Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERTROPHY)

Oleh :
Devit Fungki Wibowo
2201090361

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERTROPHY)

1. PENGERTIAN
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) merupakan suatu penyakit dimana terjadi
pembesaran di kelenjar prostat akibat hyperplasia jinak dari sel-sel yang biasa terjadi
pada laki-laki berusia lanjut. kelainan ini ditentukan pada usia 40 tahun dan
frekuensinya makin bertambah sesuai dengan penambahan usia, sehingga pada usia
di atas 80 tahun kira-kira 80% dari laki-laki yang menderita kelaininan ini (Aprina,
Noven, & Sunarsih, 2017).
Secara histopatologis dikarakteristikkan dengan peningkatan jumlah sel-sel
stroma dan epitel prostat diarea periuretra yang merupakan suatu hiperplasia dan
bukan hipertrofi.BPH juga diartikan sebagai pembesaran prostat yang mengenai
uretra dan menyebabkan gejala urtikaria. BPH merupakan kondisi yang belum
diketahui penyebabnya, ditandai dengan meningkatnya ukuran zona dalam (kelenjar
periuretra) dari kelenjar prostat(Nuari & Dhina, 2017; Budaya & Besut, 2019).

2. ETIOLOGI
Sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti terjadinya BPH, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat dengan kadar
dihidrostesteron dan proses penuaan. Selain faktor tersebut ada beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat, yaitu sebagai berikut:
a. Dyhydrostosterone
Peningkatan 5 alfa reductase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prosta mengalami hiperplasi.
b. Ketidakseimbangan hormone esterogen-testosteron
Pada proses penuaan pria terjadi peningkatan hormone esterogendan
penurunan testoterone yang mengakitbatkan hiperplasi stroma.
c. Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal growth factor atau fibrolast growth faktor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat
e. Teori stel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-
sel baru. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
(Nuari & Dhina, 2017; Budaya & Besut, 2019)
3. PATOFISIOLOGI

Perubahan estrogen, Peranan growth Lama hidup sel Proliferasi


testosterone pada hormon prostat abnormal sel
laki-laki usia lanjut stem

BPH

Penyempitan lumen uretra prostatik

Aliran urine terhambat

Perubahan sekunder kandung kemih

Stadium lanjut Stadium dini

Dinding vesika menurun Tekanan intravesika meningkat

Residu urine Kompensasi musculus destrusor

Tonus vesika urinaria menurun Penebalan vesika urinaria

Saraf parasimpatis melemah Sulit kencing

Kelemahan muscle destrusor

Keluhan LUTS Distensi vesika urinaria


(Lower Urinary Tract Symptom)

Pembedahan (TUR-P) Gangguan rasa nyaman


Bertahan nyeri
lama
Pemasangan Gangguan eliminasi
Mikroorganisme kateter urine pasca operasi

- Nyeri akut
Resiko infeksi - Resiko infeksi - Resiko perdarahan
- Resiko - Penurunan pengetahuan
inkontinensia post operasi
pasca kateter - Resiko disfungsi seksual
4. TANDA DAN GEJALA
a) Gejala Obstruktif.
1) Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengedan yang disebabkan oleh karena otot destruksor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikel guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
2) Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intravesikel sampai berakhir miksi.
3) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
4) Pancaran lemah, kelemahan kekuatan dan pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
b) Gejala Iritasi.
1) Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2) Frequensi, yaitu penderita mikis lebih sering dari biasanya dapat
terjadi pada malam hai (nocturia) dan pada siang hari.
3) Dysuria, yaitu nyeri pada waktu kencing

5. MANIFESTASI KLINIS
1. IPPS ( International Prostat Symptoms Score ) adalah kumpulan pertanyaan
yang merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS
A. Skor 0-7 : gejala ringan
B. Skor 8-19 :gejala sedang
C. Skor 20-35 : gejala berat
Gejala :
 Obstruktif : hesitansi, pancaran miksi lemah, intermitten miksi tak
puas, menetes setelah miksi
 Iritatif : nocturna, urgensi & disuria.
2. Rectal grading
Didapatkan batas atas teraba, menonjal > 1 cm (seperti ujung hidung )
Lobus kanan/kiri simetri & tidak teraba nodul
A. Grade 0 : penonjolan 0-1 cm
B. Grade 1 : penonjolan 1-2 cm
C. Grade 2 : penonjolan 2-3 cm
D. Grade 3 : penonjolan 3-4 cm
E. Grade 4 : penonjolan >4 cm
3. Clinical grading (berdasarkan residu urine)
a. Grade 1
Sejak berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pasien mengeluh
kencing tidak puas, pancaran urine lemah, harus mengedan, nocturia
(belum terdapat sisa urine)
b. Grade 2
Telah terdapat sisa urine (sistitis), nocturia makin sering dan kadang
disertai hematuri pada cyctoscopy dinding vesika urinaria menebal
karena trabekulasi (hipertropi musculus destrusor)
c. Grade 3
Sisa urine mencapai 80-100 ml, infeksi semakin hebat (hiperplexi,
menggigil & nyeri pinggang karena cystitis). Trabekulasi semakin
banyak.
d. Grade 4
Retensi urine total.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
A. Darah lengkap
Untuk menilai kadar Hb, PCV (hematokrit), trombosit, leukosit
B. LED
Untuk menilai kemungkinan inflasi akibat statis urine
C. Sedimentasi urine
Untuk menilai kemungkinan inflamasi saluran kemih
D. Kultur urine
Untuk menentukan jenis bakteri & terapi antibiotik yang tepat
E. Renal fungsi tes (BUN/ureum, creatitin)
Untuk menilai gangguan fungsi ginjal akibat dari statis urine
F. PSA (Prostatik Spesifik Antigen)
Untuk kewaspadaan adanya keganasan
2. Pemeriksaan radiology
A. Foto abdomen polos (BNA/ Blass Nier Averzith)
Untuk melihat adanya batu pada system kemih
B. Intravenus phielografi
Untuk menilai kelainan ginjal dan ureter dan Untuk menilai penyulit
yang terjadi pada fundus uteri
C. USG (ultrasonografi)
Untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat
3. Pemeriksaan penendoscopy
- Untuk melihat derajat pembesaran kelenjar prostat
4. Pemeriksaan pancaran urine (uroflowmetri)
- Flowrate maximal >15 ml/ dtk : non obstruktif
- Flowrate maximal 10-15 ml/ dtk : border line
- Folwrate maximal <10 ml/ dtk : obstruktif

7. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi untuk :
- Mengurangi retensi laher vesika urinaria dengan obat golongan
penghambat androgen
- Mengurangi volume prostat
2. Operatif (operasi terbuka)
- Retrapubic transvesikal prostatectomy yaitu melakukan sayatan section
alfa melalui fossa prostate anterior tatapi tidak membuka dinding vesika
urinaria
- Suprapubic transvesikal prostatectomy (trayer) yaitu melakukan sayatan
section alva menembus vesika urinaria
- Transperineal prostatectomy yaitu melakukan sayatan melalui perineum,
fossa ischi langsung ke prostate.
3. Endorologi transurethral
- Transurethral resection prostatectomy (TUR-P)
- Transurethral laser prostatectomy (TUL-P)
- Transutretral incision of the prostate (TUP)

8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melawati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejak pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin
dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapatan uang menambah keluhan
iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesiko urinaria menjadikan media
oertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistatis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Nuari & Dhina, 2017).

9. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap dari awal proses keperawatan sebagai dasar
untuk pemberian asuhan keperawatan yang aktual. Tujuan dilakukannya tahap
pengkajian adalah mengumpulkan, mengorganisasi, dan mendokumentasikan
data yang menjelaskan respons klien yang mempengaruhi pola kesehatannya.
Suatu pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis, dan logis akan
mengarah dan mendukung identifikasi masalah kesehatan klien. Masalah ini
menggunakan data pengkajian sebagai dasar formulasi untuk menegakkan
diagnosis keperawatan (Nuari & Dhina, 2017).
2. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi :
a) Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema,
pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi
yang lama.
b) Penonjolan pada daerah supra pubik yang mengakibatkan retensi
urine.
c) Perhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas
pembedahan di suprasimfisis.
2) Palpasi :
a) Pemeriksaan Rectal Toucher (colok dubur) posisi pasien knee
chest.
b) Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan
perasaan ingin buang air kecil.
c) Palpasi kandung kemih untuk menentukan batas kandung kemih
dan adanya nyeri tekan padaa area suprasimfisis
d) Pemeriksaan tanda-tanda vital
3) Perkusi :
a) Pada daerah supra pubik apakah menghasilkan bunyi pekak yang
menunjukan distensi kandung kemih.
b) Perkusi untuk melihat apakah ada residual urine.
c) Uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose
meatus, striktur uretra, batu uretra/femoisis

3. Pemeriksaan Eliminasi Urine


1) Pancaran miksi : Adanya perubahan pada eliminasi urine seperti
perubahan pancaran menandakan gejala obstruksi. Ketidakmampuan
eliminasi bisa terjadi pada klien yang mengalami obstreuksi pada saluran
kemih.
2) Drainase kateter : Melakukan drainase urine, meliputi : kelancaran, warna,
jumlah, dan cloting
4. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Intervensi
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), diagnosa keperawatan yang
dapat dirumuskan pada kasus BPH secara teoritis antara lain:
1) (D.0040) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan
kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
2) (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(spasme kandung kemih)
3) (D.0142) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
sebagai efek skunder dari prosedur pembedahan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No. Intervensi (SIKI)
Keperawatan Hasil (SLKI)
1 Gangguan eliminasi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Eliminasi Urine
urin berhubungan keperawatan diharapkan
1. Observasi
dengan penurunan pengosongan kandung
 Identifkasi tanda dan gejala
kemampuan kemih lengkap membaik
retensi atau inkontinensia
menyadari tanda- dengan kriteria hasil:
urine
tanda gangguan 1. Sensasi berkemih
 Identifikasi faktor yang
kandung kemih meningkat
menyebabkan retensi atau
2. Desakan berkemih
inkontinensia urine
menurun
 Monitor eliminasi urine
3. Distensi kandung
(mis. frekuensi, konsistensi,
kemih menurun
aroma, volume, dan warna)
4. Disuris menurun
2. Terapeutik
 Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih
 Batasi asupan cairan, jika
perlu
 Ambil sampel urine
tengah (midstream) atau
kultur
3. Edukasi
 Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urine
 Anjurkan mengambil
specimen urine midstream
 Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
 Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
 Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
suposituria uretra jika perlu

2 Nyeri akut Setelah dilakukan Dukungan Nyeri Akut : Manajemen


berhubungan dengan intervensi keperawatan Nyeri
agen pencedera diharapkan tingkat nyeri Observasi
fisiologis (spasme menurun dan kontrol nyeri  Identifikasi lokasi, karakteristik
kandung kemih) meningkat dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas,
hasil : intensitas nyeri
1. Tidak mengeluh nyeri  Identifikasi skala nyeri
2. Tidak meringis  Identifikasi respons nyeri non
3. Tidak bersikap protektif verbal
4. Tidak gelisah
5. Kesulitan tidur  Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan memperingan
6. Frekuensi nadi nyeri
membaik  Identifikasi pengetahuan dan
7. Melaporkan nyeri keyakinan tentang nyeri
terkontrol Identifikasi pengaruh budaya
8. Kemampuan mengenali terhadap respon nyeri
onset nyeri meningkat  Identifikasi pengaruh nyeri pada
9. Kemampuan mengenali kualitas hidup
penyebab nyeri  Monitor keberhasilan terapi
meningkat komplementer yang sudah
10. Kemampuan diberikan
menggunakan teknik  Monitor efek samping
nonfarmakologis penggunaan analgetik
meningkat

Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat dingin, terapi bermain
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan
Observasi
kerusakan integritas derajat infeksi menurun
kulit sebagai efek dengan kriteria hasil:
 Identifikasi riwayat kesehatan dan
skunder dari 1. Demam menurun
riwayat alergi
prosedur 2. Kemerahan menurun
 Identifikasi kontraindikasi
pembedahan 3. Nyeri menurun
pemberian imunisasi
4. Bengkak menurun
 Identifikasi status imunisasi setiap
5. Kadar sel darah putih
kunjungan ke pelayanan
membaik
kesehatan

Terapeutik

 Berikan suntikan pada pada bayi


dibagian paha anterolateral
 Dokumentasikan informasi
vaksinasi
 Jadwalkan imunisasi pada interval
waktu yang tepat

Edukasi

 Jelaskan tujuan, manfaat, resiko


yang terjadi, jadwal dan efek
samping
 Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
 Informasikan imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
 Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus
 Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal imunisasi
kembali
 Informasikan penyedia layanan
pekan imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis
DAFTAR PUSTAKA
Aprina, Noven, I. Y., & Sunarsih. (2017). Relaksasi Progresif terhadap Intensitas Nyeri
Post Operasi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia). Jurnal Kesehatan, Vol. 8 No.
2. E-ISSN: 2548 5695. P-ISSN: 2086 7751.
Astriani, N. m., & Made, M. P. (2020). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah I. Jawa
Tengah : Lakeisha.
Budaya, T. N., & Besut, D. (2019). A to Z BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA).
Malang: UB PRESS.
Himawan, R., & dkk. (2019). Pengaruh Terapi Dzikir Terhadap Tingkat Nyeri pada
Pasien Post Operasi Benigna Prostat Hyperplasia di RSUD RA. KARTINI
JEPARA. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, Vol. 10 No.1. Hal: 229-235.
Nuari, N. A., & Dhina, W. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: DEEPUBLISH.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Interveni Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Walid, S., & Nikmatur, R. (2019). Proses Keperawatan Berbasis KKNI (Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia). Jakarta: Edulitera.

Anda mungkin juga menyukai