Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

FRAKTUR TERTUTUP

Pembimbing:
Dr. M. Yogialamsa, Sp.OT (K)

Disusun Oleh:
Augustinus Yohanes

112019033

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR.ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 7 FEBRUARI 2022 - 16 APRIL 2022

LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi referat dengan judul:
Fraktur Tertutup

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSAU Dr. Esnawan Antariksa periode 7 Februari 2022 – 16 April 2022

Disusun oleh:

Augustinus Yohanes

112019033

Telah diterima dan disetujui oleh dr. M. Yogialamsa, Sp. OT (K)

Selaku dokter pembimbing Departemen Bedah Orthopaedi RSAU Dr. Esnawan Antariksa

Jakarta, 02 Maret 2022


Pembimbing

dr. M. Yogialamsa, Sp. OT (K)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas nikmat yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah Referat dengan judul “Fraktur Tertutup”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Bedah. Dalam
kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr. M.
Yogialamsa, Sp. OT (K) selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam
Kepaniteraan Klinik. Dan kepada para dokter dan staff Ilmu Bedah RSAU Dr. Esnawan
Antariksa, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah. Penulis
sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Jakarta, 02 Maret 2022

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan karena trauma
atau keadaan patologis. Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat, kadang-
kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena penyakit
tertentu. Juga trauma ringan yang terus menerus dapat menimbulkan fraktur. Kekuatan, sudut,
tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.1
Di Indonesia angka kejadian patah tulang atau insiden fraktur cukup tinggi,
berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 20131didapatkan sekitar delapan juta
orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang
berbeda. Dari hasil survey tim Departemen Kesehatan RI tahun 2011 didapatkan 25%
penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami catat fisik, 15% mengalami
stress psikologis seperti cemas atau bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan
baik. Sedangkan menurut World Hearth Oraganization (WHO) tahun 2013 menyebutkan
bahwa kecelakaan lalu lintas mencapai 120.2226 kali atau 72% dalam setahun.2
Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang
bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini
tidak dapat dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2
proyeksi yang tegak lurus satu sama lain.1.2
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri
dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas, putusnya kontinuitas tulang, gangguan
muskuloskeletal dan gangguan neurovaskuler. Namun tidak semua tanda dan gejala tersebut
terdapat pada setiap fraktur. Maka dari itu penting bagi seorang klinisi untuk mengetahui
bagaimana gambaran radiologi pada fraktur untuk menentukan suatu diagnosis.1,2

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang
Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah apabila mendapat
tekanan. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri atas sel-sel, serabut-serabut, dan matriks.
Tulang bersifat keras oleh karena matriks ekstraselularnya mengalami kalsifikasi, dan
mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya serabut-serabut organik. Dapat dibedakan
dua jenis tulang, yakni tulang kompakta dan tulang spongiosa. Perbedaan antara kedua jenis
tulang tadi ditentukan oleh banyaknya bahan padat dan jumlah serta ukuran ruangan yang ada
di dalamnya. Semua tulang memiliki kulit luar dan lapisan substansia spongiosa di sebelah
dalam, kecuali apabila masa substansia spongiosa diubah menjadi cavitas medullaris.3
Fungsi Tulang antara lain adalah menopang tubuh, proteksi sistem kerangka
melindungi sebagian besar organ dalam tubuh yang sangan penting untuk berlangsungnya
kehidupan, seperti otak yang dilindungi oleh tulang cranial, vertebrae yang melindungi sistem
saraf dan tulang costa yang melindungi jantung dan paru-paru, mendasari gerakan sebagian
besar dari otot melekat pada tulang, dan ketika otot berkontraksi, maka otot akan menarik
tulang untuk melakukan pergerakan, homeostasis mineral, memproduksi sel darah dimana
sumsum tulang merah adalah tempat dibentuknya sel darah merah, beberapa limfosit, sel darah
putih granulosit dan trombosit, penyimpanan trigliserid sumsum tulang kuning sebagian besar
terdiri dari sel adiposa yang menyimpan trigliserid.3,4

2.2 Klasifikasi Tulang Berdasarkan Bentuk


a. Tulang Panjang
Pada tulang ini, panjangnya lebih besar daripada lebarnya. Tulang ini mempunyai
corpus berbentuk tubular, diafisis, dan biasanya dijumpai epifisis pada ujung-ujungnya.
Selama masa pertumbuhan, diafisis dipisahkan dari epifisis oleh kartilago epifisis. Bagian
diafisis yang terletak berdekatan dengan kartilago epifisis disebut metafisis. Corpus
mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah yang berisi sumsum tulang. Bagian luar
corpus terdiri atas tulang kompakta yang diliputi oleh selubung jaringan ikat yaitu periosteum.
Ujung-ujung tulang panjang terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selapis tipis
tulang kompakta. Facies artikularis ujung-ujung tulang diliputi oleh kartilago hialin. Tulang-
tulang panjang yang ditemukan pada ekstremitas antara lain tulang humerus, femur, ossa
metacarpi, ossa metatarsal dan phalanges.3,5
b. Tulang Pendek
Tulang-tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki. Contoh jenis tulang ini antara
lain os Schapoideum, os lunatum, dan talus. Tulang ini terdiri atas tulang spongiosa yang
dikelilingi oleh selaput tipis tulang kompakta. Tulang-tulang pendek diliputi periosteum dan
facies articularis diliputi oleh kartilago hialin. 3,5
c. Tulang Pipih
Bagian dalam dan luar tulang ini terdiri atas lapisan tipis tulang kompakta, disebut
tabula, yang dipisahkan oleh selaput tipis tulang spongiosa, disebut diploe. Scapula termasuk
di dalam kelompok tulang ini walaupun bentuknya iregular. Selain itu tulang pipih ditemukan
pada tempurung kepala seperti os frontale dan os parietale. 3,5
d. Tulang Iregular
Tulang-tulang iregular merupakan tulang yang tidak termasuk di dalam kelompok yang
telah disebutkan di atas (contoh, tulang tulang tengkorak, vertebrae, dan os coxae). Tulang ini
tersusun oleh selapis tipis tulang kompakta di bagian luarnya dan bagian dalamnya dibentuk
oleh tulang spongiosa. 3,5
e. Tulang Sesamoid
Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada tendo-tendo tertentu,
tempat terdapat pergeseran tendo pada permukaan tulang. Sebagian besar tulang sesamoid
tertanam di dalam tendon dan permukaan bebasnya ditutupi oleh kartilago. Tulang sesamoid
yang terbesar adalah patella, yang terdapat pada tendo musculus quadriceps femoris. Contoh
lain dapat ditemukan pada tendo musculus flexor pollicis brevis dan musculus flexor hallucis
brevis, fungsi tulang sesamoid adalah mengurangi friksi pada tendo, dan merubah arah tarikan
tendon. 3,5

2.3 Definisi Fraktur


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang. Hal ini dapat saja
hanya berupa retakan atau serpihan dari kortex, namun lebih sering putusnya kontinuitas
ini komplit dan fragmen tulang berpindah.6

2.4 Etiologi Fraktur


Fraktur dapat terjadi karena 3 hal: (1) cedera; (2) stres yang berulang; atau (3)
patologis. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh gaya yang tiba- tiba dan berlebihan, yang
dapat terjadi secara langsung (direct force) ataupun tidak langsung (indirect force).
Dengan direct force tulang putus pada titik impaksi; jaringan lunak pun ikut rusak.
Dengan indirect force tulang putus dengan jarak dari tempat impaksi; kerusakan jaringan
pada area fraktur tidak dapat dihindari.6
Fraktur karena stress berulang terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek
tumpuan berat berulang, seperti pada atlet, penari, atau anggota militer yang menjalani
program berat. Beban ini menciptakan perubahan bentuk yang memicu proses normal
remodeling, kombinasi dari resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru menurut
hukum Wolff. Ketika pajanan terjadap stress dan perubahan bentuk terjadi berulang dan
dalam jangka panjang, resorpsi terjadi lebih cepat dari pergantian tulang, mengakibatkan
daerah tersebut rentan terjadi fraktur. Masalah yang sama terjadi pada individu dengan
pengobatan yang mengganggu keseimbangan normal resorpsi dan pergantian tulang;
stress fracture meningkat pada penyakit inflamasi kronik dan pasien dengan pengobatan
steroid atau methotrexate.6
Fraktur patologis dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah karena
perubahan strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis imperfekta, atau Paget’s
disease) atau melalui lesi litik (contoh: kista tulang, atau metastasis).6
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan
absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

