Anda di halaman 1dari 25

1

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PERIOPERATIF DENGAN STRICTUR URETRA YANG AKAN
DILAKUKAN TINDAKAN PANENDOSCOPY K/P SACHSE + DILATASI
URETRA DI INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh
Rizky Bella Mulyaningsasi, S.Kep
NIM 132311101043

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
2

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PERIOPERATIF DENGAN STRICTUR URETRA YANG AKAN
DILAKUKAN TINDAKAN PANENDOSCOPY K/P SACHSE + DILATASI
URETRA DI
INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

A. Anatomi Fisiologi Uretra


Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-
buli sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang
bervariasi. Uretra pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian
posterior. Uretra posterior dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars
membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan
bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch, dan wanita 30
ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.

1. Uretra bagian anterior


Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini
dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra
3

anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga
kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah.
2. Uretra bagian posterior
Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi
kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra
membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra,
sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang membentuk
sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan kemih dan
berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah dan
dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat
mencederai uretra membranasea.
B. Konsep Dasar Striktur Uretra
1. Definisi
Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang
disebabkan karena jaringan uretra digantikan oleh jaringan ikat, disebabkan
penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. Striktur
uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan
panjang uretranya (C. Smeltzer, Suzanne; 2002 hal 1468).
.
2. Klasifikasi
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi
tiga tingkatan:
1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra
2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di
korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.
4

GAMBAR: Derajat Penyempitan Uretra

3. Etiologi
Striktur uretra dapat terjadi pada:
1. Infeksi
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti
infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika
atau non gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya
namun sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan
striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat pada
tempat lain; infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab utama tapi
dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu yang terinfeksi
atau menggunakan kondom.1-3
2. Trauma
Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma
tumpul pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars
bulbosa, dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset
dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria,
trauma langsung pada penis, instrumentasi transuretra yang kurang hati-
5

hati (iatrogenik) seperti pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter


yang salah. 1-3
3. Iatrogenik
a. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia,
epispadia
b. Post operasi
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur
uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
4. Tumor
5. Kelainan Kongenital,misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra
posterior
Penyebab paling umum dari striktur uretra saat ini adalah traumatik atau
iatrogenik. Penyebab yang lebih jarang ditemui adalah peradangan atau
infeksi, keganasan, dan kongenital. Striktur akibat infeksi biasanya
merupakan gejala sekunder dari urethritis gonococcal, yang masih umum
di beberapa populasi berisiko tinggi.

Penyebab yang paling penting adalah idiopati, reseksi transurethral,


kateterisasi uretra, fraktur panggul dan operasi hipospadia. Penyebab
iatrogenik keseluruhan (reseksi transurethral, kateterisasi uretra, sistoskopi,
prostatektomi, operasi brachytherapy dan hipospadia) adalah 45,5% dari
kasus striktur. Pada pasien yang lebih muda dari 45 tahun penyebab utama
adalah idiopati, operasi hipospadia dan fraktur panggul. Pada pasien yang
lebih tua dari 45 tahun penyebab utama adalah reseksi transurethral dan
idiopathy. Penyebab utama penyakit penyempitan multifokal/ panurethral
adalah kateterisasi uretra anterior, sedangkan fraktur panggul adalah
penyebab utama dari striktur uretra posterior.

4. Patofisiologi
Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan
mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan
6

ginjal. Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat
orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri
dari lapisan erektil vaskular.
Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara
epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan
ikat) yang tidak sama dengan semula.
Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen
uretra, sehingga terjadi striktur uretra.
Segala proses yang melukai lapisan epitelium uretra atau di bagian korpus
spongiosum pada proses penyembuhannnya akan menghasilkan jaringan parut
tau scar. Hal ini akan menyebabkan striktur uretra anterior. Sebagian besar
striktur uretra disebabkan oleh trauma, biasanya stradle trauma. Trauma ini
biasanya tidak dirasakan sampai pasien mengeluh kesulitan BAK yang
merupakan tanda dari obstruksi oleh karena striktur atau scar. Trauma
iatrogenik juga dapat menyebabkan striktur uretra. Namun dengan
berkembangnya endoskopi yang kecil dan pembatasan indikasi sistoskopi
pada pria membuat kejadian striktur uretra lebih sedikit. Jejas pada urethra
posterior yang berakibat terjadinya striktur berhubungan dengan fibrosis
periurethral yang luas.
Striktur akibat radang berhubungan dengan gonorrhea adalah penyebab paling
sering pada masa lalu dan sekarang sangat jarang ditemui. Dengan
penanganan antibiotik yang tepat dan efektif, urethriris gonococcal jarang
menjadi striktur uretra. Sampai hari ini belum jelas hubungan antara uretritis
nonspesifik dengan striktur uretra anterior.
Karakteristik dari striktur adalah perubahan epitel uretra oleh jaringan fibrosa
padat karena tromboflebitis lokal di korpus spongiosum dalam. Epitel itu
sendiri biasanya utuh, meskipun yang abnormal. Patogenesis striktur belum
dipelajari secara luas dan studi yang ada menyebutkan infeksi sebagai
penyebab, meskipun telah ada studi pada model binatang yang mempelajari
trauma elektro-koagulasi pada uretra kelinci sebagai model cedera iatrogenik.
Lokasi dari kelenjar uretra berhubungan dengan tempat kejadian infeksi yang
7

berhubungan dengan striktur yang mengimplikasikannya sebagai penyebab.


Namun, satu-satunya studi tentang patogenesis penyakit striktur menunjukkan
bahwa perubahan yang utama adalah metaplasia epitel uretra dari normal
jenisnya pseudo-kolumnar bertingkat pada epitel skuamosa berlapis. Ini
adalah epitel yang rapuh, dan ini cenderung untuk robek saat terjadi distensi
selama berkemih. Robekan tersebut akan membuat lubang di epitel
menyebabkan ekstravasasi urine saat berkemih yang memicu untuk
terbentuknya fibrosis subepitel. Pada penampakan mikroskopis, tempat
terjadinya robekan terbentuk fibrosis dan menyatu selama periode tahun untuk
membentuk plak makroskopik, yang kemudian dapat menyempitkan uretra
jika mereka menyatu di sekitar lingkar uretra untuk membentuk sebuah cincin
yang lengkap. Dalam model pembentukan striktur, infeksi bakteri dapat
menginduksi metaplasia skuamosa, dan faktor lainnya dapat berupa bahan
kimia, fisik atau biologis.
8

5. Manifestasi Klinis

Adanya obstruksi saluran kemih bawah akan memberikan sekumpulan


gejala yang populer diistilahkan sebagai LUTS (lower urinary tract symptoms).
Patofisiologi LUTS didasarkan atas 2 kelompok gejala, yaitu :

1. Voiding symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat kegagalan buli
untuk mengeluarkan sebagian atau seluruh isi kandung kemih, antara lain:
weakness of stream (pancaran kencing melemah), abdominal straining
(mengejan), hesitancy (menunggu saat akan kencing), intermittency
(kencing terputus-putus), disuria (nyeri saat kencing), incomplete
emptying (kencing tidak tuntas), terminal dribble ( kencing menetes).
2. Storage symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat gangguan
pengisian kandung kemih, bias karena iritasi atau karena perubahan
kapasitas kandung kemih, antara lain : frekuensi, urgensi, nocturia,
incontinensia (paradoxal), nyeri suprasimfisis.

3. Miction post symptom; yaitu gejala yang muncul pasca miksi, antara lain
tidak lampias, terminal dribbling, inkontinensia paradoks
9

Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan
bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi,
disuria, inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang
membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi
urine.

6. Komplikasi
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kantung kemih. Penumpukan
urin dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang dapat
menyebab ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi striktur
juga dapat terjadi, sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan di
bawahnya.
Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala
sulit ejakulasi, fistula uretrokutaneus (hubungan abnormal antara uretra dengan
kulit), dan gagal ginjal (jarang)

7. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium

 Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi

 Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal

2) Uroflowmetri

Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran


urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan
lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah
20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang
dari harga normal menandakan ada obstruksi.
10

3) Radiologi

a. Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan


dan besarnya penyempitan uretra. Teknik pemeriksaan uretrogram adalah
pemeriksaan radiografi ureter dengan bahan kontras.uretra.

b. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan


membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan
kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra.
Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting
untuk perencanaan terapi atau operasi.

c. GAMBAR 4. Retrograde urethrogram menunjukkan striktur uretra


bulbar

4) Instrumentasi

Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan


memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba
dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke
buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan
adanya penyempitan lumen uretra. 11,12

5) Uretroskopi

Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan


adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu
memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse. 11,12
11

8. Penatalaksanaan
Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan
apapun.Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan
sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses
periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Pengobatan striktur
uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari
striktur, serta derajat penyempitan lumen uretra. Tindakan khusus yang
dilakukan terhadap striktur uretra adalah:
1. Bougie (Dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien
dan periksa adanya glukosa dan protein dalam urin.
Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok merupakan satu
batang logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria;
bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang
tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis
mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih
lunak.
Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah
pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan
glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan
antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan
dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang
untuk mengisolasi penis.
Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan
memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra
dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat
melewati striktur tersebut. Kemudian lanjutkan dengan dilatasi
menggunakan bougie lurus.
12

Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie


bengkok atau lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan
ukurannya.

Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati.


Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan
luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat.
Karena itu, setiap dokter yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil
harus dilatih dengan baik untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat
mencakup trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan pembentukan
jalan yang salah (false passage). Perkecil kemungkinan terjadinya
bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan asepsis dan
dengan penggunaan antibiotik.
13

GAMBAR:

Dilatasi uretra pada pasien pria


(lanjutan). Bougie lurus dan bougie
bengkok (F); dilatasi strikur anterior
dengan sebuah bougie lurus (G)
dilatasi dengan sebuah bougie
bengkok (H-J)

2. Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang
memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau
Sachse, laser atau elektrokoter.
Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama
bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi
juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra.
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse
adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun
kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter
dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan,
pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu
sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu
kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10
ml/det dilakukan bouginasi.

3. Uretrotomi eksterna
14

Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis


kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra
yang masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih
dari 1 cm. Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan
banyak jaringan fibrotik.
- Stadium I: daerah striktur disayat longitudinal dengan
menyertakan sedikit jaringan sehat di proksimal dan distalnya,
lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis
pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari.
- Stadium II: beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah
melunak, dilakukan pembuatan uretra baru.

4.
Uretroplasty
Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2
cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca
Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada
umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit
preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu
dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan
menyertakan pembuluh darahnya.
15

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: untuk mengkaji status klien
1) Nama: untuk menghindari kesalahan klien dan prosedur
2) Umur:
3) Jenis kelamin:.
4) Agama: agama tidak mempengaruhi terjadinya Striktur uretra.
5) Pekerjaan: untuk mengetahui resiko terjadinya Striktur uretra dari riwayat
pekerjaan yang dilakukan.
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan,
riwayat penyakit keluarga.
c. Genogram
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum, tanda vital.
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal.
a) Breathing : Tidak ada gangguan dalam sistem pernapasan.
b) Blood : Frekuensi denyut nadi meningkat, akral hangat, CRT < 3 detik,
perfusi perifer baik.
c) Brain : Kesadaran : Composmentis GCS: E = 4, V = 5, M = 6 MK:
Tidak ada masalah keperawatan sistem persarafan pada klien striktur
uretra.
d) Bladder : Frekuensi berkemih terganggu
e) Bowel : Keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun,
mual,muntah dan konstipasi.
f) Bone : Klien mengalami kelemahan fisik.
16

2. Diagnosa Keperawatan
A. Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan gangguan sensori motorik
3. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
B. Intra operasi
1. Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin
2. Risiko cedera akibat kondisi operatif berhubungan dengan efek anastesi,
lingkungan intraoperatif.
C. Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Risiko komplikasi: pendarahan berhubungan dengan pembedahan
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya
pembedahan
4. Risiko infeksi berhubungan dengan pemajaman mikroorganisme
1. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional)
a. Pre operasi

No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan NOC NIC
eliminasi urin tindakan 1. Urinary elimination Urinary Retention Care
berhubungan keperawatan 2. Urinary continuence 1. Lakukan penilaian kemih yang 1. mengetahui produksi
dengan diharapkan a. Kandung kemih komprehensif urin pasien
gangguan gangguan kosong secara penuh 2. Sediakan waktu yang cukup 2. memberi waktu
sensori eliminasi urin b. Tidak ada residu untuk pengosongan kandung dalam pengososngan
motorik klien dapat urine >100-200 cc kemih (10 menit) kandung kemih
teratasi. c. Tidak ada spasme 3. Gunakan pispot atau urinal 3. mempermudah pasien
bladder saat eliminasi
4. Anjurkan pasien atau keluarga 4. mengetahui adanya
untuk merekam output urin terjadinya deuris urin
5. Memantau tingkat distensi 5. mengetahui keadaan
kandung kemih dengan palpasi kandung kemih
dan perkusi pasien
6. Lakukan pemasangan kateter 6. untuk mempermudah
urin pasien melakukan
7. Kolaborasi dengan tim medis eliminasi
dengan tindakan operatif

2. Nyeri akut Setelah dilakukan NOC: NIC:


berhubungan asuhan Tingkat Nyeri menurun Manajemen Nyeri(1400)
dengan infeksi keperawatan (2102) 1. Kaji tanda-tanda vital klien. 1. Mengetahui seberapa
selama 1x 24 jam 1. Tidak ada ekspresi nyeri besar nyeri
nyeri akut teratasi di wajah mempengaruhi TTV
2. Tidak menangis pasien
3. Tidak ada nyeri yang 2. Kaji secara komprehensif 2. Mengetahui lebih
dilaporkan tentang nyeri klien meliputi dalam terhadap neyri
4. Fokus tidak menyempit lokasi, karakteristik, durasi, yang dirasakan pasien
5. Tidak ada ketegangan frekuensi, kualitas, intensitas
otot nyeri, dan faktor pencetus.
3. Observasi tanda-tanda non 3. Ekspresi non verbal
verbal yang mengganggu klien, menunjukkan ekspresi
terutama dalam berkomunikasi keadaan pasien yang
efektif. sebenarnya

4. Mengetahui
pengetahuan pasien
4. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang nyeri
tentang nyeri.
5. Mengontrol penyebab
yang dapat
5. Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan klien
menyebabkan ketidaknyamanan tidak nyaman sehingga
pada klien, misalnya nyeri semakin dirasa.
pencahayaan ruang, temperatur
ruang.

6. Ajarkan teknik non- 6. Untuk mengurangi


farmakologis untuk mengatasi rasa nyeri
nyeri klien, misal hypnosis,
relaksasi, akupresur, terapi
musik.

3 Cemas Setelah di berikan NOC: Penurunan Kecemasan(5820)


berhubungan asuhan Kontrol Kecemasan(1402) 1. Kaji penyebab kecemasan klien 1. Mengetahui penyebab
dengan akan keperawatan a. Tingkat ansietas klien kecemasan klien
dilakspasienan selama 1 x 24 jam menurun 2. Observasi tanda verbal dan non 2. Menilai tingkat
operasi kecemasan klien b. Pengetahuan klien verbal dari kecemasan klien kecemasan klien
berkurang bahkan terhadap penyebab dengan tidak hanya
hilang ansietas meningkat mengobservasi verbal
c. Klien mampu tetapi non verbal
menggunakan teknik
relaksasi untuk Calming technique (5880)
mengontrol cemas 1. Kontrol faktor lingkungan yang 1. Mengurangi kecemasan
menyebabkan klien cemas. klien dan membuat klien
merasa lebih nyaman
2. Mempertahankan kontak mata 2. Membangun trust
dengan pasien dengan pasien
3. Yakinkan pasien terhadap 3. Mengurangi kecemasan
keselamatan diri dan
keamanannya klien

Coping enhancement (5230)


1. Tingkatkan pengetahuan klien
mengenai proses operasi 1. Menambah pengetahuan
klien sehingga klien
tahu bagaimana
jalannya operasi dan
rasa cemasnya
2. Ajarkan teknik relaksasi nafas berkurang
dalam pada klien 2. Mengurangi kecemasan
klien

b. Intra operasi
No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Hipotermia Setelah NOC: NIC:
berhubungan diberikan Termoregulasi (0800) Temperature Regulation (3900)
dengan asuhan a. Terjadi peningkatan a.Monitor suhu tubuh setiap 2 jam a. memantau
pemajanan keperawatan suhu tubuh ke batas normal dengan tepat. termolegulasi tubuh
lingkungan selama 1 x 24 b. Hipotermia teratasi b.Monitor tekanan darah dan RR b. memantau kondisi
yang dingin jam diharapkan dengan tepat. fisik tubuh
hipotermia Vital Signs (0802) c.Monitor warna kulit dan suhu. c. warna kulit dapat
teratasi a. Nadi meningkat ke menjadi indikator
batas normal
b. Tekanan darah perubahan kulit
meningkat ke batas normal d.Monitor tanda dan gejala d. mencegah hipotermia
hipotermia. e. selimut dapat
e.Berikan selimut hangat untuk membantu
meningkatkan suhu tubuh pasien. meningkatkan suhu
2. Risiko cedera Setelah NOC NIC
akibat kondisi diberikan Risk control (1902) Environmental management
operatif asuhan 1) Monitor factor risiko (6480)
berhubungan keperawatan lingkungan secara 1) Ciptakan lingkungan yang 1. mencegah cedera
dengan efek selama 1 x 24 konsisten seaman mungkin untuk
anastesi, jam diharapkan 2) Monitor factor risiko pasien 2. memilih intervensi
lingkungan pasien tidak personal behavior 2) Identifikasi kebutuhan akan yang sesuai
intraoperatif mengalami secara konsisten keamanan pasien berdasarkan
cedera. 3) Mengembangkan tingkat fungsi fisik dan
strategi efektif kognitif dan riwayat atau 3. mencegah cedera
mengontrol risiko kebiasaan
4) Berkomitmen terhadap 3) Singkirkan lingkungan yang
strategi control risiko berbahaya,benda-benda yang 4. mencegah jatuh
5) Menghindari berbahaya dari lingkungan
eksposure yang 4) Amankan dengan side-rails/
mengancam kesehatan lapisan side-rail 5. memudahkan
secara konsisten prosedur
6) Pasien berpartisipasi 5) Sediakan tempat tidur
dalam memantau yang ketinggian rendah dan alat- 6. memudahkan
berhubungan dengan
masalah kesehatan alat adaptive prosedur operasi
7) Menyadari perubahan 6) Tempatkan benda yang 7. mencegah infeksi
status kesehatan secara sering digunakan dalam
konsisten jangkauan
7) Sediakan tempat tidur dan
lingkungan yang nyaman dan
bersih
8) Tempatkan tombol pengatur 8. memudahkan
tempat tidur dalam jangkauan prosedur
9) Singkirkan material yang 9. mencegah infeksi
digunakan saat mengganti nosokomial
pakaian dan eliminasi, serta
bahan-bahan residual lainnya
ketika kunjungan dan waktu
makan
10) Kurangi stimulus lingkungan 10. mengurangi resiko
cedera
11) Hindari pajanan yang tidak 11. mencegah cidera
diperlukan
12) Manipulasi cahaya untuk 12. mencegah cidera
keuntungan terapi
13) Tingkatkan keamanan 13. mencegah cedera
kebakaran
14) Kontrol lingkungan 14. mencegah cidera
a. post operasi
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
. Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah NOC: NIC:
berhubungan diberikan Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri(1400)
dengan injury asuhan menurun (2102) 1. Kaji tanda-tanda vital klien. 1. Mengetahui seberapa besar
fisik (luka keperawatan 1. Tidak ada nyeri mempengaruhi TTV
insisi operasi) 1 x 24 jam ekspresi nyeri di 2. Kaji secara komprehensif tentang nyeri pasien
diharapkan wajah klien meliputi lokasi, karakteristik, 2. Mengetahui lebih dalam
nyeri klien 2. Tidak menangis durasi, frekuensi, kualitas, intensitas terhadap neyri yang dirasakan
berkurang 3. Tidak ada nyeri nyeri, dan faktor pencetus. pasien
yang dilaporkan 3. Observasi tanda-tanda non verbal yang
4. Fokus tidak mengganggu klien, terutama dalam 3. Ekspresi non verbal
menyempit berkomunikasi efektif. menunjukkan ekspresi
5. Tidak ada keadaan pasien yang
ketegangan otot 4. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang sebenarnya
nyeri.
4. Mengetahui pengetahuan
5. Kontrol faktor lingkungan yang pasien tentang nyeri
menyebabkan ketidaknyamanan pada
klien, misalnya pencahayaan ruang, 5. Mengontrol penyebab yang
temperatur ruang. dapat menyebabkan klien
tidak nyaman sehingga nyeri
6. Ajarkan teknik non-farmakologis untuk semakin dirasa.
mengatasi nyeri klien, misal hypnosis,
relaksasi, akupresur, terapi musik.
6. Untuk mengurangi rasa nyeri
2. Resiko infeksi Setelah NOC: NIC:
berhubungan dilakukan Kontrol Resiko(1902) Kontrol infeksi 1. Untuk mencegah terjadinya
dengan tindakan 1. Keluarga dapat 1. Bersihkan lingkungan dengan baik penularan penyakit
mikroorganis keperawatan memodifikasi gaya setelah digunakan untuk pasien 2. Mencegah terjadinya infeksi
me selama 1 x hidup untuk 2. Ganti peralatan per pasien sesuai 3. Mencegah terjadinya
24 jam meminimalkan protokol pemindahan kuman dari
resiko risiko 3. Ajarkan cuci tangan bagi pengunjung orang luar
infeksi 2. Mengenali 4. Mencegah terjadinya infeksi
terkontrol perubahan status dari tim kesehatan ke pasien
kesehatan 4. Cuci tangan sebelum dan sesudan atau sebaliknya
tindakan keperawatan 5. Menghilangkan infeksi
6. Menambah pengetahuan
5. Kolaborasi pemberian antibiotik keluarga dan klien
6. Ajarkan keluarga dan klien bagaimana bagaimana cara untuk
menghindari infeksi mencegah infeksi
7. Mencegah terjadinya infeksi
7. Ganti IV perifer max 3 hari sekali yang masuk melalui
pembuluh darah yang
terpasang infus
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, dkk. 2015. Nursing Intervension Classification. Jakarta: EGC.

Guyton, C. Arthur. 1991, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta:


EGC.

Hartini. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Jakarta: FKUI

Heather, Herdman. 2015. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Junadi, Purnawan, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, Jakarta: FKUI

Long, Barbara C, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC

Moorhead, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification. Jakarta: EGC

Susan Martin 1998. Standar Perawatan Pasien, Jakarta: EGC

Smeltzer S & Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Brunner & Suddarth, (Edisi 8 vol 2). Alih Bahasa Agung Waluyo.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai