Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

STRIKTUR URETRA

DI SUSUN OLEH :
SUMIYATI
NIM : 105 STYJ 21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2021/2022
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Striktur urethra adalah berkurangnya diameter dan atau elastisitas urethra yang
disebabkan oleh jaringan urethra diganti jaringan ikat yang kemudian mengkerut
menyebabkan lumen urethra mengecil. Penyempitan lumen urethra disebabkan
oleh dinding urethra mengalami fibrosis dan pada tingkat yang parah terjadi fibrosis
korpus spongiosium (Smeltzer dan Bare, 2010)

B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2010), penyebab striktur uretra yaitu:
1. Kongenital
Striktur uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun bersamaan dengan anomaly
saluran kemih yang lain
2. Didapat
 Cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama operasi
transurethral, kateter indwelling, atau prosedur sitoskopi)
 Cedera akibat peregangan
 Cedera akibat kecelakaan
 Uretritis gonorrheal yang tidak ditangani
 Spasmus otot
 Tekanan dari luar misalnya pertumbuhan tumor
3. Post operasi
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra seperti
operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi
4. Infeksi
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi
kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non
gonorrhoika, kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun
juga terdapat pada tempat lain. Infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab
utama tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita.
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Marilynn (2010), manifestasi klinis dari striktur uretra adalah yaitu:
1. Sulit memulai buang air kecil
2. Sakit saat buang air kecil (dysuria)
3. Infeksi saluran kandung kemih
4. Retensi urin
5. Kandung kemih tidak benar-benar kosong
6. Aliran kencing lemah
7. Kencing dengan tetesan kecil
8. Darah dalam urin (hematuria)
9. Darah dalam air mani
10. Nyeri panggul
11. Kemampuan ejakulasi berkurang

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Purnomo (2011) Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah
trauma tumpul pada selangkangan (straddle injury) dan fraktur tulang pelvis. Proses
radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya
jaringan sikatriks pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan
hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat mencari
jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul
di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian
pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu banyak dijumpai
fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling. Tindakan yang kurang hati-hati
pada pemasangan kateter dapat menimbulkan salah jalan (false route) yang
menimbulkan kerusakan uretra dan menyisakan strikture dikemudian hari. Demikian
pula fiksasi kateter yang tidak benar pada pemakaian kateter menetap yang
menyebabkan penekanan kateter pada perbatasan uretra bulbo-pendulare yang
mengakibatkan penekanan uretra terus menerus, menimbulkan hipoksia uretra
daerah itu, yang pada akhirnya menimbulkan fistula atau strikur uretra.
Keterangan: Mekanisme trauma tumpul pada uretra anterior.(A)
Ilustrasi straddle injury menekan uretra bulbaris yang akan
melawan simfisis pubis (B) mengakibatkan gangguan pada uretra
dengan perdarahan di sepanjang fascia Colles. Fascia Buck juga
terganggu

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisis: warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, PH
7 atau lebih, bacteria (+)
2. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas, e.coli
3. BUN/Kreatinin: meningkat
4. Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui
panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi.
5. Uroflowmetri: untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi
6. Uretroskopi: untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra
(Purnomo, 2011)

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Nurarif dan Kusuma (2016) Tujuan dari pengobatan striktur uretra adalah
kesembuhan permanen, tidak hanya sembuh sementara. Pengobatan terhadap
striktur uretra tergantung pada lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan
kedaruratannya. Jika lokasi striktur di uretra pars bulbosa dimana terdapat korpus
spongiosum yang lebih tebal daripada di uretra pars pedularis, maka angka
kesuksesan prosedur uretrotomi akan lebih baik jika dikerjakan di daerah tersebut.
Penanganan konvensional seperti uretrotomi atau dilatasi masih tetap dilakukan,
walaupun pengobatan ini rentan menimbulkan kekambuhan. Pemasangan stent
adalah alternatif bagi pasien yang sering mengalami rekurensi striktur. Namun tidak
menutup kemungkinan untuk terjadi komplikasi seperti hiperplasia jaringan uretra
sehingga menimbulkan obstruksi sekunder. Beberapa pilihan terapi untuk striktur
uretra adalah sebagai berikut:
1. Dilatasi uretra
Dilatasi dilakukan dengan menggunakan balon kateter atau busi logam dimasukan
hati-hati ke dalam uretra untuk membuka daerah yang menyempit.
2. Uretrotomi interna
Teknik bedah dengan derajat invasive minim, dimana dilakukan tindakan insisi
pada jaringan radang untuk membuka striktur. Insisi menggunakan pisau otis atau
sasche. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktur total, sedangkan pada striktur
lebih berat pemotongan dikerjakan secara visual menggunakan kamera fiberoptik
dengan pisau sasche. Tujuan uretrotomi interna adalah membuat jaringan epitel
uretra yang tumbuh kembali di tempat yang sbelumnya terdapat jaringan parut.
3. Pemasangan stent
Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur. Stent
biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna. Ada dua jenis stent
yang tersedia, stent sementara dan permanen. Stent permanen cocok untuk
striktur uretra pars bulbosa dengan minimal spongiofibrosis. Biasanya digunakan
oleh orang tua, yang tidak fit menjalani prosedur operasi.
4. Uretroplasti
Uretroplasti adalah rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan jaringan
fibrosis. Ada dua jenis uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis dan substitusi.
Uretroplasti anastomosis dilakukan dengan eksisi bagian striktur kemudian uretra
diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan sekitar. Teknik ini
sangat tepat untuk striktur uretra pars bulbosa dengan panjang striktur 1-2 cm.
Uretroplasti substitusi adalah mencangkok jaringan striktur yang dibedah dengan
jaringan mukosa bibir, mukosa kelamin, atau preputium. Ini dilakukan dengan
graft, yaitu pemindahan organ atau jaringan ke bagian tubuh lain, dimana sangat
bergantung dari suplai darah pasien untuk dapat bertahan.
5. Prosedur rekonstruksi multiple Adalah
Merupakan suatu tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum.

G. KOMPLIKASI
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kandung kemih. Penumpukan
urin dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang dapat
menyebar ke kandung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi striktur juga
dapat terjadi, sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan di bawahnya.
Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit
ejakulasi, fistula uretrokutaneus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit), dan
gagal ginjal (Nurarif dan Kusuma, 2016)
H. PATHWAY

Congenital Infeksi, Spasme otot, tekanan dari luar, tumor,


Anomali saluran kemih Cedera uretra, cedera peregangan
Etiologi lain

Jaringan parut

Total tersumbat Penyempitan lumen uretra

Obstruksi saluran kemih Kekuatan pancaran dan jumlah urin


yang bermuara ke vesica urinaria berkurang

Gangguan Eliminasi Urin


Refluk urin Peningkatan tekanan
vesica urinary Nyeri akut

Hodroureter Penebalan dinding VU

Hidronefrosis Penurunan kontraksi otot VU

Pyelonefritis Kesulitan berkemih

Gagal ginjal kronik Retensi urin

Risiko Infeksi Sitostomi

Luka insisi Perubahan pola berkemih

Nyeri akut Retensi Urin


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien striktur urethra keluhan-keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi,
hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akhirnya menjadi
retensio urine.
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK
(Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita.
Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat
penyakit DM dan hipertensi .
4. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit striktur urethra. Anggota keluarga yang menderita DM, asma, atau
hipertensi.
5. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan
obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam
mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi
makanan yang adekuat )
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada
pola ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah.
c) Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu, jumlah
kecil dan tidak lancar menetes - netes, kekuatan system perkemihan. Klien juga
ditanya apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih.
Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat
dari p[enyempitan urethra kedalam rectum.
d) Pola tidur dan istirahat .
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur
memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan.
Upaya mengatasi kesulitan tidur.
e) Pola aktifitas .
Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu senggang,
kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama
sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan,
dimana klien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri.
f) Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain,
perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien
dapat berperan sebagai mana seharusnya.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan
klien sebelum pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu
acara operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada
dirinya. Koping klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu
dan merasa tidak berdaya.
h) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari
klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan
waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola
ini.
i) Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya,
pengetahuannya tantangsek sualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang
terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami sekarang (masalah kepuasan,
ejakulasi dan ereksi ) dan pola perilaku seksual.
j) Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme
penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya
dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor
positif atau negatif.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya.
Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen cedera fisik
2. Gangguan eliminasi urin b/d obstruksi uretra
3. Risiko infeksi b/d agen biologis
4. Retensi urin b/d peningkatan tekanan vesika urinaria
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Nurarif, H & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC.
Jogjakarta: Mediaction

Purnomo B. Basuki. 2011.Dasar-dasar urologi Edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto;


2011.

Smeltzer and Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Vol:1.
Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Indikator Diagnostik). Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan SDKI SLKI SIKI


Kriteria Hasil : :
Nyeri akut
 Mampu mengontrol nyeri Management nyeri
(tahu penyebab nyeri, Lakukan pengkajian nyeri secara
mampu menggunakan komprehensif termasuk lokasi,
Definisi : tehnik nonfarmakologi karakteristik, durasi, frekuensi,
Sensori yang tidak menyenangkan untuk mengurangi nyeri, kualitas dan faktor presipitasi
dan pengalaman emosional yang mencari bantuan)  Observasi reaksi nonverbal dari
muncul secara aktual atau potensial
 Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan
berkurang dengan
menggunakan
terapeutik
Gunakan teknik komunikasi
untuk mengetahui
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional): manajemen nyeri pengalaman nyeri pasien
serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat
(skala,
Mampu mengenali nyeri  Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
intensitas, frekuensi
yang dapat diantisipasi dengan akhir dan tanda nyeri)  Evaluasi pengalaman nyeri masa
yang dapat diprediksi dan dengan  Menyatakan rasa nyaman lampau
durasi kurang dari 6 bulan. setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang  Evaluasi bersama pasien dan
Batasan karakteristik : tim kesehatan lain tentang
normal ketidakefektifan kontrol nyeri
- Laporan secara verbal atau non masa lampau
verbal
- Fakta dari observasi  Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
- Posisi antalgic untuk
menghindari nyeri  Kontrol lingkungan yang dapat
- Gerakan melindungi mempengaruhi nyeri seperti
- Tingkah laku berhati-hati suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
- Muka topeng
- Gangguan tidur (mata sayu,
 Kurangi faktor presipitasi nyeri

tampak capek, sulit atau Pilih dan lakukan penanganan


gerakan kacau, menyeringai) nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi

-
lingkungan)
Tingkah laku distraksi, contoh :
 Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
jalan-jalan, menemui orang lain  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
dan/atau aktivitas, aktivitas  Tingkatkan istirahat

-
berulang-ulang)
Respon autonom (seperti Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
diaphoresis, perubahan tekanan berhasil
darah, perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)  Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
- Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam Analgesic Administration
-
rentang dari lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif (contoh : kualitas,
Tentukan lokasi, karakteristik,
dan derajat nyeri
gelisah, merintih, menangis, sebelum pemberian obat
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)  Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
- Perubahan dalam nafsu makan
dan minum
 Cek riwayat alergi

Pilih analgesik yang diperlukan


Faktor yang berhubungan : atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis)  Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
danMonitor vital sign sebelum
sesudah pemberian
analgesik pertama kali

Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat

Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)

Resiko infeksi
Infection Control (Kontrol infeksi)
Definisi : Peningkatan resiko  Bersihkan lingkungan setelah dipakai
masuknya organisme patogen pasien lain
Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko :

Klien bebas dari tanda dan  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif gejala infeksi  Instruksikan pada pengunjung untuk
- Ketidakcukupan pengetahuan

Menunjukkan kemampuan mencuci tangan saat berkunjung dan
untuk menghindari paparan untuk mencegah timbulnya setelah berkunjung meninggalkan
patogen infeksi pasien
- Trauma

Jumlah leukosit dalam  Gunakan sabun antimikrobia untuk
- Kerusakan jaringan dan batas normal cuci tangan
peningkatan paparan lingkungan

Menunjukkan perilaku hidup
 Cuci tangan setiap sebelum dan
- Ruptur membran amnion sehat sesudah tindakan kperawtan
- Agen farmasi (imunosupresan)  Gunakan baju, sarung tangan sebagai
- Malnutrisi alat pelindung
- Peningkatan paparan lingkungan
 Pertahankan lingkungan aseptik
patogen
selama pemasangan alat
- Imonusupresi
 Ganti letak IV perifer dan line central
- Ketidakadekuatan imum buatan
dan dressing sesuai dengan petunjuk
- Tidak adekuat pertahanan
umum
sekunder (penurunan Hb,
 Gunakan kateter intermiten untuk
Leukopenia, penekanan respon
inflamasi) menurunkan infeksi kandung kencing
- Tidak adekuat pertahanan tubuh  Tingktkan intake nutrisi
primer (kulit tidak utuh, trauma  Berikan terapi antibiotik bila perlu
jaringan, penurunan kerja silia,
cairan tubuh statis, perubahan Infection Protection (proteksi terhadap
sekresi pH, perubahan infeksi)
peristaltik)  Monitor tanda dan gejala infeksi
- Penyakit kronik sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
Retensi urin b/d peningkatan
tekanan vesika urinaria

Anda mungkin juga menyukai