Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA KLIEN THYPOID

I. DEFINISI
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran (Rampengan, 2008).
Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistematik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi (Sumarmo, 2008).
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).
II. PATOFISOLOGI
a. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi umumnya
diperoleh dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari tinja yang
terinfeksi (Valman, 2006).
Etiologi penyakit demam typhoid menurut Rampengan (2008) disebabkan
oleh infeksi kuman Salmonella typhos atau Eberthella typhosa yang
merupakan kuman gram negative, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman
ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang
sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 70˚c ataupun oleh antiseptik.
Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.
b. Klasifikasi
c. Tandan dan Gejala
Menurut ngastiyah (2005), demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang
terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal,
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan,
yaitu:
 Demam
 Gangguan pada saluran pencernaan
 Gangguan kesadaran
 Relaps
III. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik menurut Aru. W (2006) meliputi:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan
leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula
ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit demam typhoid dapat meningkat. SGOT dan SGPT seringkali
meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan
SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi hasil
negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin disebabkan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella typhi.
Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman salmonella
typhi dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka
typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).
IV. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis menurut Ngastiyah (2005) antara lain:
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia.
c. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh
berdiri kemudian berjalan di ruangan.
d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahkan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan gas.
e. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok diberikan
obat lainnya seperti kotrimoksazol.
PATHWAYS
V. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN (kegawatdaruratan)
1. Identitas

2. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing,

dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa

inkubasi).

3. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga minggu,

bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.

4. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak beberapa

dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Di samping gejala-gejala tersebut

mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat

ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam

kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-

kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.

5. Pemeriksaan fisik

1) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-

pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (Cated tongue),

sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai

tremor.

2) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (Meteorismus). Bisa

terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal.

3) Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

6. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis

relative, dan aneosiniofilia pada permulaan sakit.


2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

3) Bukan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah

pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan

dalam urin dan feces.

4) Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah liter zat anti

terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan

kenaikan yang progresif (Nursalam, 2005).

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosis Keperawatan adalah suatu penilaian klinis tentang respons dari klien
terhadap masalah keperawatan atau proses kehidupan yang didalamnya baik yang
berlangsung actual maupun potensial,(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Diagnosa
yang muncul yaitu :

1. Risiko deficit nutrisi d.d. factor psikologis (keengganan untuk makan)

2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

III. RENCANA KEPERAWATAN

Masalah Tujuan dan Intervensi

Kriteria Hasil

Risiko MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)


Setelah dilakukan
deficit intervensi A. Observasi
nutrisi d.d. keperawatan selama
3 x 24 jam, maka a. Identifikasi status nutrisi
factor
status nutrisi b. Identifikasi alergi dan
psikologis
membaik, dengan intoleransi makanan
(keenggana kriteria hasil: c. Identifikasi makanan yang
n untuk disukai
 Porsi makan
d. Identifikasi kebutuhan kalori
yang
makan) dan jenis nutrient
dihabiskan
e. Identifikasi perlunya
meningkat
penggunaan selang
 Berat badan
nasogastric
membaik
f. Monitor asupan makanan
 Indeks
g. Monitor berat badan
massa tubuh
h. Monitor hasil pemeriksaan
(IMT)
laboratorium
membaik

B. Terapeutik

a. Lakukan oral hygiene


sebelum makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
c. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
d. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
g. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi

C. Edukasi

a. Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
b. Ajarkan diet yang
diprogramkan

D. Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlU

Hipertermi Setelah dilakukan MANAJEMEN HIPERTERMIA  (I.15506)


asuhan keperawatan
berhubunga
A. Observasi
selama 3 x 2 jam.
n dengan a. Identifkasi penyebab hipertermi
Diharapkan
proses (mis. dehidrasi terpapar
termoregulasi
lingkungan panas penggunaan
infeksi membaik dengan
incubator)
kriteria hasil :
b. Monitor suhu tubuh
c. Monitor kadar elektrolit
 Menggigil
d. Monitor haluaran urine
menurun
B. Terapeutik
 Kulit merah
a. Sediakan lingkungan yang dingin
menurun.
b. Longgarkan atau lepaskan
 Pucat
pakaian
menurun.
c. Basahi dan kipasi permukaan
 Suhu tubuh
tubuh
membaik.
d. Berikan cairan oral
 Suhu kulit
e. Ganti linen setiap hari atau lebih
membaik.
sering jika mengalami
 Tekanan
hiperhidrosis (keringat berlebih)
darah
f. Lakukan pendinginan eksternal
membaik
(mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen,aksila)
g. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
h. Batasi oksigen, jika perlu
C. Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
D. Kolaborasi
a. Kolaborasi cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

Nyeri akut MANAJEMEN NYERI (I. 08238)


Setelah dilakukan
berhubunga intervensi A. Observasi
n dengan keperawatan selama
3 x 24 jam, maka a. lokasi, karakteristik, durasi,
agen cedera
tingkat nyeri frekuensi, kualitas, intensitas
fisiologis menurun, dengan nyeri
kriteria hasil: b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non
 Keluhan
verbal
nyeri
d. Identifikasi faktor yang
menurun
memperberat dan
 Meringis
memperingan nyeri
menurun
e. Identifikasi pengetahuan dan
 Sikap keyakinan tentang nyeri
protektif f. Identifikasi pengaruh
menurun budaya terhadap respon
 Gelisah nyeri
menurun g. Identifikasi pengaruh nyeri
 Kesulitan pada kualitas hidup
tidur h. Monitor keberhasilan terapi
menurun komplementer yang sudah
 Frekuensi
nadi diberikan
membaik i. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

B. Terapeutik

a. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
b. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

C. Edukasi

a. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

D. Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

VI. REFERENSI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
M,Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta
S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jakarta.
W. Sudoyo. Aru. 2006 Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai