Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN STRIKTUR URETRA


SISTEM PERKEMIHAN 1
Pembimbing : Ns. Yeni Kartika Sari, M.Kep

Disusun oleh :
1. Misnanto

(1111037)

2. Mirza Kumala (1111048)


3. Ema Alfiani

(1111031)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR


TAHUN AKADEMIK 2013/2014

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami
membahas mengenai Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Striktur Uretra.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.
Blitar, 6 November 2013
Tim Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... 1


Kata Pengantar .................................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................. 3
Bab I Pendahuluan .............................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................5
Bab II Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 6
2.1 Definisi ................................................................................................ 6
2.2 Etiologi ................................................................................................ 6
2.3 Patofisiologi ......................................................................................... 7
2.4 Manifestasi Klinis ................................................................................ 8
2.5 Pemeriksaan Diagnostik ...................................................................... 8
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................... 9
2.7 Komplikasi ........................................................................................ 10
Bab III Asuhan Keperawatan ............................................................................ 11
3.1 Pengkajian ......................................................................................... 11
3.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 14
3.3 Intervensi dan Rasional ..................................................................... 15
Bab IV Penutup ................................................................................................. 19
4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 19
4.2 Saran ................................................................................................. 19
Daftar Pustaka ................................................................................................... 20
Lampiran ........................................................................................................... 21

BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kegawatdaruratan urologi merupakan kegawatan di bidang urologi yang

bisa disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma
urogenitalia, biasanya dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas
yang tersedia tidak memadai, biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebih
lengkap. Berbeda halnya dengan kedaruratan urogenitalia non trauma, yang sering
kali tidak terdiagnosis dengan benar, menyebabkan kesalahan penanganan
maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke tempat yang lebih lengkap,
sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan ancaman terhadap
jiwa pasien.
Urine di keluarkan melalui uretra. Uretra wanita jauh lebih pendek dari pada
uretra pria hanya 4 cm panjangnya di bandingkan dengan panjang sekitar 20 cm
pada pria. Perbedaan anatomis menyebabkan insiden infeksi saluran kemih
asendens lebih tinggi pada wanita. dengan demikian hitung koloni yang lebih dari
100.000 sel bakteri permililiter urin di anggap bermakna patologis. Sfingter
internal bagian atas di tempat keluar dari kandung kemih, terdiri atas otot polos
dan dibawah pengendalian otonom. Sfingter eksternal adala otot rangka dan
berada di bawah pengendalian folunter. Uretra pada pria memiliki fungsi ganda
sebagai saluran untuk urin dan spermatozoa melalui koitus.
Striktur urethra merupakan penyakit atau kelainan yang berupa penyempitan
atau konstriksi dari lumen urethra akibat adanya obstruksi . Striktur urethra di
sebut juga penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik
(jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra.
Dari pengertian di atas, perawat mempunyai peranan penting untuk
mengatasi klien dengan striktur uretra dilihat dari upaya promotif perawat dalam
memberikan pendidikan kesehatan tentang sriktur uretra yang meliputi :
pengertian striktur uretra, penyebab striktur uretra, tanda dan gejala striktur uretra,
serta bagaimana cara pencegahan dari striktur uretra.
Upaya pencegahan atau preventif yang dapat dilakukan adalah dengan
membiasakan diri dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan, banyak

beristirahat. Upaya kuratif yaitu dengan memberikan pengobatan dengan cara


menganjurkan klien banyak minum air putih 2 2,5 ltr/hari dan makan - makanan
yang bergizi, therapy cairan dan pengobatan. Sedangkan upaya rehabilitative
untuk perawatan dirumah yaitu dengan cara memberikan klien makanan yang
bergizi, minum banyak air putih serta menjaga kebersihan dan sanitasi
lingkungan.
1.2
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)

Rumusan Masalah
Definisi
Etiologi
Patofisiologi
Manifestasi klinis
Pemeriksaan diagnostik
Penatalaksanaan
Komplikasi
Pengkajian
Diagnosa keperawatan
Intervensi dan rasional

1.3

Tujuan Penulisan

Tujuan Umum :
Setelah disusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami asuhan
keperawatan pada pasien dengan striktur uretra.
Tujuan Khusus :
1.
2.
3.

Mahasiswa dapat menjelaskan definisi striktur uretra.


Mahasiswa dapat memberikan gambaran klinis tentang striktur uretra.
Mahasiswa dapat menguraikan hal-hal yang dapat menyebabkan striktur

4.

uretra.
Mahasiswa dapat menguraikan cara pencegahan dan penanganan striktur

5.

uretra.
Mahasiswa dapat menguraikan askep striktur uretra
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan

parut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468). Striktur uretra lebih

sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya
uretra. (C. Long , Barbara;2000 hal 338)
Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang
disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut
menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.
2.2

Etiologi
Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap peradangan kronik atau cedera.

Radang karena gonore merupakan penyebab penting, tetapi radang lain yang
kebanyakan disebabkan penyakit kelamin lain, juga merupakan penyebab uretritis
dan periuretritis. Kebanyakan striktur ini terletak di uretra pars membranasea,
walaupun juga bisa ditempat lain.
Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan karena cedera
langsung, misalnya pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal
sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda lelaki sehingga terjadi
cedera kangkang. Yang juga tidak jarang terjadi ialah cedera iatrogenik akibat
kateterisasi atau instrumentasi.
Penyebab lain terjadinya striktur uretra ialah tindakan-tindakan bedah
seperti bedah rekonstruksi uretra terhadap hipospadia, epispadia, kordae, dan
bedah urologi.
Striktur uretra paling sering terjadi pada pria karena uretra pria lebih
panjang daripada uretra wanita. Penyebab lainnya ialah tekanan dari luar uretra
seperti tumor pada hipertrofi prostat benigna, atau pun juga bisa diakibatkan oleh
kelainan congenital, namun jarang terjadi. Resiko striktur uretra meningkat pada
orang yang memiliki riwayat penyakit menular seksual, episode uretritis berulang,
atau hipertrofi prostat benigna.
2.3

Patofisiologi
Striktur Uretra Trabekulasi, sarkulasi dan vertikal : Pada striktur uretra

kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan hukum starling, dan
apabila otot diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat
kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan

menebal dan akan terjadi trabekulasi pada fase compensasi, setelah itu pada fase
decompensasi timbul sirkulasi dan vertikel menonjol di luar buli-buli. Dengan
demikian divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa
dinding otot.
Residu urine Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi
makin kuat timbul residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu, residu
adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing
dalam keadaan normal residu ini tidak ada.
Refluks vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat b.a.k urine
dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan
intravesikel yang meninggi maka akan terjadi refluks yaitu urine dari buli-buli
akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal. Infeksi saluran kemih dan
gagal ginjal Dalam keadaan normal buli-buli dalam keadaan stent. Salah satu cor
tubuh mempertahankan buli-buli dengan perlu setiap saat mengosongkan buli-buli
waktu buang air kecil.
Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka
buli-buli gampang terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di bulibuli akan timbul refluks, maka timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang
akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya. Inflitrat urine, abces dan
fistulla Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang maka timbul
inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proximal dari striktur urine yang
terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine,
kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel
disuprapubis atau uretra proximal dari striktur.

2.4

Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan

kemudian timbul sebagai sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti
digambarkan pada hipertrofi prostat.

Gejala klinis yang sering ditimbulkan oleh striktur antara lain disuria,
kesuliran berkemih, pancaran kemih yang menurun, frekuensi kemih yang
abnormal, rasa tidak nyaman, hematuria, nyeri pelvis atau bagian bawah perut,
pengosongan kantung kemih yang tidak puas.
2.5
a)
b)

Pemeriksaan Diagnostik
Anamnesis yang lengkap.
Dengan anamnesis yang baik, diagnosis striktur urethra
mudah ditegakkan, apabila ada riwayat infeksi veneral atau
straddle injury seperti uretritis, trauma dengan kerusakan
pada pinggul straddle injury, instrumentasi pada urethra,

c)

pemasangan kateter, dan kelainan sejak lahir.


Inspeksi : meatus, ekstermus yang sempit, pembengkakan
serta fistula (e) di daerah penis, skrotum, perineum dan

d)

suprapubik.
Palpasi : teraba jaringan parut sepanjang perjalalanan
urethra, anterior pada bagian ventral dari penis, muara

e)
f)

fistula (e) bila dipijat mengeluarkan getah/nanah.


Colok dubur.
Kalibari dengan kateter lunak (lateks) akan ditemukan

g)

adanya hambatan.
Untuk kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan
dengan uretrosistografi, uretoskopi kedalam lumen uretra
dimasukkan dimana kedalam urethra dimasukkan dengan
kontras kemudian difoto sehingga dapat terlihat seluruh
saluran uretra dan buli-buli . dan dari fototersebut dapat
ditentukan :
Lokalisasi struktur : apakah terletak pada proksimal atau
distal dari sfingter sebab ini penting untuk tindakan

h)

operasi.
Besarnya kecilnya striktur.
Panjangnya striktur.
Jenis striktur.
Bila sudah dilakukan sistomi : bipolar-sistografi dapat
ditunjang dengan flowmetri.

i)

Pada kasus-kasus tertentu dapat dilakukan IVP, USG. Pada


striktur yang lama dapat terjadi perubahan sekunder pada
kelenjar

prostat,

batu/perkapuran/abses

prostat,

efididimis/fibrosis diefididimis.
2.6

Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur, panjang/

pendeknya striktur, dan kedaruratannya. Striktur uretra dapat diobati dengan


melakukan dilatasi uretra secara periodik. Dilatasi dilakukan dengan halus & hatihati setiap 2-3 bulan. Namun teknik seperti ini cenderung menimbulkan striktur
uretra kembali.
Beberapa pilihan terapi yang dapat dilakukan antara lain :
1)

Dilatasi, balon kateter atau dialtor (plastik atau metal) dimasukkan ke dalam

2)

uretra untuk membuka daerah yang menyempit.


Obturation, benda yang kecil, elastis, pipa plastik dimasukkan dan

3)

diposisikan pada daerah striktur.


Uretrotomi (endoscopic internal urethrotomy or incision), teknik bedah
dengan derajat invasif yang minim, dimana dilakukan tindakan insisi pada
jaringan radang untuk membuka striktur. Tindakan ini dikerjakan dengan

4)

menggunakan kamera fiberoptik dibawah pengaruh anastesi.


Uretroplasti atau rekonstruksi uretra terbuka, ada dua jenis uretroplasti yaitu
uretroplasti anastomosis (daerah yang menyempit dibedah lalu uretra
diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan di
sekitarnya) & uretroplasti subsitusi (mencangkok jaringan striktur yang
dibedah dengan jaringan mukosa bibir/ Buccal Mucosa Graft, jaringan
kelamin, atau jaringan preputium/ Vascularized preputial or genital skin

5)

flaps).
Prosedur rekonstruksi multipel (perineal urethrostomy), tindakan bedah
dengan membuat saluran uretra di perineum (ruang antara anus dan

6)

skrotum).
Penggunaan antibiotik diindikasikan pada pasien yang memiliki infeksi
saluran kemih. Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan hasil tes
kepekaan. Jika hasil tes kepekaan steril, maka antibiotik dapat diindikasikan

atas profilaksis seperti ampisilin atau sefalosporin generasi ke I atau


7)

aminoglikosida (gentamisin, ibramisin).


Uretroplastik adalah perbaikan cara bedah terbuka dengan cara pendekatan
melalui bawah abdominal, perawatan pasien serupa dengan pasien setelah
menjalani bedah urology. Striktura uretra pada wanita Etiologi striktur pada
wanita berbeda dengan laki-laki, etiologi striktur uretra pada wanita kadangkadang kronis biasanya diderita oleh wanita di atas 40 tahun dengan

8)

syndroma cystitis berulang yaitu dysuria, frequency dan urgency.


Diagnosa striktur uretra dibuat dengan bougie aboule, tanda khas dari
pemeriksaan

bougie

aboule

adalah

pada

waktu

dilatasi

terdapat

flik/hambatan. Pengobatan dari striktur uretra pada wanita dapat dilatasi


kalau gagal dengan otisurethrotomie.
2.7

Komplikasi
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kantung kemih.

Penumpukan urin dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi,
yang dapat menyebab ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi
striktur juga dapat terjadi, sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan
di bawahnya.
Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul
gejala sulit ejakulasi, fistula uretrokutaneus (hubungan abnormal antara uretra
dengan kulit), dan gagal ginjal (jarang).

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1

Pengkajian

10

Pengkajian terhadap klien dengan gangguan urologi meliputi pengumpulan


data dan analisa data. Dalam pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari
diri klien sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari catatan medis.
Pengumpulan data meliputi :
1)

Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama,
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal

2)

masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medik.


Biodata penanggung jawab meliputi : umur, pendidikan, pekerjaan, alamat,

3)

dan hubungan keluarga.


Keluhan utama Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien yang
mengatakan tidak dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah

4)

post op striktur uretra (cystostomi).


Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi
tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita pada masa

5)

lalu.
Pemeriksaan fisik, dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal
sebagai berikut : keadaan umum pada klien post operasi striktur uretra perlu
dilihat dalam hal : keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya
bicara. Pada post op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi

6)

BAK sehingga dilakukan pemasangan kateter tetap.


Sistem pernafasan, perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit
pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas,
kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan
gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta
frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada

7)

pengembangan paru dan mobilisasi secret pada jalan nafas.


Sistem kardiovaskuler, mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada
tidaknya peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi
jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat

8)

dihitung frekuensi denyut nadi.


Sistem pencernaan, yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu
makan, peristaltik usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui
secara dini penyimpangan pada sistem ini.

11

9)

Sistem genitourinaria, dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan


nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen
bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alatalat genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan
dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri

10)

waktu miksi, serta bagaimana warna urine.


Sistem musculoskeletal, yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat
Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota
gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu
bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada
otot harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan

11)

ototnya menurun.
Sistem integument, yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan
kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan

12)

fungsi perabaan.
Sistem neurosensori, yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial,

13)

fungsi sensori serta fungsi refleks.


Pola aktivitas sehari-hari, pola aktivitas sehari-hari pada klien yang
mengalami post op striktur uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan,
porsi makan, jenis dan kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB
(frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang
keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi,
mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan
menggunting kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi

14)

dan tempat rekreasi).


Data psikososial, pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada
dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain
yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri,
dan identitas diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan anggota
keluarganya maupun dengan lingkungan dimana ia berada. Pada klien
dengan post op striktur uretra dan imobilisasi adanya perubahan pada
konsep diri secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui
observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dan status
emosional perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam

12

pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data spiritual Klien dengan
post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya,
keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang
15)

merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakitnya.


Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Ureum, kreatinin, untuk melihat faal ginjal. Radiologi
Diagnosa pasti dapat dibuat dengan uretrografi. Retrograde uretrografi
untuk melihat uretra anterior. Antegrade uretrografi untuk melihat uretra
posterior. Bipoler uretrografi adalah kombinasi dari pemeriksaan
antegrade dan retrograde uretrografi. Dengan pemeriksaan ini diharapkan
di samping dapat dibuat diagnosis striktur uretra dapat juga ditentukan
panjang striktur uretra yang penting untuk perencanaan terapi/operasi.
Uretroskopi, Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat secara adanya
striktura. Uroflometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jumlah
yang dipancarkan perdetik normal flow maksimum laki-laki 15 ml/detik
dan wanita 25 ml/detik. Terapi Kalau penderita datang dengan retensio
urine atau inflitrat urine maka pertolongan pertama dengan cystostomi
kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrografi untuk memastikan adanya
striktur uretra. Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses
dilakukan insisi infiltrat pada abses dilakukan cystostomi baru kemudian
dibuat uretrografi. Trukar cystostomie Kalau penderita datang dengan
retensio urine atau infiltrat urine dilakukan cystostomi. Tindakan
cystostomi dilakukan dengan trukar, dilakukan dengan anastesi, 1 jari di
atas pubis dan di atas garis tengah tusukan membuat sudut setelah triktur
masuk, dimasukkan kateter dan triktur dilepas, kateter difiksasi dengan
benang sutera ke kulit. Uretroplasty Indikasi untuk uretroplasty adalah
penderita dengan striktur uretra dengan panjang lebih 2 cm atau dengan
fistel uretro-kutan atau penderita striktur uretra pasca uretromi sachse.
Bedah endoskopi Setelah dibuat diagnosis striktur uretra ditentukan
lokasi dan panjang striktura. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi
dengan alat sachse adalah striktura uretra anterior atau posterior masih
ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak ada
fistel, kateter dipasang selama 2 3 hari pasca tindakan Setelah penderita

13

dipulangkan penderita masih harus kontrol tiap minggu sampai satu


bulan kemudian tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan seumur
hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri kalau Q
maksimal 10 dilakukan bouginasi. Otis uretrotomie Tindakan otis
uretrotomie dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal
dari pendulans uretra dan fossa manikularis. Striktur uretra bisa juga
diperbaiki dengan uretromie visual trans uretra atau dengan uretroplastik
dengan anastomosis dari ujung ke ujung atau dengan grap ke dalam
perawatan orang pasca oretrotomie visual trans uretral serupa dengan
perawatan reseksi trans uretral prostatektomi (TURP).
3.2

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien striktur uretra post op menurut Marilynn

E. Doengoes (2000) adalah sebagai berikut :


1)
2)
3)

Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi..


Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung

4)
5)

kemih diabsorbsi.
Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.
Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter

6)
7)

setelah bedah.
Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah
interpretasi informasi.

3.3
1)

Intervensi dan Rasional


Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan : Gangguan pola eliminasi BAK teratasi.
Kritera Hasil : Klien dapat BAK secara spontan, tidak ada retensi, urgency,
dan disuria.
Rencana Tindakan
a. Pantau output urine dan karateristik. Rasional : mendeteksi gangguan
pola eliminasi BAK secara dini.
b. Pertahankan irigasi kemih yang konstan selama 24 jam.

Rasional :

mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.


c. Pertahankan kepatenan dauer kateter dengan irigasi. Rasional : mencegah
bekuan darah menyumbat kateter.
14

d. Usahakan intake cairan (25003000). Rasional : melancarkan aliran


urine.
e. Pantau gejala-gejala gangguan pola eliminasi BAK setelah kateter
2)

diangkat. Rasional : mendeteksi dini gangguan pola eliminasi BAK.


Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan : Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri, tanda-tanda vital dalam batas
normal, ekspresi wajah rileks.
Rencana Tindakan
a. Beri penyuluhan kepada pasien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
Rasional : mengurangi kemungkinan spasmus.
b. Pantau pasien pada interval yang teratur selama 24 jam, untuk mengenal
gejala-gejala dini spasmus kandung kemih. Rasional : menentukan
terdapatnya spasmus kandung kemih sehingga obat-obatan bisa
diberikan.
c. Beri obat-obatan yang dipesankan (analgetik, antispasmodik). Rasional :
gejala menghilang.
d. Katakan pada pasien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang
dalam 24 jam sampai 28 jam. Rasional : memberitahu pasien bahwa

3)

ketidaknyamanan hanya temporer.


Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung
kemih diabsorbsi.
Tujuan : Resiko kelebihan volume cairan teratasi.
Kriteria Hasil : Tidak ada kelebihan volume cairan, balance cairan
seimbang.
Rencana Tindakan
a. Pantau intake dan output dalam 24 jam. Rasional : kebutuhan cairan
seimbang dan terpenuhi.
b. Kaji tanda-tanda kelebihan volume cairan. Rasional : mengantisipasi

4)

adanya odem pada saluran kemih.


Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.
Tujuan : Resiko infeksi teratasi.
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital dalam batas
normal, hasil lab dalam batas normal.
Rencana Tindakan
a. Pantau tanda-tanda vital, laporkan gejala-gejala shock dan demam.
Rasional : mencegah sebelum terjadi shock.

15

b. Pantau warna urine darah merah segar bukan merah tua beberapa jam
setelah bedah baru. Rasional : warna urine berubah dari merah segar
menjadi merah tua pada hari ke 2 dan ke 3 setelah operasi.
c. Beri penyuluhan kepada pasien agar mencegah manuver valsava.
Rasional : dapat mengiritasi, perdarahan prostat pada periode dini pasca
bedah akibat tekanan.
d. Cegah pemakaian termometer rectal, pemeriksaan rectal atau huknah
sekurang-kurangnya

minggu.

Rasional

dapat

menimbulkan

perdarahan.
e. Pertahankan teknik aseptik dari sistem drainase urine, irigasi bila perlu
saja. Rasional : meminimalkan resiko masuknya kuman yang bisa
menyebabkan infeksi.
f. Usahakan intake yang banyak. Rasional : dapat menurunkan resiko
5)

infeksi.
Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter
setelah bedah.
Tujuan : Inkontinensia, stress teratasi.
Kriteria Hasil : Tidak ada inkontinensia, tidak ada stress.
Rencana Tindakan
a. Kaji terjadinya tetesan urine setelah kateter diangkat. Rasional :
mendeteksi kontinen.
b. Katakan kepada pasien bahwa itu biasa dan kontinen akan pulih.
Rasional : pasien harus dibesarkan harapannya bahwa ia itu normal.
c. Beri penyuluhan latihan-latihan perineal. Rasional : bantuan untuk

6)

mengendalikan kandung kemih.


Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
Tujuan : Resiko disfungsi seksual teratasi.
Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda disfungsi seksual.
Rencana Tindakan
a. Beri intervensi kepada pasien bahwa dalam berhubungan seksual,
pengeluaran sperma akan melalui lumen buatan. Rasional : Klien
mengatakan perubahan fungsi seksual.
b. Berikan informasi menurut kebutuhan, kemungkinan kembali tingkat
fungsi seperti semula, kejadian ejakulasi retrograde (air kemih seperti
susu). Cegah hubungan seksual 3 sampai 4 minggu setelah operasi.
Rasional : kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas, dan
berdampak disfungsi seksual.

16

7)

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah


interpretasi informasi.
Tujuan : Kurang pengetahuan teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengerti tentang penyakitnya dan perawatan di
rumah.

Rencana Tindakan
a. Beri penyuluhan kepada pasien. Cegah aktivitas berat 3 sampai 4 minggu
setelah operasi. Rasional : dapat menimbulkan perdarahan.
b. Cegah mengejan waktu BAB selama 4 sampai 6 minggu. Pakai pelunak
tinja laksatif sesuai kebutuhan. Rasional : mengejan bisa menimbulkan
perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan untuk mengedan
waktu BAB.
c. Anjurkan minum sekurang-kurangnya 2500 sampai 3000 ml/hari.
Rasional : dengan pemberian minum yang banyak maka klien akan BAK
dan tidak terjadi penyumbatan.

17

BAB IV PENUTUP
4.1

Simpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari tinjauan pustaka,

striktur uretra merupakan penyakit atau kelainan yang berupa


penyempitan atau konstriksi dari lumen urethra akibat adanya
obstruksi . Striktur uretra di sebut juga penyempitan akibat dari
adanya pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada
uretra atau daerah uretra. Uretra merupakan tabung yang
menyalurkan urine

keluar dari buli-buli melalui proses miksi.

Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan


mani.
Diagnosa keperawatan yang ada adalah, gangguan pola eliminasi urine
berhubungan dengan post uretroskopy, resiko tinggi terjadinya infeksi
berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder melalui tindakan
invasive pemasangan kateter, dan kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang penyakitnya dan perawatan di rumah. Intervensi di
tetapkan berdasarkan prioritas masalah sedangkan tujuan, criteria hasil, dan
rencana tindakan di tetapkan berdasarkan masalah yang ada.
4.2

Saran
Untuk perawat : hendaknya setiap melakukan rencana tindakan yang harus

didokumentasikan secara lengkap dan tepat. Untuk mahasiswa : perhatikan format


penulisan makalah agar rapi dan cari data pustaka yang akurat agar bisa
menunjang penulisan makalah.

18

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit EGC.
Jakarta.
Gallo. 2000 . Keperawatan Kritis, edisi VI, volume II. Penerbit Buku Kedokteran :
ECG. Jakarta.
Long Barbara C. 2001. Perawatan Medikal Bedah volume 3. Yayasan Alumni
Pendidikan Keperawatan Universitas Padjajaran. Bandung.
Mansjoer Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Penerbit Media
Aeusculapius FKUI. Jakarta.
Media Aesculaipius. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, jilid 2. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Nedia Sylvia, dan Wilson, Lorraine M. 2002. Patofisiologi, buku 2, edisi 4.
Penerbit EGC. Jakarta.
R. Syamsuidajat, Wim de Jong. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi. Penerbit
EGC. Jakarta.
Suddarth & Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2.
Penerbit EGC. Jakarta.
Susanto H. Fitri. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Widya Medika. Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai