PENGERTIAN
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak
bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun
orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang
dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002)
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa
factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
5. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi
sel transit.
BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)
C. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun.
Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan
hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
1. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema
yang terjadi pada prostat yang membesar.
2. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
3. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa
belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam
buli-buli.
4. Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan
yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
6. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter,
7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spingter.
8. Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa
pada prostat yang membesar.
9. Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.
10.Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin
tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme
infektif.
11. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli,
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.
12. Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid.
ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi prostat
Kelenjar prostat merupakan organ khusus pada lokasi yang kecil, yang hanya
dimiliki oleh pria. Kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih (vesika
urinaria) melekat pada dinding bawah kandung kemih disekitar uretra bagian atas.
Biasanya ukurannya sebesar buah kenari dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya
kurang lebih 20 gram dan akan membesar sejalan dengan pertambahan usia.
Prostat mengeluarkan sekret cairan yang bercampur secret dari testis, pembesaran
prostate akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat,
merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4
lubos yaitu :
a. Lobus posterior
b. Lobus Lateral
c. Lobus Anterior
d. Lobus Medial
Batas lobus pada kelenjar prostat :
Batas supperior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. Batas
inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas deafragma urogenitalis. Uretra
meninggalkan prostat tepat dfiatas apex permukaan anterior.
Anterior : Permukaan anterior prosta berbatsan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum
retropubica (cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungan dengan
permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini
terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascica pelvis.
Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah
excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju
corpus perinealis.
Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.levator ani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os publis. Ductus ejaculatorius
menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara padda uretra pars
prostatica pada pinngir lateral orifium utriculus prostaticus. Lobus lateral
mengandung banyak kelenjar.
Fungsi kelenjar prostat :
Kelenjar prostat ditutupi oleh jaringan fibrosa, lapisan otot halus, dan
subtansi glandular yang tersusun dari sel epitel kolumnar. Kelenjar prostat
menyekresi cairan seperti susu yang menusun 30% dari total cairan semen, dan
memberti tampilan susu pada semen. Sifat cairannya sedikit alkali yang memberi
perlindungan pada sperma di dalam vagina yang bersifat asam. Sekret prostat
bersifat alkali yang membantu menetralkan keasaman vagina. Cairan prostat juga
mengandung enzim pembekuan ynang akan menebalkan semen dalan vagina
sehingga semen bisa bertahan dalam serviks.
E. Woc
Usia lanjut
BPH
Proses pembedahan
Penebalan otot Kurang terpapar informasi tentang Tindakan invasif Nyeri Akut
destrusor prosedur pembedahan
Dekompensasi otot destrusor
Ansietas Katerisasi Luka insisi
Risiko Infeksi
Sukar berkemih tidak lancar
Tidak terkontrol
Resiko perdarahan
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
2. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolik.
3. Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA)
Dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA
4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum
dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
4. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua
defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya
menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung
dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT,
BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
5. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi
buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan
ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria,
residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa
ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal. BNO /IVP untuk menilai apakah
ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan radioopak daerah traktus
urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis.
Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya
dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel.
Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin.
Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin
dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan
iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
I.PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
a. Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT,
AL)
b. Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
c. Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
d. Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya
udara
2. Post operasi
a. Irigasi/Spoling dengan Nacl
b. Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
c. Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
d. Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
e. Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
f. Hari ke 4 post operasi diklem
g. Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam
kateter bening)
h. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
i. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari,
bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa
diganti dengan obat oral.
j. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operas
k. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin
l. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
m. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
n. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
o. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
p. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan
dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat
membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat membantu
menghilangkan spasme.
q. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak
duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
r. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol
berkemih.
s. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian
jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
t. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih
gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada
kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan
tekanan pada fossa prostatik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Diri Klien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan,nama ( inisial ),nomor RM,Umur,
pekerjaan, agama , jenis kelamin, alamat, tanggal masuk rumah sakitr,alasan
masuk rumah sakit,penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya pada klien dengan BPH keluhan utamanya yaitu nyeri ketika miksi,
tidak bisa miksi,miksi sedikit.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami nyeri ketika miksi,tidak dapat miksi.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji penyebab BPH pada pasien dan pernahkah sebelumnya mengidap peyakit
seperti ini .
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya di kelurga pasien terdapat penyakit yang serupa
Pengkajian Sebelum Operasi
a. Data Subyektif
1. Klien mengatakan nyeri saat berkemih
2. Sulit kencing
3. Frekuensi berkemih meningkat
4. Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
5. Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
6. Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
7. Pancaran urin melemah
8. Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik
9. Kalau mau miksi harus menunggu lama
10. Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
11. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
12. Urin terus menetes setelah berkemih
13. Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
14. Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
b. Data Obyektif
1. Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
2. Terpasang kateter
Sesudah Operasi
a. Data Subyektif
1. Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
2. Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah operasi
b. Data Obyektif
1. Ekspresi tampak menahan nyeri
2. Ada luka post operasi tertutup balutan
3. Tampak lemah
4. Terpasang selang irigasi, kateter, infus
B. Pemeriksaan Fisik.
1. Keadaan Umum Klien
Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis
Berat badan : Biasanya normal
Tinggi badan : Biasanya normal
2. Tanda-Tanda Vital
TD : Biasanya menurun (< 120/80mmHg)
Nadi : Biasanya menurun (<90x/i)
RR : Biasanya normal (18-24 x/i)
Suhu : Biasanya meningkat (>37.5 °C)
3. Pemeriksaan Head to Toe
Kepala
Inspeksi : Bentuk, karakteristik rambut serta kebersihan kepala
Palpasi : Adanya massa, benjolan ataupun lesi
Mata
Inspeksi : Sklera, conjungtiva, iris, kornea serta reflek pupil dan tanda-tanda
iritasi
Telinga
Inspeksi : Daun telinga, liang telinga, membran tympani, adanya serumen serta
pendarahan
Hidung
Inspeksi : Lihat kesimetrisan, membran mukosa, tes penciuman serta alergi
terhadap sesuatu
Mulut
Inspeksi : Kebersihan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi dan tonsil
Leher
Inspeksi : Kesimetrisan leher, pembesaran kelenjar tyroid dan JVP
Palpasi : Arteri carotis, vena jugularis, kelenjar tyroid, adanya massa atau
benjolan
Thorax / Paru
Inspeksi : Bentuk thorax, pola nafas dan otot bantu nafas
Palpasi : Vocal remitus
Perkusi : Batas paru kanan dan kiri
Auskutasi : Suara nafas
Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri
Auskultasi : Batas jantung I dan II
Abdomen
Inspeksi : Asites atau tidak
Palpasi : Adanya massa atau nyeri tekan
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus
Kulit
Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit, adanya jaringan parut atau lesi dan CRT.
Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu daerah yang
kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan bengkak, dan tampak
seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d’orange). Pada kulit yang terinfeksi
bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi
cairan (bula), yang bisa pecah.
Ekstremitas
Kaji nyeri, kekuatan dan tonus otot
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut berhubungan agen Pencedera fisik di buktikan dengan mengeluh nyeri
(D.0077)
2. Ansietas berhubungan dengan kekahawatiran mengalami kegagalan di buktikan
dengan tampak tegang
3. Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra di buktikan dengan
sensasi penuh pada kandung kemih
4. Resiko infeksi di tandai dengan efek prosedur invasive
5. Resiko perdarahan di tandai dengan Kurang terpapar informasi tentang
pencegahan perdarahan.
Rencana keperawatan
A. Perencanaan