Oleh:
NAMA : DENIS DWI LUTHFIANIK
NIM : P17230204111
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BLITAR
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post OP Striktur Uretra
1.1 Definisi
Striktur uretra adalah kondisi dimana suatu bagian dari uretra menyempit akibat
adanya jaringan parut dan kontriksi. Berbeda dengan obstruksi pada uretra yang
disebabkan oleh batu, striktur uretra merupakan adanya oklusi dari meatus
uretraliskarena adanyajaringan yang fibrotik dengan hipertreofi. Jaringan fibrotik yang
tumbuh dengan abnormal akan menutupi atau mempersempit meatus uretralis, sehingga
aliran urine (urine flow) akan menurun. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 144)
Striktur uretra bisa terjadi secara kongenital maupun karena trauma. Namun,
kejadian striktur uretra pada laki-laki jarang yang bersifat kongenital dan diakibatkan
oleh trauma yang bersifat iatrogenik (kateterisasi, prosedur endoskopik, atau
rekonstruksi uretra sebelumnya) atau karena trauma (fraktur pelvis). Sedangkan striktur
uretra pada wanita diakibatkan oleh adanya deformitas dari uretra yang berputar dan
mengalami penyempitan(spinning top). (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 144)
Striktur uretra merujuk kepada penyakit uretra anterior, yaitu terjadi proses
tebentuknya jaringan parut pada jaringan spongio-erektil di corpus spongiosum
(spongiofibrosis). Kontraksi jaringan parut ini menyebabkan pengurangan dari lumen
uretra. Sebagai contoh, jika pada keadaan normal uretra terukur 30 French maka
diameter lumen 10 mm dengan luas area lumen hanya 55 mm2, terjadi penurunan 29%.
Sebaliknya, definisi striktur uretra posterior adalah suatu proses pembuntuan (obliterasi)
pada uretra posterior yang berujung pada terbentuknya jaringan fibrosis. Secara umum,
efek distraksi pada area tersebut terjadi karena trauma atau radikal postatektomi.
Bhargava dkk. menyebutkan bahwa penyempitan lain dari uretra posterior dinamakan
sebagai kontraktur atau stenosis uretra.
1.2 Etiologi
Striktur atau penyempitan uretra disebabkan oleh munculnya jaringan parut (bekas luka)
pada saluran kencing. Bekas luka tersebut dapat muncul akibat hal-hal berikut ini:
Berbagai macam proses yang mencederai epitel uretra atau korpus spongiosum yang
berlanjut pada penyembuhan dengan jaringan parut dapat menyebabkan terjadinya
striktur uretra anterior. Secara etiologi, striktur uretra terjadi karena tiga iatrogenic
(TUR-P, radikal prostatektomi, koreksi hipospadia, pemasangan kateter menetap,
sistoskopi) dan infeksi (gonococcal sp. Chlanydia trachomatis sp.) idiopatik.
1.3 Klasifikasi
Derajat penyempitan uretra
1. Ringan : jika okulasi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen
2. Sedang : oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
3. Berat : oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 159)
Invasi Bakteri
Resiko
Infeksi
SAB
Kelemahan otot
ekstremitas
Blocking Anestesi Penurunan Saraf
Spinal ekstermitas bawah
Susah
Menekan laju
Beraktivitas
metabolism Gangguan
oksidatif Mobilitas Fisik
Intoleransi
Hipotermia Aktivitas
1. Frekuensi
Merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan
frekuensi untuk berkemih pada klien striktur uretra dikarenakan tidak tuntasnya
klien untuk mengosongkan vesika, sehingga masih terdapat residu urine dalam
vesika. Hal inilah yang kemudian mendorong m, detrusor untuk berespon
mengosongkan vesika.
2. Urgensi
Merupakan perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih. Akumulasi urine yang kronis pada klien striktur uretra
mengakibatkan iritabilitas vesika urinaria meningkat. Hal ini akan merangsang
persyarafan yang mengontrol eliminasi uri untuk mengosngkan melalui efek
kontraksi pada bladder. Dengan demikian keinginan untuk miksi akan terjadi
secara terus menerus pada klien striktura uretra.
3. Disuria
Merupakan rasa sakit dan kesulitan untuk melakukan miksi. Klien
striktura uretra akan mengalami iritabilitas mukosa, baik pada uretra maupun
pada vesika urinaria. Hal ini dikarenakan akumulasi urine yang melebihi
kapasitas bladder dan sifat Ph dari urine yang cenderung asam/basa akan melukai
mukosa saluran kemih. Selainitu, relaksasi vesika yang melebihi dari
kemampuan otot vesika akan menimbulkan inflamasi dan nyeri.
4. Inkontinesia urine
Merupakan ketidakmampuan untuk mengontrol miksi(ngompol).
Kejadian ini pada klien striktur uretra dipicu oleh iritabilitas syaraf perkemihan,
sehingga kemampuan untuk mengatur regulasi miksi menurun.
5. Urine menetes
Merupakan dampak dari residu urine dan adanya obstruksi pada meatus
uretralis, sehingga pancaran urine melemah dan pengosongan tidak bisa spontan
6. Penis membengkak
Bendungan urine dan obstruksi pada saluran uretra akan menyebabkan
resistensi kapiler jaringan sekitar meningkat dengan gejala inflamasi yang jelas,
sehingga penis akan membengkak.
7. Infiltrat
Jika obstruksi pada klien struktur uretra tidak tertangani dengan baik dan
terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan infeksi pada striktur
akan terjadi mengingat urine merupakan media untuk pertumbuhan kuman yang
baik. Jika hal ini terjadi, inflamasi jaringan striktur akan menjadi abses dan
infiltrasi akan terjadi pula.
8. Abses
Diakibatkan oleh invasi bakteri melalui urine kepada jaringan obstruksi
striktur
9. Fistel
Urine yang bersifat asam/basa akan berusaha secara patologis untuk
mencarari jalan keluar. Oleh karena itu, iritabilitas jaringan sekitar akan terus
terjadi untuk membuat saluran baru, sehingga kemungkinan akan terbentuk fistel
sebagai jalan keluar urine baru.
10. Retensio urine
Striktur uretra yang totalitas akan menghambat secara total aliran urine,
sehingga urine tidak akan keluar sedikitpun dan terakumulasi pada vesika
urinaria. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 147)
1.7 Penatalaksanaan
Ada beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan dokter untuk mengatasi striktur
uretra, yaitu:
1. Pelebaran uretra
2. Uretrotomi
3. Uretroplasti
4. Pemasangan stent
Selain berbagai prosedur di atas, dokter juga akan meresepkan antibiotik untuk
mencegah infeksi urine. Antibiotik akan diberikan untuk jangka panjang, sampai saluran
uretra sudah kembali melebar
BAB II
KONSEP DASAR PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN POST OP
STRIKTUR URETRA
2.1 Pengkajian
Data subjektif
1. Identitas pasien
2. Riwayat kesehatan
3. Keluhan utama
4. Riwaayat kesehatan (sekarang dan dahulu)
5. Riwayat kesehatan keluarga
6. Aktivitas dan istirahat
Data objektif
1. Keadaan umum
2. Glasgow Coma Scale
3. Tanda-tanda vital
4. Pemeriksaan integument
5. Pemeriksaan ekstremitas
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipotermi b.d efek agen farmakologis
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d efek agen farmakologis
2.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi
Tujuan dan kriteria hasil Tindakan keperawatan
Termoregulasi Manajemen hipotermia (I.14507)
(L.14134) Observasi :
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu tubuh
keperawatan selama 2 jam, 2. Identifikasi penyebab hipotermia (mis. Terpapar
maka termogulasi membaik suhu lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan
dengan kriteria: hipotalamus, penurunan laju metabolism,
- Menggigil meningkat kekurangan lemak subkutan)
- Kulit merah meningkat 3. Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia
- Kejang meningkat (Hipotermia ringan : takipnea, disartria,
- Akrosinosis meningkat menggiggil, hipertensi, diuresis ; Hipotermia
- Konsumsi oksigen sedang : aritmia, hipotensi, apatis,kogulopati,
meningkat reflex menurun, ; Hipotermia berat : oliguria,
- Piloereksi meningkat reflex menghilang,edema paru, asam-basa
- Vsokonstriksi perifer abnormal
meningkat
- Kutis memorata meningkat Terapeutik:
- Pucat meningkat 1. Sediakan lingkungan yang hangat (mis. atur
- Takikardi meningkat suhu ruangan, incubator)
- Takipnea meningkat 2. Ganti pakaian dan/atau linen yang basah
- Bradikardi meningkat 3. Lakukan penghangatan pasif( mis. selimut,
- Dasar kuku sianolik menutup kepala, pakaian tebal)
meningkat 4. Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis.
- Hipoksia meningkat kompres hangat, botol hangat, selimut hangat,
- Suhu tubuh membaik perawatan mode kangguru)
- Suhu kulit meningkat 5. Lakukan penghangatan aktif internal (mis. infus
- Kadar glukosa darah cairan hangat, oksigen hangat,lavase peritoneal
membaik dengan cairan hangat)
- Pengisian kapiler membaik Edukasi:
- Ventilasi membaik 1. Anjurkan makan/minum hangat
- Tekanan darah membaik
Mobilitas Fisik (L.05042) Manajemen Energi (1.05178)
Setelah dilakukan intervensi Observasi :
keperawatan selama 2 jam, 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
maka mobilitas fisik mengakibatkan kelelahan
meningkat dengan kriteria 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
hasil: 3. Monitor pola dan jam tidur
- Pergerakan ekstremitas 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
meningkat melakukan aktivitas
- Kekuatan otot meningkat Terapeutik :
- Rentang gerak(ROM) 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
meningkat stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
- Gerakan terbatas menurun 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau
- Nyeri menurun elektif
- Kecemasan menurun 3. Berikan aktivitas distraksi yang meneangkan
- Kaku sendi menurun 4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak
- Gerakan terbatas menurun dapat berpindah atau berjalan
- Kelemahan fisik menurun Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
4. Anjurkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Tim pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi Dan Indikator Diagnostik). Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim pokja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Definisi Dan Indikator Diagnostik). Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi Dan Indikator Diagnostik). Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.