Anda di halaman 1dari 5

REAKSI ID

Reaksi id, atau autoeczematisasi, adalah suatu reaksi akut pada kulit yang
disebabkan berbagai macam etiologi, termasuk kondisi kulit yang terinfeksi dan
meradang. Ruam yang gatal menandai bahwa reaksi id, yang umumnya karena
reaksi immunologi, dikenal juga sebagai dermatoftid, pediculid, atau bakteri yang
dihubungkan dengan suatu proses infeksi. Gejala klinis dan histopatologi bervariasi
dan bergantung pada etiologi dari erupsinya.
Suatu reaksi kulit yang disertai perkembangan dari bermacam-macam
kelainan kulit sebagai respon dari infeksi (virus, bakteri, jamur, parasit), kondisi kulit
yang meradang atau penyebab lain lain. Reaksi kulit dapat bermacam-macam
mulai dari kulit yang gatal dan merah berkembang menjadi lepuh dan melibatkan
berbagai bagian dari tubuh.

Patofisiologi
Sementara ini, penyebab reaksi id tidak diketahui secara pasti, faktor-faktor berikut
dianggap sebagai yang bertanggung jawab:
(1) Pengenalan sistem imun yang abnormal dari autologous antigen kulit
(2) Meningkatnya rangsangan normal sel T oleh kulit dengan mengubah Konstituen
kulit
(3) Penurunan ambang batas iritasi
(4) Penyebaran antigen yang infeksius dengan respon sekunder
(5) Penyebaran hematogen sitokin dari lokasi utama.

Mortalitas dan morbiditas disebabkan oleh gejala dari reaksi id dan kejadian akut
dari erupsi utama. Kondisi ini tidak memiliki predileksi pada setiap ras atau kelompok
etnik. Kondisi ini juga tidak memiliki predileksi pada jenis kelamin tertentu.
berdasarkan predileksi kelompok umur tidak diketahui tetapi dipengaruhi oleh
penyebab utama reaksi.

Manifestasi Klinis
Reaksi id diakibatkan oleh bermacam stimuli, termasuk kondisi kulit yang terinfeksi
dan meradang. Manifestasi dermatologi tergantung pada etiologi dari erupsi. Umum
gejalanya meliputi sebagai berikut:
Bermacam tingkat gatal pada umumnya dapat ditemukan
Satu serangan akut yang sangat gatal, erythematous, maculopapular, atau
erupsi papulovesicular terjadi 1-2 minggu setelah infeksi primer atau
dermatitis. Reaksi id berhubungan dengan dermatitis stasis biasanya simetris
dan melibatkan lengan bawah, paha, kaki, badan, muka, tangan, leher, dan
kaki.
Reaksi id biasanya didahului oleh eksaserbasi dari dermatitis sebelumnya
yang diinduksi oleh infeksi, penggarukan, atau pengobatan yang tidak sesuai.
(Reaksi id pada tinea incognito pernah dilaporkan)
Reaksi id juga pernah dilaporkan timbul setelah terapi radiasi dari tinea
capitis.
Vesikel dapat timbul pada tangan atau kaki.
Jari-jari bisa sensitif
Dapat juga terjadi karena perjalanan penyakit yang berhubungan dengan
paparan agen yang menyebabkan infeksi
Tindakan religius atau adat istiadat tertentu dapat memungkinkan menjadi
penyebab alergi kontak yang mungkin menimbulkan reaksi id.

Gambaran klinis reaksi id sungguh bervariasi dan sebagian besar penyebabnya
dapat diketahui. Reaksi id, menurut definisi, terdapat pada lokasi yang jauh dari
infeksi primer atau dermatitis. Mereka biasanya tersebar secara simetris. Gambaran
klinisnya meliputi sebagai berikut:
Suatu erupsi yang tersebar luas, papul-papul follicular kecil simetris,
berhubungan dengan suatu kerion dan suatu erupsi pompholyxlike biasanya
dihubungkan dengan tinea pedis.
Suatu keadaan akut, sangat gatal, reaksi maculopapular atau papulovesicular
yang simetris melibatkan lengan bawah, paha, kaki, tubuh, muka, tangan,
leher, dan kaki adalah khasnya dari reaksi id dengan dermatitis stasis.
Erupsi seperti Erisipelas pada kaki bagian anterior sekunder karena suatu
dermatofitosis dapat terjadi (tidak sering).
Manifestasi extrakutan diantaranya demam, anoreksia, adenopathy luas,
splenomegaly, dan leukositosis (tidak sering).
Gambaran klinis jarang seperti eritema multiforme
Etiologi
Infeksi dermatofit, histoplasmosis paru, mycobacteria, virus, bakteri, atau
parasit (pediculosis).
Dermatitis kontak, Dermatitis stasis, atau dermatitis eczematous lain.
Papulonecrotic tuberculid dan beberapa tuberculids lain, kini dianggap
sebagai wujud sebenarnya dari tuberculosis dan bukan reaksi id oleh karena
pada identifikasi (oleh polymerase chain reaction) Mycobacterium
tuberculosis ditemukan pada kelainan.

Diferensial Diagnosa
1. Dermatitis Atopic
2. Dermatitis Kontak Alergika
3. Dermatitis Kontak Iritan
4. Cutaneous T-Cell Lymphoma
5. Tuberkulosis Kutis
6. Dermatitis Herpetiformis
7. Drug Eruptions
8. Dyshidrotic Eczema
9. Eosinophilic Pustular Folliculitis
10. Erysipelas
11. Folliculitis
12. Gianotti-Crosti Syndrome (Papular
Acrodermatitis of Childhood)
13. Granuloma Annulare
14. Insect Bites
15. Linear IgA Dermatosis
16. Papulonecrotic Tuberculids
17. Pityriasis Lichenoides
18. Pityrosporum Folliculitis
19. Prurigo Nodularis
20. Scabies

Diagnosis
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium reaksi id adalah untuk dermatophytids.
Kriteria yang tegas termasuk suatu infeksi dermatofit dan suatu temuan uji
kulit yang positif untuk suatu antigen trichophytin yang spesifik.
Tidak adanya jamur pada kelainan dermatophytid dan tidak adanya
dermatophytid setelah jamur dibasmi perlu untuk mengkonfirmasikan hasil
diagnosa pasti suatu reaksi dermatophytid.
Pemeriksaan lain
Pach Test diperlukan untuk menyingkirkan sekunder dermatitis kontak
alergika. Pach Test juga diperlukan untuk mengidentifikasi kontak alergen.
Biopsi dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin yang rutin bisa sangat
menolong untuk menyingkirkan noneczematous dermatoses, yang
mempunyai morfologi yang sama dengan reaksi id.
Pemeriksaan Histopatologi
Histopatologi dari kelainan papulovesicular yang khas mengungkapkan suatu
infiltrasi superficial perivascular lymphohistiocytic dengan epidermis spongiotic,
sering kali dengan vesikulasi. Sejumlah kecil dari eosinofili dapat ditemukan infiltrasi
di dermis. Dengan definisi, infeksi seharusnya tidak ditemukan pada spesimen.

Penatalaksanaan
Tujuannya untuk mendapatkan terapi yang adekuat terhadap penyebab infeksi atau
dermatitis yang menyebabkan reaksi id. Sering timbul Kekambuhan, terutama jika
penyebab utamanya tidak diterapi dengan adekuat.
Penatalaksanaan erupsi
Kortikosteroid topikal atau sistemik
Kompres basah
Antihistamin sistemik
Farmakoterapi
Tujuan utama pengobatan farmakoterapi adalah untuk mengurangi angka kesakitan
dan mencegah komplikasi.
1. kortikosteroid Membantu memperbaiki kelainan dan mengurangi gejala gatal.
Kekuatan dan pemakaian suatu kortikosteroid topikal harus dipilih berdasarkan
tingkat, lokasi, dan bentuk dari erupsi. Kortikosteroid sistemik bisa digunakan untuk
erupsi yang berat. Beberapa kortikosteroid yang sering digunakan adalah :
Amcinonide (Cyclocort)
Fluocinonide (Fluonex, Lidex)
Prednisone (Orasone, Sterapred, Deltasone)
Methylprednisolone (Depo-Medrol, Medrol, Adlone, Solu-Medrol)
2. Antihistamin Obat ini dapat mengurangi gatal. Mengurangi garukan dengan
menghambat pelepasan histamine secara endogen. Beberapa antihistamin yang
sering digunakan adalah :
Diphenhydramine (Benadryl, Benylin, Caladryl, Dermapax)
Loratadine (Claritin, Alavert)

Komplikasi
Infeksi sekunder
Dermatitis kontak alergi sekunder akibat dari pengobatan topikal atau
penggunaan emollien.

Prognosis
Prognosis umumnya baik selama etiologinya diketahui dan di terapi dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai