IKTIOSIS VULGARIS
Oleh :
1902611171 Anindita Pramanik
1902611165 Ida Bagus Budha Dharma Kusuma
1902611167 I Made Surya Vedo Wirananda
Pembimbing :
dr. Ni Luh Putu Ratih Vibriyanti Karna, Sp.KK(K), FINSDV
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Iktiosis Vulgaris” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV selaku
Ketua SMF/Bagian Dermatologi dan Venereologi FK Universitas Udayana,
RSUP Sanglah, Denpasar,
2. dr. Ni Made Dwi Puspawati, SpKK, FINSDV selaku Koordinator Pendidikan
Dokter SMF Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar,
3. dr. Ni Luh Putu Ratih Vibriyanti Karna, Sp.KK(K), FINSDV selaku dokter
pembimbing yang senantiasa membimbing dan memberikan masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini,
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah
kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Denpasar, Augustus 2020
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi 3
2.3 Etiologi 3
2.4 Patofisiologi 3
2.5 Manifestasi Klinis 4
2.6 Diagnosis 5
2.7 Diagnosis Banding 7
2.8 Penatalaksanaan 8
2.9 Prognosis 10
BAB III LAPORAN KASUS 11
3.1 Identitas Pasien 11
3.2 Anamnesis 11
3.3 Pemeriksaan Fisik 12
3.4 Pemeriksaan Penunjang 14
3.5 Diagnosis Banding 14
3.6 Diagnosis Kerja 15
3.7 Penatalaksanaan 15
3.8 KIE 15
3.9 Prognosis 15
BAB IV PEMBAHASAN 16
BAB V KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA 20
BAB I
PENDAHULUAN
Iktiosis mengacu pada kelompok penyakit kulit yang relatif jarang, adanya
kekeringan yang berlebih pada permukaan kulit yang bersisik, dianggap sebagai
gangguan pada keratinisasi atau kornifikasi kulit yang disebabkan oleh
diferensiasi yang abnormal dari epidermis dan metabolisme.1 Pendapat lain juga
mengatakan iktiosis merupakan istilah yang dipakai untuk beberapa penyakit
turunan yang dicirikan oleh adanya skuama berlebih pada kulit karena gangguan
pembentukan keratin dimana sekresi kelenjar minyak dan keringat berkurang2.
Iktiosis vulgaris adalah bentuk iktiosis yang paling umum terjadi dan relatif
lebih ringan dari bentuk iktiosis lainnya. Iktiosis vulgaris terdapat sekitar 95%
dari semua kasus iktiosis. Hal ini disebabkan oleh perubahan ekspresi profilaggrin
menuju pengikisan (scaling) dan pengelupasan (desquamation). Terlihat derajat
ini dipertahankan untuk waktu yang lebih lama dan hanya berupa suatu kumpulan
pergantian kulit.
1
namun tanda dan gejala iktiosis vulgaris biasanya menjadi jelas dalam tahun
pertama kehidupan.
Iktiosis acquired, biasanya muncul untuk pertama kalinya dalam masa dewasa,
adalah kondisi nonhereditary yang terkait dengan penyakit sistemik. Iktiosis
acquired jarang dan harus dilihat sebagai penanda penyakit sistemik, termasuk
keganasan. Penyebabnya biasanya dihubungkan dengan penggunaan obat
tertentu3,4,5.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Iktiosis vulgaris adalah iktiosis yang disebabkan oleh mutasi gen untuk
mengkode filaggrin, suatu kunci protein yg trmasuk dalam fungsi barier kulit.
Iktiosis vulgaris adalah bentuk yang paling ringan dari iktiosis dengan gejala kulit
yang kering dan bersisik.1
2.2 Epidemiologi
Iktiosis vulgaris biasanya tidak ada pada saat lahir. Yang banyak muncul
pada kebanyakan pasien yang terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
sebagian besar terjadi pada usia 5 tahun. Besarnya jumlah biasanya meningkat
sampai pubertas dan kemudian menurun dengan pertambahan usia.5
2.3 Etiologi
Dalam beberapa studi disebabkan oleh bahan biokimia, hal ini hanya dapat
berefek pada kulit saja. Penurunan produksi asam amino dan beberapa
metabolisme ion dapat menurunkan kadar air dalam stratum korneum sehingga
dapat menyebabkan kulit kering dan dapat memperparah penyakit ini, tidak ada
pengaruh kelainan produksi lipid yang mempengaruhi penyakit ikhtiosis vulgaris.7
2.4 Patofisiologi
Gen penyebab telah diidentifikasi sebagai filaggrin gen (FLG). Sebuah hasil dari
penurunan produksi filaggrin, yang fungsinya melembabkan epidermis, terjadi
3
pengelupasan yang abnormal dari sel tanduk dan kekeringan dan pengelupasan
dari kulit.
Lapisan sel tanduk yang tipis and tereduksi atau kehilangan granul keratohialin
dan lapisan sel granul karena kehilangan atau reduksi dari filaggrins.
● Kulit kering, paling sering pada permukaan ekstensor kaki dan punggung.
● Kulit bersisik halus
● Penebalan kulit
● Gatal-gatal ringan pada kulit merupakan keluhan subjektif dimana akan
reda jika musim panas, dan semakin menjadi pada musim dingin.5
4
Gambar 2.1 Iktiosis Vulgaris
2.6 Diagnosis
● Anamnesis
- Walaupun kulit pada iktiosis vulgaris herediter terlihat dan terasa
normal saat lahir, ini berangsur-angsur menjadi kasar dan kering
pada anak usia dini.
5
- Cenderung bersisik menjadi gejala yang paling menonjol yang
terdapat pada permukaan ekstensor ekstremitas dan tidak ada pada
permukaan fleksor.
- Area popok biasanya tidak terpengaruh.
- Dahi dan pipi mungkin terkena lebih awal, tapi biasanya sisik kulit
berkurang dengan pertambahan usia.
- Gejala perbaikan penting terjadi selama bulan-bulan musim panas.
- Banyak pasien iktiosis vulgaris herediter terkait manifestasi atopik
(misalnya, asma, ekzema, alergi serbuk bunga). Kondisi atopik
dapat ditemukan dalam banyak anggota keluarga, dengan atau
tanpa gejala iktiosis vulgaris. Salah satu studi mencatat manifestasi
atopik dihampir separuh (41%) pasien memiliki setidaknya satu
orang relative yang juga terpengaruh.5
● Pemeriksaan Fisik
6
● Pemeriksaan Penunjang
Dermatopatologi: Tidak adanya lapisan granular, lapisan germinatif rata.6
IV XLI BCIE IL HI
Sering Tidak Jarang Jarang Sangat
Frekuensi
sering jarang
autosomal X-linked Autosomal Autosomal Autosomal
Pola warisan
dominan resesif Dominan Resesif Resesif
Masa anak Saat lahir Saat lahir Saat lahir Saat lahir
Onset muncul permulaan,
infant
Belakang Perut, Seluruh Seluruh Seluruh
Klinis Lokasi punggung, leher, pipi tubuh tubuh tubuh
permukaan
7
ekstensor
dan fleksor
Sisik halus Sisik Hyper-kera Sisik Kulit
besar, tosis berat besar, tebal,
Bentuk berwarna berwarna fisura
coklat tua gelap dalam,
ektropion
Hiperkerat Hiperkera Degenerasi Hiperkerat Hiperkerat
osis, tosis, lapisan sel osis osis berat
lapisan lapisan granular dengan
Patologi
granular granular atau tanpa
tipis hampir keratosis
normal
Filaggrin Steroid Keratin 1 Transgluta ABCA 12
Gen Penyebab (FLG) sulfatase atau minase 1
keratin 10
Ket: IV : IchtyosisVulgaris
LI :Lamellar Ichtyosis
HI :Harlequin Ichtyosis
2.8 Penatalaksanaan
8
● Topical retinoid. (misalnya tretinoin, tazarotene). Obat ini dapat
mengurangi kekompakan sel-sel epitel, merangsang mitosis dan omset,
dan menekan sintesis keratin.
9
● Penghapusan sisik pada kulit dapat dibantu oleh keratolitik (misalnya,
asam salisilat), yang menyebabkan disagregasi corneocyte di corneum
lapisan atas. Pada sediaan 6% gel asam salisilat dapat digunakan pada
daerah yang terbatas.
● KIE:
2.9 Prognosis
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Kulit bersisik
11
ruangan panas dan memburuk apabila kondisi ruangan dingin. Pasien juga sempat
mengatakan dirinya bersin lebih dari 5 kali setelah bangun setiap pagi.
Riwayat Pengobatan
Penderita sebelumnya sempat menggunakan minyak oles dan pelembab
tradisional untuk mengatasi keluhan kulit bersisik yang dialami penderita.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien merupakan seorang
pelajar dibangku SMP. Pasien tinggal bersama kedua Orang Tuanya dan 1 orang
saudaranya.
12
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur Aksila : 36,5oC
Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+, isokor
THT : Tonsil T1/T1, faring hiperemi (-)
Thorax : Cor : S1S2 normal, reguler, murmur (-)
Pul : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : Edema (-/-), hangat (+/+)
Status Dermatologi
Lokasi : Regio wajah, Dorsum manus dextra et sinistra,
Dorsum Pedis dekstra et sinistra, punggung, toraks
Efloresensi : makula hiperpigmentasi multiple batas tegas bentuk
geografika ukuran bervariasi 0,5 x 1 cm – 1x1 cm,
diatasnya terdapat skuama kecoklatan yang
berbentuk menyerupai iktiosis formis.
Mukosa : Hiperemis (-)
Rambut : Rambut rontok (-), warna hitam
Kuku : Pitting nail (-), rapuh (-)
Fungsi kelenjar keringat : Hiperhidrolisis (-), anhidrosis (-)
Kelenjar limfe : Pembesaran KGB leher belakang (-)
Saraf : Penebalan saraf (-), parastesi (-)
13
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Usulan Pemeriksaan:
- Histopatologi
14
3.6 Diagnosis Kerja
Iktiosis Vulgaris
3.7 Penatalaksanaan
- Tretinoin krim 0,1% tiap 24 jam pada kulit kering, waktu malam
- Urea 10% tiap 12 jam, setelah mandi
3.8 KIE
- Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kelembaban kulit dengan
menggunakan pelembab
- Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggaruk/menggosok kulit
- Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan sabun bayi waktu mandi
3.9 Prognosis
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Kosmetikam : ad bonam
15
BAB IV
PEMBAHASAN
16
Ibu pasien mengeluhkan keluhan kulit bercak kering sejak kecil dan
memiliki asma . Banyak pasien iktiosis vulgaris herediter terkait manifestasi
atopik (misalnya, asma, ekzema, alergi serbuk bunga). Kondisi atopik dapat
ditemukan dalam banyak anggota keluarga, dengan atau tanpa gejala iktiosis
vulgaris.
Pemeriksaan yang dapat menyokong diagnosis iktiosis vulgaris
selanjutnya adalah efloresensi dermatologi (gambaran klinis) yang dapat dilihat
pada pasien, dan dari pasien ini dapat ditemukan makula hiperpigmentasi
multiple batas tegas bentuk geografika ukuran bervariasi 0,5 x 1 cm – 1x1 cm, di
atas nya terdapat skuama kecoklatan yang berbentuk menyerupai iktiosis formis.
Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada iktiosis vulgaris adalah pemeriksaan histopatologi (biopsi kulit)
atau biokimia untuk menyingkirkan iktiosis resesif terkait-X (X-linked recessive
ichthyosis), misalnya tes steroid sulfatase atau elektroforesis lipoprotein.
Tatalaksana iktiosis vulgaris pendekatan utama nya terletak pada
pengobatan dari dua kondisi baik mencakup hidrasi kulit dan penerapan sebuah
salep untuk mencegah penguapan. Hidrasi mempromosikan desquamation dengan
meningkatkan aktivitas enzim hidrolitik dan kerentanan terhadap kekuatan
mekanik. Kelenturan dari stratum corneum juga ditingkatkan. Pemberian topical
retinoid berupa tretinoin krim 0,1% pada kulit kering dapat mengurangi
kekompakan sel-sel epitel, merangsang mitosis dan omset, dan menekan sintesis
keratin.Lalu pemberian pelembab yang mengandung urea dalam kekuatan lebih
rendah (10-20%) menghasilkan stratum corneum yang lebih lentur dengan
bertindak sebagai Humectant.
17
BAB V
KESIMPULAN
Iktiosis vulgaris (IV) merupakan bentuk iktiosis yang paling sering dan
paling ringan. IV adalah kelainan kulit dengan penampakan kulit berskuama
seperti ikan, keratosis pilaris, hiperlinearitas telapak tangan.
18
Prognosis dari penyakit ini cukup baik. Iklim yang hangat dan lembab
membantu pemulihan karena kondisi cenderung memburuk selama bulan musim
dingin. Karena itulah pasien sering memilih untuk tinggal di daerah tropis Tidak
ada pengobatan preventif untuk kelainan ini.
19
DAFTAR PUSTAKA
20