Disusun oleh :
1. Misnanto
(1111037)
(1111031)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami
membahas mengenai Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Striktur Uretra.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.
Blitar, 6 November 2013
Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kegawatdaruratan urologi merupakan kegawatan di bidang urologi yang
bisa disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma
urogenitalia, biasanya dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas
yang tersedia tidak memadai, biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebih
lengkap. Berbeda halnya dengan kedaruratan urogenitalia non trauma, yang sering
kali tidak terdiagnosis dengan benar, menyebabkan kesalahan penanganan
maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke tempat yang lebih lengkap,
sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan ancaman terhadap
jiwa pasien.
Urine di keluarkan melalui uretra. Uretra wanita jauh lebih pendek dari pada
uretra pria hanya 4 cm panjangnya di bandingkan dengan panjang sekitar 20 cm
pada pria. Perbedaan anatomis menyebabkan insiden infeksi saluran kemih
asendens lebih tinggi pada wanita. dengan demikian hitung koloni yang lebih dari
100.000 sel bakteri permililiter urin di anggap bermakna patologis. Sfingter
internal bagian atas di tempat keluar dari kandung kemih, terdiri atas otot polos
dan dibawah pengendalian otonom. Sfingter eksternal adala otot rangka dan
berada di bawah pengendalian folunter. Uretra pada pria memiliki fungsi ganda
sebagai saluran untuk urin dan spermatozoa melalui koitus.
Striktur urethra merupakan penyakit atau kelainan yang berupa penyempitan
atau konstriksi dari lumen urethra akibat adanya obstruksi . Striktur urethra di
sebut juga penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik
(jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra.
Dari pengertian di atas, perawat mempunyai peranan penting untuk
mengatasi klien dengan striktur uretra dilihat dari upaya promotif perawat dalam
memberikan pendidikan kesehatan tentang sriktur uretra yang meliputi :
pengertian striktur uretra, penyebab striktur uretra, tanda dan gejala striktur uretra,
serta bagaimana cara pencegahan dari striktur uretra.
Upaya pencegahan atau preventif yang dapat dilakukan adalah dengan
membiasakan diri dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan, banyak
Rumusan Masalah
Definisi
Etiologi
Patofisiologi
Manifestasi klinis
Pemeriksaan diagnostik
Penatalaksanaan
Komplikasi
Pengkajian
Diagnosa keperawatan
Intervensi dan rasional
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum :
Setelah disusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami asuhan
keperawatan pada pasien dengan striktur uretra.
Tujuan Khusus :
1.
2.
3.
4.
uretra.
Mahasiswa dapat menguraikan cara pencegahan dan penanganan striktur
5.
uretra.
Mahasiswa dapat menguraikan askep striktur uretra
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan
parut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468). Striktur uretra lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya
uretra. (C. Long , Barbara;2000 hal 338)
Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang
disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut
menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.
2.2
Etiologi
Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap peradangan kronik atau cedera.
Radang karena gonore merupakan penyebab penting, tetapi radang lain yang
kebanyakan disebabkan penyakit kelamin lain, juga merupakan penyebab uretritis
dan periuretritis. Kebanyakan striktur ini terletak di uretra pars membranasea,
walaupun juga bisa ditempat lain.
Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan karena cedera
langsung, misalnya pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal
sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda lelaki sehingga terjadi
cedera kangkang. Yang juga tidak jarang terjadi ialah cedera iatrogenik akibat
kateterisasi atau instrumentasi.
Penyebab lain terjadinya striktur uretra ialah tindakan-tindakan bedah
seperti bedah rekonstruksi uretra terhadap hipospadia, epispadia, kordae, dan
bedah urologi.
Striktur uretra paling sering terjadi pada pria karena uretra pria lebih
panjang daripada uretra wanita. Penyebab lainnya ialah tekanan dari luar uretra
seperti tumor pada hipertrofi prostat benigna, atau pun juga bisa diakibatkan oleh
kelainan congenital, namun jarang terjadi. Resiko striktur uretra meningkat pada
orang yang memiliki riwayat penyakit menular seksual, episode uretritis berulang,
atau hipertrofi prostat benigna.
2.3
Patofisiologi
Striktur Uretra Trabekulasi, sarkulasi dan vertikal : Pada striktur uretra
kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan hukum starling, dan
apabila otot diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat
kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan
menebal dan akan terjadi trabekulasi pada fase compensasi, setelah itu pada fase
decompensasi timbul sirkulasi dan vertikel menonjol di luar buli-buli. Dengan
demikian divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa
dinding otot.
Residu urine Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi
makin kuat timbul residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu, residu
adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing
dalam keadaan normal residu ini tidak ada.
Refluks vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat b.a.k urine
dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan
intravesikel yang meninggi maka akan terjadi refluks yaitu urine dari buli-buli
akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal. Infeksi saluran kemih dan
gagal ginjal Dalam keadaan normal buli-buli dalam keadaan stent. Salah satu cor
tubuh mempertahankan buli-buli dengan perlu setiap saat mengosongkan buli-buli
waktu buang air kecil.
Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka
buli-buli gampang terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di bulibuli akan timbul refluks, maka timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang
akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya. Inflitrat urine, abces dan
fistulla Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang maka timbul
inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proximal dari striktur urine yang
terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine,
kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel
disuprapubis atau uretra proximal dari striktur.
2.4
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan
kemudian timbul sebagai sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti
digambarkan pada hipertrofi prostat.
Gejala klinis yang sering ditimbulkan oleh striktur antara lain disuria,
kesuliran berkemih, pancaran kemih yang menurun, frekuensi kemih yang
abnormal, rasa tidak nyaman, hematuria, nyeri pelvis atau bagian bawah perut,
pengosongan kantung kemih yang tidak puas.
2.5
a)
b)
Pemeriksaan Diagnostik
Anamnesis yang lengkap.
Dengan anamnesis yang baik, diagnosis striktur urethra
mudah ditegakkan, apabila ada riwayat infeksi veneral atau
straddle injury seperti uretritis, trauma dengan kerusakan
pada pinggul straddle injury, instrumentasi pada urethra,
c)
d)
suprapubik.
Palpasi : teraba jaringan parut sepanjang perjalalanan
urethra, anterior pada bagian ventral dari penis, muara
e)
f)
g)
adanya hambatan.
Untuk kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan
dengan uretrosistografi, uretoskopi kedalam lumen uretra
dimasukkan dimana kedalam urethra dimasukkan dengan
kontras kemudian difoto sehingga dapat terlihat seluruh
saluran uretra dan buli-buli . dan dari fototersebut dapat
ditentukan :
Lokalisasi struktur : apakah terletak pada proksimal atau
distal dari sfingter sebab ini penting untuk tindakan
h)
operasi.
Besarnya kecilnya striktur.
Panjangnya striktur.
Jenis striktur.
Bila sudah dilakukan sistomi : bipolar-sistografi dapat
ditunjang dengan flowmetri.
i)
prostat,
batu/perkapuran/abses
prostat,
efididimis/fibrosis diefididimis.
2.6
Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur, panjang/
Dilatasi, balon kateter atau dialtor (plastik atau metal) dimasukkan ke dalam
2)
3)
4)
5)
flaps).
Prosedur rekonstruksi multipel (perineal urethrostomy), tindakan bedah
dengan membuat saluran uretra di perineum (ruang antara anus dan
6)
skrotum).
Penggunaan antibiotik diindikasikan pada pasien yang memiliki infeksi
saluran kemih. Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan hasil tes
kepekaan. Jika hasil tes kepekaan steril, maka antibiotik dapat diindikasikan
8)
bougie
aboule
adalah
pada
waktu
dilatasi
terdapat
Komplikasi
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kantung kemih.
Penumpukan urin dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi,
yang dapat menyebab ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi
striktur juga dapat terjadi, sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan
di bawahnya.
Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul
gejala sulit ejakulasi, fistula uretrokutaneus (hubungan abnormal antara uretra
dengan kulit), dan gagal ginjal (jarang).
