A. Definisi Eliminasi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan
dapat melalui urin ataupun feses. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostatis
melalui pembuangan feses dan urin (Wartoanah, 2018).
Gangguan eliminasi urin merupakan keadaan ketika seorang individu mengalami atau
resiko atau beresiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Eliminasi urin secara normal
tergantung pada satu pemasukan cairan dan sirkulasi volume darah, jika salah satunya
menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin juga beruabah pada seseorang
dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah
didalam urin.
BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimanaa kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
urine dengan menutup orifisium uretra. Ketika prostat cukup besar akan menekan saluran
uretra menyebabkan obstruksi uretra baik secara parsial ataupun total. Hal ini dapat
menimbulkan gejala-gejala urinary hesitancy, sering berkemih,, peningkatan resiko infeksi
saluran kemih dan retensi urine.
B. Anatomi
Kelenjar prostat merupakan organ khusus pada lokasi khusus, yang hanya dimiliki oleh
pria. Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih ( vesika urinaria ) melekat pada
dinding bawah kandung kemih di sekitar uretra bagian atas. Biasanya ukurannya sebesar
buah kenari dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram dan akan
membesar sejalan dengan pertambahan usia. Prostat mengeluarkan secret cairan yang
bercampur secret dari testis, pembesaran prostat akan membendung uretra dan menyebabkan
retensi urine. Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar
yang terdiri atas 4 lobus yaitu :
a. Lobus prosterior
b. Lobus lateral
c. Lobus anterior
d. Lobus medial
Menghambat
Retensi urin
aliran urine Prostat membesar
Penurunan Ansietas
kemampuan fungsi Residu urine
VU berlebih
Resiko
Defisiensi
ketidakefektifan
Refluk urine Hidronefrosis pengetahuan
perfusi ginjal
D. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi
1. Asupan atau intake
Jumlah, tipe makanan dan minuman merupakan factor utama yang mempengaruhi
output urine. Rotein dapat menuntukan jumlah urine yang dibentuk, juga dapat
meningkatkan pembentukan urine.
2. Stress Psikologis
Meningkatnya stress dapat mengakibatkan pula meningkatnya produksi urine dan
meningkatnya frekuensi keinginan berkemih.
3. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat mengakibatkan urine
banyak tertahan dalam vesika urinaria sehingga dapat mempengaruhi ukuran vesika
urinaria dan jumlah urine.
4. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam
hal ini katanya terhadap kesediaan fasilitas toilet.
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter, hilangnya fungsi tonus otot vesika urinaria menyebabkan menurunnya
kemampuan pengontrol keinginan berkemih, dan kemampuan tonus otot didapatkan
dengan beraktifitas.
E. Manifestasi Klinis
1. Gejala prostatimus
( Nokturia, Urgency, Penurunana daya aliran urin ). Kondisi ini dikarenakan oleh
kemampuan vesika urinaria yang gagal mengeluarkan urin secara spontan dan regular,
sehingga volume urin masih sebagian besar tertinggal dalam visika.
2. Retensi urin
Pada awal obstruksi, biasanya pancara urin lemah, terjadi hesistansi, intermitensi,
urin menets, dorongan mengejan yang kuat saat miksi dan retensi urin. Retensi urin
sering dialami oleh klien yang mengalami BPH kronis. Secara fisiologis, vesika urinaria
memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urin melalui kontraksi otot detrusor. Namun
obstruksi yang yang berkepanjangan akan membuat beban kerja distrusor semakin berat
dan pada akhirnya mengalami dekompensasi.
3. Pembesaran prostat
Hal ini diketahui melalui pemeriksaan rektal toucher (RT) anterior, biasanya
didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan konsistensi jinak.
F. Diagnose keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine ( SDKI, D.0040 )
2. Resiko infeksi ( SDKI, 0142 )
3. Nyeri akut ( SDKI, D.0077 )
G. Intervensi
1. Gangguan eliminasi urin
Intervensi :
a. Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna.
b. Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
c. Intruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat keluaran urine, bila diperlukan.
d. Ajarkan pasien untuk minum air putih.
e. Rujuk ke dokter jika terdapat gejala infeksi saluran kemih.
f. Beri obat sesuai intruksi dokter.
2. Resiko infeksi
Intervensi :
a. Pantau tanda dan gejala infeksi (suhu, nadi, warna urine).
b. Intruksikan untuk menjaga hygiene personal.
c. Pantau hasil laboratorium.
d. Lakukan genitalia hygine.
e. Beri obat sesuai intruksi dokter.
3. Nyeri akut
Intervensi :
a. Identifikasi skala nyeri.
b. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
c. Atur posisi semi fowler.
d. Beri obat sesuai intruksi dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Respati, F., &Nasution, N. (2015), Terapi Keterampilan Dasar Praktek Klinik,
Yogyakarta : Salemba Medika.
Bulechek, G M. Butcher, H. K., Dochterman, J..M., & Wagner, C. M (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi ^. Philadelphia; Elseiver
Hidayah, A. A. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar Praktek Klinik Untuk Kebidanan Edisi2.
Jakarta : Salemba Medika.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017 Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia. Jakarta. DPP PPNI.
Hidayat, A. Aziz Alimul.2016.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan .Jakarta:Salemba Medika