Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS DENGAN PENDEKATAN PELAYANAN KEDOKTERAN

KELUARGA PADA
PASIEN VITILIGO

Pembimbing :
Dr. dr. Aris Susanto, MS, Sp. OK

Disusun Oleh:
Adelia Yuantika ( 112019032 )

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT


PERIODE 9 AGUSTUS – 16 OKTOBER 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA, SEPTEMBER 2021

1
Lembar Pengesahan
Pembimbing

Dr. dr. Aris Susanto MS Sp.OK

2
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
kewajiban dalam rangka Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana.
Makalah ini dibuat dengan pendekatan kedokteran keluarga. Semoga laporan yang saya
buat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata, saya mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan
dalam penyelesaian makalah ini kepada DR. dr. Aris Susanto MS,Sp.OK dan semua pihak
yang turut membantu terselesainya makalah ini.
Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah yang saya buat
ini, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga di masa
mendatang dapat ditingkatkan menjadi lebih baik.

Jakarta, 2 September 2021

Adelia Yuantika

3
BAB I
PENDAHULUAN

Vitiligo adalah kelainan kulit yang kronis, ditandai dengan depigmentasi atau
hipopigmentasi kulit dan mukosa. Depigmentasi atau hipopigmentasi dihasilkan dari tidak
adanya atau berkurangnya jumlah melanosit epidermal pada kulit dan / atau membran mukosa.
Pada awal penyakit, bercak putih dengan ukuran yang berbeda muncul di berbagai bagian
tubuh.1 Vitiligo adalah gangguan pigmentasi umum kulit, dengan insiden 0,1–2,9% persen
diseluruh dunia. Siapapun dari segala usia dapat berkembang menjadi vitiligo, tetapi sangat
jarang terjadi pada saat lahir, tersering pada usia 10 – 40 tahun, dengan dominasi pada
perempuan.2 Dalam berbagai studi berbasis populasi, prevalensi vitiligo di seluruh dunia
tercatat 0,5 persen sampai dengan 1 persen sementara ada juga terhitung hingga 8 persen.
Paling terbaru prevalensi vitiligo melalui pendataan awal terdapat lebih dari 50 studi di
seluruh dunia melaporkan prevalensi vitiligo antara 0,5 dan 2 persen.3
Vitiligo tidak pasti meskipun genetik, imunologi, biokimia (termasuk oksidatif stres)
dan faktor neurogenik dapat berinteraksi untuk memberikan kontribusi terhadap
perkembangannya, orang-orang melaporkan dan meyakini bahwa sepertiga dari anggota
keluarga yang mengalami gangguan vitiligo tersebut menunjukkan bahwa faktor genetik
memiliki peran penting dalam perkembangan penyakit ini. Bercak putih pada kulit adalah
tanda utama vitiligo. Bercak putih ini lebih umum didaerah dimana kulit terpapar matahari.
Area umum untuk bercak putih ini meliputi sekitar mulut, mata, alat kelamin, pusar, lubang
hidung, daerah dubur, ketiak, dan selangkangan. Dalam beberapa kasus, orang dengan
vitiligo mungkin mengalami sakit atau gatal pada beberapa daerah. Bagi sebagian orang
dengan vitiligo, bercak putih tidak menyebar, namun pada beberapa orang, bercak putih akan
menyebar kebagian tubuh yang lain, kadang–kadang pada beberapa kasus penyebaran terjadi
secara perlahan– lahan atau menyebar secara cepat.4 Vitiligo ialah penyakit kulit dan membran
mukosa kronis yang terjadi akibat destruksi melanosit, dengan karakteristik makula
depigmentasi, faktor predisposisi multifaktorial, dan faktor pencetus seperti trauma, terbakar
matahari, stres, serta penyakit sistemik.5
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Vitiligo adalah kelainan kulit yang kronis, ditandai dengan depigmentasi atau
hipopigmentasi kulit dan mukosa. Depigmentasi atau hipopigmentasi dihasilkan dari tidak
adanya atau berkurangnya jumlah melanosit epidermal pada kulit dan / atau membran
mukosa. Pada awal penyakit, bercak putih dengan ukuran yang berbeda muncul di berbagai
bagian tubuh.1

2.2 Epidemiologi Vitiligo


Vitiligo ditemukan pada 0,1-2,9% populasi penduduk dunia, di usia berapapun, tersering
pada usia 10-40 tahun, dengan dominasi pada perempuan. Di Amerika, sekitar 2 juta orang
menderita vitiligo. Di Eropa Utara dialami 1 dari 200 orang. Di Eropa, sekitar 0,5% populasi
menderita vitiligo. Di India, angkanya mencapai 4%. Prevalensi vitiligo di China sekitar
0,19%. Sebagian besar kasus terjadi sporadis, sekitar 10-38% penderita memiliki riwayat
keluarga dan pola pewarisannya konsisten dengan trait poligenik.2
Insidensi vitiligo rata-rata hanya 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat mengenai semua
ras dan kedua jenis kelamin. Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada perempuan
lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan
dari pasien perempuan karena masalah kosmetik. Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
periode Februari 2012 hingga April 2014, dilaporkan bahwa dari total 4.675 pasien di poli
kulit, terdapat 242 pasien (5,01%) yang menderita vitiligo dan 66,12% di antaranya adalah
perempuan. Penyakit juga dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi
tertinggi (50% dari kasus) pada usia 10–30 tahun.6

2.3 Etiologi dan Patogenesis Vitiligo


Etiologi pasti penyakit ini belum diketahui, tetapi virus mungkin merupakan salah satu
etiologi vitiligo. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang hilangnya melanosit
epidermal pada vitiligo. Teori patogenesis vitiligo yang paling berperan antara lain mekanisme
autoimun, sitotoksik, biokimia, oksidan-antioksidan, dan neural. Teori konvergen menyatakan
faktor stres, akumulasi bahan toksik, autoimun, mutasi, perubahan lingkungan seluler, dan
migrasi melanosit yang terganggu, mempunyai peran dalam patogenesis. Beberapa penelitian
juga menyatakan peran genetik yang bermakna terhadap vitiligo.5

5
Penyebab vitiligo masih belum diketahui dengan jelas, namun ada beberapa teori yang
berusaha menerangkan patogenesisnya.7 :

1. Teori Neurogenik
Teori ini berdasarkan atas beberapa pengamatan. Menurut teori ini suatu mediator
neurokemik dilepaskan dan senyawa tersebut dapat menghambat melanogenesis serta
dapat menyebabkan efek toksik pada melanosit.
2. Teori Autoimun
Teori ini menganggap bahwa kelainan sistem imun menyebabkan terjadinya kerusakan
pada melanosit. Beberapa penyakit autoimun yang sering dihubungkan dengan vitiligo
antara lain adalah tiroiditis (Hashimoto), anemia pernisiosa, penyakit Addison,
alopesia areata dan sebagainya.
3. Teori rusak diri (self destruction theory)
Teori menyebutkan bahwa metabolit yang timbul dalam sintesis melanin
menyebabkan destruksi melanosit. Metabolit tersebut misalnya kuinon.
4. Teori Autositotoksik
Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan DOPA ke
dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal bebas. Penyebab
dari vitiligo tidak diketahui secara pasti, namun terdapat tiga hipotesis untuk patogenesisnya
yaitu hipotesis autoimun, hipotesis neural dan hipotesis biokimia/sitotoksik. Riwayat
keluarga vitiligo pada 20% hingga 30% pasien menyatakan bahwa terdapat faktor genetik
yang berperan.8-10
1. Genetik pada Vitiligo
Hampir seluruh studi genetika terfokus pada vitiligo generalisata, telah diidentifikasi
sedikitnya 10 lokasi yang berbeda. 7 dari 10 terkait dengan penyakit autoimun lainnya, antara
lain yaitu HLA kelas I dan II, PTPN22, LPP, NALP1, TRY yang mengkode tirosinase yang
merupakan enzim penting dalam sintesis melanin. Pada tipe segmental diduga adanya mutasi
gen mosaik de novo bersifat sporadis. 8-10
2. Hipotesis Autoimun
Ditemukannya aktivitas imunitas humoral berupa antibody anti melanosit yang mampu
membunuh melanosit secara in vitro maupun in vivo. Sekarang aktivitas humoral ini lebih
diduga sebagai response sekunder terhadap melanosit yang rusak dibandingkan dengan
respons primer penyebab vitiligo generalisata. Pada tepi lesi vitiligo generalisata ditemukan
adanya sel T sitotoksik yang mengekspresikan profil sitokin tipe 1. 8-10

6
3. Hipotesis Neural
Hipotesis ini menunjukkan adanya mediator neurokimia yang bersifat sitotoksik terhadap
sel pigmen dan dikeluarkan oleh ujung saraf didekatnya. Teori ini didukung oleh kenyataan:
a) Vitiligo lokalisata yang terbatas secara segmental tidak dermatomal melainkan menyerang
beberapa dermatom
b) Vitiligo segmental tidak berefek dengan obat-obat vitiligo konvensional tetapi membaik
terhadap obat-obat yang memodulasi fungsi saraf.
c) Terjadinya vitiligo dilaporkan setelah mengalami tekanan emosional berat atau setelah
kejadian neurological, misalnya ensefalitis, multiple sklerosis, dan jejas saraf primer. 8-10

4. Hipotesis Biokimia
Kerusakan mitokondria mempengaruhi terbentuknya melanocyte growth factors dan
sitokin perugalsi ketahanan melanosit. Kadar antioksidan biologik pada vitiligo: katalase dan
glutation peroksidase berkurang. Disebabkan kadar H2O2 epidermis yang meningkat. Bukti
histopatologis menunjukkan adanya kerusakan yang diperantarai stress oxidative berupa
degenerasi vakuol. 8-10
Beberapa penulis menekankan adanya sensitivitas melanosit terhadap agen
peroksidatif, walaupun melemahnya sifat scavenging radikal bebas pada masa biosintesis
melanin belum jelas, namun dua teori yang paling menjanjikan adalah akumulasi H2O2 di
epidermis dan ekspresi abnormal tyrosin related protein (TRP-1).28-10

2.4 Gejala Klinis Vitiligo


Lesi klinis biasanya tidak bergejala dan ukurannya bervariasi. Vitiligo biasanya
melibatkan bercak putih di tangan dan pergelangan tangan, kaki, lengan, wajah, bibir, aksila
dan perioral, periorbital dan kulit anogenital. Vitiligo juga dapat mempengaruhi selaput
mukosa seperti jaringan di dalam mulut dan hidung. Secara umum, bercak putih pada vitiligo
tidak menyebar. Namun dalam beberapa kasus, bercak putih dapat menyebar ke area lain di
tubuh. Pada beberapa orang bercak putih menyebar perlahan-lahan sementara pada beberapa
orang dapat menyebar dengan cepat. Pada keadaan dimana seseorang mengalami stress fisikal
atau emosional maka bercak putih dapat menyebar lebih cepat. Selain itu reaksi sunburn juga
dapat menjadi pencetus.11,9
Vitiligo non-segmental atau generalisata sering juga disebut dengan vitiligo vulgaris,
merupakan depigmentasi kronis yang dapat ditandai dengan makula putih susu homogen

7
berbatas tegas. Berdasarkan penyebaran dari jumlahnya vitiligo dibagi atas generalisata dan
lokalisata (fokal, segmental dan mucosal). Jenis generalisata merupakan jenis yang sering kali
dijumpai, distribusi lesi simetris dan ukuran bertambah luas deiring waktu. Lesi dapat muncul
dimana saja , namun umumnya terdapat pada lutut, siku, punggung tangan dan jari-jari.
Vitiligo segmental merupakan varian yang hanya terdapat pada satu sisi segmen, dan jenis ini
jarang dijumpai. Kebanyakan pasien memiliki gambaran segmental berupa lesi tunggal yang
khas, namun dapat juga menempati dua atau lebih segmen satu sisi, berlawanan atau
mengikuti distribusi dermatomal (garis Blaschko). Daerah yang paling sering terkena yaitu
wajah, aksila, umbilicus, puting susu, sakrum dan inguinal.8,9
Vitiligo simetris sering dijumpai bila menyerang jari-jari, pergelangan tangan, aksila,
lipatan-lipatan lain dan daerah sekitar orifisium, misalnya: mulut, hidung dan genitalia. Pada
saat pigmen rusak tampak gambaran trikrom berupa daerah sentral yang putih dikelilingi area
yang pucat. Sangat jarang lesi vitiligo disertai peradangan pada sisi lesi yang sedang
berkembang dan disebut dengan vitiligo inflamatorik. 8,9
Vitiligo dapat menyerang folikel rambut, dengan demikian dapat ditemui rambut-rambut
menjadi putih. Pada pasien berkulit gelap depigmentasi dapat dilihat pula pada mukosa,
misalnya mulut. Perjalanan penyakit tidak dapat diperkirakan, tetapi sering progresif, setelah
setahun dalam keadaan stabil pun dapat mengalami eksaserbasi. Progresivitas yang sangat
cepat mengakibatkan depigmentasi sempurna dalam 6-12 bulan. 8,9
Sedangkan repigmentasi spontan pernah dijumpai pada 6-44% pasien. Bahkan walaupun
sangat jarang, pasien yang telah mengalami depigmentasi sempurna dapat secara spontan
warna kulitnya kembali seperti sedia kala. Penyembuhan atau repigmentasi spontan dapat
telihat dengan munculnya beberapa makula pigmentasi, perifolikuler atau berasal dari pinggir
lesi. Repigmentasi juga sebagai tanda bahwa lesi responsive terhadap terapi. 8,9

2.5 Klasifikasi Vitiligo


Terdapat beberapa klasifikasi yang tercatat dalam literature, pembagian terbanyak
berdasarkan distribusi dan lokasi, seperti klasifikasi menurut Ortonne tahun 1983. Trikrom
vitiligo ditetapkan oleh Fitzpatrick tahun 1964, lesi memiliki daerah intermediate
hypochromia, berlokasi di daerah antara lesi akromia dan daerah kulit berwarna normal.
Keadaan ini sering dihubungkan dengan perluasan lesi.8,9

8
Tabel 1. Klasifikasi Vitiligo Menurutt Ortonne, 1983
Vitiligo Lokalisata Vitiligo Generalisata Vitiligo Universalis

1 Fokalis : hanya Akrofasial : distal, Depigmentasi >80%


satu atau lebih ekstremitas dan
makula dalam wajah
satu area tetapi
tidak jelas
segmental atau
zosteriformis

2 Segmentalis : Vulgaris : makula


satu atau lebih tersebar pada
makula dengan seluruh tubuh
pola dengan pola
quasidermatomal distribusi asimetris

3 Mukosa : hanya Mixed akrofasial


mengenai daerah dan/atau vulgaris,
mukosa dan/segmentalis

Menurut tinjauan dari Vitiligo Global Issues Consensus Conference tahun 2011-2012, vitiligo
dapat diklasifikasikan sebagai berikut12,13:

Tabel 2. Klasifikasi Vitiligo


Tipe Subtipe
Vitiligo Akrofasial : wajah, kepala, kaki dan
Non-Segmental tangan, terutama daerah perioral dan jari
(NSV) tangan

Mukosal (lebih dari satu) : mukosa oral


dan genital. ketika hanya melibatkan satu
bagian mukosa maka diklasifikasikan
sebagai indeterminate

Generalisata atau umum : Makula biasanya


simetris terutama di tangan, jari-jari,
wajah, dan daerah-daerah yang terpapar
trauma

Universal : keterlibatan 80-90% luas


permukaan tubuh dan merupakan bentuk
yang paling sering pada orang dewasa

9
Campuran/mixed : keterlibatan bersamaan
vitiligo segmental dan non-segmental.
Paling sering, bentuk segmental
mendahului NSV

Variasi jarang/rare forms : vitiligo


punctata, minor dan folikuler. Jenis-jenis
ini juga dianggap tidak dapat
diklasifikasikan

Vitiligo Segmental Unisegmental, bisegmental atau


multisegmental

Unclassified atau Focal : Makula tanpa penyebaran


segmental
indeterminate
Mucosal : hanya terdapat pada satu mukosa
Beberapa contoh dari klasifikasi vitiligo :

Gambar 1. Vitiligo umum terdapat lesi bilateral dan simetris

Gambar 2. Vitiligo segmental terdapat lesi unilateral dan hampir penuh

10

Gambar 3. Vitiligo punctata terdapat makula depigmentasi multipel


Gambar 4. Vitiligo campuran. (A)segmental vitiligo dan (B) nonsegmental vitiligo
2.6 Diagnosis Vitiligo
Vitiligo mudah dikenali, sehingga diagnosis dapat ditegakkan cukup secara klinis.
Pemeriksaan menggunakan lampu Wood dapat membantu melihat luas hipopigmentasi lebih
jelas. Vitiligo memiliki hubungan dengan tiroid oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan kadar
tiroid.11,8
Faktor pencetus :
1. Faktor endogen.8 :
❖ Genetik : 18-36% pasien
❖ Tekanan emosional berat
❖ Penyakit-penyakit internal seperti gangguan autoimun, misalnya : tiroid, anemia pemisiosa,
diabetes mellitus.
2. Faktor eksogen.9 :
❖ Trauma fisik (pada 40% pasien) : garukan, pembengkakan, benturan, laserasi dan luka
bakar
❖ Obat-obatan, misalnya : betadrenergik blocking agent
❖ Zat-zat melanositotoksik (pada 19% kasus) : film developers, rubber, kuinon, dan agen
pemutih

11
2.7 Diagnosis banding
Diagnosis banding vitiligo yaitu pitiriasis versikolor, piebaldisme, hipomelanosis gutata,
pitiriasis alba, Von waardeburg Syndrome, nevus depigmentosus, nevus anemikus, tuberous
sklerosus, inkontinensia pigmentii, hipopigmentasi pasca inflamasi, lekoderma pasca infeksi,
lekoderma terinduksi kimia, fisikal, medikamen dan skleroderma, serta morfea.8
Diagnosis banding pada kasus ini dengan memperhatikan efloresensi pada pasien, maka
diagnosis banding adalah sebagai berikut :
2.7.1 Pitiriasis Alba
- Gambaran klinis pitiriasis alba yaitu makula hipopigmentasi, bulat atau oval, batas tidak
tegas dan tepi yang tidak teratur.2,10 Pada pasien ini ditemukan gambaran klinis serupa
yaitu makula hipopigmentasi, batas tidak tegas dan tepi tidak teratur pada regio maleolus
medialis dextra, namun tidak bulat atau oval. Sedangkan pada regio maleolus lateralis
dextra dan patella dextra ditemukan makula depigmentasi berbatas tegas dan tepi irregular.
- Menurut literatur, pada lesi terdapat warna merah muda atau sesuai warna kulit disertai
skuama halus. Setelah eritema menghilang, lesi berupa depigmentasi dengan skuama
halus.2 Pada pasien ini tidak ditemukan adanya skuama.
- Lesi paling sering di sekitar mulut, dagu, pipi, serta dahi. Namun lesi juga dapat dijumpai
pada ekstremitas, badan dan punggung.8,6,12 Pada pasien ini makula terdapat pada
pergelangan kaki dan ekstremitas kaki.
2.7.2 Pitiriasis Versikolor
❖ Lesi PV terutama terdapat pada badan bagian atas, leher dan perut, ekstremitas sisi
proksimal. Kadang ditemukan pada wajah dan skalp, dapat juga ditemukan pada aksila,
lipat paha dan genitalia.8 Pada pasien ini makula terdapat pada pergelangan kaki dan
ekstremitas kaki, dan tidak termasuk pada predileksi PV
❖ Lesi berupa makula berbatas tegas, dapat hipopigmentasi, hiperpigmentasi dan kadang
eritematosa, terdiri atas berbagai ukuran dan berskuama halus.8 Pada pasien ini terdapat
makula hipopigmentasi yang terdiri dari berbagai ukuran namun tidak tampak skuama.
2.7.3 Nevus Depigmentosus
❖ Gejala klinis berupa makula hipopigmentasi, stabil, berbatas tegas dan tepi irregular. Gejala
biasanya muncul saat lahir atau segera setelah lahir.14 Pada pasien ini terdapat makula
depigmentasi, berbatas tegas dan tepi ireguler. Namun, lesi tidak muncul saat lahir atau
segera setelah lahir. Lesi muncul saat pasien berusia 6 tahun.

12
2.7.4 Piebaldism
❖ Merupakan bercak kulit yang tidak mengandung pigmen yang ditemukan sejak lahir dan menetap
seumur hidup.
2.8 Tatalaksana
Dalam langkah-langkah tatalaksana, penilaian penting untuk mempertimbangkan usia,
penyakit yang telah ada sebelumnya, khususnya gangguan autoimun, obat-obatan
sebelumnya, dan parameter obyektif dan subyektif.3

Tabel 3. Evaluasi tatalaksana pasien dengan vitiligo non-segmental


Fitur Pasien Fitur Penyakit Keluarga Intervensi

Fototipe Durasi Timbul rambut Tipe dan durasi


(pendapat putih sejak dini pengobatan
pasien: sebelumnya;
progresif, termasuk
regresif, stabil pendapat pasien
dalam 6 bulan (berguna/tidak)
terakhir)

Etnis Riwayat Riwayat vitiligo Terapi yang


repigmentasi dalam keluarga sedang dijalani

Usia Fenomena Terapi penyakit


Koebner lain

Profil psikologis Keterlibatan


genital

Nevus halo

Riwayat
Penyakit
Autoimun

Penilaian
kualitas hidup
global

13
2.8.1 Terapi Farmakologis
A. Kortikosteroid
Merupakan pilihan utama untuk vitiligo karena harganya murah dan mudah
untuk diterapkan. penggunaan kortikosteroid topikal potensi tinggi lebih efektif untuk
mengobati daerah yang kecil seperti pada wajah, siku dan lutut. Berbagai
kortikosteroid topikal telah digunakan, misalnya triamsinolon asetonid 0,1%,
flusinolon asetat 0,01%; betametason valerat 0,1-0,2%, halometason 0,05%,
fluticason propionate 0,05% dan klobetasol propionate 0,05%. Pengaplikasian
digunakan satu kali sehari dan dianjurkan tidak melebihi 3 bulan karena dapat
menimbulkan efek samping.8,13

B. Inhibitor Kalsineurin
Inhibitor kalsineurin merupakan suatu imunosupresan. tacrolimus dan
pimecrolimus merupakan suatu inhibitor kalsineurin yang menunjukkan penyerapan
yang baik ketika digunakan secara topikal. Tacrolimus topikal adalah inhibitor
kalsineurin yang mengontrol aktivitas limfosit T melalui penghambatan sitokin
proinflamasi, memblokir transkripsi gen IL-2 yang penting untuk proliferasi limfosit T
sitotoksik, dan juga menghambat transkripsi dan produksi IL- 4, IL5, IL-10, IFN-γ dan
TNF-α. Salep tacrolimus 0,1% dan salep pimeroklimus 1% dipakai 2x sehari selama 6
bulan. 8,13

2.8.2 Terapi Non Farmakologis


Radiasi ultraviolet (UV), baik dalam spektrum UVA dan UVB, telah digunakan
dalam pengobatan vitiligo. Efeknya belum sepenuhnya dipahami. Radiasi ini dapat
menginduksi imunosupresi dengan menghambat destruksi melanosit atau
menstimulasi peningkatan jumlah dan kapasitas migrasi.9

A. UVB
Narrowband UVB merupakan terapi lini kedua untuk vitiligo.
Gelombang UVB spectrum sempit (310-315) dan gelombang maksimal adalah
311. Dosis awal yang dipakai untuk semua tipi kulit 250 mj dan ditingkatkan
10-20% setiap kali pengobatan sampai lesi eritema minimal pada lesi putih
depigmentasi dalam 24 jam. Terapi dilakukan 2x seminggu, jangan setiap hari
berturut-turut. Efek samping jangka pendek berupa sensasi hangat 4-6 jam

14
setelah pengobatan, herpes labialis, eksema herpetikum, pruritus dan kulit
kering. Radiasi diperkirakan selama kurang lebih 9 bulan untuk menghasilkan
repigmentasi maksimal. Lesi dinyatakan tidak responsif bila dalam tiga bulan
tidak ditemukan repigmentasi.2,9

B. Psoralen dan UVA (PUVA)


Kombinasi psoralen sebagai photosensitizer kimiawi dengan ultraviolet
A (UVA). PUVA merupakan obat yang dipercaya efektivitasnya untuk vitiligo
generalisata. Psoralen yang sering dipakai adalah metoksalen, derivate lain
yaitu bergapten, trioksalen dan psoralen tak bersubstitusi. Radiasi ultraviolet
yang dipakai adalah 320-400nm, untuk mencegah efek fototoksik pengobatan
dilakukan 2-3 kali seminggu. Psoralen sediaan oral, seperti metoksalen: 0,3-0,6
mg/kgBB, trioksalen: 0.6-0.9mg/kgBB ataupun bergapten 1,2 mg/kgBB dapat
diminum 1,5-2 jam sebelum radiasi UVA. Pajanan UVA dimulai dengan dosis
0,5 J/cm2 untuk semua tipe kulit dan meningkat 0,5-1 J/cm2. Dosis awal ini
kemudian ditingkatkan 0,5-1,0 J/cm2. Pengobatan dapat dilakukan 2-3 kali
seminggu, dengan dosis tertinggi 8-12 J/cm2.2

C. Surgical
Terapi lini ketiga adalah terapi depigmentasi dan pengobatan bedah.
Bila vitiligo lebih dari 80% permukaan tubuh, maka terapi yang dibutuhkan
adalah membuat kulit menjadi seluruhnya putih. Agen pemutih misalnya mono
benzileter hidrokuinon sudah lama dipakai. Diperlukan pengobatan setiap hari
1-3 bulan untuk memicu reaksi.2
Pengobatan bedah merupakan terapi alternative untuk vitiligo, karena
memakan waktu maka hanya ditujukan pada lesi segmental. Lima dasar
metode pembedahan repigmentasi2 :
a. Suspensi epidermis non-kultur
b. Dermoepidermal graft epidermis daerah depigmentasi
c. Tandur isap epidermis (suction epidermal grafting)
d. Punch minigrafting
e. Epidermis dikultur terlebih dahulu sebelum ditandur pada resepien.
D. Tabir Surya
Tabir surya membantu mencegah terbakar matahari, menyebabkan
15
kerusakan akibat sinar berkurang, sehingga tidak terjadi fenomena Koebner.
Tabir surya juga menyebabkan perubahan warna kulit berkurang, sehingga
tidak tampak kontras dengan lesi vitiligo.
2.9 Pencegahan

1. Menghindari lingkungan yang tercemar paparan bahan kimia seperti yang berasal dari
industri, logam berat, dan pelapis cat.
2. Memakan makanan sehat dan melakukan diet bergizi & seimbang.
3. Lindungin kulit dengan perlindungan maksimal ataupun memanfaatkan lotion atau tabir
surya agar kulit terlindungi.
4. Menghindari trauma fisik baik luka tajam, tumpul, ataupun tekanan repetitive. Trauma ini terjadi
umumnya pada aktivitas sehari-hari, misalnya pemakaian jam tangan, celana yang terlalu ketat,
menyisir rambut terlalu keras, atau menggosok handuk di punggung.
5. Hindari stress yang berlebihan.

2.10 Prognosis

Perjalanan penyakit vitiligo tidak dapat diduga, penyakit dapat stabil selama beberapa
tahun, namun dapat membesar, sementara lesi lain muncul atau menghilang. Pada
penyakit vitiligo ini jika penangannya tepat dan cepat maka prognosis baik.
16
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identitas pasien

Nama : Nn. RA

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 29 April 1992

Umur : 29 tahun

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Alamat : Jl. Terusan satria 3 kompleks purisyailendra, Sukajadi. Bandung. Status

perkawinan : Belum Menikah

Agama : Kristen

Suku : Tionghoa

Pendidikan : S1

Anamnesis : Autoanamnesis (dilakukan dengan video call via Whatsapp pada 31


Agustus 2021, pukul 16.00 WIB)

Keluhan utama
Bercak-bercak putih pada tungkai kaki kiri sejak 2 tahun lalu.

Keluhan tambahan

Tidak ada

Riwayat penyakit sekarang

Keluhan sekarang adalah terdapat bercak-bercak putih sejak 2 tahun lalu. Bercak putih
terdapat pada tungkai kaki kiri dan pergelangan kaki kiri. Awalnya gatal dan muncul bercak
putih, bercak hanya terdapat pada tungkai kaki dan meluas namun kemudian bercak muncul
pada pergelangan kaki pasien. Saat ini pasien tidak memiliki keluhan lain seperti adanya rasa
gatal dan perih. Disekitar kulit pasien tidak terdapat luka atau darah. Pasien mengatakan
bahwa keluhan yang ia alami tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Keluhan lain seperti
mual, muntah, nyeri ulu hati, sesak nafas, nyeri dada, dada terasa berdebar-debar, bengkak
pada tungkai bawah disangkal oleh pasien, riwayat cidera atau trauma, juga disangkal oleh

17
pasien. Saat ini nafsu makan pasien baik. Buang air besar saat ini lancar 1 kali sehari
berwarna kuning konsistensi lunak. Buang air kecil lancar berwarna kuning jernih. Riwayat
penyakit dahulu
Tidak ada

Riwayat penyakit keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki gejala serupa. Keluarga pasien juga menyangkal
adanya riwayat penyakit autoimun dan riwayat penyakit lainnya
Hipertensi (-), DM (-), Alergi (-), Asma (-), Penyakit jantung pada keluarga (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan kakak dan adiknya. Pasien berasal dari keluarga dengan
ekonomi menengah.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi, baik terhadap makanan, cuaca, obat-obatan, debu dan
lainnya.

Riwayat Pengobatan
Pasien telah mendapat pengobatan yaitu betametason valerat 0,1 dan tacrolimus 0,01% selama 2
tahun. Obat digunakan 2x sehari pada pagi dan sore. Dan terapi sinar/fototerapi setiap 2-3 kali
dalam semingu. Pasien mengatakan bahwa bercak putih mengalami perbaikan.

Perilaku pasien yang berhubungan dengan penyakitnya sekarang


❖ Walaupun bercak putih mengalamu perbaikan, pasien mengaku masih suka lupa memakai
tabir surya saat akan keluar dan pasien mengakui bahwa ia sangat mudah tertekan dan
stress, dimana pasien seorang karyawan swasta yang dituntut untuk bekerja keras setiap
saat.
❖ Karena bercak putih yang ada lutut dan pergelangan kaki pasien merasa tidak percaya diri
saat bersosialisasi. Pasien selalu memakai celana Panjang atau dress yang panjang untuk
menutupi bercak putihnya tersebut.
❖ Jika keluar rumah untuk bekerja pasien selalu menggunakan sepatu yang tertutup.

18
Kebiasaan dan perilaku sosial pasien
• Olahraga: Olahraga ringan seperti lari pagi setiap hari minggu pagi
• Pola jajan: Membatasi minuman manis, tidak suka makanan yang mengandung MSG •
Pola makan: makan sehari 3 kali, makan makanan rumah, tidak ada pantangan makanan •
Pola minuman sehari hari: pasien minum air putih sehari 5-8 gelas yang berukuran 230ml
atau 2 Liter dalam sehari.
• Kebersihan diri: pasien mandi 2 kali sehari, keramas setiap hari, sikat gigi 2 kali sehari
dan ganti baju setelah mandi serta pasien mencuci tangan sebelum makan, dan rajin
memotong kuku jari tangan, jika keluar rumah untuk bekerja pasien selalu
menggunakan sepatu yang tertutup.
• Rekreasi: Pasien tidak banyak mempunyai kegiatan rekreasi, senin-jumat karena
berkerja secara work from home dikarenakan adanya pandemi saat ini. tidak ada
aktivitas fisik yang dilakukan. Sabtu-Minggu lari pagi dan membersihkan rumah dan
halaman luar rumah.
• Makan dan minuman lain seperti minuman kemasan (-), kopi (-), minuman beralkohol
(-), merokok (-)

Hubungan dengan keluarga


Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan adiknya.

Riwayat biologis keluarga


• Keadaan kesehatan sekarang: Baik
• Keadaan kesehatan pasien dan anggota keluarga: baik karena pasien dan anggota
keluarga lainnya pada saat dilakukan anamnesis dapat berkomunikasi dan memberikan
respon dengan pertanyaan yang ditanyakan.
• Penyakit yang sering diderita (oleh anggota keluarga): Tidak ada
• Penyakit keturunan : Tidak ada
• Penyakit kronis / menular : Tidak ada
• Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
• Pola istirahat : Cukup
• Jumlah anggota keluarga : 5 orang

19
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Gizi Baik/ Compos mentis
BB= 60KG; TB= 145cm; IMT=20,44 kg/m2 (Normal)
Tanda vital
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 90 kali/ menit
Pernapasan : 20 kali/ menit
Suhu : 36,5oC
Status Dermatologis
Pada status dermatologis di regio cruris sinistra dan regio dorsum pedis terdapat makula
hipopigmentasi multipel, ukuran dari milier sampai dengan plakat, penyebaran dan lokalisasi
lesi susunan ireguler sirkumskripta unilateral.
Pemeriksaan penunjang
1. Perhitungan Vitiligo Area Scoring Index (VASI) atau Vitiligo European Task Force
(VETF) untuk menentukan derajat keparahan, serta pemilihan dan follow up terapi,
yang dievaluasi ulang secara berkala setiap 3 bulan.8,9,
2. Pemeriksaan menggunakan lampu Wood untuk mendapatkan gambaran depigmentasi
yang jelas.1,9

Diagnosis
Diagnosis Kerja : Vitiligo
Diagnosis Banding : Pitiriasis alba, Pitiriasis versikolor, Nevus depigmentosus
Tatalaksana
Non-medikamentosa
❖ Menggunakan tabir surya yang kuat dengan lotion SPF 30 saat beraktivitas diluar
❖ Menghindari sinar matahari secara langsung
❖ Menghindari terjadinya trauma
❖ Menghindari stress yang berlebihan
❖ Menjalankan terapi sesuai anjuran dokter
Medikamentosa
❖ betametason valerat 0,1 dan tacrolimus 0,01% dioleskan dua kali sehari
❖ Dan terapi sinar setiap 2-3 kali dalam seminggu.

20
Pendekatan Secara Holistik
Profil Keluarga
Saat ini pasien tinggal; bersama dengan ibu dan ayah , 1 orang adik laki-laki

pasien. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah

No Nama Hubung Jenis Usia Pendidik Pekerjaan Keadaan


an Kelamin (Tahun) an Kesehat
Dengan Terakhir an Saat
Pasien ini

1. Tn. T Ayah L 58 S1 Wiraswasta Sehat

. Ny. L Ibu P 56 S1 Wiraswasta Sehat


. Tn.B Adik L 20 SMA Mahasiswa Sehat
Pasien

Genogram

Keterangan :

: Keluarga Nn. RA

: Laki-laki

normal : Wanita

normal :
Wanita vitiligo

Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga besar

21
Hubungan Anggota Keluarga
Nn.RA merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dengan memiliki satu
saudara adik kandung laki-laki. Hubungan antara Nn.RA dengan anggota keluarga
yang lain sangat baik. Hubungan antara anggota keluarga sangat akrab.

Keadaan Umum Keluarga


Ayah pasien
Tanda-tanda vital:
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Tekanan Nadi : 88 kali/menit
Frekuensi Nafas : 18 kali/menit
Suhu : 36.8 C
Status Gizi :
- Berat badan : 78 kg
- Tinggi badan : 165 cm
- IMT : 28,65 kg/m2
- Status gizi : Obesitas 1

Ibu Pasien
Tanda-tanda vital:
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Tekanan Nadi : 86 kali/menit
Frekuensi Nafas : 18 kali/menit
Suhu : 36.6 C
Status Gizi :
- Berat badan : 52 kg
- Tinggi badan : 155 cm
- IMT : 21,64 kg/m2
- Status gizi : Normal

22
Adik Pasien
Tanda-tanda vital:
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Tekanan Nadi : 84 kali/menit
Frekuensi Nafas : 18 kali/menit
Suhu : 36.6 C
Status Gizi :
- Berat badan : 65 kg
- Tinggi badan : 172 cm - IMT :
21,97 kg/m2 - Status gizi : Normal

23
Psikologis Keluarga
▪ Kebiasaan buruk : Tidak ada
▪ Pengambilan keputusan : Keluarga (semua keputusan diambil secara mufakat dengan
melibatkan seluruh anggota keluarga yang ada)
▪ Ketergantungan obat : Tidak ada
▪ Tempat mencari pelayanan kesehatan : Puskesmas dan Rumah Sakit ( Jarak dari rumah
ke Puskesmas Dan Rumah Sakit Sekitar 3-4 km)
▪ Pola rekreasi : Baik
Spiritual Keluarga
▪ Ketaatan Ibadah : Baik
▪ Keyakinan tentang kesehatan : Baik

Keadaan Sosial Keluarga


▪ Tingkat pendidikan : Menengah ke atas ▪ Hubungan antar anggota
keluarga : Baik
▪ Hubungan dengan orang lain : Baik
▪ Kegiatan organisasi sosial : Baik
▪ Keadaan ekonomi : Baik

Kultural Keluarga
▪ Adat yang berpengaruh : Tidak ada
▪ Lain-lain : Tidak ada

Identitas Keadaan Rumah /Lingkungan (Berisiko/tidak)


▪ Daerah pemukiman : Tidak padat penduduk
▪ Jenis bangunan : Permanen
▪ Status kepemilikan rumah : Milik kedua orang tua
▪ Luas rumah : 20 x 15 m2
▪ Luas halaman rumah : 3 x 12 m2
▪ Lantai rumah : Keramik
▪ Dinding rumah : Beton
▪ Penerangan matahari : Cukup
▪ Kebersihan rumah : Baik

24
▪ Ventilasi udara : Cukup
▪ Penerangan listrik : 6.000 watt
▪ Dapur : Ada
▪ Jamban keluarga : Ada 2
▪ Ketersediaan air bersih : Tidak ada
▪ Sumber air minum : Air mineral/gallon air
▪ Sumber pencemaran air : Tidak ada
▪ Pemanfaatan perkarangan : Ada
▪ Tempat pembuangan sampah : Ada, di dalam rumah dan di luar rumah (petugas
kebersihan mengambil sampah setiap hari)
▪ Sanitasi lingkungan : Baik
▪ Keadaan udara/polusi di luar rumah : Minimal
(rumah berada didalam kompleks dan jauh dari jalan raya)

Penilaian Perilaku Kesehatan


▪ Jenis tempat berobat : Puskesmas dan Rumah Sakit ▪ Asuransi/
Jaminan Kesehatan : BPJS

Pola Konsumsi Keluarga


Keluarga Nn.RA memiliki kebiasaan makan dua hingga tiga kali dalam sehari dengan
menu makanan sehari-hari yang bervariasi. Menu makanan yang biasa disajikan di
rumah Nn.RA terdiri dari nasi, sayur, dan lauk (kebanyakan melalui proses
penggorengan) yang di masak sendiri. Lauk yang paling sering dikonsumsi adalah ikan
dan ayam. Konsumsi buah-buahan juga tidak menentu, dalam seminggu bisa 2-3 kali
mengkonsumsi buah
buahan seperti pisang, semangka, ataupun pepaya. Selain itu, keluarga Nn.RA suka
membeli makanan dari luar jika lauk yang di masak habis dan dikonsumsi saat malam
hari.
Pola Dukungan Keluarrga
a. Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah Dalam Keluarga
Pasien memiliki keluarga yang mendukung pasien untuk meningkatkan rasa percaya
diri. Selain itu jarak dari rumah ke fasilitas kesehatan yang tidak jauh dan biaya
pengobatan ditanggung oleh biaya sendiri secara mandiri ( masih terjangkau oleh
pasien )

25
b. Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah Dalam Keluarga
Di antara yang merupakan faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam
keluarga tersebut adalah dari diri pasien sendiri karena awalnya pasien kurang rajin
minum obat karena merasa tidak ada keluhan dan terkadang lupa untuk memakai
tabir surya saat berpergian.
Fungsi Fisiologis ( Skor APGAR )
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton dengan menilai 5 fungsi pokok
keluarga, antara lain: ▪ Adaptation : Tingkat kepuasaan anggota keluarga dalam
menerima bantuan yang dibutuhkan.
▪ Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
▪ Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota keluarga. ▪
Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi
emosional yang berlangsung.
▪ Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi
waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

26
Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita
No. Pertanyaan Penilaian
Hamp Kada Hamp
ir ng ir
Selalu Kada Tidak
(2) ng (1) Pernah
(0)

1. Adaptation (Adaptasi) √
Saya puas bahwa saya dapat kembali
kepada keluarga saya, bila saya
menghadapi masalah

2. Partnership (Kemitraan) √
Saya puas dengan cara-cara keluarga
saya membahas serta membagi
masalah dengan saya

3. Growth (Pertumbuhan) √
Saya puas bahwa keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya melaksanakan kegiatan dan
ataupun arah hidup yang baru

4. Affection (Kasih Sayang) √


Saya puas dengan cara-cara keluarga
saya menyatakan rasa kasih sayang
dan menanggapi emosi

5. Resolve (Kebersamaan) √
Saya puas dengan cara keluarga saya
membagi waktu bersama

Total Skor 9

Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 9 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat. Fungsi patologis (SCREEM)

Aspek sumber daya patologi:


- Sosial: pasien mengatakan dia aktif di kegiatan sosial dengan teman dan gereja, karena
pandemi sekarang komunikasi dengan media Whatsapp dan Zoom.

27
- Cultural: pasien adalah orang Indonesia yang makanan pokoknya adalah nasi. Dan pasien
setiap makan selalu mengkonsumsi nasi sesuai kebutuhan.
- Religious: Taat beribadah sesuai dengan aturan agama. Saat pandemi semua dilakukan
secara online
- Economy: keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi sekarang cukup. - Education:
Pendidikan anggota keluarga sudah baik, Nn.RA merupakan lulusan S1 - Medication: Pasien
dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari puskesmas dan memiliki asuransi
kesehatan BPJS dan asuransi swasta.
- Medikasi
Pembiayaan pelayanan kesehatan sudah cukup baik. Pasien dan keluarganya biasanya
membayar secara mandiri. Keluarga ini juga berpendapat bahwa pemeriksaan rutin
kesehatan merupakan hal yang sangat perlu untuk dilakukan.
Diagnosis Pasien
❖ Biologi
Vitiligo
❖ Psikologis
Hubungan pasien dengan semua anggota keluarga terjalin dengan sangat baik & akrab
❖ Sosial
Pasien bersosialisasi baik dengan tetangga disekitar rumahnya.
❖ Ekonomi
Keadaan ekonomi pasien cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
❖ Religius
Pasien menjalankan ibadah dengan baik setiap hari sesuai dengan aturan
agama. Diagnosis Keluarga
❖ Biologi
Sehat
❖ Psikologi
Hubungan semua anggota keluarga terjalin dengan baik.
❖ Sosiologi
Anggota keluarga bersosialisasi baik dengan tetangga disekitar
rumahnya. ❖ Ekonomi
Keadaan ekonomi keluarga anggota keluarga cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari
hari.

28
❖ Religius
Pasien menjalankan ibadah dengan baik setiap hari sesuai dengan aturan
agama. Penatalaksanaan Penyakit dan Edukasi
Promotif
a. Health Promotion : Meningkatkan derajat kesehatan perorangan, mengurangi peranan
penyebab dan derajat risiko, dan meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal.
Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat.
Sasaran untuk pasien dan keluarga:
▪ Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit vitiligo bahwa
penyakit ini adalah penyakit yang tidak menular dan cenderung mengalami perbaikan. ▪
Menjaga kebersihan badan
▪ Program pengendalian berat badan (diet sehat)
▪ Makanan dengan kandungan serat (seperti: Oatmeal, roti gandum, wortel, brokoli,
bayam) dan mengganti karbohidrat sederhana menjadi karbohidrat kompleks (seperti:
nasi merah, ubi jalar, kacang polong)
▪ Olahraga
(berenang, jogging, naik sepeda, dan senam)
Durasi : Pemanasan dan Pendinginan 5-10 menit.
Olahraga inti : 30-40 menit
Frekuensi : 3-5 kali seminggu

Preventif
b. Spesific Protection : Tindakan untuk mencegah penyakit, menghentikan proses
interaksi penyakit, tetapi sudah terarah pada penyakit tertentu (faktor risiko). Sasaran untuk
pasien:
Nn.RA melakukan Spesific Protection sudah terlambat, namun dapat diperbaiki atau
dicegah supaya bercak putih vitiligo ini meluas dengan cara menghindari trauma fisik baik
luka tajam, tumpul, ataupun tekanan repetitive, menghindari stress, menghindari pajanan
sinar matahari berlebihan.
Sasaran untuk keluarga Nn.RA:
▪ Skrining Kesehatan atau medical check up, menjaga kebersihan tubuh, dan
menggunakan tabir surya saat berpergian guna untuk mengindari sinar matahari.

29
Kuratif
c. Early Diagnosis and Prompt Treatment : Merupakan tindakan menemukan penyakit
sedini mungkin dan melakukan penatalaksanaan segera dengan terapi yang tepat.
Tindakan ini bertujuan untuk mendeteksi, mencegah meluasnya penyakit, dan
menghentikan proses penyakit sejak dini.
Sasaran untuk keluarga Nn.RA:
▪ Jika di keluarga Nn.RA ada yang mengalami keluhan serupa dengan pasien segera
memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
▪ Segera berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan begitu ada gejala walau sedikit. ▪
Konsultasi ke dokter dan kepatuhan menggunakan obat perlu diperhatikan

d. Disability Limitation : Tindakan penatalaksanaan terapi yang adekuat pada pasien


dengan penyakit yang telah lanjut, mencegah penyakit menjadi lebih berat,
menyembuhkan pasien, serta mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang
akan timbul.
Sasaran untuk keluarga Nn.RA:
▪ Pengobatan dan perawatan yang sesuai agar tidak terjadi komplikasi, atau setidaknya
dapat melihat kemungkinan komplikasi agar tidak berkembang lanjut dengan cara
kontrol rutin ke fasilitas layanan kesehatan.
▪ Jika dirasakan gatal dan terdapat bercak putih dikulit agar segera memeriksakan diri ke
dokter agar bisa dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui progesivitas
penyakit.
▪ Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan dan
perawatan yang lebih intensif atau mengikuti saran untuk dirujuk ke tingkat yang lebih
tinggi.
▪ Mematuhi anjuran dokter untuk melakukan pengobatan dan kontrol teratur.
Rehabilitatif
e. Rehabilitation : Sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu yang sudah
sembuh atau terkontrol dalam usaha memulihkan fungsinya serta program
rehabilitasi, untuk mengembalikan pasien ke masyarakat dan berfungsi sebaik
mungkin agar mereka dapat hidup dan bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi
beban orang lain.

30
Sasaran untuk pasien:
▪ Pasien diminta untuk tetap melakukan kontrol secara rutin ke fasilitas layanan
kesehatan untuk dilakukan pemantauan pengobatan dan melihat perkembangan
penyakit.
▪ Penggunaan obat-obatan secara bijaksana sesuai dengan anjuran dokter.

Prognosis

Pasien
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Cosmeticum : Dubia

Prognosis pasien dubia et bonam. Tidak terlihat terlihat adanya komplikasi yang terjadi. Pasien
sudah mendapatkan pengobatan yang tapat. Selain itu pasien juga selalu mendapatkan
dukungan dari keluarganya.

Keluarga

Prognosis kesehatan keluarga saat ini dubia et bonam karena meskipun memiliki risiko untuk
terjadi vitiligo karena vitiligo bisa terjadi dikarenakan adanya factor salah satunya adalah
genetik, namun keluarga sudah cukup mengetahui cara mencegah terjadinya vitiligo.
31
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien perempuan usia 29 tahun dengan Bercak-bercak putih pada tungkai


kaki kiri sejak 2 tahun lalu. Awalnya gatal dan muncul bercak putih, bercak
hanya terdapat pada tungkai kaki dan meluas namun kemudian bercak muncul
pada pergelangan kaki pasien. Dari keluhan pasien dan pemeriksaan fisik
secara dermatologis yang sudah dilakukan, pasien mengalami penyakit kulit
vitiligo. Penyebab pasti belum diketahui, tetapi terdapat beberapa teori yang
menjelaskan tentang hilangnya melanosit epidermal pada vitiligo. Teori
patogenesis vitiligo yang paling berperan antara lain mekanisme autoimun,
sitotoksik, biokimia, oksidan-antioksidan, dan neural. Beberapa penelitian
juga menyatakan peran genetik yang bermakna terhadap vitiligo. Factor
pencetus seperti trauma, terbakar matahari, stress bisa mengakibatkan
terjadinya vitiligo.

Anjuran untuk Pasien dan Anggota Keluarga :

Sebagai penderita vitiligo, Nn.RA dianjurkan untuk rutin kontrol ke fasilitas


pelayanan kesehatan sesuai jadwal yang ditentukan oleh dokternya untuk
melihat progresifitas dari penyakitnya tersebut dan laukan edukasi pada pasien
tentang penyakit vitiligo, menjaga higiene pribadi, dan tata cara penggunaan
konsumsi obat. Rasa gatal terkadang terap berlangsung walaupun kulit sudah
bersih. Sedangkan untuk keluarga pasien, dianjurkan untuk melakukan
skrining Kesehatan terutama untuk kesehtan kulit, karena seperti diketahui
vitiligo ini bisa diakibatkan karena adanya fakto genetic. Jika keluarga ada
keluhan seperti gatal atau adanya bercak putih maka dianjurkan segera ke
fakes untuk diobati lebih lanjut oleh dokter. Dianjurkan pula kepada keluarga
untuk memberikan motivasi atau dukungan penuh kepada pasien supaya
pasien memiliki rasa percaya diri dan bisa menerima dan mencintai diri
sendiri.

32
BAB V
KESIMPULAN

Menurut Teori Blum bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur yaitu
genetik, perilaku, lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Dimana unsur-unsur tersebut saling
berinteraksi dan saling terkait satu sama lain, juga mengacu pada kemampuan mengetahui,
mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan kesehatan individu.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan bahwa dari keluhan pasien dan pemeriksaan fisik
secara dermatologis yang sudah dilakukan, pasien mengalami penyakit kulit vitiligo.
Penyebab pasti belum diketahui, tetapi terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang
hilangnya melanosit epidermal pada vitiligo. Beberapa penelitian juga menyatakan peran
genetik yang bermakna terhadap vitiligo. Factor pencetus seperti trauma, terbakar matahari,
stress bisa mengakibatkan terjadinya vitiligo.
Selain itu dari hasil anamnesis kondisi kesehatan keluarga pasien adalah sehat.
Walaupun demikian perlu menjadi perhatian bagi anggota keluarga yang lain dikemudian hari
mengingat adanya peran genetik yang berrisiko terjadinya penyakit vitiligo ini. Maka dari itu,
faktor prilaku seperti menjaga higienitas memiliki peranan yang sangat besar umtuk
mencegah penyakit vitiligo.
33
LAMPIRAN

Foto kaki pasien


34
Halaman Rumah depan

Halaman
Dapat dilihat dari gambar halaman terpantau bersih dan rapi
tidak nampak sampah maupun kotoran yang berserakan.
35
Ruang Tamu

Ruang tamu memiliki ventilasi dan pencahayaan


yang baik. Sehingga cahaya matahari dapat secara
langsung masuk ke dalam rumah dan perputaran
sirkulasi udara baik.a

Masalah :
- Terdapat AC/air conditioner, sehingga jendela jarang dibuka
dapat menyebabkan kurangnya sirkulasi udara - Lemari besar
dari bahan kayu, terdapat tumpukan barang barang makanan
yang berada di lemari kayu
Masalah yang dapat menimbulkan penyakit kedepannya : 1.
Penyakit saluran pernafasan seperti asma, flu, dan rhinitis
alergi dan juga masalah kulit seperti tungau seperti scabies 2.
Ac yang digunakan dapat menjadi memicu masalah kult
kering, alergi, ISPA
3. Banyak pajangan dan barang potensi memicu alargi, asma
karena debu.
Solusi/saran :
1. Sarung bantal rutin dicuci seminggu sekali. Sebaiknya
memiliki sarung bantal cadangan agar ketika dicuci
ada penggantinya. Serta sofa minimal di jemur
minimal sebulan sekali. Bantal juga sebaiknya dijemur
diterik matahari agar bakteri dapat mati.
2. AC/air condioner harus rutin dibersihkan supaya
terhindar dari penyakit ISPA

36
Ruang Keluarga

Ruang tamu hingga ruang makan memilik Pencahayaan yang baik


dikarenalan terdapat kaca yang besar dan tinggi sehingga cahaya
matahari dapat secara langsung masuk ke dalam rumah
Masalah :
- Bantal di sofa yang dapat menyimpan debu dan juga
tungau
- Hanya terdapat kaca namun tidak memiliki jendala sehingga
tidak ada pertukuran sirkulasi udara
- Terdapat baju yang menumpuk dikursi

Masalah yang dapat menimbulkan penyakit kedepannya :


- Kurang Ventilasi udara potensi menyebabkan ISPA
- Kolong meja dan kursi apabila jarang dibersihkan potensi
penumpukan debu, dapat memicu Alergi, Asma
- Baju yang digantung diletakkan di sofa dapat menjadi
penularan penyakit karena bakteri dan virus dapat menempel
dibaju yang kotor.
Solusi/saran :
- Sarung bantal rutin dicuci seminggu sekali. Sebaiknya
memiliki sarung bantal cadangan agar ketika dicuci ada
penggantinya. Serta sofa minimal di jemur minimal
sebulan sekali. Bantal juga sebaiknya dijemur diterik
matahari agar bakteri dapat mati.
- Pakaian sebaiknya langsung di cuci dan tidak
diletakkan sembarangan

37
Dapur
Masalah :
a. Wadah tempat piring bersih dan peralatan
makan yang sudah dicuci bersebelahan dengan
bak cuci piring dan tidak langsung disusun di
lemari makan
b. Tempat cuci tangan dan cuci piring digunakan
bersamaan
Masalah yang dapat menimbulkan penyakit
kedepannya :
Piring dan peralatan makan tersebut dapat terciprat air
cuci piring atau cuci tangan sehingga bisa menimbulkan
diare
Solusi/saran :
Setelah dicuci sebaiknya piring serta peralatan makan
langsung dilap dengan kain bersih dan di masukkan ke
lemari makan. wadah untuk peralatan makan yang
sudah bersih jangan bersebelahan dengan bak cuci
piring.

38
Kamar
Masalah :
- Kolong tempat tidur sulit untuk di sapu dan di pel tidak pernah
dibersihkan
- Kursi dan meja belajar tidak ergonomi
- Tidak ada pencahayaan matahari langsung masuk ke dalam
kamar
Masalah yang dapat menimbulkan penyakit kedepannya :
- ISPA, penyakit kulit, asma
- Kifosis postural
- Low Back Pain
Solusi/saran :
- Sprei diganti setiap 1-2 minggu sekali
- Tempat tidur digeser supaya kolong tempat tidur dapat
dibersihkan
- Pintu kamar dibuka saat pagi-siang hari agar pertukaran
sirkulasi udara baik
- Mengganti kursi serta meja belajar yang ergonomi

39
Kamar Mandi
Masalah :
Salah satu kamar mandi menggunakan bak mandi namun tanpa
penutup bak mandi.
Masalah yang dapat menimbulkan penyakit kedepannya :
Bak mandi yang terbuka dapat memicu adanya jentik-jentik
nyamuk. Solusi/saran :
Menguras bak mandi minimal 3 hari sekali. serta menaburi bak
mandi dengan bubu abate untuk membunuh larva nyamuk aedes
aegepty. Dan membeli penutup bak mandi.

40
Daftar Pustaka
1. Muhammad H S, IGA A P. Profil Pasien Vitiligo Di Poli Kulit Kelamin Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah Periode 2013 – 2015. Jurnal Medika Udayana, Vol.10
No.2,Februari, 2021
2. Anurogo D. dan Ikrar T. “Vitiligo.” Surya University, Neurscience Department, School

of Medicine, University of California, 2014; 41:666.


3. Lee, H., Lee, M., Lee, D., Kang, H., Kim, K., dan Choi, G. Prevalence of vitiligo and

associated comorbidities in Korea.” Yonsei Medical Journal, 2015;56(3):719. 4. Matin R,


2010. Vitiligo in adults and children, diunduh dari: http://www.clinicalevidence.com,
pada 5 Januari 2016.
5. Nicolaidou E, Antoniou C, Miniati A, Lagogianni E, Matekovits A, Stratigos A, et al.

Childhood-and later-onset vitiligo have diverse epidemiologic and clinical


characteristics. J Am Acad Dermatol. 2011; 66(6):954-8.
6. Herperian. Terapi Vitiligo pada Pelayanan Kesehatan Primer. Fakultas Kedokteran,

Universitas Lampung. J Medula Unila. Volume 4. Nomor 3 Januari 2016. 7. Soepardiman


Lili, Kelainan pigmen “Vitiligo”, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta,1999,Hal:274-76

8. Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2016. p.


352-57
9. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Chapter 74. Vitiligo. In: Goldsmith LA, Katz SI,

Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. eds. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine, 8e New York, NY: McGraw-Hill;2012.
10. Malhotra, N., & Dytoc, M. (2013). The Pathogenesis of Vitiligo. Journal of Cutaneous

Medicine and Surgery, 17(3), 153–172. https://doi.org/10.2310/7750.2012.12005 11.


Lakhani, D. M., & Deshpande, A. S. (2014). Various treatments for vitiligo: Problems
associated and solutions. Journal of Applied Pharmaceutical Science, 4(11), 101–105.
https://doi.org/10.7324/JAPS.2014.41118

41
12. Ezzedine K, Lim H, Suzuki T, Katayama I, Hamzavi I, Lan C et al. Revised

classification/nomenclature of vitiligo and related issues: the Vitiligo Global Issues


Consensus Conference. Pigment Cell & Melanoma Research. 2012;25(3):E1-E13.
13. Faria A, Tarlé R, Dellatorre G, Mira M, Castro C. Vitiligo - Part 2 - classification,

histopathology and treatment. Anais Brasileiros de Dermatologia. 2014;89(5):784-790.


14. Leung, A. K. C., & Barankin, B. (2014). A Hypopigmented Patch Answer : Nevus

depigmentosus, (April), 169–172.


15. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta:
PERDOSKI; 2017.
42

Anda mungkin juga menyukai