Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

STRIKTUR URETRA

Oleh :
Yusuf Rifki Tawakkal
NIM SN171230

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
Striktur Uretra

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang
disebabkan karena jaringan uretra digantikan oleh jaringan ikat, disebabkan
penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. Striktur
uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan
panjang uretranya (C. Smeltzer, Suzanne. 2010).

2. Etiologi
Striktur uretra dapat terjadi pada:
1. Infeksi
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra,
seperti infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika
atau non gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya
namun sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur
ini terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain;
infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah
dengan menghindari kontak dengan individu yang terinfeksi atau menggunakan
kondom.1-3
2. Trauma
Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma
tumpul pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars
bulbosa, dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari
pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria, trauma
langsung pada penis, instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati
(iatrogenik) seperti pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah. 1-3
3. Iatrogenik
a. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia
b. Post operasi
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur
uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
4. Tumor
5. Kelainan Kongenital,misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior
Penyebab paling umum dari striktur uretra saat ini adalah traumatik
atau iatrogenik. Penyebab yang lebih jarang ditemui adalah peradangan atau
infeksi, keganasan, dan kongenital. Striktur akibat infeksi biasanya merupakan
gejala sekunder dari urethritis gonococcal, yang masih umum di beberapa
populasi berisiko tinggi.
Penyebab yang paling penting adalah idiopati, reseksi transurethral,
kateterisasi uretra, fraktur panggul dan operasi hipospadia. Penyebab iatrogenik
keseluruhan (reseksi transurethral, kateterisasi uretra, sistoskopi, prostatektomi,
operasi brachytherapy dan hipospadia) adalah 45,5% dari kasus striktur. Pada
pasien yang lebih muda dari 45 tahun penyebab utama adalah idiopati, operasi
hipospadia dan fraktur panggul. Pada pasien yang lebih tua dari 45 tahun
penyebab utama adalah reseksi transurethral dan idiopathy. Penyebab utama
penyakit penyempitan multifokal/ panurethral adalah kateterisasi uretra anterior,
sedangkan fraktur panggul adalah penyebab utama dari striktur uretra posterior
(Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong, 2010).

3. Manifestasi Klinis

 Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang


 Gejala infeksi
 Retensi urinarius
 Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis
 Frekuensi
 Urgensi
 Disuria
 Kadang-kadang disertai dengan infiltrat, abses dan fistel

4. Komplikasi
Obstruksi urethra yang lama akan menimbulkan stasis urine dan
menimbulkan berbagai komplikasi anatar laian:
1. Infeksi. (saluran kemih, prostat, ginjal)
2. Divcertikel urethra atau buli-buli.
3. Abses periurethra.
4. Batu urethra.
5. Fistel uretro-kutan.
6. Karsinoma urethra.

5. Patofisiologi dan Pathway


Kongenital Didapat
Anomali saluran kemih yang lain Infeksi, spasme otot, tekanan dari luar
tumor, cidera uretra, cidera
peregangan, uretritis gonnorhea

Jaringan parut Penyempitan lumen uretra

Total tersumbat Kekuatan pancaran &


jumlah urine berkurang
Obstruksi saluran kemih yang bermuara

ke Vesika Urinaria Perubahan pola eliminasi (retensi)

Peningkatan tekanan vesika urunaria Refluk urine

Hidroureter

Nyeri Penebalan dinding VU Hidronefrosis

Penurunan kontraksi otot VU Pyelonefritis

Kesulitan berkemih GGK

Resiko infeksi Retensi urine


Ketakutan/ansietas Sitostomi Perubahan pola berkemih

Luka Insisi Nyeri

Mekanisme koping tidak efektif

Kurangnya informasi

Kurang pengetahuan mengenai


kondisi penyakitnya

6. Penatalaksanaan Medis

1. Tujuan Bila panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau terdapat fistula
uretrokutan atau residif, dapat dilakukan uretroplasty.

Uretroplasti atau rekonstruksi uretra terbuka, ada dua jenis uretroplasti yaitu
uretroplasti anastomosis (daerah yang menyempit dibedah lalu uretra diperbaiki
dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan di sekitarnya) & uretroplasti
subsitusi (mencangkok jaringan striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa
bibir/ Buccal Mucosa Graft, jaringan kelamin, atau jaringan preputium/
Vascularized preputial or genital skin flaps)

2. Bila panjang striktur kurang dari 2 cm dan tidak ada fistel maka dapt dilakukan
bedah endoskopi dengan lat Sachse.
3. Untuk striktur uretra anterior dapat dilakukan otis uretrotomi.

Uretrotomi (Endoscopic internal urethrotomy or incision) teknik bedah dengan


derajat invasif yang minim, di mana dilakukan tindakan insisi pada jaringan
radang untuk membuka striktur. Tindakan ini dikerjakan dengan menggunakan
kamera fiberoptik di bawah pengaruh anastesi
4. Pada wanita dilakukan dilatasi, balon kateter (plastik atau metal) dimasukkan ke
dalam uretra untuk membuka daerah yang menyempit. Jika cara tersebut gagal
bisa dilakukan otis uretrotomi