Pengkajian
10
Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama,
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal
2)
3)
4)
5)
lalu.
Pemeriksaan fisik, dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal
sebagai berikut : keadaan umum pada klien post operasi striktur uretra perlu
dilihat dalam hal : keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya
bicara. Pada post op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi
6)
7)
8)
11
9)
10)
11)
ototnya menurun.
Sistem integument, yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan
kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan
12)
fungsi perabaan.
Sistem neurosensori, yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial,
13)
14)
12
pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data spiritual Klien dengan
post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya,
keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang
15)
13
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien striktur uretra post op menurut Marilynn
4)
5)
kemih diabsorbsi.
Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.
Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter
6)
7)
setelah bedah.
Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah
interpretasi informasi.
3.3
1)
Rasional :
3)
4)
15
b. Pantau warna urine darah merah segar bukan merah tua beberapa jam
setelah bedah baru. Rasional : warna urine berubah dari merah segar
menjadi merah tua pada hari ke 2 dan ke 3 setelah operasi.
c. Beri penyuluhan kepada pasien agar mencegah manuver valsava.
Rasional : dapat mengiritasi, perdarahan prostat pada periode dini pasca
bedah akibat tekanan.
d. Cegah pemakaian termometer rectal, pemeriksaan rectal atau huknah
sekurang-kurangnya
minggu.
Rasional
dapat
menimbulkan
perdarahan.
e. Pertahankan teknik aseptik dari sistem drainase urine, irigasi bila perlu
saja. Rasional : meminimalkan resiko masuknya kuman yang bisa
menyebabkan infeksi.
f. Usahakan intake yang banyak. Rasional : dapat menurunkan resiko
5)
infeksi.
Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter
setelah bedah.
Tujuan : Inkontinensia, stress teratasi.
Kriteria Hasil : Tidak ada inkontinensia, tidak ada stress.
Rencana Tindakan
a. Kaji terjadinya tetesan urine setelah kateter diangkat. Rasional :
mendeteksi kontinen.
b. Katakan kepada pasien bahwa itu biasa dan kontinen akan pulih.
Rasional : pasien harus dibesarkan harapannya bahwa ia itu normal.
c. Beri penyuluhan latihan-latihan perineal. Rasional : bantuan untuk
6)
16
7)
Rencana Tindakan
a. Beri penyuluhan kepada pasien. Cegah aktivitas berat 3 sampai 4 minggu
setelah operasi. Rasional : dapat menimbulkan perdarahan.
b. Cegah mengejan waktu BAB selama 4 sampai 6 minggu. Pakai pelunak
tinja laksatif sesuai kebutuhan. Rasional : mengejan bisa menimbulkan
perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan untuk mengedan
waktu BAB.
c. Anjurkan minum sekurang-kurangnya 2500 sampai 3000 ml/hari.
Rasional : dengan pemberian minum yang banyak maka klien akan BAK
dan tidak terjadi penyumbatan.
17
BAB IV PENUTUP
4.1
Simpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari tinjauan pustaka,
Saran
Untuk perawat : hendaknya setiap melakukan rencana tindakan yang harus
18
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit EGC.
Jakarta.
Gallo. 2000 . Keperawatan Kritis, edisi VI, volume II. Penerbit Buku Kedokteran :
ECG. Jakarta.
Long Barbara C. 2001. Perawatan Medikal Bedah volume 3. Yayasan Alumni
Pendidikan Keperawatan Universitas Padjajaran. Bandung.
Mansjoer Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Penerbit Media
Aeusculapius FKUI. Jakarta.
Media Aesculaipius. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, jilid 2. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Nedia Sylvia, dan Wilson, Lorraine M. 2002. Patofisiologi, buku 2, edisi 4.
Penerbit EGC. Jakarta.
R. Syamsuidajat, Wim de Jong. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi. Penerbit
EGC. Jakarta.
Suddarth & Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2.
Penerbit EGC. Jakarta.
Susanto H. Fitri. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Widya Medika. Jakarta.
19