Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR

PASIEN ELIMINASI URIN DENGAN DIAGNOSA

MEDIS BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

Tugas mata kuliah Keperawatan Dasar Profesi

Disusun Oleh:

RAMA ADHYTIYA

J230215075

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2021
A. Definisi Benigna Prostat Hiperplasia
Benigna Prostat Hyperplasi adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
yang dapat menyebakan obstuksi dan ristriksi pada jalan urine (uretra). Benigna
Prostat Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-
sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun.
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibriadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliperasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar
normal yan tersisa (Price, 2006 dalam Rudy Haryono, 2013).
B. Etiologi
Akan ditemukan pada umur kira-kira 45 tahum dan frekuensi makin
bertambah sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira–
kira 80% menderita penyakit ini. Etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan
endokrin testosteron dianggap mempengaruhi akan tepi prostat, sedangkan estrogen
(dibuat oleh kelenjar adrenal mempengaruhi bagina tengah prostat).
Secara pasti penyebab Benigna Prostat Hiperplasia belum diketahui. Tetapi
ada beberapa hipotesis menyebabkan bahwa Hiperplasia Prostat erat kaitanya dengan
peningkatan kadar dihitestoteron (DHT) dan proses menjadi tua (aging). Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya Benigna Prostat Hiperplasia
adalah:
1. Teori DHT
Pembesaran prostat diaktifkan oleh testosteron dan DHT. Testosteron
dikonversi menjadi dihydrotestosteron oleh enzim 5-alpha reduktase yang
dihasilkan oleh prostat. DHT jauh lebih aktif dibandingkn dengan testosteron
dalam menstimulus pertumbuhan proleferasi prostat.
2. Faktor usia
Faktor usia akan membuat ketidak seimbangan rasio antara estrogen dan
testosteron. Dengan meningkatnya kadar estrogen diduga berkaitan dengan
terjadinya hiperplasia stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proleferasi sel tetapi kemudian estrogenlah
yang berperan untuk perkembangan stroma.
3. Faktor growth
Cuncha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selnjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrim,
serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliperasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
4. Meningkatnya masa hidup sel-sel prostat
Pogram kematian sel (apoptosisi) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis
terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegredasi oleh
enzim lisosom.
C. Patofisiologis
BPH terjadi pada umur yang semakin tua ( >45 tahun) dimana fungsi testis
sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan
hormon testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu
pertumbuhan/pembesaran prostat. Maskrokospik dapat mencapai 60-100 gram dan
kadang-kadang lebih besar lagi sehingga 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak
mengenai bagian posterior daripada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai
lobus posterior, yang gsering merupakan tempat berkembangya karsinoma (Moore).
Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai
celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu merupakan
suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen uretra.
Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat
yang masih baik. Warnanya bermacam2 tergantung kepada unsur yang bertambah.
Apabila yg bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnnya kuning kemerahan,
berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang
berwarna putih keabu-abuan & padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar
cairan seperti susu.
Apabila unsur fibromuskuler, yang bertambah, maka tonjolan berwarna abu-
abu padat dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaingan prostat yang terdesak
sehingga batasnya tidak jelas. Gambaran mikrokopik juga bermacam-macam
tergantung pada unsur yang berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak berproliferasi
ialah unsur kelenjar sehingga terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk kista2 yang
dilapisi epitel torak/koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil2 ke
dalam lemen. Membran basalis masih utuh.
Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga
menyerupai dengan karsinoma. Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel
yang terlepas dan corpora anylcea. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah,
maka terjadi gambaran yang terjadi atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan
kelenjar-kelenjar yang letaknya saling berjauhan.

D. Tanda dan Gejala


1. Gejala Klinis
Gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi dua kelompok.
a. gejala iritatif, terdiri dari sering buang air kecil, tergesa-gesa untuk buang air
kecil, buang air kecil malam hari lebih dari satu kali, dan sulit menahan buang
air kecil.
b. gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air kecil belum
terasa kosong, menunggu lama pada permulaan buang air kecil, harus
mengedansaat buang air kecil, buang air kecil terputus-putus, dan waktu
buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi
inkontinen karena overflow.
2. Tanda Klinis
Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada
pemeriksaan colok dubur/digital rectal examination (DRE). Pada BPH, prostat
teraba membesar dg konsistensi kenyal.
E. Pathways
Supravesikel Vesikal atoni pada pasien BPH Infravesikel
Kerusakan pada pusat miksi terlalu terlalu lama teregang Pembesaran prostat
dimedula spinalis S2 S4 setinggi penyakit neurologis Kekukuan lehervesika
T12 – L1 Struktur uretra
Tumor pada leher vesika
Finosis
Kelemahan otot Cidera uretra
Kerusakan S-
simpatis dan parasimpatis destrusor Menyumbat
sebagian/seluruhnya uretraante/posterior Urine
terhambat untuk keluar

Otot-otot destrusor tidak mampu
mengeluarkan urin

Urine terhambat untuk keluar


Retensi Urin

Distensi pada PPOK


suprapubik Penyakit kronis

Saluran Pernapasan Atas


Merangsang syaraf sensorik Pemasangan kateter

Syaraf aferen Bakteri bertahan di bronkus Cidera pada uretra

SSP Peradangan bronkus Resiko Infeksi

Syaraf eferen
Penumpukan sekret

Pusat nyeri Nyeri Kronik Sekret tidak keluar Bersihan jalan


Tidak efektif saat batuk napas tidak efektif
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan
biakan urin
2. Radiologis Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning,
cystoscopy, foto polos abdomen.
3. Prostatektomi Retro Pubis Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung
kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat
melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi Parineal Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang
melalui perineum.
G. Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat yang diberikan
yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
mengurangi minum kopi dan tidakdiperbolehkan minum alkohol supaya tidak
selalu sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur.
2. Terapi Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk:
a. Mengurangi retensio otot polos prostatsebagai komponen dinamik penyebab
obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenalgik alfa.
b. Mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara
menurunkan kadar hormon testosteron atau dihidrotestosteron (DHT) melalui
penghambat 5a-redukstase.
1) Penghambat enzim
Obat yang dipakai adalah finasteride dengan dosis 1x5 mg/hari, obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan dehate sehingga prostat
dapat membesar akan mengecil. Tetapi obat ini akan bekerja lebih lambat
daripada golongan Bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang
sangat besar. Salah satu efek obat ini adalah melemahkan libido,
Ginekomastio, dan dapat menurunkan nilai PSA.
2) Filoterapi
Pengobatan filoterapi yang ada di indonesia yaitu eviprostat. Efeknya
diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan.
3) Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung beratnya gejala
dan komplikasi, indikasi untuk terapi bedah yaitu retensio urine berulang,
hematuria tanda penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang,
ada batusluran kemih. Karena pembedahan tidak mengobati penyebab
BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun
kemudian.
4) Terapi Invasive Minimal
a) Trans Uretral Microlowave Termoterapi (TUMT)
Jenis pengobatan ini hanya dapat dilakuan dibeberapa Rumah sakit
besar. Dilakukan pemanasan prostat dengan gelombang micro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui trans duser yang diletakkan
diuretra pars prostatika.
b) High Intensity Focused Ultrasound (HIFU)
Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada
prostat berasal dari geombang ultrasonografi dar transduser
piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0.5-10 mhz. Energi yang
dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal dan difokuskan
kekelenjar prostat. Teknik ini memerlukan anastesi umum. Data
klinis menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis 50-60% dan Q
max rata-rata meningkat 40-50%. Efek lebih lanjut dari tindkan
belum diketahui, dan sementara tercatat bahwa kegagalan terapi
sebanyak 10% setiap thun. Meskipun sudah banyak modalitas yang
telah ditemukan untuk mengobati pembesaran prostat, sampai saat ini
terapi yang membeikan hasil paling emuaskan adalah TUR prostat.
c) Transurethal Needle Ablation of The Prostat (TUNA)
Ablasi jarum trans Suretra memakai energi dari frekuensi radio yang
menimbulkan panas sampai 100 C sehingga menyebabkan nekrosis
jaringan prostat. Sistem ini terdiri atas kateter tuna yang dihubungkan
dengan generator yang dapat membangkitkan energi pada frekuensi
radio 490 kHz. Kateter dimasukan kedalam uretra melalui sitoskopi
dengan pemberian anestesi topical xylocaine sehingga jarum yang
terletak pada ujug kateter terletak pada kelenjar prostat.
d) Sten Prostat
Sten prostat dipasang pad uretra prostatika unk mengatasi obstruksi
karena pembesaran prostat. Sten dipasang intraluminal diantaraleher
buli-buli dan disebelah proksimal verumuntanum sehingga urine
dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Sten dapat dipasang
secara temporal atau permanen. Pemasangan alat ini diperuntunkan
bagi pasien yang tidak mungkin menjalani opeasi karena resiko
pembedahan yang cukup tinggi.
3. Terapi Farmakologis
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.
Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawatan dan
dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesik dalam penanganan
nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran pasien
mengalami ketagihan obat, cemas akan melakukan kesalahan dalam
menggunakan analgesik narkotik dalam pemberian obat yang kurang dari yang
diresepkan.
a. Anagesik non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
NSAID Non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan dan nyeri
sedang, seperti nyeri yang terkait dengan artritis reumatoid, prosedur
pengobatan gigi, dan prosedur bedah minor, episiotomi, dan masalah pada
punggung bagian bawah. Satu pengecualian, yaitu keterolak (Toradol),
merupakan agen analgesik pertama yang dapat diinjeksikan yang
kemanjuranya dapat dibandingkan dengan morfin (McKenry dan Salerno,
1995 dalam Potter & Pery, 2006).
b. Analgesik narkotik atau opiat
Analgesik narkotik atau opiat umumnya diresepkan dan digunakan untuk
nyeri sedang sampai berat, seperti pascaoperasi dan nyeri maligna. Analgesik
ini bekerja pada sistem saraf pusat untuk mengkombinasikan efek mendepresi
dan menstimulasi.
4. Nonfarmakologis
Managemen nyeri nonfarmakologis merupakan tindakan menurunkan
respon nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi. Dalam melakukan intervensi
keperawatan, manajemen nyeri nonfarmakologi merupakan tindakan independen
dari seorang perawat dalam mengatasi respons nyeri klien.
a. Terapi Es dan Panas/ Kompres Panas dan Dingin
Pilhan alternatif lain dalam meredakan nyeri adalah terapi es (dingin)
dan panas. Namun begitu, perlu adanya studi lebih lanjut untuk melihat
keefektifanya dan bagaimana mekanisme kerjanya. Terapi es (dingin) dan
panas diduga bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-
nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama pada cedera.
Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan hanya setempat saja
pada bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-pembuluh
darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran darah didalam jaringan
tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel
diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki.
Aktivits sel yang meningkat akan mengurangi rasa sakit/ nyeri dan akan
menunjang proses penyembuhan luka dan proses peradangan (Stevens
dkk,2000 dalam Andarmoyo, 2017).
b. Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain
nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan
pengalihan perhatian pasien ke hal-hal diluar nyeri. Dengan
demikian,diharapkan pasien tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat
menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri.
Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit
stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung
pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan nput sensori
selain nyeri (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Sulistyo Andarmoyo, 2017).
1) Jenis Teknik Distraksi
a) Distraksi Visual/ Penglihatan
Distraksi visual atau penglihatan adalah pengalihan perhatian selain
nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan-tindakan visual atau melalui
pengamatan. Misalnya melihat pertandingan olahraga, menonton
televisi.
b) Distraksi Audio/ Pendengaran
Pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan-
tindakan melalui organ pendengaran. Misalnya, mendengarkan musik
yang disukai atau mendengarkan kicauan burung serta gemercik air.
Saat mendengarka musik, individu dinjurkan memilih musik yang
disukai dan musik tenang seperti musik klasik dan diminta untuk
berkonsentrasi pada lirik dan irama lagu (Tamsuri, 2007)
c) Distraksi Intelektual
Pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan-
tindakan dengan menggunakan daya intelektual yang pasien miliki.
Misalnya dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan
kegemaran ditempat tidur seperti mengumpulkan perangko, dan
menulis buku cerita.
c. Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik
dari ketegangan dan setres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap
nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan
frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas
perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dalam
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”)
dan ekshalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan ini,
akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada
awalnya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik
distraksi. Hampir semua orang dengan nyeri kronis endapatkan manfaat dari
metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu
untuk melawan keletihan dengan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri
kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Sulistyo
Andarmoyo, 2017).
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada benigna prostat hiperplasia adalah :
1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal akan dipercepat bila terjadi infeksi saat miksi
3. Hernia/haemoroid
4. Hematuria
5. Sistitis/dan pelonefritis
6. Urinary traktus infection
7. Retensi urin akut
8. Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis
Bila operasi bisa terjadi :
1. Impotensi (kerusakan nevron pudendes)
2. Hemoragic paska bedah
3. Fistula
4. Struktur paska bedah
5. Inkontinensia urin
I. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia menurut abraham maslow atau yang disebut dengan
hierarki kebutuhan dasar maslow yang meliputi lima kategori kebutuhan dasar, yaitu:
1. Kebutuhan Fisiologis (Physiologic Needs)
Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang fisiologis
(kebutuhan akan udara, makanan, minuman, dan sebagainya) yang ditandai oleh
kekurangan (defisit) sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan. Kebutuhan
ini dinamakan juga keutuhan dasar (basic needs). Yang jika tidak dipenuhi dalam
keadaan yang sangat ekstrim (misalnya kelaparan) manusia yang bersangkutan
kehilangan kendali atas perilakuinya sendiri karena seluiruh kapasitas manusia
tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar nya
itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, munculah
kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebuthan akan rasa aman (safety needs).
Kebutuhan fisiologis memliki prioritas tertinggi dalam hierarki Maslow.
Umumnya, seseorang yang memiliki kebutuhan yang belum terpenuhi akan lebih
dulu memenuhi kebutuhan fisiologisnya dibandingkan kebutuhan yang lain.
Sebagai contoh, seseorang yang kekurangan makanan, keselamatan, dan cinta
biasaya akan berusaha memenuhi kebutuhanakan makanan sebelum memenuhiu
kebuthan akan cinta. Kebutuha fisiologis merupakan hal yang mutlak dipenuhi
manusia untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan macam kebutuhan,
yaitu sebagai berikut :
a. Kebutuhan oksigen dan pertukaran gas.
b. Kebutuhan cairan dan elektrolit.
c. Kebutuhan makanan.
d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi.
e. Kebutuhan istirahat dan tidur.
f. Kebutuhan aktifitas.
g. Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh.
h. Kebutuhan seksual.
Kebutuhan seksual tidak diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup
seseorang, tetapi penting unuk mempertahankan kelagsungan umat manusia.
2. Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (Safety and Security Needs)
Jenis kebutuhan yang kedua ini berhubungan dengan jaminan
keamanan,stabilitas, perlindungan,struktur, keteraturan, situasi yan bisa
diperkirakan, bebas dari rasa takut dan cemas, dan sebagainya. Oleh karena
adanya kebutuhan inilah manusia membuat peraturan, undang undang,
mengembangkan kepercayaan, membuat sistem, asuransi, pensiun, dan
sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama
dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan seseorang tentag dunianya
dapat terpengaruh dan pada giliranya pun perilakunya akanleih cenderung kearah
yang makin negatif. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud
adalah aman dari berbagai aspek, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan
ini meliputi sebaga berikut.
a. Kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan, dan
infeksi.
b. Bebas dari rasa takut dan kecemasan.
c. Bebas dari perasaan terancam arena pengalaman yang baru atau asing.
3. Kebutuhan rasa cinta, Memiliki, dan Dimiliki (Love and Belonging Needs)
Kebutuhan rasa cinta adalah kebutuhan saling memiliki dan dimiliki terdiri
dari memberi dan menerima kasih sayang, perasaan dimiliki dan hubungan yang
berati dengan orang lain, kehangatan, persahabatan, mendapa tempat dan diakui
dalam keluarga, kelompok serta lingkungan sosial.
4. Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem Needs)
Kebutuhan harga diri ini meliputi perasaan tidak berganung dengan orang
lain, kompeten, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Needs for self actualization)
Kebutuhan aktualisasi merupakan kebutuhan paling tertinggi dalam
piramda abraham maslow yang meliputi dapat mengenal diri sendiri dengan
baika ( belajar memenuhi kebuthan diri sendiri, tidak emosional, mempunyai
dedikasi yang tnggi kreatif dan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan
sebagainya (Mubarak, Wahit, Lilis, Joko, 2015)
Konsep hierarki maslow ini menjelaskan bahwa manusia senantiasa berubah
menurut kebutuhanya. Jika seseorang merasa kepuasan, ia akan menikmati kesejahteraan
dan bebas untuk berkembang menuju potensi yang lebih besar. Sebaliknya, jika proses
pemenuhan ini terganggu maka akan timbul kondisi patologis. Oleh karena itu, dengan
konsep kebutuhan dasar maslow akan diperoleh persepsi yang sama bahwa untuk beralih
ke kebutuhan yang lebih tinggi, kebutuhan dasar yang ada dibawahnya harus terpenuhi
terlebih dahulu (Mubarak, Wahit, Lilis, Joko, 2015)
J. Asuhan Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang membutuhkan
perawatan tidak terlepas dari pendekatan dengan proses keperawatan. Proses
keperawatan yaitu proses pemecahan yang dinamis dalam usaha untuk memperbaiki
dan melihat pasien sampai ketaraf optimum melalui suatu pendekatan yang sistematis
untuk mengenal, membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan melalui
langkah-langkah yaitu perecanaan,pelaksanaan tindakan, dan evaluasi keperawatan
yang berkesinambungan. Pada pasien dengan gangguan pemenuhan rasa nyaman
nyeri pada pasien BPH.
1. Pengkajian Lengkap
a. Data Biografi Meliputi:
1) Identitas pasien yaitu nama,umur, jenis kelamin, agama, suku atau bangsa,
status perkwinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggalmasuk rumah sakit,
tanggal pengkajian, catatan kedatangan
2) Keluaga terdekat yang dapat dihubugi yaitu nama, umur, jenis keamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, sumber informasi, beserta nomor telepon.
b. Riwayat kesehatan atau perawatan Meliputi:
1) Keluhan utama / alasan masuk rumah sakit.
Biasanya klien mengeluh nyeri pada saat miksi, pasien juga sering mengeluh
sering BAK berulang-ulang (anyang-anyangan), terbangun untuk miksi pada
malam hari, perasaan ingin miksi yang sangat mendesak, kalau mau miksi
harus menunggu lama, harus mengedan, kencing terputus-putus.
2) Riwayat kesehatan sekarang

 Pasien mengeluh sakit pada saat miksi dan harus menunggu lama, dan
harus mengedan.

 Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.

 Pasien mengatakan buang air kecil tidak bisa.

 Pasien mengeluh BAK berulang-ulang

 Pasien mengeluh sering bangun malam untuk miksi

3) Riwayat kesehatan dahulu


Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah pasien pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mungin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang menderita penyakit
yang sama dengan penyakit pasien sekarang
c. Pola fungsi kesehatan Meliputi:
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan metabolisme, pola
eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola istirahat dan tidur, pola kognitif dan
persepsi, persepsi diri dan konsep diri, pola peran hubungan, pola seksual
reproduksi, pola koping dan toleransi stress, keyakinan dan kepercayaan.
d. Pemeriksaan fisik
Pada waktu melakukan inspeksi keadaan umum pasien megalami tanda-tanda
penurunan mental seperti neuropati ferifer. Pada waktu palpasi adanya nyeri
tekan pada kandung kemih. Data dasar pengkajian pasien yaitu :
1) Sirkulasi
Tanda : peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2) Eliminasi
Gejala :

 Penurunan kekuatan / dorongan aliran urine tetesan

 Keragu-raguan pada berkemih awal

 Ketidak mampuan mengosongkan kandung kemih dengan lengkap,


dorongan dan frekuensi berkemih

 Nokturia, dysuria, haematuria

 Duduk untuk berkemih

 Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis urinaria)

 Konstivasi (protrusi prostat kedalam rectum)

Tanda:

 Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri


tekan kandung kemih

 Hernia inguinalis, hemorrhoid (mengakibatkan peningkatan tekanan


abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi
tahanan)
3) Makanan / Cairan
Gejala:

 Anoreksia, mual, muntah

 Penurunan berat badan

4) Nyeri / Kenyamanan
Gejala:

 Nyeri suprapubik, pinggul atau puggung, tajam, kuat (pada prostates


akut)

 Nyeri punggung bawah


5) Keamanan
Gejala:

 Demam

6) Seksualitas
Gejala:

 Masalah tentang efek kondisi / penykit kemampuan seksual

 Takut inkontinentia / menetes selama hubungan intim

 Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi

7) Penyuluhan dan pembelajaran


Gejala:

 Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal

 Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan, antibiotik urinaria atau


gen antibiotik, obat yang dijual bebas, batuk flu/ alergi obat
mengandung simpatommetik
8) Aktifitas / istirahat

 Riwayat pekerjaan

 Lamanya istirahat

 Aktivitas sehari-hari

 Pengaruh penyakit terhadap aktivitas

 Pengaruh penyakit terhadap istirahat

9) Hygiene

 Penampilan umum

 Aktivitas sehari-hari

 Kebersihan tubuh

 Frekwensi mandi

10) Integritas ego

 Pengaruh penyakit terhadap stress

 Gaya hidup

 Masalah finansial
11) Neurosensori

 Apakah ada sakit kepala

 Status mental

 Ketajaman pengelihatan

12) Pernapasan

 Apakah ada sesak napas

 Riwayat merokok

 Frekwensi pernapasan

 Bentuk dada

 Auskultasi

13) Interaksi Sosial

 Status perkawinan

 Hubungan dalam masarakat

 Pola interaksi keluarga

 Komunikasi verbal / nonverbal

K. Evidence Based Nursing


Berdasarkan kasus didapatkan bahwa pasien menderita Benigna prostat hyperplasia
(BPH) ditandai dengan gejala urin keluar sedikit dan terdapat darah pada selang
kateter, serta pasien mengeluh nyeri pada suprapubik abdomen. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Raimuna (2020) yang menyatakan bahwa gangguan eliminasi urin
berhubungan dengan efek tindakan medis dan diagnostik ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri, pasien mengatakan bak sedikit.
Untuk mengoptimalkan asuhan keperawatan pada pasien, selain memberikan terapi
farmakologi secara kolaborasi, perawat juga bisa mengkombinasi dengan terapi non
farmakologi. Banyak intervensi keperawatan non farmakologis yang dapat dilakukan
dengan pemberian analgesic seperti teknik distraksi dan relaksasi, salah satunya
adalah terapi Es dan Panas/ Kompres Panas dan Dingin. Pilhan alternatif lain dalam
meredakan nyeri adalah terapi es (dingin) dan panas. Namun begitu, perlu adanya
studi lebih lanjut untuk melihat keefektifanya dan bagaimana mekanisme kerjanya.
Terapi es (dingin) dan panas diduga bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri
(non-nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama pada cedera.
Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan hanya setempat saja pada bagian tubuh
tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-pembuluh darah akan melebar sehingga
memperbaiki peredaran darah didalam jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran
zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang
dibuang akan diperbaiki. Aktivits sel yang meningkat akan mengurangi rasa sakit/
nyeri dan akan menunjang proses penyembuhan luka dan proses peradangan (Stevens
dkk,2000 dalam Andarmoyo, 2017).

Referensi
ISMANTO, R. A. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN RASA NYAMAN NYERI PADA PASIEN POST OPERASI BENIGNA
PROSTAT HIPERPLASIA DI RUANG KUTILANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAHDR.
H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNGTAHUN 2019 (Doctoral dissertation,
Poltekkes Tanjungkarang).

Raimuna, S. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN RASA AMAN


NYAMAN PADA KASUS POST OPERASI BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
TERHADAP Tn. M DI RUANG BEDAH RSD MAYJEND HM RYACUDU KOTABUMI
LAMPUNG UTARA TANGGAL 9-11 MARET 2020 (Doctoral dissertation, Poltekkes
Tanjungkarang)

SETIO, Y. P. S. BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI.

Saferi, W. (2013). Andra. Mariza P, Yessie. Keperawatan Medikal Bedah I (Keperawatan


Dewasa). Nuha Medika. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai