PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan
perut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama
karena perbedaan panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;1996 hal 338)
Striktur urethra adalah berkurangnya diameter dan atau elestisitas urethra
yang disebabkan oleh jaringan urethra diganti jaringan ikat yang kemudian
mengkerut menyebabkan lumen urethra mengecil.
A. PENYEBAB
Striktur uretra dapat terjadi secara:
a. Kongenital
Striktur uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun bersamaan
dengan anomali saluran kemih yang lain.
b. Didapat.
Cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama
operasi transuretral, kateter indwelling, atau prosedur
sitoskopi)
Cedera akibat peregangan
Cedera akibat kecelakaan
Uretritis gonorheal yang tidak ditangani
Infeksi
Spasmus otot
Tekanan dai luar misalnya pertumbuhan tumor
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468 dan C. Long , Barbara;1996 hal 338)
B. PATOFISIOLOGI
a. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
Pada striktur urethra kandung kencing harus berkontraksi lebih
kuat. Sesuai dengan hukum starling maka otot kalau diberi beban
akan berkontraksi lebih kuat sampai pada saat kemudian akan
melemah. Jadi pada striktur urethra otot buli-buli mula-mula akan
menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi. Setelah itu pada
fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara
sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli. Pada
sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di
luar buli-buli tanpa dinding otot.
b. Residu urine.
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin
kuat tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan
timbul residu. Residu adalah keadaan di mana setelah kenceng
masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal
residu ini tidak ada.
c. Refluks vesiko ureteral.
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine
dikeluarkan dari buli-buli melalui urethra. Pada striktur urethra
dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan
terjadi refluks yaitu keadaan di mana urine dari buli-buli akan
masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.
d. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal.
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu
cara tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah
dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air
kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu,
akibatnya buli-buli mudah terkena infeksi. Adanya kuman yang
berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul
pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal
ginjkal dengan segala akibatnya.
e. Infiltrat urine, abses dan fistulasi.
Adanya sumbatan pada urethra, tekanan intravesika yang meninggi
maka bisa timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau urethra
proximal dari striktur. Urine yang terinfeksi keluar dari buliu-buli
atau urethra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak
diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistel
di supra pubis atau urethra proximal dari striktur.
B. MANIFESTASI KLINIS
Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
Gejala infeksi
Retensi urinarius
Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
Derajat penyempitan uretra:
f. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.
g. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.
h. Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum
yang dikenal dengan spongiofibrosis.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 )
C. KOMPLIKASI
1. Obstruksi Ginjal
2. Perdarahan
3. Infeksi
4. Hidronefrosis
C. PENCEGAHAN
Elemen penting dalam pencegahan adalah menangani infeksi uretral
dengan tepat. Pemakaian kateter uretral untuk drainase dalam waktu lama harus
dihindari dan perawatan menyeluruh harus dilakukan pada setiap jenis alat uretral
termasuk kateter.
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
D. PENATALAKSANAAN
a. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat
pemasangan kateter
b. Medika mentosa
Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri. Medikasi
antimikrobial untuk mencegah infeksi.
c. Pembedahan
Sistostomi suprapubis
Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan
secara hati-hati.
Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra
dengan pisau otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke
dalam buli–buli jika striktur belum total. Jika lebih berat
dengan pisau sachse secara visual.
Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa
pemotonganjaringan fibrosis, kemudian dilakukan
anastomosis diantara jaringan uretra yang masih baik.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kongenital Didapat
Infeksi
Anomali saluran kemih yang lain Spasmus otot
Tekanan dari luar:tumor
Cedera uretral
Cedera peregangan
Uretritis Gonorhea
hidroureter
Gg. rs nyaman:nyeri
Penebalan dinding VU
hidronefrosis
Resiko infeksi
retensi urin
DAFTAR PUSTAKA :
1. Wim de, Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih bahasa R. Sjamsuhidayat
Penerbit Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997
2. Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan
IAPK pajajaran, 1996
3. M. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan,
Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 3, Jakarta, EGC,1998
4. Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) ,
Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, 2002
5. Basuki B. purnomo, Dasar-Dasar Urologi, Malang, Fakultas kedokteran
Brawijaya, 2000
6. Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC.
2000