Disusun Oleh:
SYAUQIYAH SALSABILA
NIM. 211133073
Mengetahui,
Mahasiswa
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
a. BPH ( Benigna Prostatic Hyperplasia)
Benigna Prostatic hyperplasia adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat.
(Yuliana elin, 2011).
b. Definisi TURP
Transurethral Resection of Prostate (TURP) adalah operasi yang
dilakukan dengan tujuan menghilangkan obstruksi di area central prostat
dengan menggunakan panas diatermi dan insersi kateter sementara
menuju kandung kemih untuk irigasi sisa jaringan yang tereseksi (CUP,
2011).
3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat
Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma
Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1) Gejala Obstruktif
a. Hesitancy yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali
disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot
destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya
tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Harus mengedan (training).
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra.
4. Patofisiologi
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi
perubahan patologi,anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan.
Perubahan hormonal menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal
dan elemen glandular pada prostat.
j. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana sebagian
urin tetap berada dala saluran kemih dan berfungsi sebagai media
untuk organisme infektif. Karena selalu terdapat sisa urin dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, Batu ini dapat menambah
keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat pula
menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
5. Pathway
Pembedahan
Resiko perdarahan
Kurang
Dekompensasi
Resiko infeksi
otot destrusor
Krisis situasi Terjadi
perdarahan
Akumulasi
urin di VU ansietas
Syok hivopolemik
Nyeri akut
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. (pre oprasi)
1) USG
USG dilakukan untuk melihat ukuran prostat penderita
2) Urinalisasi
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus
diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu,
infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
3) Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua
defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya
menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi
jantung dan pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit,
eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN,
kreatinin serum.
4) Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan sitoskopi.
Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajatdisfungsi buli, dan
volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat
kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari
fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di
vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat,
memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.
b. (Post operasi)
a) Irigasi/Spoling dengan Nacl
1) Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
2) Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
3) Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
4) Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
5) Hari ke 4 post operasi diklem
6) Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam
kateter bening)
7) Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah
(cairan serohemoragis < 50cc)
b) Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2
hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa
diganti dengan obat oral.
c) Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
d) Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin, Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
i) Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalanjalan tapi
tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen,
perdarahan
a) Primary survey
1) Airway
Pengkajian
- Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
- Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
Pengelolaan
- Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
- Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang
rigid
- Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal - Pasang airway definitif
sesuai indikasi.
Evaluasi
2) Breathing
Yang harus dilakukan dalam memeriksa breathing adalah nilai look, listen, feel
untuk mengetahui breathingnya baik atau tidak.
Penilaian
- Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal
in-line immobilisasi
- Cegah hipotermia
- Evaluasi
4) Disability
5) Exposure/Environment
- Buka pakaian penderita
- Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup
hangat.
1. Pasang EKG
• Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai
adanya hipoksia dan hipoperfusi
b. Secondari survey
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnosa medis.
2) Keluhan utama: nyeri pada saat BAK,terasa panas saat BAK, kesulitan BAK
3) Riwayat penyakit:
- Riwayat kesehatan
4) Pemeriksaan fisik
- Kepala dan leher :
- Thoraks :
- Ekstermitas :
- Eliminasi :
2. Dagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (operasi(TURP))
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansif
3) Ansietas
3. Tujuan & Rencana Tindakan Keperawatan Emergency & kritis
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, pada tahap ini
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil.
Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu ataupun kelompok (Deswani,
2009). Evaluasi keperawatan pada post operasi BPH meliputi:
a) Skala nyeri berkurang.
b) Tanda vital dalam rentang normal :
TD : 100-140 / 60- 90 mmHg
N : 60-100x/menit
S : 36,5 -37,5 °C
RR : 16-24x/menit
c) Dapat mengidentifikasi (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) ketika
berlangsung.
d) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi seperti tehnik distraksi dan relaksasi, kompres hangat,
imajinasi terbimbing, dan hypnosis diri untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan).
e) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Madjid, A., Irawaty, D., & Nuraini, T. (n.d.). PASIEN PASCA TRANSURETHRAL
RESECTION OF THE PROSTATE MELALUI KEGEL ’ S
EXCERCISE.
Moorhead, S. dk. (2013). NURSING OUTCOMES CLASSIFICATION(NOC) :
Pengukuran Outcomes Kesehatan, edisi Bahasa Indonesia. jakarta: Inc.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI