Di Susun Oleh :
Pada
Hari :
Tanggal : Desember 2011
Mengetahui :
A. DEFINISI
Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang
sifatnya jinak yang menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra.
Kondisi ini merupakan kondisi patologis yang umum terjadi pada pria lansia
(>75 tahun) dan penyebab ke 2 yang paling sering memerlukan intervensi
medis pada pria diatas 60 tahun (Brunner & suddart, 2002).
Prostatektomi adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk
mengangkat kelenjar prostat yang mengalami hiperplasi dan meninggalkan
kapsul prostat (Brunner & suddart, 2002).
B. ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui pasti penyebab BPH, tetapi bukti yang
menunjukkan bahwa hormone dapat menyebabkan hyperplasia jaringan
penyangga stroma dan elemen-elemen glanduler pada prostat.
C. PATOFISIOLOGI
Hiperplasia disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan antara hormone
testosterone dengan estrogen. Dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan
imbangan testosterone dan estrogen yang disebabakan oleh berkumpulnya
produksi testosterone dan estrogen karena konvensi testosterone menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di daerah perifer dengan pertolongan enzim
aromatase. Estrogen ini menyebabkan terjadinya hiperlasia stoma sehingga
diduga testoteron diperlukan untuk proliferasi sel. Kemungkinan lain
perubahan konsentrasi relative testosterone dan estrogen menyebabkan
produksi potensiasi factor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Lobus yang mengalami hipertropi
dapat menyumbat kolumna vesikal atau uretra prostatic, dengan demikian
Refluk Vesika Urinaria Kurang pengetahuan
Cemas
oleh Kurang Kerusakan
tekanan-tekanan
Palvio Ginjal(Hydronefrotik)
intraGinjal
Koliks vesika Edema
urinaria Gangguan Cairan
residualBerlebih
urine
pengetahuan Hernia,
PK : Hemorid
anemia
Pre-op Dilatasi
Pola
retensio dan
urine
kontraksi Ureter
kuantitas
fase awal
total
muskulus (Hydroureter)
miksi
(fase berubah
prostat
dekompensasi)
destruksor tidak kerusakan
hiperplasi
adekuatop PK
Kerusakan
(lemah) : perdarahan
mobilitas fisik
Testis usia lanjut meningkatkan
Kompensasi Nyeri tekanan
Akut intra abdominal
ensia paradoksa overflow (tekanan intra vaskuler urinaria dari pada tekanan spingter bersifar kronis)
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic yang biasa dilakukan untuk menegakkan diagnose
adanya BPH antara lain :
1. Pemeriksaan fisik, dilakukan dengan pemeriksaan rectal
digital/colok dubur
2. Uji diagnostic dengan USG prostat atau sistoskopi dilakukan
untuk menentukan tingkat pembesaran prostat.
3. Pemeriksaan laboratorium mencakup : urinalisis, urodinamis, dan
fungsi ginjal berfungsi untuk mengkaji segala obstruksi dalam pola
aliran urine dan efisiensi fungsi ginjal. Pemeriksaan darah lengkap,
masa perdarahan dan masa penjendalan dilakukan karena
perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operasi.
4. Pemeriksaan EKG dan foto THORAX penting dilakukan pada usia
tua karena berisiko terjadi komplikasi jantung dan pernafasan
pasca operasi.
F. PENATALAKSANAAN
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab keparahan obstruksi dan
kondisi klien. Pada kondisi darurat karena tidak bias berkemih biasanya
dilakukan kateterisasi dengan segera. Jika kateterisasi tidak berhasil, kadang
dilakukan sistostomi suprapubik untuk drainase yang adekuat.
Pengobatan lain yang lazim dilakukan yaitu :
1. Watch-Ful Waiting (insisi prostat trans uretral, dilatasi balon,
penyekat alfa, dan inhibitor 5-alfa Reduktase (finasterid). Watch-
Ful Waiting merupakan pengobatan yang sesuai pada banyak
pasien karena kecenderungan progesi penyakit atau terjadinya
komplikasi tidak diketahui. Penyekat reseptor 1-alfa adrenergic
(misalnya : terazosin) berfungsi untuk melemaskan otot halus
kandung kemih dan prostat, karena diindifikasi adanya komponen
hormonal pada BPH, preparat anti-oksidan seperti finasterid
(missal : pospor) yang merupakan inhibitor 5-alfa rediktase efektif
dalam pencegahan perubahan testosterone menunjukkan supresi
aktivitas sel glanduler dan penurunan ukuran prostat. Efek
samping medikasi ini adalah ginekomasti, disfungsi ereksi, dan
wajah kemerahan.
2. Prostatektomi
Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum terjadi retensi urine dan
kerusakan traktus urinarius dan system koligentes. Prosedur yang
digunakan antara lain :
a. Trans uretral reseksi prostat (TURP)
b. Prostatektomi suprapubik tranvesikal
c. Prostatektomi transperineal dan
d. Prostatektomi retropubik ekstravesikel
Prosedur TURP merupakan prosedur tertutup dan tiga prosedur lainnya
merupakan prosedur terbuka.
Perawatan irigasi pasca prostatektomi (protap post operasi BPH RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten, 2007).
1. Hari ke 0 : drip 60-80 tpm, traksi penis
2. Hari ke 1 : drip 40-60 tpm, traksi di aff setelah 8 jam
3. Hari ke 2 : drip 20-40 tpm
4. Hari ke 3 : drip diklem (lihat situasi kalau perlu diguyur)
5. Hari ke 4 : drip dilepas (lihar situasi)
6. Drain : bila sudah jernih dan tidak produktif (< 20cc) diaff
(lihat situasi)
7. Hari ke 9 : DC dilepas
Terapi antibiotik yang sesuai dan analgetik.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi prostatektomi bergantung pada jenis pembedahan yang
mencangkup : hemoragi, pembentukan bekuan, obstrusi kateter, dan disfunsi
seksual. Meskipun prostatektomi tidak menyebabkan impotensi, namun pada
prostatektomi trans-perineal dapat terjadi kerusakan syaraf fudeltal yang sulit
dihindari yang berisiko terjadinya impotensi.
I.PENGKAJIAN
A. Identitas
1. Identitas klien
Nama : Tn.”D” Kelas/kamar : II/12
Umur : 65 tahun Tanggal MRS : 13 november 2008
Jenis Kelamin : Laki-laki No.CM/RM : 132517/444622
Agama : Islam Diagnosa saat MRS : Retensio
Pendidikan : Tamat SD urine suspek BPH
Pekerjaan : Petani Sumber Informasi : Keluarga,
Suku : Jawa / Indonesia Pasien dan CM
Alamat :
B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Klien mengeluh tidak bisa BAK sejak 2 hari yang lalu (tanggal 11/11/08)
2. Keluhan utama saat pengkajian
P : Klien mengeluh luka operasi terasa sakit, sakit bertambah jika
ada
gerakan, sakit terasa berkurang jika klien tenang
Q : Perut bagian bawah terasa sengkring-sengkring, panas dan sakit
Mandi *
Toileting *
Berpakaian *
Ambulasi / ROM *
D. Pemeriksaan fisik
1. Secara umum
a. Keadaan umum : lemah
b. Kesadaran : composmentis
c. GCS : 15 (E = 4, M = 6, V = 5)
d. Antoprometri : TB dan BB (tidak terkaji)
e. Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg, N :
100x/menit, S : 37,1ºC, R : 20x/menit
2. Secara khusus (chepalo-kaudal)
a. Kepala dan leher
Rambut : sudah beruban, kulit kapala bersih, tidak ada luka
dan kelainan.
Mata : konjungtiva tampak anemis, lensa tidak keruh, penglihatan
normal.
Telinga : tidak ada radang, tidak ada sekresi atau darah, reflek
cahaya pilitser (+)
Hidung: tidak ada keluhan, tidak tampak adanya lendir.
Mulut : mukosa kemerahan dan agak kering.
Gigi : sebagian sudah tanggal, tidak ada keluhan
Leher : tidak ada benjolan maupun peningkatan JVP
b. Thoraks
Inspeksi : dinding dada cembung, pernafasan dada, tidak terdapat
luka atau kelainan. Ictus kordis tidak tampak, dan pengembangan
dada simetris.
Palpasi : ictus cordis teraba pada dada kiri dan vocal vremitus
pada paru-paru kanan dan kiri sama
Perkusi : kedua paru-paru sonor, jantung redup
Auskultasi : suara nafas kedua paru sonor, bunyi jantung S1 dan S2
murni.
c. Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen tampak supel, terdapat luka operasi
diatas suprapubik, luka terpasang selang drian (berisi darah), tertutup
kassa, bersih, tidak basah dan tidak tampak adanya rembesan darah
dan luka Auskultasi : peristatik usus 17x/menit, tidak terdengar
bruit aorta
Palpasi : abdomen supel, hati dan lien tidak teraba, nyeri tekan
pada perut bawah (sekitar operasi), tidak teraba massa fekalik pada
abdomen.
Perkusi : suara timpani
d. Inguinal dan getalia
Tidak ada pembesaran kelenjar inguinal dan tidak terdapat kalainan
pada genetalia. Klien menggunakan DC no 24 ditraksi dengan fiksasi
dipaha kanan dalam, fiksasi kuat (+), orifisium ditutup dengan kassa,
rembesan darah tidak ada.
e. Ekstremitas
Atas : simetris kanan-kiri, ROM +/+, lengan kanan bawah
terpasang infuse RL tetesan lancar 20 tpm, area port antre tidak
tampak tanda infeksi.
Bawah : kaki kanan-kiri tampak simetris, kedua tungkai bawah sudah
dapat digerakkan terbatas atas perintah petugas, paha kanan terdapat
traksi kateter no 24, difiksasi dengan plester, akral teraba dingin,
kuku tidak pucat.
Kekuatan otot : 5 5
5 5
f. Integument
Kulit sawo matang, turgor kulit > 2 detik
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan ;
1. Laboratorium
Tanggal 13/11/2008)
Kimai darah Hasil Nilai Normal Satuan
• Lemak
Kolesterol total 162 50-220 Mg/dl
Asam urat 5,8 2,6-7,2 Mg/dl
• Faal hati
Protein total 9,5 6,6-8,8 g/dl
Albumin 4,0 3,5-5,2 g/dl
Globulin 5,5 g/dl
• Elektrolit
Kalium 3,8 3,4-5,3 Mmol/l
Natrium 145 135-155 Mmol/l
Klorida 112 95-108 Mmol/l
• Enzim
HbSAg Negatif Negatif
Golongan darah :B
Masa perdarahan : 3-“0,5”
Masa pembekuan : 4-“30”
2. Foto RO Thoraks (tanggal 14/11/2008)
Hasil : kesan kardiomegali dengan awal bendungan pulmo
3. EKG (tanggal 14/11/2008)
Hasil : kesan normal
F. Terapi
Program terapi dan instruksi post-operasi (ahli bedah) :
∗ Awasi keadaan umum dan vital sign
∗ Bedrest 24 jam
∗ Pertahankan traksi selama 24 jam
∗ IVFD RL : Kaen Mg3 (2 : 1) 20 tpm
∗ Injeksi bifotik 2 x 1 gram (iv)
∗ Injeksi plaminek 3 x 1 (25mg/2ml, iv)
∗ Injeksi ketrobat 3 x 1 (30mg/1ml, iv)
∗ Ranitidine 2 x 1 (100mg/5ml, iv)
∗ Kirim material ke PA
∗ Irigasi 60 – 80 tpm
G. Data Fokus
Data subyektif
1. Klien mengatakan luka di Perut bagian bawah terasa sakit dan
panas
2. Klien dan keluarga mengatakan belum mengetahui perawatan
dan pengobatan setelah dilakukan operasi.
Data obyektif
1. P : Klien mengeluh luka operasi terasa sakit, sakit
bertambah jika ada
gerakan, sakit terasa berkurang jika klien tenang
Q : Perut bagian bawah terasa sengkring-sengkring, panas dan sakit
II.ANALISA DATA
No Data Penunjang Masalah Etiologi
6 DS : Risiko Perdarahan
Klien mengeluh lemas sehabis (hemoragi)
operasi
DO :
• Klien post operasi hari ke 0
• Terdapat luka operasi diatas
suprapubik, luka terpasang
selang drian (berisi darah),
tertutup kassa, bersih, tidak
basah dan tidak tampak
adanya rembesan darah dan
luka
7 DO : Risiko Obstruksi
• Klien post operasi hari ke 0 kateter
• Klien terpasang DC no 18
(diperut) dan 24 dialat
kelamin dengan irigasi Nacl
0,9%, 80 tpm DC no 24
ditraksi dengan fiksasi dipaha
kanan dalam, fiksasi kuat (+),
orifisium ditutup dengan
kassa.
• Produk urine + bilasan
berwarna jernih kekuningan.
• Irigasi 80 tpm dan eleminasi
urine berjalan lancar dan
tidak tampak perdarahan atau
bekuan darah
III.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan analisa data diatas maka prioritas diagnosa keperawatan yaitu :
1. Nyeri Akut b.d Agen injury fisik (insisi bedah)
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d Tidak nyaman-nyeri
3. Kurang pengetahuan b.d Kurang/keterbatasan kognitif, tidak
mengetahui sumber-sumber informasi
4. Risiko infeksi b.d Prosedur invasive
5. Risiko Perdarahan (hemoragi)
6. Risiko Obstruksi kateter
7. Risiko Anemia
IV.INTERVENSI (NCP)
NO.DX NOC NIC
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart´s (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta :
EGC
Carpenito L,J,. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi
Keperawatan : Diagnose Keperawatan Dan Masalah Kolaborasi. Jakarta :
EGC
IOWA Outcomes Project (2000). Nursing Outcomes classification (NOC). Second
Edition. Mosby-Year Book, Inc.
Mc. Closkey, J.C., Bulechek, G.M., (1996). Nursing intervention
classification(NIC.) Second Edition. Mosby Company
Nanda (2005-2006). Nursing Diagnosis : Nanda 2001-2002, definition and
classification
Price S.A., & Wilson L.C., (1995). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, edisi
empat. Jakarta : EGC