2.5 Klasifikasi Fraktur


Pembagian fraktur menjadi tergantung pada:7
1) Site
- Diafisis
- Metafisis
- Epifisis
- Intra-articular
2) Extent
- Komplit
- Inkomplit
o crack, atau hairline fracture
o buckle fracture
o greenstick fracture
3) Configuration
Jika hanya mempunyai 1 garis fraktur:
- Transverse
- Oblique
- Spiral
Jika mempunyai lebih dari 1 garis fraktur:
- Comminuted
4) Hubungan antara fragmen fraktur
- Displaced
- Undisplaced
o Shifted
o Angulated
o Rotated
o Distracted
o Overriding
o Impacted
5) Hubungan fraktur dengan dunia luar
- Closed
Dikatakan fraktur tertutup jika kulit masih intak.
Terdapat klasifikasi Tscherne untuk fraktur tertutup yaitu:6
o Grade 0 : fraktur sederhana dengan sedikit atau tidak ada sama sekali cedera
jaringan lunak
o Grade 1 : fraktur dengan abrasi superfisial atau memar pada kulit dan jaringan
subkutan
o Grade 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio dan pembengkakan pada
jaringan lunak dalam
o Grade 3 : cedera berat dengan tanda kerusakan jaringan lunak yang jelas dan
ancaman terjadi sindroma kompartemen
- Open
Dikatakan fraktur terbuka jika ada kontak dengan dunia luar, dapat karena fragmen
fraktur telah melewati kulit dari dalam ataupun karena benda tajam yang telah
menembus kulit ke dalam fraktur tulang. Fraktur terbuka membawa risiko serius untuk
sampai menjadi infeksi.
Terdapat klasifikasi Gustilo-Anderson untuk fraktur terbuka yaitu:6
o Tipe I : luka biasanya kecil, penusukan tulang bersih. Terdapat sedikit
kerusakan jaringan lunak tanpa penekanan dan fraktur tidak comminuted.
o Tipe II : luka biasanya lebih dari 1cm, namun tidak ada flap kulit. Tidak banyak
jaringan lunak yang rusak dan penekanan atau comminution dari fraktur sedang.
o Tipe III : terdapat laserasi besar, kerusaan pada kulit dan jaringan lunak yang
mendasar luas dan, pada contoh berat, terdapat gangguan vaskular. Cedera
diakibatkan oleh high-energy transfer ke tulang dan jaringan lunak. Kontaminasi
terlihat jelas.
 IIIa : tulang fraktur dapat cukup ditutup dengan jaringan lunak
walaupun ada laserasi
 IIIb : terdapat stripping periosteal yang luas dan menutupi fraktur
tidak mungkin tanpa menggunakan flap lokal ataupun yang jauh
 IIIc : terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki dan banyaknya
kerusakan jaringan.

