PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era teknologi informasi dan globalisasi saat ini membawa banyak perubahan
dalam kehidupan masyarakat, antara lain adalah perubahan gaya hidup terutama
pada pola makan (stang dalam Novita, 2017). Pergeseran pola konsumsi pada
masyarakat dipengaruhi oleh perkembangan jumlah dan jenis makanan. Masyarakat
dengan kesibukan bekerja atau berkegiatan yang dilakukan setiap hari meyebabkan
mereka tidak memiliki banyak waktu untukmemasak makanan sendiri. Hal tersebut
menyebabkan masyarakat banyak yang beralih mengkonsumsi makanan cepat saji.
Makanan cepat saji menjadi pilihan karena menurut sebagian masyarakat dengan
harga yang cukup terjangkau serta pengolahan yang praktis mereka sudah dapat
menikmatimakanan yang lezat rasanya (goleman, And Others , 2019) .
Apendisitis bisa terjadi pada semua usia namun jarang terjadi pada usia
dewasa akhir dan balita, kejadian Apendisitis ini meningkat pada usia remaja dan
dewasa. Usia 20 – 30 Tahun bisa dikategorikan sebagai usia produktif, dimana
orang yang berada pada usia tersebut melakukan banyak sekali kegiatan. Hal ini
menyebabkan orang tersebut mengabaikan nutrisi makanan yang dikonsumsinya.
Akibatnya terjadi kesulitan buang air besar yang akan menyebabkan peningkatan
tekanan pada rongga usus dan pada akhirnya menyebabkan sumbatan pada saluran
apendisitis (Adhar, Lusia & Andi, 2018). Kebiasaan pola makan yang kurang dalam
mengkonsumsi serat yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendisitis dan
meninggkatkan pertumbuhan kuman, sehingga terjadi peradangan pada apendisitis
(Adhar, Lusia & Andi, 2018).
Appendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan komplikasi.
Salah satu komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi. Perforasi
terjadi 24 jam setelah timbul nyeri. Gejalanya mencakup demam dengan suhu
37,7°C atau lebih tinggi, dan nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen yang
kontinyu (RAdwan, 2013).
LANDASAN TEORITIS
A. Definisi
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013).
Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi (Anonim, 2007
dalam Docstoc, 2010).
B. Anatomi dan & Fisiologi Appendicitis
1. Appendisitis
Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks adalah
organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan banyak
mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis bervariasi dari
3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan aspek posteromedial
caecum, 2,5 cm dibawah junctura iliocaecal dengan lainnya bebas.
Lumennya melebar di bagian distal dan menyempit di bagian proksimal (S.
H. Sibuea, 2014).
Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen di region
iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik
sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan
umbilicus yang disebut titik McBurney (Siti Hardiyanti Sibuea, 2014).
2. Fisiologis Apendisitis
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan pada patogenesis
apendiks. Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran pencerna
termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif
sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan
limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran
cerna dan diseluruh tubuh (Arifin, 2014).
C. ETIOLOGI
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor
penyebabnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus disamping
hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat
juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga menimbulkan
apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.Histolytica
(Sjamsuhidajat, 2010).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut
(Jong,2010).
D. PATOFISIOLOGI
APPENDISITIS
Operasi
Luka Insisi Anastesi
Defisit Anastesi
Kerusakan Jaringan Pintu masuk Kuman
Peristaltic usus
Ujung sayaraf terputus Resiko infeksi Ansieta
Distensi abdomen
Pelepasan Prostagladin
Mual Muntah
Nyeri Akut
Spinal cord
Resiko Hipovolemia
Cortex serebri Nyeri dipersepsikan
F. MANIFESTASI KLINIS
b. Mual, muntah
c. Anoreksia, malaise
e. Spasme otot
f. Konstipasi, diare
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
b. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.
Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya
operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah
ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang
meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
c. Pasca Operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan
pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa
diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
H. KOMPLIKASI
a. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan
(swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak
mengencang (distensi).
Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan
akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan
terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendiksitis akut.
Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha
diteku kuat/tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa
nyeri di perut semakin parah (proas sign).
Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin
bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina
menimbulkan rasa nyeri juga.
Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
b. Pemeriksaan Laboratorium
SDP: Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil
meningkat sampai 75%,
Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran,
material apendiks (fekalit), ileus terlokalisir Kenaikan dari
sel darah putih (leukosit) hingga 10.000- 18.000/mm3. Jika
peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks
sudah mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
Ultrasonografi (USG)
CT Scan
Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan apendikogram
Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan apendikogram
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah
yang menembus kebelakang sampai pada punggung dan
mengalami demamtinggi
Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada
colon.
Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit
yang sama.
c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak
menyeringai, konjungtiva anemis.
Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat,
edema, TD>110/70mmHg; hipertermi.
Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada
simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan
cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing,
stridor.
Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan.
Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan
keluhan sakit pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin
secara lancer.
Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan
karena proses perjalanan penyakit.
Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun,
sianosis, pucat.
Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai
dengan distensi abdomen.
d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan,
alkohol dan kebiasaan olahraga (lama frekwensinya),
karena dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan
nutrisi akibat pembatasan intake makanan atau minuman
sampai peristaltik usus kembali normal.
Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi
kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK
ditempat tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine.
Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya
sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi
penurunan fungsi.
Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak
karena rasa nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus
bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu,
orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
Pola Tidur dan Istirahat.
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat
sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan
gerak segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami
kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita
mengalami emosi yang tidak stabil.
Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak
bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam
masyarakat. penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
e. Pemeriksaan Diagnostic
Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi
sekum, kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas
dan cairan abnormal atau untuk mengetahui adanya
komplikasi pasca pembedahan.
Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya
peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
Pemeriksaan Laboratorium.
Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.
Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi
appendicitis).
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis).
Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif (muntah).
Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.