Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR


DI RUANGAN IGD RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

Disusun Oleh :
Wike Purmala Sari, S.Kep
2114901053

Pembimbimbing Akademik Pembimbimbing Klinik

( Ns. Rebbi Permata Sari, M.Kep ) ( Ns. Rusmanwadi, S.Kep )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES ALIFAH PADANG
TAHUN 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Fraktur”. Penulisan laporan pendahuluan ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas dari siklus keperawatan gawat darurat.
Laporan Pendahuluan ini ditulis berdasarkan berbagai sumber yang berkaitan
dengan materi keperawatan gawat darurat., serta infomasi dari berbagai media yang
berhubungan dengan keperawatan gawat darurat.. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih
kepada Dosen atas bimbingan dan arahan dalam penulisan laporan pendahuluan ini, serta
kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan masukan dan pandangan, sehingga
dapat terselesaikannya laporan pendahuluan ini.
Penulis berharap laporan pendahuluan ini dapat menambah wawasan mengenai
keperawatan gawat darurat, terutama materi mengenai fraktur radius, sehingga saat
berkomunikasi kita dapat meminimalisir kesalah pahaman yang akan terjadi. Penulis
berharap, pembaca untuk dapat memberikan pandangan dan wawasan agar laporan
pendahuluan ini menjadi lebih sempurna.
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila dalam penulisan laporan pendahuluan ini
terdapat banyak kesalahan.

Padang, 03 Januari 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas jaringan tulang. Fraktur paling sering
ditimbulkan oleh trauma eksternal langsung maupun deformitas tulang seperti fraktur
patologis pada osteoporosis sedangkan fraktur femur biasanya disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis
trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat
dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah
tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah
tulang yang disebut fraktur dislokasi (Rosdahl dan Kowalski, 2014).
Pembedahan merupakan penanganan dari fraktur yang biasa dilakukan. Pembedahan
adalah sebuah proses invasif karena insisi dilakukan pada tubuh atau ketika bagian tubuh
diangkat. Setelah seseorang dilakukan pembedahan, sesuai dengan rencana keperawatan akan
dilakukan mobilisasi oleh perawat, namun yang terjadi perawat hanya sekedar menganjurkan
pada pasien untuk menggerak-gerakkan anggota badan yang dioperasi. Ketidaktahuan pasien
akan pentingnya mobilisasi membuat pasien menjadi takut sehingga menyebabkan bengkak,
kesemutan, kekakuan sendi, nyeri, dan pucat anggota gerak yang dioperasi (Rosdahl dan
Kowalski, 2014).
B. Tujuan Penulisan
Untuk laporan pendahuluan dan pengetahuan mengenai Fraktur, sehingga menambah
wawasan pembaca maupun penulis terutama bagi perawat dalam menambah pengetahuan
mengenai fraktur, keterampilan dalam tindakan dan sikap perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan kesehatan pada pasien di rumah sakit maupun di luar rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi Tulang

Tulang sistem skeletal dibagi menjadi skeleton aksial (tengkorak, toraks, dan vertebrata)

dan skeleton apendikular (bahu, lengan, gelang panggul, dan tungkai). Tulang dari struktur

tubuh dan memberi sokongan untuk jaringan lunak. Tulang melindungi organ vital dari

cedera dan juga bertindak untuk memindahkan bagian tubuh dengan memberi titik perlekatan

pada otot. Tulang juga sebagai tempat menyimpan mineral dan sebagai tempat untuk

hematopoiesis (Lemone, 2017).

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk

melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat

primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa

terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah.

Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang

membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang

membuatnya kuat dan elastis. Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan
pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antara lain: tulang

koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia dan falang (Lemone, 2017).

a. Tulang Koksa OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya di setiap sisi dan

di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.

b. Tulang Femur merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada

bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang

disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat laju

yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Di bagian ujung membentuk

persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan

medialis. Di antara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang

tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa kondilus.

c. Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan

terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah

batang dan dua ujung.

d. Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang itu adalah

tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Sendi tibia fibula dibentuk antara

ujung atas dan ujung bawah, kedua tungkai bawah batang dari tulang-tulang itu

digabungkan oleh sebuah ligamen antara tulang membentuk sebuah sendi ketiga

antara tulang-tulang itu.

e. Meta tarsalia terdiri dari tulang-tulang pendek yang banyaknya 5 buah yang masing-

masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.


f. Falangus merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masing terdiri dari

3 ruas kecuali ibu jari sebanyak 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua

buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).

Tulang tersusun atas jaringan ikat kaku yang disebut jaringan oseus, ada dua

jenis yaitu tulang laminar (tulang kuat dan matur pada skeleton orang dewasa) dan

tulang beranyam (yang memberikan kerangka sementara untuk menyokong dan

pada fetus yang berkembang sebagai bagian penyembuhan fraktur, dan pada area

sekitar tumor dan infeksi tulang). Ada dua jenis tulang matur yaitu tulang padat dan

tulang kanselosa (berongga) (Lemone, 2017).

Tulang padat membentuk kulit luar tulang, sedangkan tulang kanselosa

ditemukan di bagian dalam tulang. Tulang kanselosa tersusun atas struktur seperti

kisi – kisi (trabekula) dan dilapisi dengan sel osteogenik serta diisi dengan sumsum

tulang merah atau kuning (Lemone, 2017).

Unit struktur dasar tulang laminar adalah sistem Havers (juga dikenal sebagai

osteon). Sistem Havers terdiri atas kanal sentral, disebut Kanal Havers, lapisan

konsentrik matriks tulang disebut Lamella, ruang antara lamela disebut Lakuna, dan
saluran kecil disebut Kanalikuli. Bagian berongga pada tulang panjang dan tulang

pipih mengandung jaringan untuk hematopoiesus. Pada orang dewasa, bagian ini

disebut rongga sumsum tulang merah, ada di pusat berongga tulang pipih

(khususnya sternum) dan hanya pada dua tulang panjang yaitu humerus dan kepala

femur (Lemone, 2017).

B. Fisiologi

Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam pergerakan.

Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa dan jaringan-jaringan khusus

yang menghubungan struktur tersebut. Tulang adalah suatu jarigan dinamis yang tersusun

dari tiga jenis sel antara lain: osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang

dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan

osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan

jaringan osteoid, osteoblast mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang

peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang, sebagian

fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam

darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah

mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosid adalah sel

tulang deawasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui
tulang yang padat. Osteoklas adalah sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral

dan matrik tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis

tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks Sistem

musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam pergerakan. Sistem terdiri

dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa dan jaringan-jaringan khusus yang

menghubungan struktur tersebut (Lemone, 2017).

Tulang adalah suatu jarigan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain:

osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen

tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang

disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblast

mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam

mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali

memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat

menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah

tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosid adalah sel tulang deawasa yang

bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.

Osteoklas adalah sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matrik tulang

dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel ini

menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang

melarutkan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah

(Lemone, 2017).

Metabolisme tulang di atur oleh beberapa hormon. Peningkatan kodar hormon paratoid

mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang yang menyebabkan kalsium dan
fosfat daiabsorpsi dan bergerak memasuki serum. Di samping itu peningkatan kadar hormon

paratoid secara perlahan menyebabkan peningkatan jumlah dan aktifitas osteoklas sehingga

terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pada hiperparatiroidisme dapat pula

menimbulkan pembentukan batu ginjal (Lemone, 2017).

Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfat tubuh.

Fungsi penting kalsium adalah dalam mekanisme dan pembentukan darah, trasmisi impuls

neuromuscular, iritabilitas eksitabilitas otot, keseimbangan asam basah, permeabilitas

membrane sel dan sebagai pelekat di antara sel-sel (Lemone, 2017).

Secara umum fungsi tulang antara lain (Lemone, 2017) :

1. Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi

bentuk tubuh.

2. Proteksi sistem. Musculoskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak

dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga

dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).

3. Ambulasi dan Mobilisasi. Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya

pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu sistem

pengungkit yang digerakkan oleh otot.

C. Definisi Fraktur

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik

yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah patah

tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik,

keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah

fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Zairin, 2016).


Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang disebut

dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada

tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan

tangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Fraktur dapat

menimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi,

dan rasa nyeri (Zairin, 2016).

Fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar

tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Krisanty,

2016). Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera atau benturan keras,

seperti kecelakaan, olahraga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga yang

melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang (Sartono, 2016).

D. Klasifikasi Fraktur

1. Berdasarkan tempat

Fraktur femur, humerus, tibia, clavicula, ulna, radius, cruris dan yang lainnya (Lemone,

2017).

2. Berdasarkan komplit atau tidak klomplit fraktur

1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua

korteks tulang).

2. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang

tulang) (Suriya & Zuriati, 2019).


3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah

1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang

yang sama (Lemone, 2017).

4. Berdasarkan posisi fragmen

1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen

tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut

lokasi fragmen.

5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1. Fraktur Tertutup (Closed)

Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga

fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada

klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya.

b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan.

c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan.

d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan

ancaman sindroma kompartement.

2. Fraktur Terbuka (Open/Compound)

Bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar

karena adanya perlukaan kulit :

a) Grade I: dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, kerusakan jaringan

lunak minimal, biasanya tipe fraktur simpletransverse dan fraktur obliq

pendek.

b) Grade II: luka lebih dari 1 cm panjangnya, tanpa kerusakan jaringan lunak

yang ekstensif, fraktur komunitif sedang dan adakontaminasi.

c) Grade III: yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan

lunak yang ekstensif, kerusakan meliputi otot, kulitdan struktur neurovascular.

d) Grade III ini dibagi lagi kedalam: III A : fraktur grade III, tapi tidak

membutuhkan kulit untuk penutup lukanya. III B: fraktur grade III, hilangnya

jaringan lunak, sehingga tampak jaringan tulang, dan membutuh kan kulit

untuk penutup (skin graft). III C:fraktur grade III, dengan kerusakan arteri

yang harus diperbaiki,dan beresiko untuk dilakukannya amputasi.


6. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma

1. Fraktur Transversal

Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi

atau langsung.

2. Fraktur Oblik

Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan

meruakan akibat trauma angulasijuga.

3. Fraktur Spiral

Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.

4. Fraktur Kompresi

Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah

permukaan lain.

5. Fraktur Avulsi

Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya

pada tulang.

7. Berdasarkan kedudukan tulangnya

1. Tidak adanya dislokasi.

2. Adanya dislokasi

a) At axim : membentuk sudut.

b) At lotus : fragmen tulang berjauhan.

c) At longitudinal : berjauhan memanjang.

d) At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.


8. Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1. 1/3 proksimal

2. 1/3 medial

3. 1/3 distal

9. Berdasarkan Fraktur Kelelahan

Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

10. Fraktur Patologis

Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

E. Manifestasi Klinis

Menurut Apley (2016) manifestasi klinis fraktur yaitu :

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,

spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang

untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak

secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya, pergeseran fragmen pada

fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas yang bias diketahui dengan

membandingkan dengan ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi

dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat

melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot

yang melekat di atas dan bawah tempatfraktur.

4. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan

perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa

jam atau hari setelah cedera.

F. Patofisiologi dan Pathway Fraktur

Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan

jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan

sekitarnya.Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah

periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur (Suriya & Zuriati, 2019).

Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan fase

vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan

proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal

penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan

dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak

tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain (Suriya &

Zuriati, 2019).

Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler

di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot

yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini

menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang

bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndrom comportement (Suriya & Zuriati, 2019).
G. Komplikasi

1. Komplikasi Awal

Komplikasi awal setelah fraktur adalah kejadian syok, yang berakibat fatal hanya dalam

beberapa jam setelah kejadian,kemudian emboli lemak yang dapat terjadi dalam 48 jam,

serta sindrom kompartmen yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas secara

permanen jika terlambat ditangani (Lemone, 2017).

2. Komplikasi Lambat

Komplikasi lambat dalam kasus fraktur adalah penyatuan tulang yang mengalami patah

terlambat, bahkan tidak ada penyatuan. Halini terjadi jika penymbuhan tidak terjadi

dalam dengan waktu normal untuk jenis dan fraktur tertentu. Penyatuan tulang yang

terlambat atau lebih lama dari perkiraan berhubungan dengan adanya proses infeksi

sistemik dan tarikan jauh pada fragmen tulang. Sedangkan tidak terjadinya penyatuan

diakibatkan karena kegagalan penyatuan pada ujung-ujung tulang yang mengalami

patahan (Lemone, 2017).

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya

2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap

3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliens ginjal

5. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan

lunak (Lemone, 2017).


I. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan fraktur meliputi :

1. Reduksi

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi

anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-

ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat-alat yang

digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan

pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pen, kawat, sekrup, plat dan paku.

2. Imobilisasi

Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna. Mempertahankan dan

mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah,

nyeri, perabaan dan gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk

penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.

3. Cara Pembedahan yaitu pemasangan screw dan plate atau dikenal dengan pen merupakan

salah satu bentuk reduksi dan imobilisasi yang dikenal dengan Open Reduction and

Internal Fixation (ORIF).


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Primary Survey
1. Airway
Mengenali adanya sumbatan jalan napas
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c. Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d. Jalan napas bersih atau tidak
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b. Frekuensi pernapasan : cepat
c. Sesak napas atau tidak
d. Kedalaman Pernapasan
e. Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
f. Reflek batuk ada atau tidak
g. Penggunaan otot Bantu pernapasan
h. Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
i. Irama pernapasan : teratur atau tidak
j. Bunyi napas Normal atau tidak
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine
4. Disability
a. Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak
b. Adanya trauma atau tidak pada thorax
c. Reflek pupil
d. Ukuran pupil
5. Ekposure
a. ada jejas (-) / (+)
b. adanya pembekakan / tidak

2. Secondary Survey
1. Mata
a. Konjungtiva pucat (karena anemia)
b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
c. Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
2. Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b. Sianosis secara umum (hipoksemia)
c. Penurunan turgor (dehidrasi)
d. Edema
e. Edema periorbital
3. Jari dan kuku
a. Sianosis 
b. Clubbing finger
4. Mulut dan bibir
a. Membrane mukosa sianosis
b. Bernafas dengan mengerutkan mulut
5. Hidung
a. Pernapasan dengan cuping hidung
6. Vena leher : Adanya distensi/bendungan
7. Dada
a. Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan, dispnea,
atau obstruksi jalan pernafasan)
b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
c. Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran /rongga pernafasan)
d. Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
e. Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub, /pleural
friction)
f. Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
8. Pola pernafasan
a. Pernafasan normal (eupnea)
b. Pernafasan cepat (tacypnea)
c. Pernafasan lambat (bradypnea)
C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan fungsi ventilasi


2. Pemeriksaan status oksigen
3. Pemeriksaan status asam-basa
4. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2,
PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih
dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
5. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan.
7. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk
menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
9. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
10. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah
11. Pemeriksaan Rontgent Dada
12. Tes Fungsi paru

D. Diagnosa sekunder

1. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan atau cidera jaringan lunak.
2. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah, imobilisasi.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d edema.
4. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan
5. Faktor yang berhubungan cidera fisik

E. Interveni sekunder
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari
klien, dan atau/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk
membantuk klien mencapai hasil yang diharapkan (Deswani, 2019).
F. Implementasi sekunder
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
dalam membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju kesehatan yang
lebih baik yang sesuai dengan intervensi atau rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya (Deswani, 2009).
F. Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada
kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan
sehingga :

1. Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi dihentikan)


2. Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan.
3. Masalah tidak teratasi/tujuantidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang dan
intervensi dirubah (Permana, 2018)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Tulang adalah suatu jarigan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain :

osteoblast, osteosit dan osteoklas. Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota

gerak tubuh yang disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur

yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu,

pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Ketika

patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan

lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan

sekitarnya.Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah

periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Fraktur dapat menimbulkan

pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi, dan rasa nyeri

B. Saran

Disarankan pada tenaga kesehatan untuk memberikan pendidikan kesehatan agar dapat

meningkatkan pengetahuan tentang tindakan untuk mengatasi nyeri dengan cara memberikan

Health Educatiaon (HE) pada pasien dan juga keluarganya sehingga dapat meminimalisir

terjadinya fraktur.
DAFTAR PUSTAKA

Krisanty, P., Manurung, S,. & Ns, R. E. (2016). “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat”.
Jakarta : TIM
Lemone Priscilla D. (2017). “Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah”. Gangguan
Muskuloskeletal. 5th edn. Jakarta: EGC.
Suriya Melti & Zuriati. (2019). “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada Sistem
Muskuloskeletal Aplikasi Nanda Nic & Noc”. Pustaka Galeri Mandiri.
Zairin Noor. (2016). “Buku ajar gangguan muskuloskeletal”. Edisi ke-2. Jakarta : Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai