DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PRODI D IV KEPERAWATAN PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
VISI & MISI PRODI DIV KEPERAWATAN PONTIANAK POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
VISI
MISI
Semester : 7 (Tujuh)
Disahkan Oleh :
Puji dan rasa syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas selesainya makalah mata kuliah ASKEP GADAR 3 yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GRAVES’ DISEASE ”. Atas
dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Kelompok 6
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Graves merupakan penyakit kelenjar tiroid yang sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari. Tanda dan gejala penyakit Graves
yang paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia
difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan
sering disertai oftalmopati, serta meskipun jarang disertai dermopati.
Selain penyakit Graves, yang merupakan penyebab paling sering,
penyebab lain tirotoksikosis ialah struma multinodosa toksik, adenoma
toksik, tiroiditis, dan pemberian obat-obatan.
Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui
secara pasti. Namun demikian, diduga faktor genetik dan lingkungan ikut
berperan dalam mekanisme yang belum diketahui secara pasti
meningkatnya risiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri
penyakitnya, penyakit Graves dikelompokkan ke dalam penyakit
autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor
TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone- Receptor Antibody/ TSHR-Ab)
dengan kadar bervariasi.
Pengobatan penyakit Graves idealnya ditujukan langsung pada
penyebabnya. Tetapi, mengingat dasar penyakit Graves adalah penyakit
autoimun yang belum diketahui pasti penyebabnya, maka pengobatan
penyakit Graves dilakukan melalui berbagai pendekatan, yaitu merusak/
mengurangi massa kelenjar tiroid, menghambat produksi dan pengeluaran
hormon tiroid serta mengeliminasi efek hormon tiroid di perifer, sekaligus
menekan proses autoimun.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definsi, etiologi, patofisiologi, tanda gejala, faktor resiko, dan
penanganan dari penyakit Graves ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit Graves ?
D. Manfaat
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan lebih meningkatkan kualitas pelayanan yang cepat,
tepat, dan cerdik sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan gawat
darurat dengan baik terutama pada kasus Graves Disease.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan dan meningkatkan
keterampilan serta mengaplikasikan secara langsung teori- teori yang
didapat di bangku perkuliahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Penyebab penyakit Graves tidak diketahui ; akan tetapi tampak
predisposisi genetic pada penyakit auto imun. Reaksi silang tubuh
terhadap penyakit virus mungkin merupakan salah satu penyebabnya
(mekanisme ini sama seperti postulat terjadinya diabetes mellitus tipe
1). Obat-obatan tertentu yang digunakan untuk menekan produksi
hormon kelenjar tiroid dan kurangi yodium dalam diet dan air minum
yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama mungkin dapat
menyebabkan penyakit ini.
3. Patofisiologi
Graves disease merupakan salah satu contoh dari gangguan
autoimun hipersensitif tipe II. Sebagian besar gambaran klinisnya
disebabkan karena produksi autoantibodi yang berikatan dengan
reseptor TSH, dimana tampak pada sel folikuler tiroid ( sel yang
memproduksi tiroid ). Antibodi mengaktifasi sel tiroid sama seperti
TSH yang menyebabkan peningkatan produksi dari hormon tiroid.
Opthalmopathy infiltrat ( gangguan mata karena tiroid ) sering terjadi
yang tampak pada ekspresi reseptor TSH pada jaringan retroorbital.
Penyebab peningkatan produksi dari antibodi tidak diketahui. Infeksi
virus mungkin merangsang antibodi, dimana bereaksi silang dengan
reseptor TSH manusia. Ini tampak sebagai faktor predisposisi genetik
dari Graves disease, sebagaian besar orang lebih banyak terkena
Graves disease dengan aktivitas antibodi dari reseptor TSH yang
bersifat genetik.
4. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan frekuensi jantung.
b. Peningkatan tonus otot, tremor, iratabilitas, peningkatan sensitifitas
terhadap katekolamin.
c. Peningkatan laju metabolisme basal dan produksi panas, intoleransi
terhadap panas, keringat berlebihan.
d. Penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar.
e. Melotot
f. Dapat terjadi eksoftalmus ( penonjolan bola mata )
g. Peningkatan frekuensi buag air besar
h. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
i. Perubahan kulit dan kondisi rambut dapat terjadi
5. Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit
Graves dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme
umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan
kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer,
seperti L –tiroksin (T -4) dan tri-iodo-tironin (T -3) berada dalam
keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH).
Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat
dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH
akan menurun.
Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH
di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi
hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid
menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi
TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan
bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi
kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap
hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena
dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mlU/L.
Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-
4/FT-4).
Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG
tiroid) untuk menegakkan diagnosis penyakit Graves jarang
diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes supresi tiroksin.
6. Komplikasi
a. Aritmia biasa terjadi pada pasien yang mengalami hipertiroidisme
dan merupakan gejala yang terjadi pada gangguan tersebut. Setiap
individu yang mengeluhkan aritmia harus dievaluasi untuk
mengetahui terjadinya gangguan tiroid.
b. Komplikasi yang mengancam jiwa adalah krisis tirotoksik (badai
tiroid), yang dapat terjadi secara spontan pada pasien
hipertiroidisme yang menjalani terapi atau selama pembedahan
kelenjar tiroid, atau dapat terjadi pada pasien yang tidak
terdiagnosis hipertiroidisme. Akibatnya adalah pelepasan TH
dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia,
agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106°F) dan apabila tidak
diobati, terjadi kematian.
7. Penatalaksanaan Medik
Pengobatan terhadap Graves disease termasuk penggunaan
obat-obat anti tiroid (OAT), yodium radioaktif dan tiroidektomi (eksisi
pembedahan dari kelenjar tiroid). Pengobatan hipertiroid pada graves
disease adalah dengan obat-obatan seperti methimazole atau
propylthiouracil (PTU), yang akan menghambat produksi dari hormon
tiroid, atau juga dengan yodium radioaktif. Pembedahan merupakan
salah satu pilihan pengobatan, sebelum pembedahan pasien diobati
dengan methimazole atau propylthiouracil (PTU). Beberapa ahli
memberikan terapi kombinasi tiroksin dengan OAT dosis tinggi untuk
menghambat produksi hormon tiroid namun pasien tetap dipertahankan
eutiroid dengan pemberian tiroksin. Penambahan tiroksin selama terapi
dengan OAT juga akan menurunkan produksi antibodi terhadap
reseptor TSH dan frekuensi kambunya hipertiroid.
Pengobatan dengan iodium radioaktif diindikasikan pada :
pasien umur 35 tahun atau lebih, hipertiroid yang kambuh setelah
dioperasi, gagal mencapai remisi sesudah pemberian OAT, tidak
mampu atau tidak mau pengobatan dengan OAT dan pada adenoma
toksik, goiter multinodular toksik. Digunakan dengan dosis 5-12mCi
per oral.
Tiroidektomi subtotal sangat efektif untuk menanggulangi hipertiroid.
Indikasi operasi adalah :
a. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan
dengan OAT
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis
tinggi.
c. Alergi terhadap OAT, pasien tidak bisa menerima iodium
radioaktif.
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
e. Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih
nodul.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung
b.