Anda di halaman 1dari 11

BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH)

Disusun oleh :

NOVITA WIJAYANTI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


NGUDI WALUYO
2015/2016
BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI

A. PENGERTIAN
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pras
prostatika (Long, B.C., 2007)
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria
lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan
aliran urinarius (Doenges, M.F., 2005)

B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang
pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormone androgen. Factor lain yang erat
kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain :
1) Dihydrotesteron
2) Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi
3) Perubahan keseimbangan hormone estrogen – testosterone
4) Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormone estrogen dan penurunan
tertosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
5) Berkurangnya sel yang amti
6) Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat.

C. PATOFISIOLOGI
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hyperplasia,
jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran
uretra prostatica dan menyumbat aliran urine keluar. Kontraksi yang terus menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari buli – buli berupa : Hipertropi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli – buli. Perubahan struktur pada
buli – buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau
Lower Urinary Tract Symptom/LUTS.
Pada fase – fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dengan sempurna.a rtinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak
berubah. Pada fase ini disebut sebagai prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan
kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,
kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat
sehingga tersisalah urine di dalam bulli bulli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat
Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra
abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemoroid
puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine
dan terjadinya retensi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai
Prostat Hyperplasia Dekompensata.
Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa
hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir
sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli – buli tetap penuh. Ini terjadi oleh
karena buli – buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan
kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menajdi retensi
urine. Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal
(Sunaryo, H.2004)
D. PATHWAY

Degenerasi

Hormon Testosteron

BPH

Tindakan Kateter Tindakan sblm Kontraksi VU


operasi Tindakan
Retensi Urine
operasi
Perdarahan luka operasi
Iritasi mukosa uretra Urine Statis
Ansietas Kurangnya Tindakan
informasi Gangguan Pola Invasive Urine Statis
eliminasi Urine (kateter, drain)
Gangguan rasa Nyaman
Kurang Retensi urine
(Nyeri)
pengetahuan Resiko
infeksi
Luka insisi

Resiko tinggi cidera


(Perdarahan)
E. MANIFESTASI KLINIS
1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan
yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli – buli memerlukan waktu beberapa
lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam
uretra prostatika.
2) Intermiteny yaitu terputus – putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakhirnya miksi.
3) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan caliber pancaran destrussor memerlukan
waktu untuk dapat melampui tekanan di uretra.
4) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam
hari (Nocturia) dan pada siang hari.
5) Disuria yaitu pada waktu kencing.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Radiologi, meliputi :
a. Intra Vena Pyelografi (IVP) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post
miksi, dipertikel buli. Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol
disertai urolithiasis. Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya refluk
vesiko ureter
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai
pembesaran prostat jinak / ganas
2) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum eletrolit dan kadar gula digunakan
untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
b. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
c. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya
keganasan.
3) Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
a. Flow rate maksimal > 15ml /dtk = non obstruktif.
b. Flow rate maksimal 10 – 15 ml/dtk = border line
c. Flow rate maksimal < 10 ml /dtk = obstruktif.
d. Pemeriksaan Panendoskop yaitu untuk mengetahui keadaan uretra dan buli –
buli.
G. PENGKAJIAN
1) Pre operasi
a. Sirkulasi : peningkatan etkanan darah
b. Eliminasi : Disertasi VU, Nokturia, disuria, hematuri, konstipasi, penurunan aliran
/ kekuatan/dorongan aliran urin (menetes)
c. Nutrisi dan cairan : Anoreksi, mual, muntah, penurunan berat badan
d. Nyeri/kenyamanan : Nyeri supra pubis, nyeri punggung bawah
e. Keamanan (demam)
f. Seksualitas : Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi, pembesaran dan nyeri tekan
prostat
g. Penyuluhan dan pembelajaran
Riwayat keluarga : kanker, HT, penyakit ginjal, penggunaan anti hipertensi,
antibiotic, alergi obat.
2) Post operasi
a. Haluaran urin : karakter dan jumlahnya
b. Hemoragia : drainase merah terang dan bekuan dari kateter
c. Syok
d. Spasme kandung kemih
e. Distensi kandung kemih : nyeri supra pubis, peningkatan TD, takikardi,
diaphoresis, gelisah.
f. Dilusi hipernatremia : peningkatan TD, sakit kepala, disorientasi, edema paru.
g. Dilusi hiponatremia : kelemahan otot, kekuatan, mual, muntah
h. Hiperapnue
i. Hipotensi

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi :
1) Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan pembesaran prostat
2) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur
bedah
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi
Post operasi :
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses pembedahan
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3) Resiko tinggi cidera : perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan

I. INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre Operasi :
1) Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan pembesaran prostat
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : berkemih dengan jumlah yang adekuat tanpa adanya distensi kandung
kemih.
Intervensi :
a. Kaji balance cairan
R/ Mengetahui kebutuhan cairan
b. Tentukan pola berkemih tiap hari
R/ Mengetahui pola berkemih setiap hari
c. Anjurkan klien untuk berkemih setiap 2-4 jam
R/ Memonitor kelancaran berkemih
2) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur
bedah
Tujuan : pasien tampak rileks.
Kriteria hasil : Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan
rentang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut.
Intervensi :
a. Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya
R/ Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu
b. Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan
R/ Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
c. Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan
R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.
Krietria hasil : Melakukan perubahan pola hidup atau perilaku yang perlu,
berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi :
a. Dorong pasien menyatakan rasa takut perasaan dan perhatian
R/ Membantu pasien dalam mengalami perasaan
b. Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat pilihan informasi terapi.
Post Operasi :
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses pembedahan
Tujuan : Nyeri hilang / terkontrol.
Kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan keterampilan
relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks,
tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji skala, perhatikan lokasi, intensitas nyeri (skala 0-10).
R/ Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan berkemih sekitar kateter menunjukkan
spasme bulli – bulli, yang cenderung lebih berat (biasanya menurun dalam 48 jam).
b. Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan
punggung) dan aktivitas terapeutik.
R/ Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
c. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik
R/ Menghilangkan nyeri
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive: alat selama pembedahan,
kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan : Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi.
Krietria hasil : Klien tidak mengalami infeksi, dapat mencapai waktu penyembuhan,
tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.
Intervensi :
a. Pertahankan system kateter steril, berikan perawatan kateetr dengan steril.
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
b. Anjurkan intake cairan yang cukup (2500 – 3000) sehingga dapat menurunkan
potensial infeksi
R/ Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal.
c. Observasi urine : warna, jumlah, bau.
R/ Mengidentifikasi adanya infeksi
d. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotic
R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
3) Resiko tinggi cidera : perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil : Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan, tanda – tanda vital
dalam batas normal, urine lancar lewat kateter
Intervensi :
a. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda
– tanda perdarahan
R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan
b. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalam saluran kateter
R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan
kandung kemih
c. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi
R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatic yang akan mengendapkan
perdarahan
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2005. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbitan Buku
Kedokteran EGC.

Hardjowidjoto S. (2009). Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya


Lab / UPF Ilmu Bedah, 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran
Airlangga /RSUD. Dr. Soetomo.

Long, B.C., 2007. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai