materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini ke depannya.

Palangka Raya, 21 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi Dislokasi 4
2.2 Anatomi Fisiologi 4
2.3 Etiologi 8
2.4 Jenis-Jenis Dislokasi Sendi 9
2.5 Patofisiologi 11
2.6 Manifestasi Klinis 13
2.7 Komplikasi 13
2.8 Penatalaksanaan Medis 14
2.9 Manajamen Keperawatan 15
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian 26
3.2 Diagnosa 37
3.3 Intervensi 38
3.4 Implementasi dan Evaluasi 43
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan 52
4.2 Saran 52
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional dapat
mendorong dirinya sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi lah cedera
olahraga. Cedera terhadap sistem mukoluskletal dapat bersifat akut (sprain, strain,
dislokasi, fraktur) atau sebagai akibat penggunaan berlebihan secara bertahap
(kondromalasia, tendinitis, fraktur sterss). Atlet profesional juga rentan terhadap
cedera, meskipun latihan mereka disupervisi ketat untuk meminimalkan terjadinya
cedera. Namun sering kali atlet tersebut juga dapat mengalami cedera
muskoluskletal, salah satunya adalah dislokasi.
Dislokasi atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat menyerang siapa
saja, tetapi lebih mungkin terjadi pada individu yang terlibat dengan olahraga,
aktivitas berulang, dan kegiatan dengan resiko tinggi untuk kecelakaan. Ketika
terluka ligamen, otot atau tendon mungkin rusak, atau terkilir yang mengacu pada
ligamen yang cedera, ligamen adalah pita sedikit elastis jaringan yang
menghubungkan tulang pada sendi, menjaga tulang ditempat sementara
memungkinkan gerakan. Dalam kondisi ini, satu atau lebih ligamen yang
diregangkan atau robek. Gejalanya meliputi nyeri, bengkak, memar, dan tidak
mampu bergerak.
Dislokasi biasanya terjadi pada jari-jari, pergelangan kaki, dan lutut. Bila
kekurangan ligamen mayor, sendi menjadi tidak stabil dan mungkin diperlukan
perbaikan bedah.
Dislokasi  atau luksasio adalah  kehilangan hubungan yang normal antara
kedua permukaan sendi secara komplet / lengkap ( Jeffrey m.spivak et al ,1999) 
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi,  dislokasi ini dapat
hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak
dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena
sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain, sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.

1
2
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu
dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun
menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul.
Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menyediakan
permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang
sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar
terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah
tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi
dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau
karena sejak lahir (kongenital).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dislokasi ?
2. Bagaimana anatomi fisiologi disloaksi ?
3. Apa Etiologi dislokasi ?
4. Apa jenis-jenis dislokasi sendi ?
5. Bagaimana patofisiologi dislokasi ?
6. Bagaimana pathway dislokasi ?
7. Bagaimana manifestasi klinis dari dislokasi ?
8. Bagaimana komplikasi dislokasi ?
9. Bagaimana penatalaksanaan dislokasi ?
10. Bagaimana askep teoritis dislokasi ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dislokasi
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi disloaksi
3. Untuk mengetahui etiologi dislokasi
4. Untuk mengetahui jenis-jenis dislokasi sendi
3
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway dislokasi
6. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari dislokasi
7. Untuk mengetahui komplikasi dislokasi
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dislokasi
9. Untuk mengetahui askep teoritis dislokas
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Dislokasi
Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi
tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas dari sendi). (Brunner &
Suddarth. 2006).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya,
dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.
(Arif Mansyur, 2006).
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen
penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah
gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011). 
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi).
2.2 Anatomi Fisiologi

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus


pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah jaringan ikat.
Sitem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, dan jaringan
khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam :

4
5

1. Tulang panjang : misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.


Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit
karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah.
2. Tulang pendek : misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih : misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan : misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid : misalnya tulang patela
6. Tulang sutura : ada di atap tengkorak.
Histologi tulang :
1. Tulang imatur : terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak
terlihat lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan
kolagen.
2. Tulang matur : ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan
tulang trabekular (spongiosa).
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam
jumlah sel, dan jaringan kolagen.

Fisiologi sel tulang


Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit, osteoklas.
1. Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu
proses yang disebut osifikasi.
6

2. Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3. Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit,
osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang
sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.
Dalam keadaan normal, tulang mengalami pembentukan dan absorpsi
pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-
kanak yang lebih banyak terjadi pembentukan dari pada absorpsi tulang.
Proses ini penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini membuat
tulang dapat berespons terhadap tekanan yang meningkat dan mencegah
terjadi patah tulang.
Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan mekanis
yang semakin meningkat. Perubahan membantu mempertahankan
kekuatan tulang pada proses penuaan. Matriks organi yang sudah tua
berdegenerasi sehingga membuat tulang relatif menjadi lemah dan rapuh.
Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks organik baru sehingga
memberi tambahan kekuatan pada tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Peningkatan kadar
hormon paratiroid mempunyai efek langsung dan segera pada mineral
tulang yang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak
memasuki serum. Peningkatan kadar hormon paratiroid secara perlahan
meneyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteklas sehingga terjadi
demineralisasi. Metabaolisme kalsium dan fosfat sangat berkaitan erat.
Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh
fosfat tubuh.
Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D
dalam jumlah besar dapat menyebabkan absropsi tulang seperti yang
terlihat pada kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin
D, hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D
7

dalam jumlah yang sedikit membantu klasifikasi tulang, antara lain dengan
meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.

Anatomi Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara,misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada 3 tipe sendi sebagai berikut :
1. Sendi fibrosa (sinartrodial),merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu
dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya
dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya
dapat sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi
dilapisi tulang rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam
yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak, serta
sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi dan
membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium menghasilkan
cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial
normalnya bening , tidak membeku, dan tidak berwarna, jumlah yang
ditimbulkan dalam tiap-tiap sendi relatif kecil (1-3ml).
8
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah,
limfe,atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa
oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan
kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau
ketika usia bertambah.beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai
membentuk kolagen tipe satu yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat
kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya. Perubahan ini berarti tulang
rawan akan kehilangan kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi
beban berat.
Aliran darah kesendi banyak yang menuju sinovium. Pembuluh darah
mulai masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan
kapiler sangat tebal dibagian sinovium yang menempel langsung pada ruang
sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan didalam plasma berdifusi dengan
mudah kedalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol
disinovium karena didaerah tersebut banyak mendapat aliran darah dan juga
terdapat banyak sel mast dan sel lain serta zat kimia yang secara dinamis
berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respon peradangan.
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah yang berdekatan terutama
adalah jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar.
Dua macam sel yang ditemukan pada jaringan penyambung adalah sel-sel
yang tidak dibuat dan tetap berada pada jaringan penyambung ( seperti sel
mast, sel palsma, limfosit, monosit, dan leukosit polimorfonuklear).
Serat- serat yang terdapat pada substansi dasar adalah kolagen dan elastin.
Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Serat-serat elastin memiliki
sifat elastis, serat ini terdapat dalam ligamen, dinding pembuluh darah besar,
dan kulit. Elastin dipecahkan oleh enzim yang disebut elastase.
2.3 Etiologi
2.3.1 Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan otot
akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada
usia 30 tahun.
9
2.3.2 Terjatuh atau kecelakan
Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga
lutut mengalami dislokasi.
2.3.3 Pukulan
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian
lututnya dan menyebabkan dislokasi.
2.3.4 Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya pemanasan.
2.3.5 Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.
2.3.6 Cedera olahraga. Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling
sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak
sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2.3.7 Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai
yang licin.
2.3.8 Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2.4 Jenis-Jenis Dislokasi Sendi
Dislokasi sendi dapat dibedakan sebagai berikut:
2.4.1 Dislokasi kongenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
2.4.2 Dislokasi patologik
Terjadi akibat penyakit sendi dan jaringan sekitar sendi. Misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Hal ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang.
2.4.3 Dislokasi traumatic
Kedaruratan orteoprodi( pasokan darh, susunan saraf rusuk dan
mengalami stres berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema
(karena mengalami pengerasan) terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekelilingnya dan
merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular.
Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut:
10
2.4.4 Dislokasi akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip serta disertai nyeri akut
dan pembengkakan disekitar sendi
2.4.5 Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint. Dislokasi biasanya
sering dikaitkan dengan patah tulang yang disebabkan berpindahnya
ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus/kontraksi
otot dan tarikan.
Berdasarkan tempaat terjadinya
2.4.6 Dislokasi sendi rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena menguap/terlalu lebar serta
terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya
penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali
2.4.7 Dislokasi sendi bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral berada
dianteriordan medial glenoid (dislokasi anterior), di posteroir (dislokasi
posterior), dan bawah glenoid (dislokasi inferior).
2.4.8 Dislokasi sendi siku
Mekanisme cideranya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas
berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang
siku.
2.4.9 Dislokasi sendi jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan
segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat
mengalami dislokasi kearah telapak tangan / punggung tangan.
2.4.10 Dislokasi sendi metacarpophalangeal dan interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperektensi-ekstensi
persendian
11

2.4.11 Dislokasi panggul


Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada diposterior dan atas
acetabulum (dislokasi posterior), dianterior acetabulum(dislokasi
anterior), dan caput femur menembus acetabulum(dislokasi sentra)
2.4.12 Dislokasi patella
Dislokasi patella paling sering terjadi kearah lateral. Reduksi dicapai
dengan memberikan tekanan kearah medial pada sisi lateral patella
sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan. Apabila dislokasi
dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah. Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus/kontraksi otot dan tarikan.
2.5 Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang
berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya
terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi
sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang,
penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi
perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi
sendi, perlu dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang
disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan
mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun total
ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan
terputus dan terjadilah edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa
sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam
setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi maka
menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi. (Arif Mansyur, 2006).
12

Pathway

Etiologi

Cedera olahraga Trauma kecelakaan

Terlepasnya kompresi jar. Tulang dari kesatuan sendi

Merusak struktur sendi, ligamen

Kompresi jaringan tulang yg terdorong ke depan

Merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi

Ligamen memberikan jalan

Tlg. Berpindah dari posisi yg normal

dislokasi

radang Cedera jar.lunak ekstremitas

Ketidakmampuan mengunyah Spasme otot Hambatan


mobilitas fisik
Nyeri akut
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
13
2.6 Manifestasi Klinis
1. Adanya bengkak / oedema
2. Mengalami keterbatasan gerak
3. Adanya spasme otot(kekauan otot)
4. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya (tampak kemerahan).
8. Perubahan kontur sendi
9. Perubahan panjang ekstremitas
10. Kehilangan mobilitas normal
11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
2.7 Komplikasi
Komplikasi dislokasi meliputi :
2.7.1 Komplikasi dini
1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat
mengerutkan oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tersebut.
2. Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
3. Fraktur dislokasi
4. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya
nadi,CRT(capillary refill time) menurun,sianosis pada bagian
distal,hematoma melebar,dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan darurat spilinting,perubahan posisi pada
yang sakit,tindakan reduksi,dan pembedahan.
2.7.2 Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
14

menentukan otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
2.7.3 Komplikasi lanjut
2.7.4 Kekakuan sendi bahu
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu.
Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.
2.7.5 Kelemahan otot.
2.7.6 Dislokasi yang berulang
Terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian
depan leher glenoid.
2.8 Penatalaksanaan Medis
2.8.1 Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
1. R: Rest = Diistirahatkan adalah  pertolongan pertama yang penting
untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
2. I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan
meredakan rasa nyeri.
3. C: Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
4. E: Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi
oedema (pembengkakan) dan rasa nyeri.
2.8.2 Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1) Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya :
dua puluh – tiga puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh
menit.
2) Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus
dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang
waktu sepuluh menit.
15

3) Pencelupan atau perendaman


Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam
bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh – dua
puluh menit.
4) Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane ke
bagian tubuh yang cedera.
2.8.3 Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan,
latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang
sakit.
Penatalaksanaan medis : Farmakologi
2.8.4 Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri.
Berikut contoh obat analgetik :
1) Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa
1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai 1tablet,
maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.
2) Bimastan :
Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ;
Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi :
hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping :
mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal
500mg  lalu 250mg tiap 6jam.
3) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).
2.9 Manajemen Keperawatan
2.9.1 Pengkajian
1. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa
yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi
golongan darah, nomor registrasi, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
(MRS), dan diagnosis medis. Dengan fokus ,meliputi :
16

1) Umur
pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang sehingga
menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang normal dan
dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak,
biasanya klien jatuh dengan keras dalam keadaan strecth out
2) Pekerjaan
Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh kecelakaan yang
mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya terjadi pada klien
yang mempunyai pekrjaan buruh bangunan. Seperti terjatuh, atupun
kecelakaan di tempat kerja, kecelakaan industri  dan atlit olahraga,
seperti pemain basket , sepak bola dll
3) Jenis kelamin
Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki – laki dari pada
permpuan karna cenderung dari segi aktivitas yang berbeda .
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan, ekstermitas, nyeri
tekan otot, dan deformitas pada daerah trauma, untuk mendapatkan
pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien dapat menggunakan
metode PQRS.
3. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas,
kecelekaan industri, dan kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau
bangunan, pengkajian yang di dapat meliputi nyeri, paralisis extermitras
bawah, syok.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit, seperti
osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya kelainan,
penyakit alinnya seperti hypertensi, riwayat cedera, diabetes milittus,
penyakit jantung, anemia, obat-obat tertentu yang sering di guanakan
klien, perlu ditanyakan pada keluarga klien .
17

5. Pengkajian Psikososial dan Spiritual


Kaji bagaimana  pola interaksi klien terhadap orang – orang disekitarnya
seperti hubungannya dengan keluarga, teman dekat, dokter, maupun
dengan perawat.
Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien
pemekrisaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis
sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan fokus pemeriksaan B3( brain ) dan
B6 (bone)
1. Keadaan umum
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran, periksa adanya perubahan tanda-tanda vital yang
meliputi brikardia, hipotensi dan tanda-tanda neurogenik syok.
2. B3 ( brain)
1) Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah
kompos mentis
2) Pemeriksaan fungsi selebral
Status mental :observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara
,ekspresi wajah aktivitas motorik klien .
3) Pemeriksaan saraf kranial
4) Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs achiles
menghilang dan refleks patela biasanya meleamh karna otot hamstring
melemah
3. B6 (Bone)
1) Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga mengompresi
sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai dengan distribusi
segmental dan saraf yang terkena
2) Look ,pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya
pendarahan ,pembengkakakn dan deformitas
3) Fell , kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan palpasi
pada ramus dan simfisi fubis
18

4) Move , disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan dan


kelumpuhan pada daerah ekstermitas.
Klasifikasi Data
1. Data subjektif
1) Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas
2) Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat
3) Klien mengatakan  terjadi kekauan pada sendi
4) Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi
5) Klien mengatakan sangat lemas
6) Klien bertanya-tanya tentang keadaannya
7) Klien mengatakan susah bergerak
2. Data objektif
1) Klien nampak lemas
2) Wajah nampak meringis
3) Keterbatasan mobilitas
4) Skala nyeri 6 (0-10)
5) Klien nampak cemas
2.9.2 Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat
mobilisasi.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan
atau absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.
4) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pegetahuan tentang penyakit.
5) Gangguan body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan
bentuk tubuh.
19

2.9.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Gangguan Rasa nyeri teratasi 1. Kaji skala nyeri 1. Mengetahui intensitas
rasa nyaman dengan 2. Berikan posisi relaks nyeri.
nyeri Kriteria Hasil : pada pasien 2. Posisi relaksasi pada
berhubungan 1. Klien tampak tidak 3. Ajarkan teknik pasien dapat
dengan meringis lagi. distraksi dan relaksasi mengalihkan focus
diskontinuitas 2. Klien tampak rileks 4. Berikan lingkungan pikiran pasien pada
jaringan. yang nyaman, dan nyeri.
aktifitas hiburan 3. Tehnik relaksasi dan
5. Kolaborasi pemberian distraksi dapat
analgesic mengurangi rasa nyeri.
4. Meningkatkan
relaksasi pasien
5. Analgesic Mengurangi
nyeri

Gangguan Memberikan 1. Kaji tingkat mobilisasi 1. menunjukkan tingkat


mobilitas fisik kenyamanan dan pasien Berikan latihan mobilisasi pasien dan
berhubungan melindungi sendi selama ROM menentukan intervensi
dengan masa penyembuhan. 2. Anjurkan penggunaan selanjutnya.
deformitas Kriteria hasil alat bantu jika 2. Memberikan latihan
dan nyeri saat 1. melaporkan diperlukan ROM kepada klien
mobilisasi peningkatan toleransi 3. Monitor tonus otot untuk mobilisasi
aktivitas (termasuk 4. Membantu pasien 3. Alat bantu
aktivitas sehari-hari) untuk imobilisasi baik memperingan
2. menunjukkan dari perawat maupun mobilisasi pasien
penurunan tanda keluarga 4. Agar mendapatkan
intolerasi fisiologis, data yang akurat
misalnya nadi, 5. Dapat membantu
pernapasan, dan pasien untuk
tekanan darah masih imobilisasi
20

dalam rentang normal


Perubahan Kebutuhan nutrisi 1. Kaji riwayat nutrisi, 1. Mengidentifikasi
nutrisi terpenuhi termasuk makan yang defisiensi,
kurang dari Kriteria hasil: disukai memudahkan
kebutuhan 1. Menunujukkan 2. Observasi dan catat intervensi
tubuh b.d peningkatan atau masukkan makanan 2. Mengawasi masukkan
kegagalan mempertahankan pasien kalori atau kualitas
untuk berat badan dengan 3. Timbang berat badan kekurangan konsumsi
mencerna nilai laboratorium setiap hari. makanan
atau ketidak normal. 4. Berikan makan sedikit 3. Mengawasi penurunan
mampuan 2. Tidak mengalami dengan frekuensi berat badan atau
mencerna tanda mal nutrisi. sering dan atau makan efektivitas intervensi
makanan 3. Menununjukkan diantara waktu makan nutrisi
/absorpsi perilaku, perubahan 5. Observasi dan catat 4. Menurunkan
nutrient yang pola hidup untuk kejadian mual atau kelemahan,
diperlukan meningkatkan dan muntah, flatus dan dan meningkatkan
untuk atau mempertahankan gejala lain yang pemasukkan dan
pembentukan berat badan yang berhubungan mencegah distensi
sel darah sesuai 6. Berikan dan Bantu gaster
merah hygiene mulut yang 5. Gejala GI dapat
baik : sebelum dan menunjukkan efek
sesudah makan, anemia (hipoksia)
gunakan sikat gigi pada organ.
halus untuk penyikatan 6. Meningkatkan nafsu
yang lembut. Berikan makan dan
pencuci mulut yang di pemasukkan oral.
encerkan bila mukosa Menurunkan
oral luka. pertumbuhan bakteri,
7. Kolaborasi : pantau meminimalkan
hasil pemeriksaan kemungkinan infeksi.
laboraturium. Teknik perawatan
8. Kolaborasi : berikan mulut khusus mungkin
obat sesuai indikasi diperlukan bila
21

jaringan
rapuh/luka/perdarahan
dan nyeri berat.
7. Meningkatakan
efektivitas program
pengobatan
8. Kebutuhan
penggantian
tergantung pada tipe
anemia dan atau
adanya masukkan oral
yang buruk dan
defisiensi yang
diidentifikasi.

Ansietas kecemasan pasien 1. Kaji tingkat ansietas 1. Mengetahui tingakat


berhubungan teratasi dengan klien kecemasan pasien dan
dengan kriteria hasil : 2. Bantu pasien menentukan intervensi
kurangnya 1. klien tampak rileks mengungkapkan rasa selanjutnya.
pengetahuan 2. klien tidak tampak cemas atau takutnya 2. Mengali pengetahuan
tentang bertanya – tanya 3. Kaji pengetahuan dari pasien dan
penyakit Pasien tentang mengurangi
prosedur yang akan kecemasan pasien
dijalaninya. 3. Agar perawat tau
4. Berikan informasi yang seberapa tingkat
benar tentang prosedur pengetahuan pasien
yang akan dijalani dengan penyakitnya
pasien 4. Agar pasien mengerti
tentang penyakitnya
22
dan tidak cemas lagi
Gangguan Pasien bisa mengatasi 1. Kaji konsep diri pasien 1. Dapat mengetahui
bodi image body image pasien 2. Kembangkan BHSP pasien
berhubungan dengan pasien 2. Menjalin saling
dengan 3. Bantu pasien percaya pada pasien
deformitas mengungkapkan 3. Menjadi tempat
dan masalahnya bertanya pasien untuk
perubahan 4. Bantu pasien mengungkapkan
bentuk tubuh mengatasi masalahnya. masalahnya
4. Mengetahui masalah
pasien dan dapat
memecahkannya

2.9.4 Implementasi Keperawatan


Diagnosa Implementasi
Gangguan rasa nyaman nyeri 1. Telah dilakukan pengkajian
berhubungan dengan diskontinuitas skala nyeri.
jaringan. 2. Telah diberikan posisi relaksasi
pada pasien.
3. Telah diajarkan teknik distraksi
dan relaksasi.
4. Telah diberikan lingkungan yang
nyaman, dan pemberian aktifitas
hiburan.
5. Telah dilakukan tindakan
kolaborasi dalam pemberian
analgesic.
Gangguan mobilitas fisik 1. Telah dilakukan pengkajian
berhubungan dengan deformitas dan tingkat mobilisasi pasien.
nyeri saat mobilisasi. 2. Telah diberikan latihan ROM
3. Telah dianjurkan penggunaan
alat bantu.
23
4. Telah dilakukan monitoring
tonus otot.
5. Telah dilakukan tindakan
membantu pasien untuk
imobilisasi baik dari perawat
maupun keluarga.
Perubahan nutrisi kurang dari 1. Telah dilakukan pengkajian
kebutuhan tubuh berhubungan riwayat nutrisi , termasuk makan
dengan kegagalan untuk mencerna yang disukai.
atau ketidak mampuan mencerna 2. Telah dilakukan observasi dan
makanan /absorpsi nutrient yang pencatatan masukkan makanan
diperlukan untuk pembentukan sel pasien.
darah merah 3. Telah dilakukan timbang berat
badan setiap hari.
4. Telah diberikan makan sedikit
dengan frekuensi sering dan atau
makan diantara waktu makan.
5. Telah dilakukan observasi dan
pencatatan kejadian mual atau
muntah, flatus dan gejala lain
yang berhubungan.
6. Telah diberikan dan dibantu
hygiene mulut yang baik,
sebelum dan sesudah makan
dengan menggunakan sikat gigi
halus untuk penyikatan yang
lembut. Telah diberikan pencuci
mulut yang di encerkan bila
mukosa oral luka.
7. Telah dilakukan kolaborasi
dengan memantau hasil
pemeriksaan laboratorium 24

8. Telah dilakukan kolaborasi


dengan memberikan obat sesuai
indikasi.
Ansietas berhubungan dengan 1. Telah dilakukan pengkajian
kurangnya pengetahuan tentang tingkat ansietas klien.
penyakit. 2. Telah dilakukan membantu
pasien mengungkapkan rasa
cemas atau takutnya.
3. Telah dilakukan pengkajian
pengetahuan pasien tentang
prosedur yang akan dijalaninya.
4. Telah diberikan informasi yang
benar tentang prosedur yang
akan di jalani pasien.
Gangguan bodi image berhubungan 1. Telah dilakukan pengkajian
dengan deformitas dan perubahan konsep diri pasien.
bentuk tubuh. 2. Telah diajarkan pola BHSP
dengan pasien.
3. Telah dilakukan tindakan
membantu pasien
mngungkapkan masalahnya.
4. Telah dilakukan tindakan
membantu pasien mengatasi
masalahnya.
2.9.5 Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Evaluasi
Gangguan rasa nyaman nyeri S : Pasien mengatakan “ Sus, saat ini
berhubungan dengan diskontinuitas saya merasa lebih rileks dan bisa tidur
jaringan. dengan nyenyak”.
O : Pasien tidak terlihat meringis nyeri.
A : Masalah dapat teratasi.
P : Intervensi dihentikan
25
Gangguan mobilitas fisik S : Pasien berkata bahwa ia sudah bisa
berhubungan dengan deformitas dan jalan-jalan dengan kruk.
nyeri saat mobilisasi. O : Tekanan darah 120/80 mmHg.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
Perubahan nutrisi kurang dari S : Pasien mengatakan “ makanan saya
kebutuhan tubuh berhubungan pagi ini sudah saya habiskan, Sus”.
dengan kegagalan untuk mencerna O : Adanya peningkatan berat badan.
atau ketidak mampuan mencerna A : Masalah teratasi sebagian
makanan /absorpsi nutrient yang P : Intervensi dilanjutkan
diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah
Ansietas berhubungan dengan S : Pasien mengatakan “ Saya sudah
kurangnya pengetahuan tentang tidak merasa cemas dengan penyakit ini
penyakit. “.
O : Pasien terlihat tenang.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
Gangguan bodi image berhubungan S : Pasien mengatakan “ saya sudah
dengan deformitas dan perubahan dapat menerima kondisi saya saat ini”.
bentuk tubuh. O : Pasien mulai nampak percaya diri
dengan kondisi saat ini.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Hari / tanggal : Senin, 15 September 2014


Waktu : Pukul 13.00 WIB
Tempat : Bangsal Melati 3 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
1. Identitas
a. Klien
Nama : Ny. “P”
Umur : 82 tahun
Tempat Tanggal Lahir : Klaten, 13 Desember 1931
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Tak Sekolah
Pekerjaan : Buruh harian
Alamat : Trucuk, Klaten, Jateng
No. CM : 829798
Tanggal Masuk RS : 14 September 2014
b. Penanggung jawab
Nama : Ny. “N”
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Gergunung, Klaten, Jateng
Hubungan dengan klien : Anak Kandung
c. Diagnosis Medis : Fraktur tertutup radius ulna sinistra
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri di bagian tangan kirinya. Nyeri saat
digerakkan. Pasien mengatakan sulit untuk tidur.
b. Alasan masuk rumah sakit

26
27
Keluarga pasien mengatakan pasien jatuh terpeleset di teras rumah.
Pasien jatuh dengan posisi tangan menumpu berat tubuh yang jatuh
terpeleset, sehingga terjadi luka ± 1cm di pergelangan tangan,
perdarahan disertai dengan keluhan nyeri. Keluarga kemudian
mengantarkan pasien ke UGD RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
pada tanggal 15 September 2014 untuk mendapatkan pengobatan dan
perawatan lebih lanjut. Setelah dilakukan tindakan rontgen thorax
AP+wrist+joint sebelah kiri dengan hasil rontgen positif fraktur, maka
pasien harus menjalani rawat jalan dan menunggu untuk jadwal operasi
di bangsal Melati 3.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan nyeri di bagian tangan kirinya. Nyeri saat
digerakkan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri di sekitar pergelangan
tangan. VAS 7 dari 0-10. Nyeri hilang timbul. Pasien menyatakan sulit
tidur karena tidak mendengarkan radio yang biasanya pasien dengarkan
sebelum memulai tidur.
d. Upaya pengobatan
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya belum pernah membawa
pasien ke klinik pengobatan atau perawatan yang lain.
e. Riwayat kesehatan lalu
Keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat di rumah
sakit. Pasien baru pertama kali mengalami fraktur. Keluarga pasien juga
mengatakan pasien tidak mempunyai riwayat penyakit menurun
maupun menular. Selama ini, apabila pasien merasakan sakit, pasien
hanya membeli obat di warung dan langsung sembuh.
f. Kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit menular
maupun menurun dalam keluarganya.
3. Pola kebiasaan pasien
a. Aspek fisik-biologis
1) Pola nutrisi
Sebelum sakit
28
Keluarga pasien mengatakan pasien selalu makan 3x sehari dan
habis setengah centong bubur setiap kali makan dan minum 3-4
gelas perhari (±1000 cc/hari) Pasien tidak mengkonsumsi kopi,
hanya mengkonsumsi teh dan air putih.
Selama sakit
Pasien selalu makan 3x sehari, setiap porsi yang disajikan rumah
sakit selalu tidak habis. Keluarga pasien mengatakan pasien hanya
makan 3 sendok setiap kali makan. Pasien mengatakan sudah
kenyang. Pasien mendapatkan diet bubur. Pasien terpasang infus
NaCl 0,9% 20 tpm di tangan kanannya sejak 14 September 2014
dengan kondisi tidak ada kemerahan tidak ada tanda-tanda infeksi
dan tidak ada lesi. Keluarga pasien mengatakan selama di rumah
sakit pasien minum 2-3 gelas perhari (±750 cc/hari)
2) Pola eliminasi
Sebelum sakit
Pasien mengaku BAB 2 hari sekali dengan konsistensi lunak dan
berwarna coklat dan tidak merasakan sakit. Pasien mengaku tidak
pernah mengkonsumsi obat pencahar. Pasien manyatakan BAK ± 4-
5 kali sehari.
Selama sakit
Terakhir BAB sebelum masuk rumah sakit. Semenjak masuk rumah
sakit (14 September 2014), pasien menyatakan belum BAB. Pasien
mengatakan perut tidak terasa sakit. Keluarga pasien mengatakan
selama di RS pasien BAK ±3-4 kali sehari. Pasien BAK dengan
menggunakan pispot di atas tempat tidur.
3) Pola aktivitas istirahat tidur
Sebelum sakit
Pasien mengatakan tidur selama ±8 jam, dari pukul 21.00 WIB
sampai pukul 05.00 WIB. Pasien mengaku kadang-kadang tidur
siang. Sebelum sakit pasien aktifitasnya dilakukan secara mandiri.
Selama sakit
29
Pasien mengatakan susah untuk tidur karena tidak mendengarkan
radio, aktivitas yang sering dilakukan pasien menjelang tidur.
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak,
sebentar tidur sebentar bangun.. Selama sakit pasien melakukan
aktivitasnya dengan dibantu keluarganya. Keluarga pasien
mengatakan pasien melakukan seluruh aktivitasnya di atas tempat
tidur. Pasien mengatakan dalam melakukan aktivitas, selalu dibantu
orang lain. Pasien mengatakan nyeri saat tangan kanannya
digerakkan. Pasien terbaring di tempat tidur. Pasien terlihat meringis
menahan sakit. Pasien bergerak dengan pelan-pelan. Pasien
mengatakan susah untuk mengubah posisi karena nyeri. Pasien
mengatakan tidak bisa tidur kembali setelah terbangun. Wajah pasien
terlihat sayu. Pasien menunjukkan perilaku gelisah.
4) Pola kebersihan diri
Sebelum sakit
Setiap hari, pasien selalu mandi 2x sehari. Pasien menyatakan selalu
mencuci rambutnya 2 hari sekali dengan menggunakan shampo
secara rutin.
Selama sakit
Setiap pagi dan sore, pasien selalu mandi dengan dibantu keluarga di
tempat tidur dengan di lap. Keluarga pasien manyatakan belum
mencuci rambutnya semenjak masuk rumah sakit.
b. Aspek mental – intelektual – sosial – spiritual
1) Konsep diri
a) Identitas diri
Pasien adalah seorang janda dengan pekerjaan yaitu buruh harian.
b) Gambaran diri
Pasien terbuka dengan orang yang baru dikenal.
c) Peran diri
Pasien sebagai orang tua tunggal mempunyai 8 orang anak.
d) Ideal diri
Pasien berharap cepat sembuh dan tidak merasakan sakit lagi.
30

2) Intelektual
Pasien mengatakan hanya mengetahui bahwa tulang di tangan
kirinya patah dan terasa sakit.
3) Hubungan interpersonal
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan sekitar baik-baik
saja. Saat dilakukan pengkajian terlihat banyak tetangga dan
keluarga yang berkunjung untuk mengetahui kondisi pasien.
4) Mekanisme Koping
Pasien menerima dengan ikhlas dan berharap diberi kesembuhan
oleh Allah SWT.
5) Support Sistem
Keluarga sangat mendukung untuk kesembuhan pasien.
6) Aspek Mental/ Emosional
Pasien tidak gampang emosional. Pasien tidak nampak gelisah dan
tegang saat perawat datang. Saat dilakukan pengkajian pasien dan
keluarga terlihat kooperatif dan menjaga kontak mata dengan
perawat.
7) Aspek Spiritual
Agama pasien adalah Islam. Pasien menyatakan setiap hari selalu
melaksanakan ibadah shalat wajib 5 waktu walaupun pasien sedang
terbaring sakit. Keluarga pasien mengatakan selalu mengingatkan
dan membantu pasien untuk shalat.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : Composmentis
Tanda tanda vital
TD : 130/80 mmHg
S : 36,5° C
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
VAS : 7 (0-10)
b. Pemeriksaan secara sistematik (Cepalo Kaudal)
31

1) Kepala : Rambut beruban, tidak ada lesi, tidak ada ketombe.


2) Mata : Simetris, sklera putih, konjungtiva tidak pucat, terlihat
kantung mata
3) Hidung : Tidak ada lesi, tidak ada sekret yang keluar, tidak ada
pernapasan cuping hidung
4) Telinga : Simetris, masih bisa mendengar dengan jelas, tidak ada
cairan yang keluar
5) Mulut : Pasien kadang berbicara tidak jelas, mukosa mulut
lembab, tidak ada sariawan.
6) Gigi : Pasien sudah tidak mempunyai gigi lengkap, pasien tidak
menggunakan gigi palsu
7) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada lesi, tidak
ada nyeri tekan.
8) Dada
a) Inspeksi : Warna putih pucat, simetris, tidak ada lesi
b) Palpasi : Pergerakan diding dada simetris, tidak ada nyeri
tekan
c) Perkusi :
Interkosta 1-3 paru kiri terdengan suara resonan
Interkosta 4-6 paru kiri terdengar suara redup
Interkosta 1-6 paru kanan terdengar sara resonan
Interkosta 6 paru kanan terdengar suara redup
d) Auskultasi : Pada trakhea terdengar suara trakheal,
bronkus terdengar suara bronkheal dan bronkeolus terdengar
suara bronkovesikuler. Suara jantung tidak dikaji.
9) Abdomen
a) Inspeksi : Warna coklat, tidak terlihat lesi dan benjolan
b) Auskultasi: Tidak terkaji
c) Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
d) Perkusi : Timpani, redup pada kuadran kiri bawah
10) Genetalia : Tidak terkaji
11) Ekstremitas
32

a) Atas : Capillary refill time (CRT) 3 detik, tidak ada


edema, pada tangan kanan terpasang infus NaCl 0,9% 16 tpm
sejak 18 November 2013 dengan kondisi tidak ada kemerahan
tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada lesi. Balutan infus
terlihat bersih tidak ada rembesan. Di pergelangan tangan kiri
pasien terlihat luka ± 1cm. Tangan kiri terlihat dibalut dengan
spalk sepanjang antebrachii, balutan terlihat bersih.
b) Bawah : Simetris, kaki masih lengkap, dapat digerakkan,
tidak ada cacat tidak ada lesi, tidak ada edema, tidak ada nyeri
tekan.
5. Terapi yang didapatkan
a. Ranitidin 2x50mg per IV
b. Cefotaxim 2x1gram per IV
c. Ketorolac 3x500mg per IV
d. Kalnex 3x500mg per IV
e. Metronidazole 3x500mg per IV drip
f. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm di tangan sebelah kanan sejak tanggal 14
September 2014
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu), tanggal pemeriksaan 14
September 2014 GDS : 166 (Pre Diabetes)
b. Pemeriksaan protein total, tanggal pemeriksaan 14 September 2014
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Protein total 8,04 gr% 6,5-8,5
Albumin 3,9 gr% 3,7-5,2
Globulin 4,1 gr%
c. Pemeriksaan serum, tanggal pemeriksaan 14 September 2014
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
BUN 10,6 mg/dl 7-18
Creatinin 0,72 mg/dl 0,6-1,3
AST 13,7 IU/L 7-24 33
ALT 8,9 IU/L 7-32
d. Pemeriksaan darah, tanggal pemeriksaan 14 September 2014
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
3
WBC 14,1 10 /μL 4,5-10,3
RBC 4 103/μL 4-5,2
HGB 11,1 g/dL 11,5-15,5
HCT 34,6 % 34-40
MCV 36,5 fL 80-99
MCH 27,8 fL 27-31
MCHC 32,1 pg 33-37
3
PLT 253 10 /μL 150-450
RDW 46,5 fL 35-45
PDW 9,9 fL 9-13
MPV 8,2 fL 7,2-11,1
P-LCR 12,9 % 15-25
DIFFERENTIAL
LYM% 4,7 % 19-48
MXD% 6,1 % 0-12
NEUT% 39,2 % 40-74
3
LYM# 0,7 10 /μL 1-3,7
MXD# 0,9 103/μL 0-1,2
3
NEUT# 12,5 10 /μL 1,5-7
e. Pemeriksaan thorax AP, wrist dan joint sinistra, tanggal pemeriksaan
14 September 2014
34

f. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu), tanggal pemeriksaan 15


September 2014 GDS : 104 (Normal)
g. Pemeriksaan radiologi wrist joint, tanggal pemeriksaan 16 September
2014 post operasi ORIF k wire
Foto wrist joint sinistra, hasil :
1. Garis fraktur os radius et ulna pars tertia distalis, masing-masing
dalam fiksasi interna 2 screw dan 1 screw, aposisi dan alignment
kurang
2. Tak tampak gambaran osteomyelitis

ANALISIS DATA
DATA MASALAH PENYEBAB
DS : Resiko Infeksi Pertahanan tubuh sekunder
1. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak adekuat
mengalami luka ± 1cm di pergelangan
tangan kiri yang disertai dengan
perdarahan
DO :
1. Pada tangan kanan terpasang infus
NaCl 0,9% 16 tpm sejak 18
November 2013 dengan kondisi tidak
ada kemerahan tidak ada tanda-tanda
35

infeksi dan tidak ada lesi.


2. Balutan infus terlihat bersih tidak ada
rembesan.
3. Di pergelangan tangan kiri pasien
terlihat luka ± 1cm
4. Tangan kiri terlihat dibalut dengan
spalk sepanjang antebrachii, balutan
terlihat bersih.
5. Pemeriksaan darah
HGB : 11,1 g/dL
WBC : 14,1 103/μL
LYM% : 4,7 %
NEUT% : 39,2 %
LYM# : 0,7 103/μL
NEUT# : 12,5 103/μL
DS : Nyeri Akut Kerusakan jaringan
1. Pasien mengatakan nyeri di bagian muskuloskeletal
tangan kirinya, nyeri saat
digerakkan.
2. Pasien mengatakan susah tidur
karena merasakan kesakitan yang
luar biasa.
DO :
1. Pasien terlihat meringis menahan
sakit
2. Tanda tanda vital
TD : 130/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
VAS : 7 (0-10)
3. P : Saat digerakkan
36
Q : Ditusuk-tusuk
R : Pergelangan tangan
S : VAS : 7 (0-10)
T : Hilang timbul
DS : Gangguan pola Ketidaknyamanan fisik :
1. Pasien menyatakan sulit tidur karena tidur nyeri
tidak mendengarkan radio yang
biasanya pasien dengarkan sebelum
memulai tidur.Keluarga pasien
mengatakan pasien tidak bisa tidur
nyenyak, sebentar tidur sebentar
bangun.
2. Pasien mengatakan tidak bisa tidur
kembali setelah terbangun
DO :
1. Wajah pasien terlihat sayu
2. Terlihat kantung mata
3. Pasien menunjukkan perilaku gelisah
DS : Hambatan Nyeri dan terapi
1. Pasien mengatakan susah untuk Mobilitas Fisik pembatasan aktifitas
mengubah posisi karena nyeri
2. Keluarga pasien mengatakan pasien
melakukan seluruh aktivitasnya di atas
tempat tidur.
3. Pasien mengatakan dalam melakukan
aktivitas, selalu dibantu orang lain.
DO :
1. Selama sakit pasien melakukan
aktivitasnya dengan dibantu
keluarganya.
2. Pasien terbaring di tempat tidur.
3. Pasien bergerak dengan pelan-pelan
37
3.2 Diagnosa keperawatan
1) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak
adekuat
2) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan muskuloskeletal
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi
pembatasan aktifitas
38

3.3 Intervensi Keperawatan

N PERENCANAAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
O TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Resiko infeksi berhubungan 15 September 2014 15 September 2014 15 September 2014
dengan pertahanan tubuh sekunder 13.30 WIB 13.30 WIB 13.30 WIB
tidak adekuat ditandai dengan : Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital pasien : TD, N, 1. Mengidentifikasi kondisi
DS : keperawatan selama 4x24 S, RR vital pasien
a. Keluarga pasien mengatakan jam diharapkan pasien tidak 2. Observasi keadaan luka 2. Mengidentifikasi adanya
pasien mengalami luka ± 1cm di terkena infeksi, dengan infeksi maupun tidak
pergelangan tangan kiri yang kriteria hasil : 3. Lakukan perawatan luka dengan teknik 3. Mengendalikan penyebaran
disertai dengan perdarahan 1. Suhu pasien normal (36- aseptik mikroorganisme pathogen.
DO : 36,9oC) 4. Lakukan perawatan terhadap prosedur 4. Untuk mengurangi resiko
a. Pada tangan kanan terpasang 2. Tidak terlihat tanda dan invasif seperti infuse infeksi nosokomial
infus NaCl 0,9% 16 tpm sejak gejala infeksi 5. Batasi pengunjung 5. Mencegah kontaminasi
18 November 2013 dengan 3. Nilai pemeriksaan darah silang
kondisi tidak ada kemerahan normal 6. Ajarkan kepada pasien dan keluarga 6. Keluarga dapat menjadi
tidak ada tanda-tanda infeksi HGB : 11,5-15,5 g/dL mengenai pencegahan, tanda dan gejala pemberi informasi utama
dan tidak ada lesi. WBC : 4,5-10,3 103/μL infeksi pada perawat mengenai
b. Balutan infus terlihat bersih LYM% :19-48 % keadaan pasien
39

tidak ada rembesan. NEUT% : 40-74 % 7. Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram dan 7. Antibiotik dapat membunuh
c. Di pergelangan tangan kiri LYM# : 1-3,7 103/μL drip metronidazole 3x500 mg mikroorganisme penyebab
pasien terlihat luka ± 1cm NEUT# : 1,5-7 103/μL 8. Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi infeksi
d. Tangan kiri terlihat dibalut 4. Pasien dan keluarga mampu untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan 8. Penurunan Hb dan
dengan spalk sepanjang menjelaskan tentang leukosit. peningkatan jumlah leukosit
antebrachii, balutan terlihat pencegahan, tanda dan dari normal bisa terjadi
bersih. gejala infeksi akibat terjadinya proses
e. Pemeriksaan darah infeksi
HGB : 11,1 g/dL
WBC : 14,1 103/μL
LYM% : 4,7 %
NEUT% : 39,2 %
LYM# : 0,7 103/μL
NEUT# : 12,5 103/μL
2. Nyeri akut berhubungan dengan 15 September 2014 15 September 2014 15 September 2014
kerusakan jaringan 13.30 WIB 13.30 WIB 13.30 WIB
muskuloskeletal ditandai dengan : Selama dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui tingkat nyeri
DS : keperawatan diharapkan untuk menentukan intervensi
a. Pasien mengatakan nyeri di pasien mampu beradaptasi selanjutnya
40

bagian tangan kirinya, nyeri saat dengan nyeri, dengan kriteria 2. Ajarkan teknik non farmakologi : distraksi 2. Mengurangi nyeri pasien
digerakkan. hasil : relaksasi, nafas dalam
b. Pasien mengatakan susah tidur 1. Tanda-tanda vital 3. Kelola pemberian ketorolac 3x30 mg 3. Analgetik dapat mengurangi
karena merasakan kesakitan TD : 130-150/80-90 mmHg rasa nyeri
yang luar biasa. HR : 60-100 x/menit
DO : RR : 16-20 x/menit
a. Pasien terlihat meringis 2. Pasien mampu mengontrol
menahan sakit nyeri
b. Tanda tanda vital 3. Pasien menyatakan nyeri
TD : 130/80 mmHg berkurang
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
c. P : Saat digerakkan
Q : Ditusuk-tusuk
R : Pergelangan tangan
S : VAS : 7 (0-10)
T : Hilang timbul
3. Gangguan pola tidur berhubungan 15 September 2014 15 September 2014 15 September 2014
dengan ketidaknyamanan fisik : 13.30 WIB 13.30 WIB 13.30 WIB
41

nyeri ditandai dengan : Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian kecukupan tidur a. Mengetahui pola tidur untuk
DS : keperawatan selama 3x24 merencanakan intervensi
a. Pasien menyatakan sulit tidur jam diharapkan pasien dapat selanjutnya
karena tidak mendengarkan istirahat tidur dengan optimal, b. Ciptakan suasana nyaman, kurangi atau b. Menurunkan kemungkinan
radio yang biasanya pasien dengan kriteria hasil : hilangkan distraksi lingkungan dan pengganggu tidur pasien
dengarkan sebelum memulai 1. Melaporkan istirahat tidur gangguan tidur
tidur. malam yang optimal. c. Batasi pengunjung selama periode istirahat c. Membantu pasien untuk
b. Keluarga pasien mengatakan 2. Tidak menunjukan yang optimal beristirahat tidur dengan
pasien tidak bisa tidur nyenyak, perilaku gelisah. tenang
sebentar tidur sebentar bangun. 3. Wajah pasien tidak d. Gunakan alat bantu tidur (mendengarkan d. Membantu pasien memulai
c. Pasien mengatakan tidak bisa terlihat sayu dan tidak radio atau musik) untuk memulai pola tidur tidur yang adekuat sesuai
tidur kembali setelah terbangun terlihat kantung mata kebiasaa di rumah
DO : e. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat e. Membantu pasien untuk tidur
a. Wajah pasien terlihat sayu tidur
b. Terlihat kantung mata
c. Pasien menunjukkan perilaku
gelisah
4. Hambatan mobilitas fisik 15 September 2014 15 September 2014 15 September 2014
berhubungan dengan nyeri dan 13.30 WIB 13.30 WIB 13.30 WIB
42

terapi pembatasan aktifitas Selama dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 1. Mengidentifikasi
ditandai dengan : keperawatan diharapkan kemampuan mobilisasi
DS : mobilitas pasien tidak 2. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan pasien
a. Pasien mengatakan susah untuk terganggu, dengan kriteria ADL secara mandiri sesuai kemampuan 2. Meningkatkan motivasi
mengubah posisi karena nyeri hasil : pasien untuk mobilisasi
b. Keluarga pasien mengatakan 1. Pasien meningkat dalam 3. Bantu pasien saat mobilisasi secara mandiri
pasien melakukan seluruh aktivitas fisik 4. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengubah 3. Mencegah terjadinya cedera
aktivitasnya di atas tempat tidur. 2. Pasien dan keluarga posisi yang benar dan berikan bantuan jika 4. Mencegah pasien mengalami
c. Pasien mengatakan dalam mengerti cara dan tujuan diperlukan cedera
melakukan aktivitas, selalu dari peningkatan mobilitas
dibantu orang lain. fisik
DO :
a. Selama sakit pasien melakukan
aktivitasnya dengan dibantu
keluarganya.
b. Pasien terbaring di tempat tidur.
c. Pasien bergerak dengan pelan-
pelan
43
3.4 Implementasi dan Evaluasi
Dx Kep. Kegiatan Evaluasi
Resiko PAGI Senin, 15 September 2014
infeksi Senin, 15 September Jam 08.40 WIB
2014 S : Pasien mengeluhkan tangan kiri terasa sakit
Jam 08.30 WIB O : Tanda-tanda vital
Memonitor tanda- TD : 130/80 mmHg
tanda vital S : 36,5° C
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
VAS : 7 (0-10)
A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Monitor tanda-tanda vital
Nyeri Senin, 15 September Senin, 15 September 2014
akut 2014 Jam 08.45 WIB
Jam 08.45 WIB S : Pasien menyatakan bisa nafas dalam
Mengajarkan teknik : Pasien menyatakan nyeri berkurang
non farmakologi : O : Pasien terlihat mempraktikkan nafas dalam
nafas dalam dengan benar
: Pasien nampak meringis menahan sakit
A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
P : Kelola pemberian ketorolac 30 mg
Resiko Senin, 15 September Senin, 15 September 2014
Infeksi 2014 Jam 09.00 WIB
Jam 08.50 WIB S : Pasien mengatakan tangan kiri terasa sangat
Mengobservasi sakit
keadaan luka dan O : Terlihat luka ± 1cm di pergelangan tangan
merawat luka kiri pasien, tidak terlihat nanah dan perdarahan
Vindaa : Pasien terlihat meringis menahan sakit
: Pemeriksaan darah
HGB : 11,1 g/dL
44
WBC : 14,1 103/μL
LYM% : 4,7 %
NEUT% : 39,2 %
LYM# : 0,7 103/μL
NEUT# : 12,5 103/μL
A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Lakukan perawatan luka 2 hari sekali
Nyeri Selasa, 16 September Selasa, 16 September 2014
Akut 2014 Jam 10.10 WIB
Jam 10.00 WIB S : Pasien mengatakan nyeri di daerah tangan
Injeksi obat sebelah kiri
ketorolac O : Ketorolac 30 mg + aquades 2cc masuk rute
IV
: Pasien terlihat meringis menahan nyeri
A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
P : Kelola pemberian ketorolac 30 mg
Resiko Senin, 15 September Senin, 15 September 2014
infeksi 2014 Jam 10.15 WIB
Jam 10.10 WIB S:-
Injeksi cefotaxim O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan drip
dan drip metronidazole 500 mg masuk rute IV
metronidazole A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram dan
drip metronidazole 3x500 mg
Resiko PAGI Selasa, 16 September 2014
infeksi Selasa, 16 September Jam 08.40 WIB
2014 S : Pasien mengatakan kepala terasa sedikit
Jam 08.30 WIB pusing
Memonitor tanda- O : Tanda-tanda vital
tanda vital TD : 130/90 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
45
S : 36,5° C
A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Monitor tanda-tanda vital
: Batasi pengunjung
Nyeri Selasa, 16 September Selasa, 16 September 2014
Akut 2014 Jam 10.20 WIB
Jam 10.15 WIB S : Pasien mengatakan nyeri di daerah tangan
Injeksi obat sebelah kiri
ketorolac O : Ketorolac 30 mg + aquades 2cc masuk rute
IV
: Pasien terlihat meringis menahan nyeri
A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
P : Kelola pemberian ketorolac 30 mg
Resiko Selasa, 16 September Selasa, 16 September 2014
infeksi 2014 Jam 10.30 WIB
Jam 10.20 WIB S:-
Injeksi cefotaxim O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan drip
dan drip metronidazole 500 mg masuk rute IV
metronidazole A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram dan
drip metronidazole 3x500 mg
Resiko Selasa, 16 September Selasa, 16 September 2014
Infeksi 2014 Jam 11.15 WIB
Jam 11.10 WIB S : Pasien dan keluarga menyebutkan
Mengajarkan pencegahan, tanda dan gejala infeksi
kepada pasien dan O : Pasien dan keluarga terlihat mengangguk
keluarga mengenai mengerti
pencegahan, tanda : Pasien dan keluarga mampu menyebutkan
dan gejala infeksi semua tanda infeksi beserta pencegahannya
(rubor, kalor, dolor, A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
tumor, fungsio laesa) P : Monitor tanda-tanda vital pasien
Selasa, 16 September
46
2014
Jam 11.30 WIB
Mengantar pasien ke
kamar operasi untuk
dilakukan operasi
ORIF
Nyeri Selasa, 16 September Selasa, 16 September 2014
akut 2014 Jam 13.05 WIB
Jam 13.00 WIB S:-
Mengukur tekanan O : Pasien terlihat lemah
darah post operasi : Tekanan darah post operasi ORIF : 120/80
ORIF mmHg
: Tangan kiri pasien terpasang back slab,
dibalut dengan kassa dan perban elastis
A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
P : Monitor tanda-tanda vital
Resiko PAGI Rabu, 17 September 2014
infeksi Rabu, 17 September Jam 08.40 WIB
2014 S : Pasien mengatakan nyeri di tangan sebelah
Jam 08.30 WIB kiri
Memonitor tanda- O : Tanda-tanda vital
tanda vital TD : 110/60 mmHg
S : 36° C
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Monitor tanda-tanda vital
Nyeri Rabu, 17 September Rabu, 17 September 2014
akut 2014 Jam 08.44 WIB
Jam 08.40 WIB S : Pasien mengatakan nyeri di daerah tangan
Injeksi obat kiri
ketorolac O : Ketorolac 30 mg + aquades 2cc masuk rute
47
IV
: Pasien terlihat meringis menahan nyeri
A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
P : Kelola pemberian ketorolac 30 mg
Resiko Rabu, 17 September Rabu, 17 September 2014
infeksi 2014 Jam 10.10 WIB
Jam 10.00 WIB S:-
Injeksi cefotaxim O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan drip
dan drip metronidazole 500 mg masuk rute IV
metronidazole A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram dan
drip metronidazole 3x500 mg
Resiko MALAM Rabu, 17 September 2014
Infeksi Rabu, 17 September Jam 22.05 WIB
2014 S:-
Jam 22.00 WIB O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan drip
Injeksi cefotaxim metronidazole 500 mg masuk rute IV
dan drip A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
metronidazole P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram dan
drip metronidazole 3x500 mg

Nyeri Rabu, 17 September Rabu, 17 September 2014


akut 2014 Jam 22.10 WIB
Jam 22.05 WIB S : Pasien mengatakan nyeri di daerah tangan
Injeksi obat kiri berkurang
ketorolac O : Ketorolac 30 mg + aquades 2cc masuk rute
IV
A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
P : Kelola pemberian ketorolac 30 mg
Resiko Kamis, 18 September Kamis, 18 September 2014
infeksi 2014 Jam 05.40 WIB
Jam 05.30 WIB S : Pasien mengatakan nyeri di tangan kiri sudah
Memonitor tanda- berkurang 48

tanda vital O : Tanda-tanda vital


TD : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,5° C
RR : 20 x/menit
A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Monitor tanda-tanda vital
Resiko PAGI Jum’at, 19 September 2014
Infeksi Jum’at, 19 September Jam 08.40 WIB
2014 S : Pasien mengatakan nyeri di tangan kiri
Jam 08.30 WIB berkurang banyak
Memonitor tanda- O : Tanda-tanda vital
tanda vital TD : 150/80 mmHg
S : 36,2° C
RR : 20x/menit
N : 80 x/menit
A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Monitor tanda-tanda vital
: Batasi pengunjung
Resiko Jum’at, 19 September Jum’at, 19 September 2014
Infeksi 2014 Jam 10.05 WIB
Jam 10.00 WIB S : Pasien mengatakan nyeri di tangan kiri sudah
Melakukan injeksi berkurang
cefotaxim dan drip O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan drip
metronidazole metronidazole 500 mg masuk rute IV
A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram dan
drip metronidazole 3x500 mg
Nyeri Jum’at, 19 September Jum’at, 19 September 2014
akut 2014 Jam 10.10 WIB
Jam 10.05 WIB S : Pasien mengatakan nyeri di daerah tangan
49
Injeksi obat kiri berkurang
ketorolac O : Ketorolac 30 mg + aquades 2cc masuk rute
IV
A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
P : Kelola pemberian ketorolac 30 mg
Nyeri Jum’at, 19 September Jum’at, 19 September 2014
Akut 2014 Jam 13.10 WIB
Jam 13.00 WIB S : Pasien mengatakan nyeri di tangan kiri sudah
Melakukan berkurang
pengkajian nyeri O : Pasien terlihat tenang
: VAS : 2
A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
P : Kelola pemberian ketorolac 30 mg
Resiko Jum’at, 19 September Jum’at, 19 September 2014
Infeksi 2014 Jam 09.10 WIB
Jam 09.00 WIB S : Pasien mengatakan tangan kirinya terasa
Mengobservasi dan nyeri
melakukan O : Balutan terlihat kering dan bersih
perawatan luka post : Luka jahitan terlihat lembab, tidak terlihat
ORIF k wire perdarahan dan nanah
: Terlihat 2 daerah jahitan, masing-masing ±
1cm
: Jari-jari tangan kiri pasien terlihat edem
derajat 1
A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Pasien BLPL
Resiko PAGI Sabtu, 20 September 2014
Infeksi Sabtu, 20 September Jam 08.40 WIB
2014 S : Pasien mengeluhkan nyeri di tangan kiri
Jam 08.30 WIB berkurang
Memonitor tanda- O : Tanda-tanda vital
tanda vital TD : 160/80 mmHg
S : 36,4° C 50

RR : 21 x/menit
N : 84 x/menit
A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Monitor tanda-tanda vital
: Batasi pengunjung
Ganggua Sabtu, 20 September Sabtu, 20 September 2014
n pola 2014 Jam 08.45 WIB
tidur Jam 08.40 WIB S : Keluarga pasien mengatakan semalam pasien
Melakukan bisa tidur dengan nyenyak ± selama 5 jam
pengkajian : Pasien mengatakan semalam bisa tidur
kecukupan tidur karena nyeri berkurang
O : Pasien tampak semangat
A : Masalah gangguan pola tidur teratasi
P : Pasien BLPL
: Ciptakan suasana nyaman, kurangi atau
hilangkan distraksi lingkungan dan gangguan
tidur
: Batasi pengunjung selama periode istirahat
yang optimal
Nyeri Sabtu, 20 September Sabtu. 20 September 2014
akut 2014 Jam 10.10 WIB
Jam 10.00 WIB S : Pasien mengatakan nyeri di daerah tangan
Injeksi obat kiri berkurang
ketorolac O : Ketorolac 30mg+aquades 2cc masuk per IV
A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
P : Pasien pulang
: Ajarkan pasien dan keluarga cara mengurangi
odem, cara menggunakan tripod dan merawat
luka post operasi
Resiko Sabtu, 20 September Sabtu, 20 September 2014
Infeksi 2014 Jam 10.05 WIB
51
Jam 10.00 WIB S : Pasien mengatakan nyeri di tangan kiri sudah
Melakukan injeksi berkurang
cefotaxim dan aff O : Injeksi cefotaxim 1 gram masuk rute IV
infus A : Masalah resiko infeksi sebagian teratasi
P : Pasien pulang
Hambata Sabtu, 20 September Sabtu, 20 September 2014
n 2014 Jam 13.20 WIB
mobilitas Jam 13.00 WIB S : Keluarga pasien mengatakan akan
fisik Mengajarkan pasien memastikan pasien tidak akan mengangkat
dan keluarga cara beban berat dan menggerakkan pergelangan
mengurangi odem, tangan kiri
cara menggunakan O : Keluarga pasien terlihat mengangguk
tripod dan merawat mengerti
luka post operasi : Pasien terlihat mobilisasi duduk, berdiri
(hindari dari air, dan kemudian berjalan dengan
mengubah posisi menggunakan tripod
tangan kiri, A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi
melarang angkat P : Pasien pulang
berat, melarang
menggerakkan
pergelangan tangan
kiri)
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya
(dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya
kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi
bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka
sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi
yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi
kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan
menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena
fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya
tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat
mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena
dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
4.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun
bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian
hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya.
52
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2006


Mansyur arif, dkk (2006). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III jilid II. Penerbit
Buku
Aesculapius Fakultas Kedokteran IV, Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi
6.
Volume 2. Jakarta: EGC
NANDA NIC NOC International. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC, 2013
Arif Muttaqin. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskululoskeletal. Jakarta : EGC, 2008
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2008
Arif Muttaqin. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : EGC, 2011
https://www.scribd.com/doc/249352807/askep-dislokasi-sendi (diakses tanggal 23
September 2017 jam 21.53 WIB)

Anda mungkin juga menyukai