B. KONSEP PENYAKIT
1. Pengkajian
a. Riwayat
Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum striktur uretra
b. Pola Gordon
a. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan Apakah klien tahu tentang
penyakitnya? Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa
sakit? Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul? Apakah pasien tahu
penyebab dari rasa sakitnya? Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika
terjadi rasa sakit?
b. Nutrisi metabolik Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia? Makan/minu: frekuensi, jenis, waktu,
volume, porsi?
c. Eliminasi Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi,
waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri, bau, sejak kapan?
d. Aktivitas dan latihan Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas
(penkes, sebagian, total)? Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak,
batuk)?
e. Tidur dan istirahat Apakah tidur klien terganggu, penyebab? Berapa lama,
kualitas tidur (siang dan/malam) ? Kebiasaan sebelum tidur?
f. Kognitif dan persepsi sensori Sebelum sakit: Bagaimana menghindari rasa
sakit? Apakah mengalami nyeri (PQRST)? Apakah merasa pusing?
g. Persepsi dan konsep diri Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya
terkait dengan penyakitnya? Bagaimana harapan klien terkait dengan
penyakitnya?
c. Pengkajian fisik
a. Anamnesa:
Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari
penyebab striktur uretra.
b. Pemeriksaan fisik dan local:
Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di
uretra, infiltrat, abses atau fistula
d. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
- Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi
- Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
b. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran
urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan
lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20
ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari
harga normal menandakan ada obstruksi.
1. Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Teknik pemeriksaan
uretrogram adalah pemeriksaan radiografi ureter dengan bahan
kontras.uretra.
Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah
dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara
retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat
diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi.
GAMBAR: Retrograde urethrogram menunjukkan striktur uretra
bulbar

2. Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan
memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba
dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke
buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk
menandakan adanya penyempitan lumen uretra.
3. Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika
diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi
interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai
pisau sachse.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi b/d obstruksi mekanik, inflamasi
2. Nyeri b/d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral, insisi bedah
sitostomi suprapubik
3. Resiko infeksi b/d pajanan bakteri akibat tahanan urine
4. Perubahan pola berkemih b/d insisi bedah sitostomi suprapubik
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan belajar b/d tidak
mengenal sumber informasi
6. Ketakutan/ansietas b/d perubahan status kesehatan, kemungkinan prosedur
bedah/malignasi

3. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Retensi urine b/d penyumbatan spingter sekunder akibat striktur
Batasan karakteristik:
 Mayor: Distensi kandung kemih
 Minor: Individu menyatakan perasaan bahwa kandung kemihnya tidak
kosong.

Tujuan:

Klien menunjukkan pola berkemih dengan jumlah dan kekuatan aliran urine yang
normal.

Kriteria hasil:

Individu akan:

1. Mengosongkan kandung kemih menggunakan manuver crede atau valsafa


2. Berkemih volunter mencapai suatu keadaan yang secara pribadi merasa puas.

Intervensi:

1. Ajarkan individu meregangkan abdomen dan melakukan maneuver valsafa


/maneuver crede/maneuver regangan anal jika diindikasikan
Rasional: agar distensi kandung kemih berkurang
2. Instruksikan individu untuk mencoba ketiga teknik atau suatu kombinasi
teknik untuk menentukan mana yang paling efektif untuk mengosongkan
kandung kemih.
Rasional: individu dapat melakukan pengosongan kandung kemih secara
mandiri.
3. Ukur residu pasca berkemih setelah usaha mengosongkan kandung kemih,
jika volume urine lebih besar dari 100cc, jadwalkan program kateterisasi
intermiten.
Rasional: mengawasi keefektifan pengosongan kandung kemih .

2. Nyeri b/d peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi uretra, insisi bedah


sitostomi suprapubik

Batasan karakteristik:

 Mayor: komunikasi tentang nyeri yang dideskripsikan


 Minor: mengatupkan rahang atau pergelangan tangan, ansietas, menggosok
bagian yang nyeri, perubahan pada pola tidur.
Tujuan:

Klien menunjukkan berkurangnya tanda-tanda nyeri atau nyeri hilang sama


sekali.

Kriteria hasil:

Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, tampak rileks, mampu untuk tidur.

Intervensi:

1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya


Rasional: memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan
intervensi
2. Berikan individu kesempatan untuk istirahat disiang hari dan dengan waktu
tidur yang tidak terganggu pada malam hari.
Rasional: istirahat mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut
3. Ajarkan metode distraksi relaksasi selama nyeri akut misalnya latihan nafas
dalam
Rasional: meningkatkan relaksasi, mamfokuskan kembali perhatian dan dapat
maningkatkan kemampuan koping.
4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian analgesic sesuai indikasi
Rasional: untuk menghilangkan nyeri

3. Resiko infeksi b/d pajanan bakteri akibat tahanan urine

Tujuan :

Tidak tampak adanya tanda- tanda infeksi

Kriteria Hasil :

Mencapai waktu penyembuhan

Tak mengalami tanda infeksi

Intervensi :

1. Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan
cepat, gelisah, peka,disorientasi
R/ : Pasien yang mengalami sistoskopi dan/atau TUR prostat beresiko untuk
syok bedah/septik sehubungan dengan manipulasi/instrumentasi

2. Ambulasi dengan kantung drainase dependen


R/ : Menghindari reflek balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke dalam
kandung kemih

3. Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik


R/ : Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko untuk infeksi yang
diindikasikan dengan eritema, drainase purulen

4. Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang


waktu
R/ : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk
pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka

5. Gunakan pelindung kulit tipe ostomi


R/ : Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah ekskoriasi dan
menurunkan resiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson. (2013). Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Intervention and NOC Outcomes. New Jersey: Upper Saddle River.

Price, Sylvia Anderson. (2010). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit:
Pathophysiology Clinical Concept Of Disease Processes. Alih Bahasa: Peter
Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart.
Alih Bahasa: Agung Waluyo. Edisi: 12. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Suryadi, I.A., Asmarajaya, A.A.G.N., and Maliawan, S., 2012. Proses Penyembuhan Dan
Penyembuhan Luka. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana: Denpasar

Anda mungkin juga menyukai