Anda di halaman 1dari 29

A.

PENGERTIAN
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak
bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun
orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang
dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002)

B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa
factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
5. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi
sel transit.
BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala iritatif meliputi  :
1. Peningkatan frekuensi berkemih
2. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
3. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
4. Nyeri pada saat miksi (disuria)
Gejala obstruktif meliputi :
1. Pancaran urin melemah
2. Rasa tidak puas sehabis miksi ( Hesistency ), kandung kemih tidak kosong
dengan baik
3. Kalau mau miksi harus menunggu lama
4. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
5. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
6. Urin terus menetes setelah berkemih
7. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia
karena penumpukan berlebih. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi
Azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi
urin kronis dan volume residu yang besar.
8. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan
rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
1. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak
puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
2. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.
3. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa
timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke
ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

C. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia  30-40 tahun.
Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan
hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular  pada prostat
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
1. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema
yang terjadi pada prostat yang membesar.
2. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
3. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa
belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam
buli-buli.
4. Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan
yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
6. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter,
7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spingter.
8. Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa
pada prostat yang membesar.
9. Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.
10.Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin
tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme
infektif.
11. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli,
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.
12. Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid.
ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi prostat
Kelenjar prostat merupakan organ khusus pada lokasi yang kecil, yang hanya
dimiliki oleh pria. Kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih (vesika
urinaria) melekat pada dinding bawah kandung kemih disekitar uretra bagian atas.
Biasanya ukurannya sebesar buah kenari dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya
kurang lebih 20 gram dan akan membesar sejalan dengan pertambahan usia.
Prostat mengeluarkan sekret cairan yang bercampur secret dari testis, pembesaran
prostate akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat,
merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4
lubos yaitu :
a. Lobus posterior
b. Lobus Lateral
c. Lobus Anterior
d. Lobus Medial
Batas lobus pada kelenjar prostat :
Batas supperior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. Batas
inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas deafragma urogenitalis. Uretra
meninggalkan prostat tepat dfiatas apex permukaan anterior.
Anterior : Permukaan anterior prosta berbatsan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum
retropubica (cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungan dengan
permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini
terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascica pelvis.
Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah
excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju
corpus perinealis.
Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.levator ani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os publis. Ductus ejaculatorius
menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara padda uretra pars
prostatica pada pinngir lateral orifium utriculus prostaticus. Lobus lateral
mengandung banyak kelenjar.
Fungsi kelenjar prostat :
Kelenjar prostat ditutupi oleh jaringan fibrosa, lapisan otot halus, dan
subtansi glandular yang tersusun dari sel epitel kolumnar. Kelenjar prostat
menyekresi cairan seperti susu yang menusun 30% dari total cairan semen, dan
memberti tampilan susu pada semen. Sifat cairannya sedikit alkali yang memberi
perlindungan pada sperma di dalam vagina yang bersifat asam. Sekret prostat
bersifat alkali yang membantu menetralkan keasaman vagina. Cairan prostat juga
mengandung enzim pembekuan ynang akan menebalkan semen dalan vagina
sehingga semen bisa bertahan dalam serviks.
E. Woc

Usia lanjut

Produksi hormon estrogen dan testoteron tidak seimbang

Testoteron Menurun Kadar esterogen meningkat

Mempengaruhi RNA (Asam Hyperplasia sel stoma pada jaringan


ribonukleat )di dalam inti sel
Pengulangan sel-sel prostat

BPH

Proses pembedahan

Obsrtruksi saluran kemih


yang bermuara ke vesia Pre Operasi
urinaria Post Operasi

Penebalan otot Kurang terpapar informasi tentang Tindakan invasif Nyeri Akut
destrusor prosedur pembedahan
Dekompensasi otot destrusor
Ansietas Katerisasi Luka insisi

Akumulasi urine di vesika

Risiko Infeksi
Sukar berkemih tidak lancar

Retensi urine Perdarahan

Tidak terkontrol

Resiko perdarahan
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
2. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolik.
3. Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA)
Dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA
4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum
dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
4. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua
defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya
menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung
dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT,
BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
5. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi
buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan
ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria,
residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa
ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal. BNO /IVP untuk menilai apakah
ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan radioopak daerah traktus
urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis.
Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya
dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel.
Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin.
Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin
dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan
iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)


H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi
pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat  karena ia tidak dapat berkemih
maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin digunakan kateter
logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung
kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase yang adekuat.
Jenis pengobatan pada BPH  antara lain:
1. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan
adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan
dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur
2. Terapi medikamentosa    
Penghambat adrenergik a (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor pada
otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni
dan gejala-gejala berkurang. Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat
pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi
bedah yaitu :
1. Retensi urin berulang
2. Hematuri
3. Tanda penurunan fungsi ginjal
4. Infeksi saluran kemih berulang
5. Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
6. Ada batu saluran kemih.
4. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah dan
optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat yang kemudian
dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop
pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan disfungsi erektil
tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan jaringan
prostat  pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir
ke arah belakang ke dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat
diangkat dari atas.
b. Prostatektomi  Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.
Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin
terjadi  dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum
dan spingter eksternal serta  bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis  dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan
spingter kandung kemih lebih sedikit. 
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan
prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca
prostatektomi mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan
bekuan, obstruksi kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi
tidak menyebabkan impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat
menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan
kasus aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu
karena saat itu fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan
seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama uin.
Perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard.

I.PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
a. Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT,
AL)
b. Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
c. Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
d. Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya
udara
2. Post operasi
a. Irigasi/Spoling dengan Nacl
b. Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
c. Hari pertama post operasi  : 60 tetes/menit
d. Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
e. Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
f. Hari ke 4 post operasi diklem
g. Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam
kateter bening)
h. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
i. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari,
bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa
diganti dengan obat oral.
j. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operas
k. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin
l. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
m. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
n. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
o. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
p. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan
dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat
membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat membantu
menghilangkan spasme.
q. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak
duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
r. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol
berkemih.
s. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian
jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
t. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih
gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada
kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan
tekanan pada fossa prostatik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Diri Klien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan,nama ( inisial ),nomor RM,Umur,
pekerjaan, agama , jenis kelamin, alamat, tanggal masuk rumah sakitr,alasan
masuk rumah sakit,penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya pada klien dengan BPH keluhan utamanya yaitu nyeri ketika miksi,
tidak bisa miksi,miksi sedikit.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami nyeri ketika miksi,tidak dapat miksi.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji penyebab BPH pada pasien dan pernahkah sebelumnya mengidap peyakit
seperti ini .
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya di kelurga pasien terdapat penyakit yang serupa
Pengkajian Sebelum Operasi
a. Data Subyektif
1. Klien mengatakan nyeri saat berkemih
2. Sulit kencing
3. Frekuensi berkemih meningkat
4. Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
5. Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
6. Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
7. Pancaran urin melemah
8. Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik
9. Kalau mau miksi harus menunggu lama
10. Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
11. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
12. Urin terus menetes setelah berkemih
13. Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
14. Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
b. Data Obyektif
1. Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
2. Terpasang kateter
Sesudah Operasi
a. Data Subyektif
1. Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
2. Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah operasi
b. Data Obyektif
1. Ekspresi tampak menahan nyeri
2. Ada luka post operasi tertutup balutan
3. Tampak lemah
4. Terpasang selang irigasi, kateter, infus
B. Pemeriksaan Fisik.
1. Keadaan Umum Klien
 Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis
 Berat badan : Biasanya normal
 Tinggi badan : Biasanya normal
2. Tanda-Tanda Vital
 TD : Biasanya menurun (< 120/80mmHg)
 Nadi : Biasanya menurun (<90x/i)
 RR : Biasanya normal (18-24 x/i)
 Suhu : Biasanya meningkat (>37.5 °C)
3. Pemeriksaan Head to Toe
 Kepala
Inspeksi : Bentuk, karakteristik rambut serta kebersihan kepala
Palpasi : Adanya massa, benjolan ataupun lesi
 Mata
Inspeksi : Sklera, conjungtiva, iris, kornea serta reflek pupil dan tanda-tanda
iritasi
 Telinga
Inspeksi : Daun telinga, liang telinga, membran tympani, adanya serumen serta
pendarahan
 Hidung
Inspeksi : Lihat kesimetrisan, membran mukosa, tes penciuman serta alergi
terhadap sesuatu
 Mulut
Inspeksi : Kebersihan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi dan tonsil
 Leher
Inspeksi : Kesimetrisan leher, pembesaran kelenjar tyroid dan JVP
Palpasi : Arteri carotis, vena jugularis, kelenjar tyroid, adanya massa atau
benjolan
 Thorax / Paru
Inspeksi : Bentuk thorax, pola nafas dan otot bantu nafas
Palpasi : Vocal remitus
Perkusi : Batas paru kanan dan kiri
Auskutasi : Suara nafas
 Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri
Auskultasi : Batas jantung I dan II
 Abdomen
Inspeksi : Asites atau tidak
Palpasi : Adanya massa atau nyeri tekan
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus
 Kulit
Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit, adanya jaringan parut atau lesi dan CRT.
Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu daerah yang
kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan bengkak, dan tampak
seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d’orange). Pada kulit yang terinfeksi
bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi
cairan (bula), yang bisa pecah.
 Ekstremitas
Kaji nyeri, kekuatan dan tonus otot
  B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut berhubungan agen Pencedera fisik di buktikan dengan mengeluh nyeri
(D.0077)
2. Ansietas berhubungan dengan kekahawatiran mengalami kegagalan di buktikan
dengan tampak tegang
3. Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra di buktikan dengan
sensasi penuh pada kandung kemih
4. Resiko infeksi di tandai dengan efek prosedur invasive
5. Resiko perdarahan di tandai dengan Kurang terpapar informasi tentang
pencegahan perdarahan.
Rencana keperawatan
A. Perencanaan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Nyeri akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
Pencedera fisik di 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi karakteristik, durasi,
buktikan dengan menurun kualitas, intensitas nyeri
mengeluh Kriteria Hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
nyeri(D.0077) 1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
2. Meringis menurun memperingan nyeri
3. Gelisah menurun 4. Monitor efek samping penggunaan analgetik
4. Kesulitan tidur menurun Terapeutik
5. Berikan tekhnik nonfrmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis, hypnosis,
akupresur, terapi music, terapi pijat,
aromaterapi, tekhnik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin)
6. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis, suhu ruanganan, pencahayaan,
kebisingan)
Edukasi
7. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
8. Jelaskan strategi meredakan nyeri
9. Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Ansietas Tingkat Ansietas ( L.09093) Observasi


berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
dengan 1x24 jam diharapkan tingkat nyeri (mis: kondisi, waktu, stresor)
kekahawatiran menurun 2. Identifikasi kemampuan mengambil
mengalami Kriteria Hasil: keputusan
kegagalan di 1. Verbalisasi kebingungan menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
buktikan dengan 2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi nonverbal)
tampak tegang Terapeutik
yang dihadapi menurun 4. Ciptakan suasana terapeutik untuk
3. Perilaku gelisah menurun menumbuhkan kepercayaan
4. Perilaku tegang menurun 5. Temani pasien untuk mengurangi
5. Konsentrasi membaik kecemasan, jika memungkinkan
6. Pola tidur membaik 6. Pahami situasi yang membuat ansietas
7. Dengarkan dengan penuh perhatian
8. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
9. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
10. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
11. Diskusikan perencanaan realistis tentang
peristiwa yang akan datang
Edukasi
12. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami
13. Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
14. Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama
pasien, jika perlu
15. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
16. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
17. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
18. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri
yang tepat
19. Latih Teknik relaksasi
Kolaborasi
20. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
perlu

3 Retensi urine Sensasi Berkemih( L.09093) Katerisasi urine (l. 04148 )


berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapeutik
dengan 1x24 jam diharapkan sensasi berkemih 1. Siapkan peralatan, bahan-bahan, dan ruangan
peningkatan meningkat dengan Kriteria Hasil: Tindakan
tekanan uretra di 1. Desakan berkemih (urgensi) 2. Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan
buktikan dengan posisikan dorsal rekumben (untuk Wanita)
sensasi penuh menurun dan supine (untuk laki-laki)
pada kandung 2. Distensi kandung kemih menurun 3. Pasang sarung tangan
kemih 3. Berkemih tidak tuntas (hesistancy) 4. Bersihkan daerah perineal atau preposium
menurun dengan cairan NaCl atau aquades
4. Volume residu urin menurun 5. Lakukan insersi kateter urin dengan
5. Urin menetes (dribbling) menurun menerapkan prinsip aseptic
6. Nokturia menurun 6. Sambungkan kateter urin dengan urin bag
7. Mengompol menurun 7. Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai anjuran
8. Enuresis menurun pabrik
8. Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di
paha
9. Pastikan urin bag ditempatkan lebih rendah
dari kandung kemih
10. Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
11. Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan
kateter urin
12. Anjurkan menarik napas saat insersi selang
kateter
4 Resiko infeksi di Tingkat Infeksi ( L.14137) Pencegahan infeksi ( l.14359 )
tandai dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
efek prosedur 1x24 jam diharapkan tingkat infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
invasive menurun dengan Kriteria Hasil: sistemik
1. Demam menurun Terapeutik
2. Kemerahan menurun 2. Batasi jumlah pengunjung
3. Nyeri menurun 3. Berikan perawatan kulit pada area edem
4. Bengkak menurun 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
5. Kadar sel darah putih membaik dengan pasien dan lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8. Ajarkan etika batuk
9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

5 Resiko Tingkat Perdarahan menurun Pecegahan perdarahan (l.02067 )


perdarahan di ( L.02017) Observasi
tandai dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
Kurang terpapar 1x24 jam diharapkan tingkat perdarahan 2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin
informasi tentang menurun dengan Kriteria Hasil: sebelum dan setelah kehilangan darah
pencegahan 1. Membran mukosa lembab 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
perdarahan meningkat 4. Monitor koagulasi (mis: prothrombin time
2. Kelembaban kulit meningkat (PT), partial thromboplastin time (PTT),
3. Hemoptisis menurun fibrinogen, degradasi fibrin dan/atau platelet)
4. Hematemesis menurun Terapeutik
5. Hematuria menurun 5. Pertahankan bed rest selama perdarahan
6. Hemoglobin membaik 6. Batasi tindakan invasive, jika perlu
7. Hematokrit membaik 7. Gunakan kasur pencegah decubitus
8. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
9. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
10. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat
ambulasi
11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
untuk menghindari konstipasi
12. Anjurkan menghindari aspirin atau
antikoagulan
13. Anjurkan meningkatkan asupan makanan
dan vitamin K
14. Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
16. Kolaborasi pemberian produk darah, jika
perlu
17. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M; Maas, M; Moorhead, S. 2000. Nursing Outcomes Classification


(NOC). Mosby: Philadelphia
Mansjoer, A, et all, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapis,
Jakarta
McCloskey, J dan Bulechek, G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC).
Mosby: Philadelphia
Nanda (2000), Nursing Diagnosis: Prinsip-Prinsip dan Clasification, 2001-2002,
Philadelphia, USA.
Smeltzer, S.C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Vol 2,  EGC, Jakarta
Anonim. 2012. Diakses 5 Mei 2012 pada
http://www.scribd.com/doc/54979478/ASKEP-BPH
Anonym. 2010. http://asuhankeperawatans.blogspot.com/2010/10/asuhan-
keperawatan-benigna-prostat.html

Anda mungkin juga menyukai