Oleh :
Devit Fungki Wibowo
2201090361
1. PENGERTIAN
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) merupakan suatu penyakit dimana terjadi
pembesaran di kelenjar prostat akibat hyperplasia jinak dari sel-sel yang biasa terjadi
pada laki-laki berusia lanjut. kelainan ini ditentukan pada usia 40 tahun dan
frekuensinya makin bertambah sesuai dengan penambahan usia, sehingga pada usia
di atas 80 tahun kira-kira 80% dari laki-laki yang menderita kelaininan ini (Aprina,
Noven, & Sunarsih, 2017).
Secara histopatologis dikarakteristikkan dengan peningkatan jumlah sel-sel
stroma dan epitel prostat diarea periuretra yang merupakan suatu hiperplasia dan
bukan hipertrofi.BPH juga diartikan sebagai pembesaran prostat yang mengenai
uretra dan menyebabkan gejala urtikaria. BPH merupakan kondisi yang belum
diketahui penyebabnya, ditandai dengan meningkatnya ukuran zona dalam (kelenjar
periuretra) dari kelenjar prostat(Nuari & Dhina, 2017; Budaya & Besut, 2019).
2. ETIOLOGI
Sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti terjadinya BPH, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat dengan kadar
dihidrostesteron dan proses penuaan. Selain faktor tersebut ada beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat, yaitu sebagai berikut:
a. Dyhydrostosterone
Peningkatan 5 alfa reductase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prosta mengalami hiperplasi.
b. Ketidakseimbangan hormone esterogen-testosteron
Pada proses penuaan pria terjadi peningkatan hormone esterogendan
penurunan testoterone yang mengakitbatkan hiperplasi stroma.
c. Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal growth factor atau fibrolast growth faktor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat
e. Teori stel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-
sel baru. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
(Nuari & Dhina, 2017; Budaya & Besut, 2019)
3. PATOFISIOLOGI
BPH
- Nyeri akut
Resiko infeksi - Resiko infeksi - Resiko perdarahan
- Resiko - Penurunan pengetahuan
inkontinensia post operasi
pasca kateter - Resiko disfungsi seksual
4. TANDA DAN GEJALA
a) Gejala Obstruktif.
1) Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengedan yang disebabkan oleh karena otot destruksor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikel guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
2) Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intravesikel sampai berakhir miksi.
3) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
4) Pancaran lemah, kelemahan kekuatan dan pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
b) Gejala Iritasi.
1) Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2) Frequensi, yaitu penderita mikis lebih sering dari biasanya dapat
terjadi pada malam hai (nocturia) dan pada siang hari.
3) Dysuria, yaitu nyeri pada waktu kencing
5. MANIFESTASI KLINIS
1. IPPS ( International Prostat Symptoms Score ) adalah kumpulan pertanyaan
yang merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS
A. Skor 0-7 : gejala ringan
B. Skor 8-19 :gejala sedang
C. Skor 20-35 : gejala berat
Gejala :
Obstruktif : hesitansi, pancaran miksi lemah, intermitten miksi tak
puas, menetes setelah miksi
Iritatif : nocturna, urgensi & disuria.
2. Rectal grading
Didapatkan batas atas teraba, menonjal > 1 cm (seperti ujung hidung )
Lobus kanan/kiri simetri & tidak teraba nodul
A. Grade 0 : penonjolan 0-1 cm
B. Grade 1 : penonjolan 1-2 cm
C. Grade 2 : penonjolan 2-3 cm
D. Grade 3 : penonjolan 3-4 cm
E. Grade 4 : penonjolan >4 cm
3. Clinical grading (berdasarkan residu urine)
a. Grade 1
Sejak berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pasien mengeluh
kencing tidak puas, pancaran urine lemah, harus mengedan, nocturia
(belum terdapat sisa urine)
b. Grade 2
Telah terdapat sisa urine (sistitis), nocturia makin sering dan kadang
disertai hematuri pada cyctoscopy dinding vesika urinaria menebal
karena trabekulasi (hipertropi musculus destrusor)
c. Grade 3
Sisa urine mencapai 80-100 ml, infeksi semakin hebat (hiperplexi,
menggigil & nyeri pinggang karena cystitis). Trabekulasi semakin
banyak.
d. Grade 4
Retensi urine total.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
A. Darah lengkap
Untuk menilai kadar Hb, PCV (hematokrit), trombosit, leukosit
B. LED
Untuk menilai kemungkinan inflasi akibat statis urine
C. Sedimentasi urine
Untuk menilai kemungkinan inflamasi saluran kemih
D. Kultur urine
Untuk menentukan jenis bakteri & terapi antibiotik yang tepat
E. Renal fungsi tes (BUN/ureum, creatitin)
Untuk menilai gangguan fungsi ginjal akibat dari statis urine
F. PSA (Prostatik Spesifik Antigen)
Untuk kewaspadaan adanya keganasan
2. Pemeriksaan radiology
A. Foto abdomen polos (BNA/ Blass Nier Averzith)
Untuk melihat adanya batu pada system kemih
B. Intravenus phielografi
Untuk menilai kelainan ginjal dan ureter dan Untuk menilai penyulit
yang terjadi pada fundus uteri
C. USG (ultrasonografi)
Untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat
3. Pemeriksaan penendoscopy
- Untuk melihat derajat pembesaran kelenjar prostat
4. Pemeriksaan pancaran urine (uroflowmetri)
- Flowrate maximal >15 ml/ dtk : non obstruktif
- Flowrate maximal 10-15 ml/ dtk : border line
- Folwrate maximal <10 ml/ dtk : obstruktif
7. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi untuk :
- Mengurangi retensi laher vesika urinaria dengan obat golongan
penghambat androgen
- Mengurangi volume prostat
2. Operatif (operasi terbuka)
- Retrapubic transvesikal prostatectomy yaitu melakukan sayatan section
alfa melalui fossa prostate anterior tatapi tidak membuka dinding vesika
urinaria
- Suprapubic transvesikal prostatectomy (trayer) yaitu melakukan sayatan
section alva menembus vesika urinaria
- Transperineal prostatectomy yaitu melakukan sayatan melalui perineum,
fossa ischi langsung ke prostate.
3. Endorologi transurethral
- Transurethral resection prostatectomy (TUR-P)
- Transurethral laser prostatectomy (TUL-P)
- Transutretral incision of the prostate (TUP)
8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melawati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejak pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin
dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapatan uang menambah keluhan
iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesiko urinaria menjadikan media
oertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistatis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Nuari & Dhina, 2017).
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat dingin, terapi bermain
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan
Observasi
kerusakan integritas derajat infeksi menurun
kulit sebagai efek dengan kriteria hasil:
Identifikasi riwayat kesehatan dan
skunder dari 1. Demam menurun
riwayat alergi
prosedur 2. Kemerahan menurun
Identifikasi kontraindikasi
pembedahan 3. Nyeri menurun
pemberian imunisasi
4. Bengkak menurun
Identifikasi status imunisasi setiap
5. Kadar sel darah putih
kunjungan ke pelayanan
membaik
kesehatan
Terapeutik
Edukasi