2.6 Fase Penyembuhan Tulang


Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :6
a. Pembentukan hematom : Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan
di dalam frakur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan
darah, akan mati sepanjang satu atau dua milimeter.
b. Radang dan proliferasi selluler : Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang
akut distertai poliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang
tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan sel, yang menghubungkan tempat
fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan di absorbs dan kapiler baru yang
halus berkembang ke dalam daerah itu.
c. Pembentukan kalus : Sel yang berkembangbiak memilki potensi krondrogenik dan
osteogenik: bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang
dan dalam beberapa keadaan, juga kartilago. Populaso sel sekarang juga mencakup
osteoklas (mungkin dihasilkan dari pembuluh darah baru) yang mulai membersihkan
tulang yang mati.Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang imatur dan
kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan
endosteal.Sementara tulang fibrosa yang imatur (atau anyaman tulang) menjadi lebih
paday, gerakan pada tempat fraktur semakin berkurang dan pada empat minggu setelah
cedera fraktur menyatu.
d. Konsolidasi : Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi tulang lamelar.Sistem itu sekarang cukup kaku untuk
memungkinakan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan dekat
di belakangnya osteoblast mengisi celah-celah yang tersisa di antara fragmen dengan
tulang yang baru. Ini adakah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan
sebelum tulang cukup kuat untuk membawa bebang yang normal.
e. Remodeling : Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan
pembentukan anak, tulang akan memperoleh bentuk yang mirip bentuk normalnya.
Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses remodeling akibat
pembentukan tulang osteoblastik maupun resorpsi osteoklastik. Keadaaan terjadi
secara relatif lambat dalam periode waktu yang berbeda tetapi akhirnya semua kalus
yang berlebihan dipindahkan, dan gambaran serta struktur semula dari tulang tersusun
kembali.

Gambar 2.1 Fase Penyembuhan Tulang


2.7 Manifestasi Klinis Fraktur6
 Deformitas karena adanya pergeseran fragmen pada fraktur

 Nyeri terus menerus dan bertambah berat terutama bila digerakan


 Pembengkakan, memar dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perubahan yang mengikuti fraktur.
 Ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak akibat terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan/atau tulang rawan.
 Krepitasi yaitu derik tulang yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
fragmen lainnya.

2.8 Diagnosis Fraktur


Diagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
 Anamnesis
Pada anamnesis, pasien datang dengan keluhan mengalami trauma sebelumnya
baik secara langsung maupun tidak langsung lalu terdapat ketervatasan dalam
menggerakan anggota gerak dan disertai luka pada daerah yang mengalami fraktur dan
trauma.
 Pemeriksaan Fisik
Pada status generalis, perlu diperhatikan ABCs pada pasien. Lihat apakah terdapat
gangguan pada Airway, Breathing, Circulation, dan Cervical injury.1 Setelah memeriksa
status generalis, maka dilakukan pemeriksaan pada status lokalis. Pada pemeriksaan
lokalis dilakukan pemeriksaan berupa inspeksi, palpasi, dan movement.
- Inspeksi (Look) pembengkakan, memar, dan deformitas mungkin dapat terlihat
namun, hal yang sangat penting adalah apakah kulit pada daerah tersebut intak atau
tidak. Apabila kulit tersebut tidak intak maka fraktur tersebut memiliki hubungan
dengan dunia luar yaitu fraktur terbuka (compound fracture).6
- Palpasi (Feel) Palpasi harus dilakukan pada seluruh ekstremitas dari proksimal
hingga distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai

11
area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang
terjadi bersaman dengan cedera utama.6
- Pergerakan (Movement). Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi
lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi di
bagian distal cedera. Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga
uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.6,7
 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Untuk foto polos, terdapat prinsip rule of two yaitu6 :
- 2 posisi proyeksi (minimal AP dan lateral)
- 2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi yang
mengalami fraktur
- 2 anggota gerak
- 2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah tulang.
Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan
tulang belakang
- 2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto pertama
biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian.

2.9 Penatalaksaan Fraktur


Initial Management
1. Pertolongan pertama  membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang
bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa
nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans.6

12
2. Penilaian klinis  nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah trauma
pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi  kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit dengan
syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri
berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.

Penanggulangan Fraktur Terbuka


Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:6,8
1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan
kematian.
3. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.
4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur.
7. Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

Penanggulangan Luka pada Fraktur Terbuka


1. Pembersihan Luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis
kira-kira 2 liter secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.6,8
2. Eksisi Jaringan yang Mati dan Tersangka Mati (Debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan
subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas.6,8
3. Pengobatan Fraktur itu Sendiri

13
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi
terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan
fiksasi eksterna.6,8
4. Penutupan Kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila penutupan
membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan
drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. luka
dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. kulit dapat
ditutup kembali disebut delayed primary closure. yang perlu mendapat perhatian adalah
penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.6,8
5. Pemberian Antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi. Co
amoxiclav atau cefuroxime (klindamisin jika alergi penisilin) merupakan antibiotic
pilihan pertama sebagai pencegahan terhadap bakteri gram positif dan gram negative.
Bersamaan saat dilakukan debridement dapat dikombinasikan dengan gentamisin.6

Grade I Grade II Grade III A Grade III B/C


Segera Co amoxiclav Co amoxiclav Co amoxiclav Co amoxiclav
mungkin atau 3
jam pertama
Debridement Co amoxiclav Co amoxiclav Co amoxiclav Co amoxiclav
dan gentamisin dan gentamisin dan gentamisin dan gentamisin
Penutupan luka - Gentamisin Gentamisin Gentamisin
dan dan dan
vankomisin vankomisin vankomisin
atau atau atau
telcoplanin telcoplanin telcoplanin
Profilaksis Co amoxiclav Co amoxiclav Co amoxiclav Co amoxiclav
Periode max 24 jam 72 jam 72 jam 72 jam

14
6. Pencegahan Tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi
yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia)6
Perawatan lanjut dan rehabilitasi fraktur terbuka :
1. Menghilangkan nyeri.
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur
3. Mengusahakan terjadinya union.
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan mempertahankan fungsi otot dan
sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan sendi, mencegah komplikasi seperti
dekubitus, trombosis vena, infeksi saluran kencing serta pembentukan batu ginjal.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan fisioterapi untuk memperkuat otot-
otot serta gerakan sendi baik secara isomeric(latihan aktif static) pada setiap otot
yang berada pada lingkup fraktur serta isotonic yaitu latihan aktif dinamik pada otot-
otot tungkai dan punggung.4,5

Terapi Fraktur pada Fraktur Tertutup dan Terbuka


Terapi pada fraktur meliputi manipulasi untuk memperbaiki posisi fragmen,
diikuti dengan splintage untuk menahannya sampai menyatu; sementara itu
pergerakan sendi dan fungsi harus dijaga. Penyembuhan fraktur didorong oleh
loading fisiologis dari tulang, jadi aktifitas otot dan weightbearing dini harus
didorong. Tujuan ini diliputi oleh 3 aturan, yaitu:6
1. Reduce
2. Hold
3. Exercise
Terdapat beberapa situasi dimana reduksi tidak dibutuhkan seperti saat
terdapat sedikit atau tidak ada sama sekali displacement, saat displacement tidak
bermakna pada awalnya (contohnya pada fraktur clavicula), saat reduction tidak
memungkinkan untuk berhasil (contohnya kompresi pada fraktur vertebra).
Reduction harus selalu bertujuan mendapatkan posisi yang pas dan alignment yang

15
normal dari fragmen tulang. Semakin besar area permukaan kontak diantara
fragmen maka semakin memungkinkan untuk pentembuhan terjadi. Celah diantara
ujung fragmen adaah penyebab yang umum dari delayed union atau non-union.
Fraktur yang melibatkan permukaan artikular harus direduksi sampai mendekati
sempurna karena iregulitas sekecil apapun akan menyebabkan distribusi beban
yang abnormal diantara permukaan dan mempredisposisikan perubahan degenaratif
di kartilago artikular.6
Terdapat 2 cara untuk melakukan reduksi, yaitu closed dan open. Pada closed
reduction, diperlukan anestesi yang memadai dan relaxasi otot lalu dilakukan three-
fold manoeuvre: (1) bagian distal dari tungkai/ lengan ditarik pada garis tulang; (2)
seiring fragmen terlepas, mereka akan tereposisi kembali (dengan membalikan arah
awal dari gaya jika bisa diberikan); (3) alignment dibenarkna pada setiap bidang.
Hal ini paling efektif saat periosteum dan otot pada satu sisi dari fraktur masih
intak; jaringan lunak yang mengikatnya mencegah over-reduction dan
menstabilkan fraktur setelah direduksi.6

Gambar 2.2 Cara Melakukan Closed Reduction.6


Beberapa fraktur sulit untuk direduksi dengan manipulasi karena tarikan otot
yang kuat dan mungkin memerlukan traksi yang diperpanjang. Traksi kulit atau
skeletal untuk beberapa hari akan membuat ketegangan jaringan lunak berkurang

16
dan allignment yang lebih baik bisa didapat; hal ini membantu untuk fraktur batang
femur dan tibia dan bahan fraktur supracondylar humerus pada anak- anak.6
Pada umumnya, closed reduction dipakai untuk minimally displaced
fractures, untuk fraktur pada anak dan fraktur yang stabil setelah reduksi dan dapat
dilakukan dalam bentuk splint atau cast. Fraktur yang tidak stabil juga dapat
direduksi menggunakan metode closed reduction sebelumnya saat akan dilakukan
internal atau external fixasi. Hal ini menghindari manipulasi langsung dari letak
fraktur dengan open reduction, yang merusak suplai darah lokal dan dapat
menyebabkan waktu penyembuhan yang lama; makin banyak ahli bedah yang
beralih ke manoeuvres reduksi yang menghindari pajanan pada letak fraktur,
bahkan saat tujuannya untuk dilakukan internal atau external fixasi.6
Operasi untuk reduksi fraktur dengan pengawasan langsung diindikasikan
jika: (1) saat closed reduction gagal, baik karena kesulitan mengontrol fragmen atau
karena jaringan lunak yang ada diantaranya; (2) saat terdapat fragmen artikular
besar yang membutuhkan posisi akurat atau (3) untuk traksi (avulsi) fraktur dimana
fragmen dibersamakan. Sebagai aturan, bagaimanapun, open reduction hanyalah
tahap pertama dari fixasi internal.6
Hold reduction atau sering digunakan kata imobilisasi bertujuan untuk
mencegah displacement. Beberapa halangan gerak dibutuhkan untuk penyembuhan
jaringan lunak dan untuk memungkinkan gerakan bebas pada bagian yang tidak
terkena. Beberapa metode hold reduction adalah sebagai berikut:6
a) Continuous traction
Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur, supaya melakukan
suatu tarikan yang terus-menerus pada poros panjang tulang itu. Cara ini sangat
berguna untuk fraktur batang yang bersifat oblik atau spiral yang mudah bergeser
oleh kontraksi otot. Traksi tidak dapat menahan fraktur tetap diam; traksi dapat
menarik tulang panjang secara lurus dan mempertahankan panjangnya tetapi
reduksi yang tepat kadang- kadang sukar dipertahankan. Dan sementara itu pasien
dapat menggerakkan sendi-sendinya dan melatih ototnya. Traksi cukup aman,
asalkan tidak berlebihan dan berhati-hati menyisipkan pen traksi. Masalahnya
adalah kecepatan: bukan karena fraktur menyatu secara perlahan-lahan tetapi

17
karena traksi tungkai bawah akan menahan pasien tetap di rumah sakit. Maka dari
itu, segera setelah fraktur menempel traksi harus digantikan dengan bracing, jika
metode ini dapat dilaksanakan.
Macam-macam traksi :
 Traksi dengan gaya berat
Cara ini hanya berlaku pada lengan. Karena pemakaian wrist sling, berat
dari lengam memberikan traksi yang terus menerus ke humerus. Untuk
kenyamanan dan stabilitas, terutama pada fraktur transverse, plaster U-slab dapat
dibalutkan atau, lebih baik lagi, removable plastic sleeve dari axilla sampai sedikit
diatas siku ditahan dengan Velcro.

 Traksi kulit
Dapat menahan tarikan yang tak lebih dari 4 atau 5 kg. Strapping Holland
atau Elastoplast ditaruh pada kulit yang sudah dicukur dan ditahan dengan plaster.
Malleolus dilindungi oleh Gamgee tissue, dan tali atau pengerat digunakan untuk
traksi.
 Traksi skeletal
Stiff wire atau pin dimasukan – biasanya dibelakang tuberkel tibia untuk
cedera panggul, paha dan lutut, atau melewati calcaneus untuk fraktur tibia – dan
tali diikatkan ke tempat tersebut untuk mengaplikasikan traksi.

Komplikasi traksi :
o Hambatan sirkulasi
o Cedera pada nervus
o Infeksi pada tempat masuknya pin

b. Cast Splintage

Plaster of Paris masih banyak digunakan sebagai splint, terutama untuk fraktur
tungkai bagian distal dan kebanyakan fraktur anak- anak. Dia cukup aman, selama
praktisi memperhatikan bahaya ketatnya casting dan tekanan pada luka dicegah. Walau
begitu, sendi yang terkena plaster tidak dapat bergerak dan mudah kaku. Saat bengkak
dan hematom terselesaikan, lekatan dapat terbentuk dan menyambungkan serat otot

18
dengan serat lainnya dan tulang; pada fraktur artikular, plaster menutupi permukaan
yang ireguler terus menerus (closed reduction jarang sempurna) dan tidak mempunyai
kesempatan untuk bergerak menghambat penyembuhan defek kartilago.6
Kekakuan dapat dikurangi dengan: (1) delayed splintage – dengan menggunakann
traksi sampai gerak didapat lalu baru memberikan plaster; atau (2) memulai dengan cast
konvensional tetapi, setelah beberapa minggu, saat tungkai dapat dihandle tanpa
ketidaknyamanan yang berarti, mengganti cast dengan bracing fungsional yang
memberikan kesempatan untuk pergerakan sendi.6
Komplikasi dari cast splintage sendiri adalah: (1) cast yang kencang – contohnya
saat timbul pembengkakan saat cast sudah terpasang; (2) sakit karena tekanan cast
splintage itu sendiri; (3) abrasi atau laserasi kulit – dalam komplikasi ini plaster harus
dilepas; (4) cast yang longgar – seperti ketika proses bengkak sudah mereda saat
terpasang cast.6

c. Internal Fixation
Pada fixasi internal, fragmen tulang dapat diperbaiki dengan screw, metal plate
yang ditopang screw, long intramedullary rod atau nail (dengan atau tanpa locking
screw), circumferential band atau kombinasi dari semua ini. Jika dipasang dengan benar,
fixasi internal dapat menopang fraktur dengan aman sehingga gerak dapat dimulai sejak
itu; dengan gerak yang dapat dimulai dini, kekaukan dan edema dapat dicegah.
Walaupun begitu, perlu diingat bahwa fraktur belum menyatu namun gerak dapat
dilakukan karena adanya jembatan metal dan dalam hal ini unprotected weighbearing
masih belum aman dilakukan.6
Risiko dari fixasi internal yang paling besar adalah sepsis. Resiko infeksi
bergantung pada: (1) pasien – jaringan yang terkena, luka kotor dan pasien yang tidak fit
tidaklah aman dilakukan fixasi internal; (2) ahli bedah; (3) fasilitas.6
Indikasi dari internal fixasi yang paling utama adalah:6
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi selain dengan operasi
2. Fraktur yang tidak stabil dan cenderung dapat redisplace setelah dilakukannya
reduksi (contohnya fraktur pada tengah batang dari lengan atas dan fraktur
displaced pergelangan kaki). Juga termasuk fraktur yang mungkin ditarik oleh

19
gerakan otot (seperti fraktur transverse dari patella atau olecranon).
3. Fraktur yang menyatu secara butuk dan lambat, terutama fraktur dari leher femur
4. Fraktur patologis dimana penyakit tulang menghambat penyembuhan
5. Fraktur multiple dimana fixasi dini (baik dengan fixasi internal ataupun external)
menurunkan resiko komplikasi dan late multisystem organ failure
6. Fraktur pada pasien dengan kesulitan perawatan seperti pasien dengan paraplegia,
cedera yang banyak dan lansia.

Tipe dari fixasi internal:6


 Intergragmentary screws
 Wires (transfixing, cerclage dan tension-band)
 Plates and screws
 Intramedullary nails

Gambar 2.3 Macam-macam Fixasi Internal.6

d. External fixation
Fraktur dapat ditopang dengan transfixing screw atau tensioned wires yang melewati
tulang keatas dan kebawah dari fraktur dan terpasang ke external frame.6
Indikasi fixasi external:
1. Fraktur yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak yang buruk (termasuk

20
fraktur terbuka) atau yang terkontaminasi, dimana fixasi internal berisiko dan akses
berulang dibutuhkan untuk inspeksi luka, dressing atau bedah plastik.
2. Fraktur disekitar sendi yang butuh internal fixasi namun jaringan lunaknya terlalu
bengkak untuk operasi yang aman, disini, bentangan fixasi external memberikan
stabilitas sampai kondisi jaringan lunak membaik.
3. Pasien dengan cedera multiple, terutama jika ada fraktur femur bilateral, fraktur
pelvis dengan perdarahan hebat, dan dengan tungkai dan cedera yang berhubungan
dengan dada atau kepala.
4. Fraktur yang tidak menyambung, yang bisa dipotong atau dikompresi; terkadang ini
dikombinasikan dengan pemanjangan tulang untuk mengganti segmen yang
dipotong.
5. Fraktur yang terinfeksi, dimana fixasi internal tidak memungkinkan.

Komplikasi fixasi eksternal:


o Kerusakan pada struktur jaringan lunak
o Overdistraction
o Pin-track infection

21
BAB III
KESIMPULAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang. Fraktur memiliki tanda-tanda dan
manifestasi klinis seperti bengkak, memar, nyeri , dan deformitas. Penanganan inisial pada
pasien dengan curiga fraktur adalah primary survey (A,B,C,D) kemudian, diikuti dengan
secondary survey dan stabilisasi sementara menggunakan bidai. Jika didapatkan adanya fraktur
tertutup dapat langsung dilakukan reduksi, retensi dan rehabilitasi. Dalam penanganan fraktur
perlu diperhatikan prinsip reposisi dan imobilisasi supaya fungsi bagian yang patah dapat
menyambung kembali dan berfungsi dengan baik dan tidak terjadi komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. David I. P. Orthopedic Traumathology –  A Residents Guide. 2nd edition. Leipzig: Springer.
2008.
2. Sari NK, Asmara AA. Gambaran prevalensi fraktur humerus di Rumah Sakit Umum Pusat
(RSUP) Sanglah, Bali, Indonesia periode tahun 2015-2016. Intisari Sains. 2020. 11(1) : 194-
7.
3. Vanputte Cinnamon, Regan Jennifer, Russo Andrew. Seeley’s Anatomy and
Physiology. 10th edition. New York: McGraw Hill. 2014.
4. Sherwood, Lauralee. Pertahanan Tubuh. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 2nd edition.
Jakarta: EGC. 2001.
5. Wineski LE. Snell’s clinical Anatomy by Regions. 9 th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer.
2002.
6. Solomon Louis, Warwick David, Nayagam Selvadurai. Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. 9th ed. London: Hodder Arnold. 2010.
7. Salter Robert B. Textbook of the Disorders and Injuries of the Musculosceletal
System. 3rd edition. Pennsylvania: Lippincott William and Wilkins. 1999.

22
8. Zalavras, Charalampos G, Patzakis, Michael J. Open fractures: evaluation and management.
Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeon. 2003. 11(3) : 212-9.

23

Anda mungkin juga menyukai