IKTIOSIS VULGARIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Malikussaleh Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara
Oleh :
Preseptor :
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan rahmat, karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “iktiosis vulgaris” sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Kulit dan Kelamin Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada dr.
Wizar Putri Mellaratna, M. Ked (DV), Sp. DV sebagai pembimbing yang telah
meluangkan waktunya memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di
bagian/SMF Ilmu Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia
Kabupaten Aceh Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang
membangun demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi banyak pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
2.1 Definisi
Iktiosis vulgaris merupakan kelainan genetik pada kulit yang diturunkan
secara autosomal dominan ditandai dengan kulit bersisik akibat adanya perubahan
bentuk gen profilagrin. Sisik pada iktiosis vulgaris paling jelas terlihat pada
permukaan ekstensor dari ekstremitas, terutama ektremitas bawah. Iktiosis
menunjukan abnormalitas pembentukan dan deskuamasi dari keratinosit dari
epidermis. Keratinosit terdapat mulai dari stratum basal sampai startum korneum
dengan setiap lapisan memproduksi protein keratin yang berbeda-beda. Mutasi
bisa menyebabkan terjadinya perubahan seperti perbedaan ukuran, bentuk dan
defek pada keratin (5).
2.2 Epidemiologi
Iktiosis vulgaris merupakan penyakit genetik autosomal dominan dimana
kejadiannya umumnya muncul pada masa awal anak-anak dan merupakan bentuk
iktiosis yang paling umum terjadi, sekitar 95% dari keseluruhan kasus. Onset
iktiosis vulgaris pada usia 3 hingga 12 bulan dengan insidens yang sama antara
laki-laki dan perempuan. Prevalensi kejadian di Amerika 1:300. Sedangkan
prevalensi kejadian secara internasional berkisar 1:250. Iktiosis vulgaris biasanya
tidak muncul pada saat kelahiran tetapi muncul saat tahun pertama kehidupan
pasien dan umumnya pada saat pasien umur 5 tahun (6).
Iktiosis vulgaris herediter ditemukan di seluruh dunia, dan prevalensi
tergantung pada lokasi. Satu studi di Berkshire, Inggris, mengamati frekuensi 1
kasus dalam 250 anak sekolah. Iktiosis acquired sangat jarang. Prevalensinya di
seluruh dunia tidak diketahui. Sama insiden pada pria dan wanita. Pewarisan
autosomal dominan bersifat Umum. Estimasi prevalensi iktiosis vulgaris antara
4,0%-7,7% di Eropa dan 2,29%-3,0% di Asia. Mutasi filaggrin dikatakan rendah
pada populasi berkulit gelap. Sekitar dua per tiga pasien memiliki mutasi alel
ganda dan menyebabkan penyakit yang relatif serius, sedangkan sepertiga sisanya
memiliki mutasi alel tunggal dengan penyakit yang lebih ringan (1).
3
4
2.3 Etiologi
Iktiosis vulgaris merupakan penyakit yang ditransmisikan secara genetik
dengan pola autosomal semi-dominan dan menunjukkan mutasi filaggrin yang
bervariasi. Epidermis tersusun dari beberapa protein sel yang disebut keratin. Pada
iktiosis vulgaris terdapat defek pada gen yang berperan dalam pembentukan
keratin. Gen tersebut adalah filagrin atau filament aggregrating protein (FLG).
Adanya defek pada filagrin ini menyebabkan proses keratinisasi terganggu
sehingga kulit menebal, kering, bersisik dan mengelupas (7). Hilangnya filaggrin
juga dapat mengurangi kemampuan squame untuk tetap terhidrasi saat mereka
bergerak naik melalui stratum korneum, menghasilkan skala yang berlebihan.
Fungsi penghalang yang abnormal pada IV mendorong mekanisme perbaikan
kompensasi yang mencakup hiperplasia epidermal, yang mengakibatkan
hyperkeratosis (4)
2.4 Patogenesis
Stratum korneum adalah lapisan kulit terluar yang salah satu fungsinya
adalah mempertahankan keseimbangan air dalam kulit agar kulit tidak menjadi
kering. Pada stratum korneum terdapat komponen lemak interseluler yang
berperan penting dalam menahan air yang disebut ceramide. Sel stratum korneum
pada penyakit iktiosis vulgaris berukuran lebih kecil dan kurang mengandung
ceramide jika dibandingkan dengan kulit normal, sehingga permeabilitas terhadap
air meningkat. Selain itu, dalam mempertahankan kekuatan sel kulit dibutuhkan
filamen keratin, filamen-filamen inilah yang membantu sel kulit dalam
mempertahankan bentuknya. Pada iktiosis vulgaris terjadi agregrasi atau
penarikan terhadap filamen-filamen ini oleh karena terjadi defek pada filagrin,
sehingga menyebabkan sel-sel kulit menjadi menyusut. Penyusutan sel kulit ini
selanjutnya menyebabkan kerusakan pembentukan faktor pelembab alami (natural
moizturizing factor), sehingga stratum korneum sudah tidak dapat lagi
5
Onset klinis dari iktiosis vulgaris biasanya muncul pada umur kurang dari
satu tahun. Kulit pasien dapat mengalami xerosis bahkan hingga bersisik terutama
pada lapisan ekstensor dari ekstremitas, bagian kepala, bagian tengah wajah serta
seluruh badan. Permukaan ekstensor ekstremitas bawah lebih sering terkena pada
orang dewasa daripada pada anak-anak. sedangkan aksila yang lebih terhidrasi,
fossa antecubital dan poplitea jarang terlibat Sisik biasanya melekat di tengah
dengan tepi longgar dan lebih kecil pada anak-anak dibandingkan pada orang
dewasa. Sisik yang lebih halus bisa berwarna keabu-abuan, keperakan, dan
mengkilap. Sedangkan sisik di bagian kepala biasanya hampir serupa dengan
ketombe. Pecah-pecah, didefinisikan sebagai celah yang menyakitkan pada
tangan, jari dan tumit, suatu ciri yang sangat dipengaruhi oleh kelembaban
lingkungan, ditemukan pada 76% anak sekolah di Inggris dengan IV. dan
6
dikaitkan dengan FLG mutasi pada pasien dengan AD, dan pada orang dewasa
dari populasi umum (4).
2.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis iktiosis vulgaris hampir sama dengan penegakan
diagnosis penyakit lain yaitu dengan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang;
2.6.1 Anamnesis
Walaupun kulit pada iktiosis vulgaris herediter terlihat dan terasa normal
saat lahir, ini berangsur-angsur menjadi kasar dan kering pada anak usia
dini.
a. Kulit cenderung bersisik menjadi gejala yang paling menonjol yang
terdapat pada permukaan ekstensor ekstremitas.
b. Dahi dan pipi mungkin terkena lebih awal, tapi biasanya sisik kulit
berkurang dengan pertambahan usia.
c. Riwayat keluarga dengan iktiosis vulgaris herediter mungkin sulit
untuk dipastikan karena berbagai derajat peningkatan gejala berbeda
pada setiap individu
8
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Medikamentosa
- Tazarotene (Tazorac)
2.8.2 Edukasi
a. pelembab harus dipakai secara terus menerus untuk menjaga
kelembapan kulit.
b. kulit harus dihindari dari gosokan yang agresif.
c. penggunaan sabun ph netral seperti sabun bayi.
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan oleh ichthyosis vulgaris antara lain : fissure
pada ekstrimitas, infeksi sekunder, dan kondisi yang berhubungan dengan
penyakit sistemik (2).
2.10 Prognosis
BAB 3
KESIMPULAN
3. Mertz SE, Nguyen TD, Spies LA. Ichthyosis Vulgaris: A Case Report and Review
of Literature. J Dermatol Nurses Assoc. 2018;10(5):235–7.
4. Baghikar S, Banitez A, Pineros PF, Gao Y, Baig AA. Akses Publik HHS. HHS
Public Access. 2019;1–13.
15
16