Anda di halaman 1dari 44

GAMBARAN PERILAKU PENCEGAHAN ISPA PADA KELUARGA

YANG MEMPUNYAI ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS MASOHI

PROPOSAL

Oleh :
WA ASTRID
NPM.1420118005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKes )
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

GAMBARAN PERILAKU PENCEGAHAN ISPA PADA KELUARGA YANG


MEMPUNYAI ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
MASOHI

PROPOSAL

Disusun Oleh:

WA ASTRID
NPM.1420118005

Proposal ini Telah Disetujui


Tanggal Juni 2021

Pembimbing I Pembimbing II

(Kariyadi, S.Kp., M.PH) (Ns. Supriyanto, S.Kep)

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

(Ira Sandi Tunny, S.Si., M.Kes)


NIDN: 1208098501

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha

Rahman dan Rahim atas segala rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Proposal yang berjudul “Gambaran Perilaku Pencegahan Ispa

Pada Keluarga Yang Mempunyai Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas

Masohi”. Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Maluku Husada.

Penulis menyadari bahwa proposal ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,

oleh sebab itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Hamdan Tunny S.Kep., M.Kes selaku Pembina Yayasan STIKes Maluku Husada.

2. Rasma Tunny, S.Sos selaku Ketua Yayasan STKes Maluku Husada, yang telah

menyediakan fasilitas-fasilitas kepada Penulis selama menempuh pendidikan di

STIKes Maluku Husada.

3. Dr. Sahrir Sillehu, S.KM., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Maluku Husada yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk

menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada.

4. Ira Sandi Tunny, S.Si., M.Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada.

5. Kariyadi, S.Kp.,M.PH selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan

kepada Penulis dalam penyusunan proposal ini.

ii
6. Ns. Supriyanto, S.Kep selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan

kepada penulis dalam penyusunan propasal ini.

7. Ayah, Ibu dan Keluarga yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan

mendoakan penulis tanpa henti selama menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Maluku Husada.

8. Teman-teman sejawat Angkatan ke IX Mahasiswa Program Studi Ilmu

Keperawatan, dan seluruh Civitas Akademika STIKes Maluku Husada, yang telah

mengisi hari-hariku dengan penuh cinta dan rasa persaudaraan.

Akhirnya, penulis berharap semoga Proposal ini dapat bermanfaat bagi

kepentingan orang banyak. Ucapan dan doa peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT,

semoga segala rahmat dan Hidayah-Nya dilimpahkan kepada kita semua. Aamiinn

Kairatu, April 2022

Wa Astrid

iii
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………….………………..ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………….……………1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………4
1.3 Tujuan Penelitian………………………………..………………..…...….5
1.3.1 Tujuan Umum…………………………………………………5
1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………….……..5
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………..…….5
1.4.1 Manfaat Teoritis……………………………………..…...……5
1.4.2 Manfaat Praktis…………………………………..………...….5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar…………………………………….………………………..7
2.1.1 Definisi………………………………………………………….8
2.1.2 Etiologi Ispa…………………………….………………………8
2.1.3 Klasifikasi Ispa………………………….………………………8
2.1.4 Penatalaksanaan Ispa………………………………………..…..9
2.1.5 Pengobatan Pada Ispa………………………...………….…….11
2.1.6 Faktor Risiko…………………………………………………..12
2.1.7 Faktor Individu Anak………………………….………………13
2.1.8 Faktor Perilaku……………………………..….………………15
2.1.9 Pencegahan Ispa………………………..………..…………….15
2.1.9.1 Imunisasi………………………………..……………15
2.1.9.2 Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan
2.1.9.3 Mencegah Anak Berhubungan Dengan Penderita Ispa
2.1.10 Komplikasi……………………………………….……….….17
2.2 Konsep Dasar Pencegahan Ispa………………………………...………..18
2.2.1 Definisi Perilaku Pencegahan Ispa…………………...………..18
2.2.2 Bentuk-Bentuk Perilaku……………………………….….……18
2.3 Perilaku Pencegahan Ispa…………………………………………......…20
2.3.1 Cara Mengukur Perilaku Pencegahan Ispa……………..….…..20

iv
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konsep……………...…………………………………………22

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Desain Penelitian………………..…………………………………….…23
4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian…...………………………………………23
4.2.1 Tempat Penelitian……….……………………………………..23
4.2.2 Waktu Penelitian………….……………………………………23
4.3 Populasi Sampel Dan Tekhnik Pengambilan Sampel (Sampling)….……24
4.3.1 Populasi………………………………………………………...24
4.3.2 Sampel…………………………………………………………24
4.3.3 Sampling……………………………………………………….24
4.4 Variabel Penelitian……………………………………….………………24
4.5 Definisi Operasional…………………………………..…………………25
4.6 Instrumen Penelitian……………………………………..…………..…..25
4.7 Prosedur Pengumpulan Data………………………………………….….26
4.7.1 Data Primer…………………………..………….……….…….26
4.8 Analisa Data……………………………………..…………..…….……..26
4.8.1 Analisis Univariat………………………………….…………..26
4.9 Etika Penelitian………………………………………..….…….…….….27
4.9.1 Infermed Incisend…………………………………….…….….27
4.9.2 Inonimity………………………………………….…….……...28
4.9.3 Confidentiality…………………………………….…….……..28

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi saluran pernapasan adalah proses infeksi yang

mencangkup saluran pernapasan atas atau bawah atau keduanya. Infeksi ini dapat

disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, atau protozoa dan bersifat ringan, sembuh

sendiri, atau menurunkan fungsi individu (Mahendra, Ottay, & Sapulete, 2014).

Secara klinis ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan

Akut.2 Infeksi saluran pernapasan akut diadaptasi dari istilah dalam bahasa

Inggris Acute Respiratory Infections (ARI) adalah penyakit infeksi akut yang

melibatkan organ saluran pernapasan dari hidung (saluran atas) sampai alveoli

(saluran bawah) (Mahendra et al., 2014).

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena

sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Saat ini ISPA masih menjadi

masalah kesehatan dunia(Mahendra et al., 2014).

Angka kematian balita masih cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan

baik secara global maupun regional. Itulah sebabnya tujuan ke-4 Millenium

Development Goals (MDGs) adalah mengurangi jumlah kematian anak (Haider

dan Bhutta, 2006). Menurut World Health Organization (WHO) angka kematian

balita di negara berkembang di atas 40 per 1000 kelahiran hidup dengan

memperkirakan insiden Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah 15%-20%

1
2

per tahun pada golongan usia balita, sebanyak 13 juta anak balita di dunia

meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara-

negara berkembang (Asrun, 2010).

WHO (2006) mencatat bahwa penyebab kematian balita di seluruh dunia

pada tahun 2005 terdiri atas ISPA/pneumonia 19%, diare 17%, malaria 8% dan

campak 4%. Menurut Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011 angka

kematian balita di Indonesia saat ini mencapai 39 per 1.000 kelahiran hidup.

Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan

ISPA/pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan

persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Sunarta, 2018).

Berdasarkan WHO (2007), ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir 4 juta orang meninggal akibat ISPA

setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Insiden

ISPA bawah yaitu 34-40 per 1000 anak per tahun di Eropa dan Amerika Utara.

Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia,

terutama di negara-negara dengan pendapatan perkapita rendah dan menengah,

dimana ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat

inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak. Kasus

ISPA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak berusia di bawah 5 tahun,

dan 30% pada anak berusia 5-12 tahun. Anak berusia 1-6 tahun dapat mengalami

episode ISPA sebanyak 7-9 kali per tahun, tetapi biasanya ringan. Puncak insiden

biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun(Hendrawati, DA, & Senjayape, 2019).
3

Di Indonesia penyakit ISPA merupakan salah satu masalah pada masyarakat

karena tingginya angka kematian pada bayi dan balita. Menurut data Depkes RI

(2007) proporsi kematian ISPA mencakup 20-30%. Setiap anak diperkirakan

mengalami 3-6 kali episode ISPA setiap tahunnya dan 40- 60% dari kunjungan

puskesmas ialah penyakit ISPA. Sehingga masyarakat menganggap penyakit

ISPA ini sangat serius(Wahyuningsih & Yulianti, 2015).

Insiden ISPA (pneumonia) di negara berkembang ialah 2-10 kali lebih

banyak dari pada negara maju. Perbedaan tersebut berhubungan dengan etiologi

dan faktor resiko. Di negara maju, ISPA sering disebabkan oleh virus, sedangkan

di negara berkembang ISPA disebabkan oleh bakteri, seperti pneumonia dan

influenza, serta di negara berkembang ISPA dapat menyebabkan 10-25%

kematian, dan bertanggung jawab terhadap 1/3-1/2 kematian pada balita. Pada

bayi, angka kematiannya dapat mencapai 45 per 1000 kelahiran hidup. Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, dari 16.380 anak yang

disurvei, 5 persen dilaporkan menunjukkan gejala ISPA.tiga dari empat anak yang

menderita ISPA (75 persen) dibawa berobat ke fasilitas kesehatan(Mahendra et

al., 2014).

Berdasarkan pengambilan data awal di tahun 2019, terdapat penderita

ISPA bukan Pneumonia sebanyak 1.021 balita dan di tahun 2020 terdapat

penderita ISPA bukan Pneumonia sebanyak 270 Balita dan di tahun 2021

penderita ISPA bukan Pneumonia sebanyak 398 balita. Kebanyakan penduduk

menggunakan kayu bakar untuk memasak dirumah dan kebanyakan juga ayah

dari anak penderita ISPA itu adalah perokok aktif. Asap rumah tangga dan asap
4

rokok terutama pada anak merupakan factor yang mempengaruhi perilaku

pencegahan terjadinya ISPA. maka perlu diberikan pemahaman tentang perilaku

pencegahan ISPA pada keluarga yang anaknya yang mengalami penyakit ISPA .

Pengendalian kasus ISPA dimulai dari tingkat primer seperti di Puskesmas

Masohi. Penyakit ISPA merupakan penyakit peringkat kedua di Puskesmas

Masohi.

Kejadian ISPA yang banyak terjadi di masyarakat mempengaruhi

beberapa faktor yang mengakibatkan tingginya angka kejadian penyakit ISPA di

masyaraka, faktor lingkungan seperti polusi udara dan juga faktor perilaku

masyarakat yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terhadap ISPA.

Salah satu kelurahan yang tidak jauh dari Puskesmas Masohi yaitu Kelurahan

Namaelo, dengan angka kejadian ISPA rata-rata 140 penderita per bulan di tahun

2021. Berawal dari situlah peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang

gambaran perilaku Pencegahan ISPA pada keluarga yang memeliki anak balita di

wilayah kerja piuskesmas Masohi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka, rumusan permasalahan dalam

penelitian ini adalah Bagaimana gambaran Perilaku Pencegahan Ispa Pada

Keluarga Yang Mempunyai Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Masohi?


5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Gambaran Perilaku

Pencegahan Ispa Pada Keluarga Yang Mempunyai Anak Balita Di Wilayah

Kerja Puskesmas Masohi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk Mengidentifikasi Perilaku Keluarga dalam pencegahan Ispa di

Wilayah Kerja Puskesmas Masohi.

2. Untuk Mengidentifikasi Gizi Pada Anak Usia Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Masohi.

3. Untuk Mengidentifikasi Berat Badan Anak Usia Balita Di Wilayah

Kerja Puskesmas Masohi.

4. Untuk Menganalisis Gambaran Perilaku Pencegahan Ispa Pada Keluarga

Yang Mempunyai Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Masohi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan dalam menambah

khasanah ilmu pengetahuan dalam dunia keperawatan tentang hal-hal yang

berhubungan dengan pengetahuan dan sikap Keluarga Yang Mempunyai

Anak Balita yang mengalami penyakit ISPA .

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Keluarga
6

Mengevaluasi pengetahuan dan kemampuan Keluarga dalam

melakukan pencegahan ISPA pada anak balita.

2. Masyarakat.

Agar masyarakat mengetahui cara mencegah terjadinya ISPA pada

anak balita.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep ISPA

2.1.1 Definisi

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah

ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections

(ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan

akut, dengan pengertian sebagai berikut:

a) Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b) Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli berserta

organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA

secara anatomi mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran

pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ

saluran pernapasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam

saluran pernapasan (respiratory tract).

c) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari

diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung

lebih dari 14 hari (Kemenkes RI, 2017).

Menurut Depkes (2010), Ispa merupakan suatu penyakit infeksi yang

melibatkan saluran pernafasan atas dan bawah. Saluran pernafasan atas seperti

rhinitis,fharingitis,dan otitis dan saluran pernafasan bawah seperti laryngitis,


10

7
8

bronchitis, bronchiolitis dan pnemonia yang berlangsung selama 14 hari dan

menjadi pedoman untuk menentukan penyakit tersebut bersifat akut. Jadi dapat

disimpulkan, ISPA adalah suatu infeksi yang dapat menyerang saluran pernafasan

atas maupun bawah. Infeksi ini dapat bersifat akut yang berlangsung selama 14

hari.

4.1.2 Etiologi ISPA

ISPA disebabkan oleh adanya infeksi pada bagian saluran pernapasan. ISPA

dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan polusi udara. Pada umumnya

ISPA disebabkan oleh bakteri. Bakteri seperti: Streptococcus pneumonia,

Mycoplasma pneumonia, Staphylococcus aureus. Virus seperti: Virus influenza,

virus parainfluenza, adenovirus, rhinovirus. Jamur seperti: candidiasis,

histoplasmosis, aspergifosis, Coccidioido mycosis, Cryptococosis, Pneumocytis

carinii. ISPA yang disebabkan oleh polusi, antara lain disebabkan oleh asap

rokok, asap pembakaran di rumah tangga, asap kendaraan bermotor dan buangan

industri serta kebakaran hutan dan lain-lain (Depkes RI, 2010).

4.1.3 Klasifikasi ISPA

Bukan pneumonia/ISPA ringanPasien dengan batuk yang tidak

menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya

tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam, tidak ada gangguan tidur, nafsu

makan menurun/anoreksia serta suhu tubuh 370 sampai dengan < 380C.

a. Pnemonia / ISPA sedang

Ditandai dengan adanya batuk, pilek, demam, kadang terjadi sesak napas,

dimana frekuensi napas cepat pada anak berusia dua bulan sampai < 1 tahun

8
9

adalah
10

> 50 kali per menit dan untuk anak usia 1 sampai < 5 tahun adalah > 40 kali,

kesulitan bernapas ditandai dengan adanya penggunaan otot bantu pernapasan.

b. Pneumonia berat/ISPA berat

Gejala pneumonia/ISPA sedang ditambah dengan gejala panas tinggi

(suhu tubuh > 38oC), terdapat penggunaan otot bantu pernapasan, kadang

disertai penurunan kesadaran dan perubahan bunyi napas (stridor) (Widoyono,

2011).

4.1.4 Penatalaksanaan ISPA

Beberapa perawatan yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya

yang menderita ISPA di rumah menurut (Depkes RI, 2010) antara lain :

1) Pemberian Kompres

Pemberian kompres dilakukan bila anak panas atau demam yaitu

dimana suhu tubuh lebih tinggi dan suhu normal (36,5 – 37,5 0 C), yaitu

37,50 C atau lebih, pada tubuh anak teraba panas. Upaya penurunan suhu

dapat dilakukan baik secara farmakologi atau non farmakologi. Secara

farmakologi dapat diberikan antipiretik sedangkan secara non farmakologi

dapat dilakukan berbagai metode untuk menurunkan demam seperti

dengan metode tepid sponge (kompres hangat). Tepid sponge merupakan

tindakan penurunan suhu tubuh yang efektif bagi anak yang mengalami

demam tinggi.

Selain dari pemberian kompres beberapa hal yang dapat dilakukan

adalah memakaikan anak dengan baju atau selimut yang tipis seperti
11

katun, karena penggunaan pakaian dan selimut yang tebal akan

menghambat penurunan panas, mengganti pakaian yang basah karena

keringat dengan pakaian kering.

2) Memberikan minum yang lebih banyak pada anak


Anak dengan infeksi pernafasan dapat kehilangan cairan lebih

banyak dari biasanya terutama jika anak demam atau muntah dan lain-

lain. Anjurkan orang tua untuk memberikan cairan tambahan menambah

pemberian susu, air putih, buah, dan lain-lain. Kehilangan cairan akan

meningkat selama sakit ISPA terutama jika anak demam. Pemberian

hidrasi yang adekuat merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan

karena demam berkaitan dengan kehilangan cairan dan elektrolit.

3) Istirahat tidur

Penderita ISPA biasanya mudah letih, lemah dalam melakukan

aktivitas sebaiknya jangan memberikan aktivitas yang berlebih karena

dapat mengurangi kebutuhan energi yang dibutuhkan oleh tubuh, yang

pada saat menderita ISPA anak membutuhkan energi untuk

mempertahankan kondisi tubuh dalam keadaan yang stabil.

4) Membersihkan jalan napas

Apabila anak terserang ISPA biasanya disertai dengan adanya batuk

pilek, sekret yang mengering dan bertumpuk dihidung dapat menghalangi

jalan nafas saat anak bernafas. Orang tua sebaiknya membersihkan hidung

dan sekret sampai bersih dengan menggunakan kassa bersih atau kain

yang lembut dan dibasahi dengan air bersih, untuk mencegah terjadinya
12

iritasi pada kulit.

5) Pemenuhan kebutuhan gizi pada penderita

a. Pemberian makan saat anak sakit

Penderita ISPA memerlukan gizi atau makanan dengan menu

seimbang antara sumber tenaga (karbohidrat), sumber pembangun

(protein), dan pengatur (vitamin dan mineral) dengan cukup jumlah

dan mutunya atau tinggi kalori tinggi protein (TKTP) yang diberikan

secara teratur.

b. Pemberian makan setelah sembuh

Pada umumnya anak yang sedang sakit hanya bisa makan

sedikit, oleh karena itu setelah sembuh usahakan pemberian

makanan ekstra setiap satu hari selama satu minggu, atau sampai

berat badan anak mencapai normal. Hal ini akan mempercepat

anak mencapai tingkat kesehatan semula serta mencegah

malnutrisi, malnutrisi akan memperberat infeksi saluran

pernafasan dikemudian hari.

c. Pemberian makan ketika anak muntah

Anak yang muntah terus dapat mengalami malnutrisi, ibu

harus memberikan makanan pada saat muntahnya reda setiap

selesai jangkitan muntah. Usahakan pemberian makanan sedikit

demi sedikit tapi sesering mungkin selama anak sakit dan sesudah

sembuh. Dengan meneruskan pemberian makanan anak mencegah

kekurangan gizi. Hal ini penting untuk anak dengan ISPA yang
13

akan mengalami penurunan berat badan cukup besar. Hilangnya

nafsu makan umumnya terjadi selama infeksi saluran pernafasan.

4.1.5 Pengobatan pada ISPA


menurut (Depkes RI, 2010) adalah sebagai berikut:

1) Pneumonia berat, dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotika melalui

jalur infus diberi oksigen dan sebagainya.

2) Pneumonia, diberi obat antibiotik melalui mulut. Pilihan obatnya

kotrimoksazol jika terjadi alergi atau tidak cocok dapat diberikan

amoxilin, penisilin dan ampisilin.

3) Bukan pneumonia, tanpa pemberian obat antibiotik, diberikan perawatan

di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat

batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam

diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala

batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan di dapat adanya bercak

nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai

radang tenggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi antibiotik

selama 10 hari

4.1.6 Faktor risiko

Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor

lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku.


14

1. Faktor lingkungan

1) Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak

dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru

sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada

rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak didalam

rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita

bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih

lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran

tentunya akan lebih tinggi. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan

antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan risiko

pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana

efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6-10 tahun. (Maryunani,

2012).

2) Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke

atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis (Maryunani,

2012).

3) Kepadatan hunian rumah

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor

polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada

hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian akibat pneumonia


15

pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan

pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini (Maryunani,

2012).

2.1.7 Faktor individu anak

1) Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit

pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan

tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 0-59

bulan (Maryunani, 2012).

2) Berat badan lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik

dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah

(BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan

dengan berat badan lahir normal, Penelitian menunjukan bahwa berat bayi

kurang dari 2500-gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian

akibat infeksi saluran pernapasan dan hubungan ini menetap setelah

dilakukan penyesuaian terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan.

Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir

rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran

pernapasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya (Maryunani, 2012).

3) Status gizi

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting

untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang


16

adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak

yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Penyakit infeksi sendiri

akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan

mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih

mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama (Maryunani,

2012).

4) Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul

200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat

tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit

maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai risiko

terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5%

pada kelompok kontrol. Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan

dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang

spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila

antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekadar

antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapat diharapkan adanya

perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka

yang tidak terlalu singkat (Maryunani, 2012).

5) Status Imunisasi

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan

mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi

campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang
17

berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti

difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan

berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi

faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap.

Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita

ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi

lebih berat (Maryunani, 2012).

2.1.8 Faktor Perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA

pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktik penanganan ISPA di

keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya.

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal

dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan

berinteraksi (Maryunani, 2012).

2.1.9 Pencegahan ISPA

Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik.Dengan menjaga kesehatan gizi

yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari penyakit sepeti

penyakit ISPA.

a) Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik

b) Bayi harus mendapatkan ASI ekslusif

c) Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu

mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak,


18

vitamin dan mineral

d) Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui

apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah

ada penyakit yang menghambat pertumbuhan.

2.1.9.1 Imunisasi

Pemberian imunisasi sangat diperlukan pada anak. Imunisasi

dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh supaya tidak mudah terserang

berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri. Imunisasi

DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit pertusis yang

salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas.

2.1.9.2 Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan

mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah,

sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa

menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat

memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat

bagi manusia.

2.1.9.3 Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/

bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini

melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit

ini biasanya berupa virus/ bakteri di udara yang umumnya berbentuk


19

aerosol (atau suspensi yang melayang di udara) (Depkes RI, 2010).

2.1.10 Komplikasi

ISPA yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan:

1. Infeksi pada paru

Kuman penyebab ISPA akan masuk lebih dalam kesaluran

pernapasan yaitu bronkus dan alveoli sehingga menginfeksi bronkus dan

alveoli sehingga pasien akan sulit bernapas kerena adanya sumbatan jalan

napas oleh penumpukan secret hasil produksi kuman pada rongga paru.

2. Infeksi selaput otak

Kuman juga mampu menjangkau selaput otak sehingga menginfeksi

selaput otak dengan menumpukan cairan yang mampu berakibat

meningitis.

3. Penurunan Kesadaran

Infeksi dan penumpukan cairan pada selaput otak menyebabkan

terhambatnya suplay oksigen dan darah ke otak sehingga otak kekurangan

oksigen dan terjadi hipoksia pada jaringan otak.

4. Kematian

Penangganan yang lama dan tidak tepat pada pasien ISPA mampu

memperlambat dan merusak seluruh fungsi tubuh oleh kuman sehingga

pasien akan mengalami henti napas dan henti jantung (Widoyono, 2011).
20

2.2 Konsep Dasar Perilaku Pencegahan ISPA

2.2.1 Definisi perilaku pencegahan ISPA

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan

atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia

hakekatnya adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri. Oleh sebab itu,

perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup;

berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya.

Perilaku dapat dikatakan apa yang dikerjakan secara langsung atau

secara tidak langsung. Perilaku kesehatan adalah suatu respon

seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit

dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.

Perilaku pencegahan penyakit adalah respon untuk melakukan

pencegahan penyakit (Notoatmodjo, 2011). Jadi dapat disimpulkan

perilaku pencegahan ISPA adalah respon untuk melakukan

pencegahan ISPA.

2.2.2 Bentuk-bentuk perilaku

Menurut (Notoatmodjo, 2011), dilihat dari bentuk respons terhadap

stimulus, maka bentuk perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Bentuk pasif

Bentuk pasif yaitu respon yang terjadi dalam diri seseorang dan

tidak secara langsung dapat dilihat oleh orang lain seperti berfikir,
21

sikap, dan pengetahuan. Bentuk perilaku pasif ini juga disebut

sebagai perilaku tertutup (covert behavior), karena perilaku ini masih

terselubung atau tertutup.

b. Bentuk aktif

Bentuk aktif yaitu apabila respon seseorang jelas dapat

diobservasi secara langsung oleh orang lain seperti tindakan nyata.

Bentuk perilaku aktif ini juga disebut sebagai perilaku terbuka (open

behavior), karena perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan

nyata.

Menurut (Nursalam, 2017) pengukuran tingkat pengetahuan diukur

menggunakan kuisioner dengan skala guttman. Hasil kuisioner ini memiliki

tiga tingkatan tingkat pengetahuan yaitu tingkat baik dengan persentase 76-

100%, tingkat pengetahuan cukup dengan persentase 56-75% dan tingkat

pengetahuan kurang dengan persentase <56%.

2.3 Perilaku pencegahan ISPA

Perilaku pencegahan penyakit ISPA pada balita sangat penting

dilakukan oleh keluarga khususnya ibu, karena ibu merupakan seseorang yang

paling dekat dengan anak. Pencegahan penyakit ISPA tidak terlepas dari orang

tua yang harus mengetahui cara-cara pencegahannya, tindakan untuk

mencegah penyakit termasuk kedalam perilaku kesehatan. Upaya pencegahan

merupakan suatu komponen strategis pemberantasan ISPA pada anak terdiri

dari pencegahan melalui imunisasi dan non-imunisasi. Imunisasi terhadap

patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia/ISPA merupakan


22

strategi pencegahan spesifik. Pencegahan non- imunisasi merupakan

pencegahan nonspesifik misalnya mengatasi berbagai faktor- risiko seperti

polusi udara dalam-ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih,

perbaikan gizi, penanganan balita dengan ISPA di rumah dan lain- lain

(Kementerian Kesehatan RI, 2011).

2.3.1 Cara mengukur perilaku pencegahan ISPA

Cara pengukuran perilaku pencegahan adalah dengan menggunakan

kuesioner (Nursalam, 2017). Mengukur perilaku pencegahan melalui

kuesioneradalah dengan meminta klien untuk mengisi kuesioner yang berisi

pernyataan yang dapat meningkatkan perilaku pencegahan klien. Pengukuran

perilaku pencegahan menggunakan kuesioner skala Guttman dan skala Likert.

Skala Guttman dan skala Likert yang berisi pernyataan terpilih dan telah diuji

validitas dan reabilitas.


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang

Gambaran antara konsep – konsep atau variabel – variabel yang akan di amati

atau di ukur melalui penellitian yang akan di lakukan, (Notoatmodjo,2012).

Adapun kerangka konseptual dalam penelitain ini sebagai berikut :

Pemberian Gizi

Perilaku Penimbangan
pencegahan Berat Badan
ISPA

Pemberian asi
esklusif

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Pada penelitian ini dapat digunakan metode deskriptif, yaitu metode

yang dilakukan dengan tujuan utama memmbuat gambaran tentang suatu

keadaan atau area populasi tertentu yang bersifat factual secara obyektif,

sistematis dan akurat (Sulistyaningsih, 2017). Rancangan penelituian

menggunakan pendekatan waktu cross sectional yaitu suatu penelitian yang

mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek dengan

cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu waktu

(point time approach) dimana setiap obyek hanya diobservasi satu kali

(Notoatmodjo, 2017).

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Masohi

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2022

24
25

4.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel (Sampling)

4.3.1 Populasi

Populasi adalah subjek (misalnya manusia, klien) yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2020). Populasi dalam peneitian

ini adalah 398 balita yg pernah berobat ke puskesmas masohi.

4.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dipilih dengan

sampel tertentu untuk dapat mewakili seluruh objek penelitian (Nursalam

2020). Sampel dalam peneitian ini adalah 199 yang dapat dengan

perhitungan rumus Slovin.

n= N

1 + Ne 2

Keterangan :

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi

E : Margin Error (yang masih dapat ditoleransi)


26

n= N = 398

1 + Ne2 1+398(0,05)2

= 398

1+398(0,0025)

= 398

1+0,995

= 398

1,995

= 199,49 (199)

4.3.3 Sampling

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel (Nursalam

2020). Teknik dalam pengambilan sampel ini diambil secara yaitu simplz

random sample tehnik ini digunakan jika populasi adalah balita yg sedang

berobat. Jika populasinya balita yg pernah sakit, maka samplingnya

dilakukan secara random.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya

(Nursalam, 2020). Variabel harus dapat diukur tetapi variabel bukan ukuran

(parameter). Variabel yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah

perilaku pencegahan ispa


27

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel yang akan

digunakan dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional

sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian

(Setiadi, 2015)

Tabel 4.1
Variabel, Defenisi, Alat Ukur, Skala, Dan Hasil Ukur

Variabel Defenisi Alat Skala Hasil Ukur


Operasional Ukur
Baik ≥ 80 %
Cukup 50 – 80
Perilaku Kuesioner Ordinal %
pencegahan Respon untuk Kurang <50 %
melakukan
pencegahan ISPA

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden (Arikunto, 2013).

Pemberian scoring dalam kuesioner dilakukan setelah ditetapkan kode

jawaban dan hasil observasi sehingga setiap jawaban responden atau hasil

observasi dapat diberikan scor (Nursalam, 2020).


28

1. Perilaku
Pernyataan Upaya Pencegahan Ispa terdiri dari 10 pernyataan,
jika jawaban benar nilainya 1 jika salah nilainya 0 dengan total scor 10.
Didalam pertanyaan itu terdapat pertanyaan positif san negative,
pertanyaan positif nomor 1,2,3,4,5 dan pertanyaan negative
nomor6,7,8,9,10. Kategori perilaku antara lain:
Baik, jika perilakunya ≥ 8 = (> 80 %)

Cukup, jika perilakunya 5 - 8 = (50 - 80 %)

Kurang, jika perilakunya < 5 = (< 50 %)

4.7 Prosedur pengumpulan data

4.7.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari subjek

penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambil data

langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari (Nursalam,

2020).

4.7.2 Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak lain,

tidak langsung diperoleh oleh peneliti dan subjek penelitiannya

(Nursalam, 2020). Data sekunder dari penelitin ini diperoleh berdasarkan

pengambilan data awal di wilayah kerja puskesmas Kota Masohi

4.8 Analisa data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
29

cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkn ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih nama yang penting dan

akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain (Nursalam, 2020).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis

Univariat. Pengolahan data menggunakan komputer. (Nursalam 2020).

4.9 Etika penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukkan

permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini pihak

masyarakat di wilayah Kota Ambon Provinsi Maluku tahun 2021. Setelah

mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah

etika penelitian yang meliputi:

4.9.1 Informed consent

Lembaran persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan

diteliti untuk memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan

manfaat penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak akan

memaksanakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.


30

4.9.2 Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan, peniliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembar-lembar tersebut diberi kode

4.9.3 Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.


DAFTAR PUSTAKA

Hendrawati, DA, ceu A., & Senjayape, S. (2019). Perilaku Keluarga Dalam

Merawat Balita Dengan Ispa Di Wilayah Kerja Puskesmas Pada Awas

Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas

Husada : Jurnal Ilmu Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan Dan Farmasi, 19,

8.

Mahendra, I. D. A. N., Ottay, R. I., & Sapulete, M. R. (2014). Gambaran Perilaku

Masyarakat Di Desa Purworejo Kecamatan Modayang Kabupaten Bolaang

Mongondow Timur Terhadap Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa). Jurnal

Kedokteran Komunitas Dan Tropik, 25.

Sunarta, G. P. (2018). Gambaran Perilaku Ibu Terhadap Penanganan Batuk Pada

Balita Dengan Ispa.

Wahyuningsih, A., & Yulianti. (2015). Perilaku Pemeliharaan kesehatan Dan

Perilaku Kesehatan Lingkungan Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada

Balita. Jurnal Penelitian Keperawatan, 1(2), 11.

Bacilus pani, F. C. (2016). Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Infeksi Saluran

Pernafasan Atas (ISPA). Program Studi S1 Keperawatan Non Reguler Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Santo Borromeus .

Dary, D. P. (2018). Peran Keluarga Dalam Penanganan Anak dengan Penyakit ISPA

Di RSUD Piru. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana. Jurnal Keperawatan

Muhammadiyah 3 (1) , 3-4


32

Handayani, S. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada An.N Dan An.A Dengan

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita DI Wilayah Kerja

Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang. Jurusan

Keperawatan Program Studi DIII Keperawatan Padang .

Harianja, P. T. (2018). Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Balita

Penderita ISPA Non pneumonia Di Puskesmas Sari Budolok Kecamatan

Silimakut Kabupaten Simalungun. Politeknik Kesehatan KEMENKES Medan

Jurusan Farmasi , 8.

Nurhayati. (2019). Gambaran Kondisi Rumah Penderita ISPA Pada Balita Di Dusun

Moti Desa Soro Kecamatan Lambu Wilayah Kerja UPT Puskesmas Lambu.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan KEMENKES

Kupang Program Studi Kesehatan Lingkungan , 9.

Qomariah, L. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An. L Dengan Demam Typhoid Di

Ruang Anak Rumah Sakit Daerah Kalisat Kabupaten Jember. Program Studi

Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Jember , 18-34.
33

Lampiran 01

Surat Izin Pengambilan Data Awal Dari LPPM


34

Lampiran 02

Surat Izin Pengambilan Data Awal Dari KESBANGPOL


35

Lampiran 03

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Dengan Hormat,
Sehubungan dengan proses penyelesaian tugas akhir (proposal) Program Studi
Keperawatan STIKes Maluku Husada, dengan ini saya :
Nama : Wa Astrid
Npm : 1420118005
Akan melakukan penelitian dengan judul :
“GAMBARAN PERILAKU PENCEGAHAN ISPA PADA KELUARGA YANG
MEMPUNYAI ANAK BAITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MASOHI”
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan
masyarakat dengan upaya penatalaksanaan kecelakaan lalu lintas pre hospital di
dusun lengkong kabupaten Maluku tengah . Untuk kepentingan tersebut, maka saya
memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi menjadi responden dengan
sukarela dan menjawab pertanyaan yang diberikan dengan sejujur-jujurnya sesuai
dengan yang Bapak/Ibu ketahui. Semua jawaban dan data Bapak/Ibu akan
dirahasiakan dan tidak ada maksud kegunaan lain.
Demikian surat permohonan ini saya sampaikan, atas bantuan dan kesediaan
Bapak/Ibu, Saya ucapkan Terimakasih

Masohi, 2022
Hormat Saya

Wa Astrid
36

Lampiran 04

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama (Inisial) :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Telah mendapatkan keterangan secara rinci dan jelas mengenai :
1. Penelitian yang berjudul:“Gambaran Perilaku Pencegahan ISPA Pada Keluarga
Yang Mempunyai Anak Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Masohi”
2. Perlakuan terhadap subjek
3. Prosedur Penelitian
Responden mendapatkan kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh karena itu saya :
BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA
Secara sukarela menjadi responden penelitian dengan penuh kesadaran serta tanpa
paksaan. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada
tekanan dari pihak manapun.
Masohi, Mei 2022
Peneliti Responden

Wa Astrid (………………………)
Npm.1420118005

Saksi

(………………………..)
37

Lampiran 05

LEMBAR KUESIONER

Hubungan Pengetahuan Masyarakat Dengan Upaya Penatalaksanaan


Kecelakaan Lalu Lintas Pre Hospital Di Dusun Lengkong Kabupaten Maluku
Tengah

Identitas responden

1. Nama Inisial :

2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

3. Usia :

4. Pekerjaan :

5. Tingkat Pendidikan : SD SMP SMA

6. Apakah pernah menolong korban kecelakaan lalu lintas :

Pernah Belum pernah

1. Pengetahuan Penatalaksanaan Kecelakaan Lalu Lintas Pre Hospital

Berilah tanda cecklist (√) pada kolom yang tersedia.

B = (benar)

S = (salah)

No Pernyataan Jawaban

B S
1. Apakah asap rokok itu dapat mengakibatkan terjadinya ispa

2. Apakah spa itu merupakan penyakit menular


38

3. Apakah lingkungan yang kotordapat mengakibarkan


terjadinya ispa

4. Apakah gizi anak yang kurang dapat mempengaruhi


terjsdinya ispa

5. Apakah batuk pilek akan menular saat seseorang batuk,


berbicara, atau bersin

6. Apakah ibu yang sedang batuk pilek dapat menularkan


penyakit saat mencium anak

7. Mencuci tangan bisah mencegah perpindahan kuman


penyebab batuk pilek

8. Anak yang diberi imunisasi akan lebih kebal terhadap


penyakit dibandingkan anak yang tidak mendapat
imunisasi
9. Batuk pilek akan sembuh dengan pengobatan dan
perawatan yang tepat

10 Jika balita batuk pilek dan banyak keluar lender (ingus)


cukup dilap dengan pakaiannya

Anda mungkin juga menyukai