Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

APPENDISITIS DI RUANG WIJAYA KUSUMA D

RSUD Dr.SOEDONO MADIUN

Untuk memenuhi tugas

Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

NAMA : DHEA NATASYA PUTRI GUNAWAN

NIM : P17230204110

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG’

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BLITAR

TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini telah di responsi dan disetujui pembimbing pada :

Hari :

Tanggal :

Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


APPENDISITIS DI RUANG WIJAYA KUSUMA D RSUD
Dr.SOEDONO MADIUN

Pembimbing Institusi Pembimbing Ruangan

( ) ( )
NIP NIP
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Appendisitis

Di Wijaya Kusuma D RSUD Dr.Soedono Madiun

BAB I
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
APPENDISITIS
1.1.KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Appendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering (Mansjoer,2000). Appendisitis adalah radang apendiks, suatu
tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum.
Penyebab yang paling umum dari Appendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang
akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi
(Wilson & Goldman, 1989). Appendisitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut
melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston,
1995). Appendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).
2. ETIOLOGI
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus Appendisitis. Sumbatan pada lumen
apendiks merupakan faktor penyebab dari Appendisitis akut, di samping hiperplasia
(pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor
apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat
menyebabkan sumbatan (Mansjoer, 2000).
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat
dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feses
dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi
media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feses
manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli,
inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus
buntu (Mansjoer, 2000).
3. PATOFISIOLOGI/PATHWAY
Faktor pencetus penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda
asing

Obstruksi lumen

Peningkatan tekanan intralumen

Perforasi, abses, peritonitis Peradangan pada apendiks Distensi abdomen

Nyeri akut

Abses Menekan gaster

Insisi bedah Peningkatan produksi HCL

Nyeri akut Risiko infeksi Mual, muntah

Risiko ketidakseimbangan cairan

4. KLASIFIKASI
Menurut Syamsuhidayat (2004), Appendisitis di klasifikasikan menjadi :
1. Appendisitis akut
Appendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Appendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
2. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan


terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin.

3. Appendisitis kronik

Diagnosis Appendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua


syarat, riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi. Kriteria mikroskopik Appendisitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
kronik. Insidens Appendisitis kronik antara 1-5 persen.

4. Appendisitis rekurens

Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
Appendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, Appendisitis tidak
perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.

5. Mukokel Apendiks

Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas. Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak
enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda Appendisitis akut.
Pengobatannya adalah Appendiktomi.

6. Adenokarsinoma apendiks

Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu


apendektomi atas indikasi Appendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

7. Karsinoid Apendiks

Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah Appendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
5. TANDA DAN GEJALA
Appendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari :
 Mual, muntah
 Nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah
 Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius
 Diare
 Sembelit
 Keletihan tanpa sebab
 Gas berlebihan atau sukar membuang gas
 Bengkak pada abdomen
 Peningkatan kekerapan dan keinginan kencing
 Sakit semasa meregangkan kaki kanan atau pinggul kanan
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
a. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin
terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum
atau ileum).
b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan Appendisitis infiltrat.
c. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
d. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
e. Pada enema barium apendiks tidak terisi.
f. Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan Appendisitis dapat di klasifikasikan
menjadi :
a. Pre-operasi
 Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
 Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
 Rehidrasi
 Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
 Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil,
b. Post-operasi
 Observasi TTV.
 Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar
 Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
 Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
 Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
 Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
 Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
 Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APPENDISITIS
2.1.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Keluhan utama
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan
bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat
keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu
yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan
muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan
klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
 Sirkulasi : Takikardia.
 Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
 Aktivitas/istirahat : Malaise.
 Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
 Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak
ada bising usus.
 Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
 Demam lebih dari 380C.
 Data psikologis klien nampak gelisah.
 Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
 Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
 Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 Edisi 1 Cetakan II
diagnosis klien yang mungkin muncul dengan masalah di atas, diantaranya sebagai
berikut :
1. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d. pasien mengeluh nyeri,
frekuensi nadi meningkat, tampak gelisah, sulit tidur
2. Risiko infeksi d.d. efek prosedur invasif
3. Risiko ketidakseimbangan ciran d.d. obstruksi intestinal
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Nyeri akut b.d.
Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
agen pencedera
intervensi keperawatan
fisik (prosedur Observasi
selama ….x…. jam,
operasi) d.d.
maka tingkat nyeri  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pasien
menurun, dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
mengeluh
hasil:  Identifikasi skala nyeri
nyeri,
 Idenfitikasi respon nyeri non verbal
frekuensi nadi 1. Keluhan nyeri
menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan
meningkat,
2. Meringis memperingan nyeri
tampak
gelisah, sulit menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan

tidur 3. Sikap protektif tentang nyeri

menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap

4. Gelisah respon nyeri

menurun  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas


5. Kesulitan tidur hidup
menurun  Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
6. Frekuensi nadi  Monitor efek samping penggunaan
membaik analgetik

Terapeutik

 Berikan Teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu


nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesik secara
tepat
 Ajarkan Teknik farmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


2. Risiko infeksi
Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
d.d. efek
intervensi keperawatan
prosedur Observasi
selama …x… jam, maka
invasif
tingkat infeksi menurun,  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
dengan kriteria hasil: sistemik

1. Demam Terapeutik
menurun
 Batasi jumlah pengunjung
2. Kemerahan
 Berikan perawatan kulit pada area edema
menurun
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3. Nyeri menurun
dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Bengkak
menurun  Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi

 Jelaskan tanda dan gejala infeksi


 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

3. Risiko Manajemen Cairan


Setelah dilakukan
ketidakseimba
intervensi keperawatan Observasi
ngan ciran d.d.
selama …x… jam, maka
obstruksi keseimbangan cairan  Monitor status hidrasi (mis: frekuensi nadi,
intestinal meningkat, dengan kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kriteria hasil: kelembaban mukosa, turgor kulit, tekanan
darah)
1. Asupan cairan
 Monitor berat badan harian
meningkat
 Monitor berat badan sebelum dan sesudah
2. Membrane
dialisis
mukosa
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
lembab
(mis: hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis
meningkat
urin, BUN)
3. Turgor kulit
 Monitor status hemodinamik (mis: MAP,
membaik
CVP, PAP, PCWP, jika tersedia)
4. Output urin
meningkat Terapeutik

 Catat intake-output dan hitung balans


cairan 24 jam
 Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intravena, jika perlu

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu


DAFTAR PUSTAKA

Tim pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(Definisi Dan Indikator Diagnostik). Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim pokja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(Definisi Dan Indikator Diagnostik). Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(Definisi Dan Indikator Diagnostik). Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

https://books.google.co.id/books?id=qgdPlhd-
lc0C&pg=PA498&dq=apendisitis&hl=id&newbks=1&newbks_redir=1&sa=X&ved=2ahUKEwiL9b2vldP6Ah
UhCbcAHYm4AwMQ6AF6BAgGEAI

https://books.google.co.id/books?id=SP3Gj97OJisC&pg=PA45&dq=apendisitis&hl=id&newbks=1&newb
ks_redir=1&sa=X&ved=2ahUKEwiL9b2vldP6AhUhCbcAHYm4AwMQ6AF6BAgHEAI

Anda mungkin juga menyukai