Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

NEURALGIA TRIGEMINAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Oleh :

Jihan Nabila, S.Ked


2106111026

Preseptor :
dr. Basli Muhammad, Sp.S

BAGIAN/SMF NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena hanya dengan rahmat, karunia dan izinNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Neuralgia
Trigeminal” sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepanitraan
Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Neurologi Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih
yang tak terhingga kepada dr. Basli Muhammad Sp.S sebagai
pembimbing yang telah meluangkan waktunya memberi arahan kepada
penulis selama mengikuti KKS di bagian/SMF Neurologi Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Lhokseumawe, Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 4
BAB II LAPORAN KASUS........................................................................ 6
2.1 Identitas Pasien................................................................................ 6
2.2 Anamnesis........................................................................................ 6
2.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................ 8
2.4 Pemeriksaan Neurologis.................................................................. 10
2.5 Pemeriksaan Penunjang................................................................... 14
2.6 Resume............................................................................................. 16
2.7 Diagnosa........................................................................................... 16
2.8 Terapi............................................................................................... 16
2.9 Prognosis.......................................................................................... 17
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 20
3.1 Definisi............................................................................................. 20
3.2 Epidemiologi.................................................................................... 20
3.3 Etiologi............................................................................................. 21
3.4 Klasifikasi ....................................................................................... 21
3.5 Patofisiologi..................................................................................... 25
3.6 Diagnosis.......................................................................................... 28
3.7 Penatalaksanaan............................................................................... 32
BAB IV ANALISA KASUS........................................................................ 39
BAB V KESIMPULAN............................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 42

3
BAB I

PENDAHULUAN

Trigeminal Neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah


satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah
ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf
yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak.
Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai
dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang
diakibatkan oleh berbagai penyebab (4).
Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa
detik sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa
seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat,
seperti nyeri saat kena setrum listrik (3).
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan
200.2 pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada
sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan
penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10 %
kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun (5).

Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada


mereka yang berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita
berusia muda dan anak-anak (2). Trigeminal Neuralgia merupakan penyakit
yang relatif jarang, tetapi sangat mengganggu kenyamanan hidup penderita,
namun sebenarnya pemberian obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia
biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim
ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang yang tidak
mengetahui dan menyalahartikan Neuralgia Trigeminal sebagai nyeri yang
ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan
tidaklah tuntas (1).
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. R
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
MR : 01.04.38
Alamat : Dusun Darul Aman, Desa Tanjong
Meunye, Kec Tanah Jambo Aye.
Pekerjaan : Tukang Bangunan
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Aceh
Ruangan : Neurologi
Tanggal pemeriksaan : 23 Maret 2022

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Nyeri pipi sebelah kiri.
2.2.2 Keluhan tambahan
Nyeri seperti di tusuk-tusuk dan terasa panas pada wajah sebelah
kiri.
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien laki-laki berusia 51 tahun dibawa ke RSU Cut Meutia


oleh keluarganya dengan keluhan nyeri pipi sebelah kiri. Nyeri
dirasakan sejak empat bulan yang lalu namun karena alasan
keterbatasan ekonomi pasien tidak datang untuk berobat ke
rumah sakit. keluhan semakin memberat dalam tiga hari ini.
Nyeri dirasakan pasien seperti di tusuk-tusuk dan terasa panas
pada wajah sebelah kiri terutama jika tersentuh. Nyeri
dirasakan hilang timbul, lamanya serangan nyeri dirasakan
±15-30 menit. Nyeri juga dirasakan menjalar pada pipi, sekitar
area mata, rahang bawah dan dagu sebelah kiri. Riwayat timbul
lesi pada wajah berupa bintik-bintik berisi cairan tidak ada.
Berdasarkan anamnesis, Pasien mengeluh nyeri ketika
berbicara, makan, menggosok gigi, juga jika tersentuh. Serta
pasien juga mengaku nyeri jika terkena air. Nyeri dirasakan
pasien terus menerus hampir setiap hari. Keluhan pada wajah
sebelah kanan disangkal. Pasien mengaku lima bulan yang lalu
pernah terjatuh dan terbentur kayu Pasien datang dengan
kesadaran (GCS E4M6V5).
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat penyakit dengan lesi kulit wajah sebelah kiri sebelumnya
(Herpes) disangkal
Riwayat keluhan seperti ini (-)
Riwayat diabetes mellitus disangkal
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga mengalami hal serupa (-)
Riwayat hipertensi pada keluarga (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat Sesak Nafas (-)
2.2.6 Riwayat penggunaan obat
Pasien mengatakan belum pernah berobat sebelumnya dikarenakan
alasan perekonomian hingga kini keluhan memberat akhirnya pasien
dibawa ke RS Cut Meutia.
2.2.7 Riwayat sosioekonomi
Pasien adalah seorang Tukang Bangunan. Sumber penghasilan
keluarga berasal dari pasien dengan penghasilan 1.000.000,00 –
2.000.000,00 per bulan. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.
Kesan : Sosial Ekonomi Menengah Bawah
2.2.8 RiwayatAlergi

Obat : disangkal
Makanan : disangkal
7

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4M6V5)
Tekanan darah : 114/70 mmHg
Nadi : 69 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36,8 oC
b. Status Generalis
Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak
sianosis.
Kepala :
- Bentuk : Normosefali, rambut berwarna hitam.
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
ptosis (-/-), edema palpebra (-/-)
- Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), mukosa
hiperemis (-/-), konka hipertrofi (-/-)
- Telinga : Normoaurikula, tidak tampak deformitas,
serumen (-/-), darah (-/-)
- Mulut : sianosis (-), kering (-).

Leher
 Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran
 Arteri karotis : dalam batas normal
 Kelenjar tiroid : dalam batas normal
 Kaku leher (-)
 Spasme (-)
8

Thorax Cor
Inspeksi : Dalam batas normal, scar (-), massa (-)
Palpasi : Dalam batas normal, ketertinggalan gerak (-).
Perkusi :
 Batas atas kiri: ICS II garis parasternal
sinsitra dengan bunyi redup
 Batas atas kanan: ICS II garis parasternal
dekstra dengan bunyi redup
 Batas bawah kiri: ICS V ± 1cm
medial garis midklavikula sinistra dengan
bunyi redup
 Batas bawah kanan: ICS IV garis
parasternal dekstra dengan bunyi redup
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop(-)
Pulmo
Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun
dinamis, retraksi otot-otot pernapasan (-)
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi abdomen (-) scar (-), massa (-)

Auskultasi : peristaltik dalam batas normal.


Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen.
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba.
9

Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-

2.4 Pemeriksaan Neurologis


Status Neurologis
1. GCS : E4M6V5 (compos mentis)
2. Pupil : bentuk bulat, isokor (2mm/2mm)
Refleks cahaya langsung : +/+
Refleks cahaya tidak langsung : +/+
2. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk :-
2. Brudzinski I : -/-
3. Brudzinski II : -/-
4. Kernig : -/-
5. Laseque : -/-
Peningkatan Tekanan
Intrakranial

Muntah :-
Sakit kepala :-
Kejang :-
3. Nervus Kranialis
A. N-I (Olfaktorius)
Normosmia.
B. N-II (Optikus)
a. Visus : 6/6
b. Warna : dalam batas normal
10

c. Lapang pandang : dengan tes konfrontasi (normal)


C. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
Okuli Dextra Okuli Sinistra
a. Gerakan bola mata:
Atas : + +
Bawah : + +
Lateral : + +
Medial : + +
atas lateral : + +
bawah lateral : + +
bawah lateral : + +
bawah medial : + +
b. Ptosis : Tidak ada
c. Starbismus : Tidak ada
d. Pupil : isokor
Lebar : 2mm 2mm
Bentuk : Bulat Bulat
RCL : (+) (+)
RCTL : (+) (+)
d. Diplopia : Tidak ada
e. Nistagmus : (+) / (+) horizontal
4. N-V (Trigeminus)
N. Trigeminus Kanan
Motorik
- Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelianan
- Trismus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Refleks kornea Tidak ada kelainan Tidak ada
kelainan
Sensorik
- Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Pipi Tidak ada kelainan Hiperestesia
- Dagu Tidak ada kelainan Hiperestesia
11

5. N-VII (Facialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : +
b. Motorik
 Angkat alis : +/+
 Mengerutkan dahi : +
 Menutup mata : -/+
 Menggembungkan pipi : +
 Lipatan nasolabialis : Asimetris
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
 Nistagmus : (+) horizontal
 Tes Romberg : Tidak dapat diperiksa
c. Pendengaran : Dalam batas normal
 Tes Rinne : Tidak dapat diperiksa
 Tes Schwabach : Tidak dapat diperiksa
 Tes Weber : Tidak dapat diperiksa
 Tinnitus : Tidak dapat diperiksa
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Reflek menelan :+
b. Reflek batuk :+
c. Reflek muntah :+
d. Posisi uvula : Normal, Deviasi (-)
e. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : Normal
b. Kekuatan M. Trapezius : Normal
c. Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : dalam batas
normal

d. Mengangkat bahu : dalam batas


normal
12

9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah : (-)
b. Atrofi lidah : (-)
c. Deviasi lidah : (-)
d. Fasikulasi : (-)
e. Ataksia : (-)
13

5. Pemeriksaan Motorik
1. Tonus otot
Dbn Dbn
Dbn Dbn

2. Kekuatan Otot
5555 5555
5555 5555

6. Refleks
a. Refleks Fisiologis Kanan Kiri
 Biceps : +2 +2
 Triceps : +2 +2
 Achiles : +2 +2
 Patella : +2 +2
b. Refleks Patologis Kanan Kiri
 Babinski : - -
 Oppenheim : - -
 Chaddock : - -
 Gordon : - -
 Scaeffer : - -
 Hoffman-Trommer : - -
14

7. Sensorik
Ekteroseptif : dalam batas normal
Propioseptif : dalam batas normal

8. Fungsi Otonom
Miksi :+
Defekasi :+
Hidrosis : dalam batas normal.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan laboratorium

2.5.1 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
Laboratorium tanggal 21 Maret 2022
15

Nama Test Hasil Test Nilai Normal


Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin (HGB) 15.24 12.0-18.0 g/dl
Eritrosit (RBC) 5.60 4.5-6.5 juta/uL
Hematokrit (HCT) 43.79 37.0-47.0 %
MCV 78.14 79-99 fL
MCH 27.20 27.0-31.2 pg
MCHC 34.81 33.0-37.0 g/dl
Leukosit (WBC) 9.63 4.0-11.0 ribu/uL
Thrombosit (PLT) 269 150-450 ribu/uL
RDW-CV 11.22 11.5-14.5%
Golongan Darah O -
Bleeding Time 2’ 1-3
Clothing Time 8’30 9-15
Kimia Darah
Fungsi Ginjal
Ureum 23 <50
Kreatinin 1.02 0.6 – 1.1
Asam Urat 1.8 3.4 – 7.0
Glukosa Darah
Glukosa Sewaktu 76.0 <180 mg/dl

Ct-Scan
Ct-Scan tanggal 23 Maret 2022
16
17
18

2.6 Resume
Tn R dibawa ke RSU Cut Meutia oleh keluarganya pada hari
Minggu, 20 Maret 2022 pukul 17.30 wib dengan keluhan nyeri pipi
sebelah kiri. Nyeri dirasakan sejak empat bulan yang lalu dan semakin
memberat dalam tiga hari ini. Nyeri dirasakan pasien seperti di tusuk-
tusuk dan terasa panas pada wajah sebelah kiri terutama jika tersentuh.
Nyeri dirasakan hilang timbul, lamanya serangan nyeri dirasakan ±15-30
menit. Nyeri juga dirasakan menjalar pada pipi, sekitar area mata, rahang
bawah dan dagu sebelah kiri. Bibir pasien tidak simetris miring ke kiri dan
mata kiri pasien tidak dapat menutup dengan sempurna. Riwayat timbul
lesi pada wajah berupa bintik-bintik berisi cairan tidak ada. Berdasarkan
anamnesis, Pasien mengeluh nyeri ketika berbicara, makan, menggosok
gigi, juga jika tersentuh. Serta pasien juga mengaku nyeri saat terkena air.
Nyeri dirasakan pasien terus menerus hampir setiap hari. Keluhan pada
wajah sebelah kanan disangkal. Pasien mengaku lima bulan yang lalu
pernah terjatuh dan terbentur kayu Pasien datang dengan kesadaran (GCS
E4M6V5).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit ringan,
kesadaran compos mentis, TD 114/70 mmHg, nadi 69 x/menit, pernapasan
20 x/menit, suhu 36,0 C. Pada pemeriksaan neurologi didapatkan pupil
isokor 2mm / 2 mm, reflek cahaya langsung (+/+) dan tidak langsung
(+/+). Pada pemeriksaan neurologis pada pipi dan dagu kiri ditemukan
hiperestesia. Pemeriksaan fungsi motorik memperlihatkan kekuatan
motorik pada lengan kanan dan kiri bernilai 5555 dan kaki baik kanan
maupun kiri bernilai 5555.
2.7 Diagnosa
Diagnosa klinis : Hiperestesi wajah sebelah kiri, nyeri seperti
di tusuk-tusuk dan panas pada wajah sebelah kiri
Diagnosa topis : Nervus trigeminus
Diagnosa etiologi : Neuralgia trigeminal
19

2.8 Terapi

Infus :
- IVFD Ringer Laktat 20tts/i
Injeksi :
- Citocolin 500mg/12 j
- Mecobalamin 1 ampul/12 j
- Ketorolac 1 ampul/8 j
Oral :
-Carbamazepin 2 x1
-Asam Folat 2x 1
-Capcam B2 2x 1
-Nopres 20 mg 1 x 1

2.9 Prognosis
Quo Ad Vitam : dubia et bonam
Quo Ad Fungsionam : dubia et bonam
Quo Ad Sanationam : dubia et bonam
20

2.10 Follow up

Tgl S O A P
20/03/2022 Os masuk dengan Kesadaran : Neuralgia
Infus :
keluhan nyeri pipi Somnolen Trigeminal
- IVFD Ringer
sebelah kiri. Bibir TD : 114/70 Laktat 20tts/i
tidak simetris miring mmHg Nadi : Injeksi :
ke arah kiri. Mata
69x/menit - Citocolin
kiri tidak dapat 500mg/12 j
RR : 20x/menit
menutup sempurna. - Mecobalamin 1
Suhu : 36,0 oC
Kondisi umum ampul/12 j
Motorik
pasien lemah - Ketorolac 1
5555 ampul/8 j
5555 Oral :
-Capcam B2 2 x1
5555 5555
-Carbamazepin 2x
1
-Nopres 20 mg 1x 1
-AS. Folat 2 x 1

21/03/2022 Nyeri pada leher, Kesadaran : Neuralgia


Infus :
Riwayat trauma Somnolen Trigeminal
- IVFD Ringer
wajah sinistra(+) TD : 110/85 Laktat 20tts/i
mmHg Nadi : Injeksi :
68x/menit - Citocolin
500mg/12 j
RR : 20x/menit
- Mecobalamin 1
Suhu : 36,2 oC
ampul/12 j
Spo2 : 99%
- Ketorolac 1
Motorik ampul/8 j
21

5555 5555
Oral :
5555 5555
-Capcam B2 2 x1
-Carbamazepin 2x1
-Nopres 20 mg 1x 1
-AS. Folat 2 x 1

22/03/2022 Nyeri pada leher, Kesadaran : Neuralgia


Infus :
Riwayat trauma Somnolen Trigeminal
- IVFD Ringer
wajah sinistra(+) TD : 110/70 Laktat 20tts/i
mmHg Nadi : Injeksi :
86x/menit - Citocolin
500mg/12 j
RR : 20x/menit
- Mecobalamin 1
Suhu : 36,3 oC
ampul/12 j
Spo2 : 99%
- Ketorolac 1
Motorik ampul/8 j
5555 5555 -Ranitidine
5555 5555 Oral :
-Capcam B2 2 x1
-Carbamazepin 2x
1
-Nopres 20 mg 1x 1
-AS. Folat 2 x 1
-Prednison 4x3
-Domperidone 3x1

23/03/2022 Nyeri pada leher, Neuralgia


Infus :
Riwayat trauma Trigeminal
- IVFD Ringer
wajah sinistra(+) Laktat 20tts/i
Injeksi :
- Citocolin
500mg/12 j
- Mecobalamin 1
22

ampul/12 j
- Ketorolac 1
ampul/8 j
-Ranitidine
Oral :
-Capcam B2 2 x1
-Carbamazepin 2x
1
-Nopres 20 mg 1x 1
-AS. Folat 2 x 1
-Prednison 4x3
-Domperidone 3x1
23

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Trigeminal neuralgia adalah suatu peradangan pada saraf
trigeminal yang menyebabkan rasa sakit yang hebat dan kejang otot di wajah.
Serangan intens, nyeri wajah seperti kejutan listrik dan dapat terjadi secara
mendadak atau dipicu dengan menyentuh area tertentu dari wajah. Namun hingga
saat ini penyebab pasti dari trigeminal neuralgia masih belum dipahami
sepenuhnya.
Trigeminal neuralgia menurut IASP (International Association for the
study of Pain) ialah nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya unilateral.
Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu atau lebih cabang nervus
trigeminus. Sementara menurut International Headache Society trigeminal
neuralgia nyeri adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat seperti
tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya
muncul akibat stimulus ringat seperti mencuci muka, bercukur, gosok gigi,
berbicara.

Definisi menurut IASP Definisi menurut IHS


Tiba-tiba,  Nyeri unilateral pada wajah,
Biasanya unilateral  Nyeri seperti sengatan listrik yang
Sifat nyeri hebat berdistribusi ke salah satu atau
Menusuk lebih dari nervus 6.
Berulang  Nyeri biasanya ditimbulkan oleh
Berdistribusi di salah satu hal-hal sepele seperti mencuci
atau lebih cabang dari nervus 5. muka, bercukur, merokok,
berbicara, dan menggosok gigi.
Namun juga dapat terjadi secara
mendadak.
2.2 Epidemiologi
Neuralgia Trigeminal banyak diderita pada usia diatas sekitar 40 tahun
dengan rata-rata antara 50 sampai 58 tahun, walaupun kadang-kadang ditemukan
pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder, dan ada yang melaporkan
24

kasus neuralgia trigeminal pada anak laki-laki usia 9 tahun. Pada wanita sedikit
lebih banyak dibandingkan dengan laki- laki dengan perbandingan 1,6 : 1. Faktor
ras dan etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia
Trigeminal. Prevalensi lebih kurang 155 per 100.000 penduduk dan insidensi 40
per 1.000.000. Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah
dilaporkan. Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat ±
8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang
Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia
Trigeminal akan meningkat (8).
2.3 Etiologi
Ada banyak pendapat yang berbeda tentang etiologi dari trigeminal
neuralgia, namun beberapa dari mereka masih kontroversial karena
kurangnya bukti objektif. Saat ini ada tiga etiologi yang paling populer.
Teori pertama berdasarkan pada penyakit yang berhubungan, kedua adalah
trauma langsung pada saraf dan teori ketiga merambat asal polyetiologic
penyakit (5).
Penyakit yang berhubungan seperti gangguan dari vaskularisasi,
multipel sclerosis, diabetes melitus, rematoid, dan lain-lain. Pada trauma
langsung pada saraf dibagi menjadi dua bagian yaitu trauma pada bagian
perifer dan sentral. Teori yang ketiga yaitu polyetiologic, faktor yang
mungkin dapat berpengaruh dan menimbulkan demielinisasi dan
disatrofi(5)
2.4 Patogenesis
Neuralgia Trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang
melibatkan sistem persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus,
tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di
dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada
pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen
kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti
meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus
karena sklerosis multipel. Ada sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya.
25

Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa mempunyai penyebab perifer maupun


sentral.
Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf
ini, apapun penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi
segmental pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic
action potential pada saraf Trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge
neuronal yang berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur
sensorik yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan
menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh
pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang paroksismal. Stimulus
yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan terjadinya serangan
nyeri (4).
Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara
sentral membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang
bagaimana multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan
akan adanya demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau
pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus(9).
Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes,
dianggap bahwa lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang
berakibat terjadinya nyeri. Tentang mengapa nyeri pasca herpes masih
bertahan sampai waktu cukup lama dikatakan karena setelah sembuh dan
selama masa regenerasi masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga
kurun waktu yang berbeda. Pada orang usia muda, waktu ini relatif
singkat. Akan tetapi, pada usia lanjut nyeri bisa berlangsung sangat lama.
Pemberian antiviral yang cepat dan dalam dosis yang adekuat akan sangat
mempersingkat lamanya nyeri ini (3).
Peter Janetta menggolongkan neuralgia glossopharyngeal dan hemifacial
spasm dalam kelompok “Syndromes of Cranial Nerve Hyperactivity“. Menurut
dia, semua saraf yang digolongkan pada sindroma ini mempunyai satu kesamaan:
mereka semuanya terletak pada pons atau medulla oblongata serta dikelilingi oleh
banyak arteri dan vena. Pada genesis dari sindroma hiperaktif ini, terdapat dua
26

proses yang sebenarnya merupakan proses penuaan yang wajar:


1. Memanjang serta melingkarnya arteri pada dasar otak.
2. Dengan peningkatan usia, karena terjadinya atrofi, maka otak akan
bergeser atau jatuh ke arah caudal di dalam fossa posterior dengan
akibat makin besarnya kontak neurovaskuler yang tentunya akan
memperbesar kemungkinan terjadinya penekanan pada saraf yang
terkait.
Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab umum
dari sindroma saraf kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut, baik
dari arteri maupun vena, adalah penyebab utamanya. Letak kompresi berhubungan
dengan gejala klinis yang timbul. Misalnya, kompresi pada bagian rostral dari
nervus trigeminus akan mengakibatkan neuralgia pada cabang oftalmicus dari
nervus trigeminus, dan seterusnya.

Menurut Calvin, sekitar 90% dari neuralgia Trigeminal penyebabnya adalah


adanya arteri “salah tempat” yang melingkari serabut saraf ini pada usia lanjut.
Mengapa terjadi perpanjangan dan pembelokan pembuluh darah, dikatakan bahwa
mungkin sebabnya terletak pada predisposisi genetik yang ditambah dengan
beberapa faktor pola hidup, yaitu merokok, pola diet, dan sebagainya. Pembuluh
darah yang menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya kecil,
misalnya dengan diameter 50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia,
hemifacial spasm, tinnitus, ataupun vertigo. Bila dilakukan microvascular
decompression secara benar, keluhan akan hilang (4).

2.5 Klasifikasi
IHS (International Headache Society) membedakan Neuralgia Trigeminal
menjadi NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus
yang etiologinya belum diketahui (idiopatik). Sedangkan NT simptomatik dapat
diakibatkan karena tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii.
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.
Trigminal Neuralgia Idiopatik:
27

1. Nyeri bersifat paroksimal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris,


sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.
2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul
antara beberapa detik sampai menit.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.

Trigeminal Neuralgia Simptomatik:


1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus
atau nervus infra orbitalis.
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf
kranial, berupa gangguan autonom (Horner syndrom).
4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas
pada golongan usia.

2.6 Manifestasi Klinis


Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut:
1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,
seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang
berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari
dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval
bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.
2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan
unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus mandibularis (V2) 19,1%
dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi keduanya 35,9% sehingga
paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah. Jarang sekali hanya
terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa
diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris
dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah
distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%).
28

3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti


perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Nyeri pada trigeminal
neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau lebih. Pada periode
aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi dan beratnya
serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu.
4. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri
atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal.
Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung
beberapa hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri
berdenyut sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental.

2.7 Diagnosis
Trigeminal neuralgia dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang lainnya.
Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan bersama-sama
pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang serius. Diagnosa
ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan klinis dan uji klinis
untuk mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat
pemeriksaan.
Kriteria diagnosis trigeminal neuralgia menurut International Headache
Society adalah sebagai berikut:
A. Serangan-serangan paroxysmal pada wajah, nyeri di frontal yang berlangsung
beberapa detik tidak sampai 2 menit.
B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada
cabang mandibularis atau maksilaris.
2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba, kuat, tajam, superfisial, serasa
menikam atau membakar.
3. Intensitas nyeri hebat, biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.
4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti
makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok
gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral.
5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
29

C. Tidak ada kelainan neurologis.


D. Serangan bersifat stereotipik.
E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.
Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal
neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat
keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk
melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosa trigeminal neuralgia dibuat dengan
mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran rasa sakitnya. Sementara tidak ada
pemeriksaan diagnostik yang dapat mempertegas adanya kelainan ini. Teknologi CT Scan
dan MRI sering digunakan untuk melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang
menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI angiography) pada
nervus trigeminal dan brain stem dapat menunjukkan daerah nervus yang tertekan oleh
vena atau arteri. Sebagai tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan
stimuli pemicu, dan lokasi yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi
komea, nostril, gusi, lidah dan di pipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon
sentuhan dan perubahan suhu (panas dan dingin).
2.8 Diagnosis Banding
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul
pada wajah dan kepala.
Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal,
tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia
postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.
Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang
bawah dan pelipis saat mengunyah dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi
hanya dipicu oleh proses mengunyah, biasanya disebabkan oleh artrosis
temporomandibular dan maloklusi gigi.
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis.
Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering
ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan
30

menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke
bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi
ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian
analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan
antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik
mungkin.
Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri
paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan
berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal
yang lebih lama
Tabel 2. Diagnosis Banding Neuralgia Trigeminal

Faktor yang
Diagnosis
Persebaran Karakteristik Klinis Meringankan/
Banding
Memperburuk

Neuralgia Daerah Laki- laki/ perempuan = 1:3, Titik-titik rangsang


Trigeminal persarafan Lebih dari 50 tahun, sentuh,
cabang II Paroksismal (10-30 detik), mengunyah,
dan III nyeri bersifat menusuk-nusuk senyum, bicara,
nervus atau sensasi terbakar, dan menguap
trigeminus, persisten selama berminggu-
unilateral minggu atau lebih,
Ada titik-titik pemicu,
Tidak ada paralisis motorik
maupun sensorik.
Neuralgia Unilateral Lebih banyak ditemukan Tidak ada
Fasial atau pada wanita usia 30-50 tahun
Atipik bilateral, Nyeri hebat berkelanjutan
pipi atau umumnya pada daerah
angulus maksila
nasolabialis,
hidung
bagian
dalam
Neuralgia Unilateral Riwayat herpes Sentuhan,
Post Biasanya Nyeri seperti sensasi pergerakan
herpetikum pada daerah terbakar, berdenyut-denyut
persebaran Parastesia, kehilangan sensasi
31

cabang sensorik keringat


oftalmikus Sikatriks pada kulit
nervus V
Sindrom Unilateral, Nyeri berat berdenyut-denyut Mengunyah,
Costen dibelakang diperberat oleh proses tekanan sendi
atau di mengunyah, temporomandibular
depan Nyeri tekan sendi temporo-
telinga, mandibula.
pelipis,
wajah
Migren Orbito- Nyeri kepala sebelah Alkohol pada
frontal, beberapa kasus
rahang atas,
angulus
nasolabial

2.9 Tatalaksana
Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi
medikamentosa dan terapi pembedahan.
Telah disepakati bahwa penanganan lini pertama untuk trigeminal neulalgia adalah
terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan apabila terapi
medikamentosa mengalami kegagalan

a. Terapi Farmakologi

Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan


beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS (European
Federation of Neurological Society) disarankan terapai neuralgia trigeminal
dengan carbamazepin (200-1200 mg sehari) dan oxcarbamazepin (600-1800mg
sehari) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen
dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien
dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya.
Dalam pedoman AAN-EFNS (American Academy of Neurology-European
Federation of Neurological Society) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin
efektif dalam pengendalian nyeri, oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan
lamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat terapi
obat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin dan
32

valproat.
Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis
pemberian 200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian 600-
1800 mg/hari sesuai dengan pedoman pengobatan. Tingkat keberhasilan dari
karbamazepin jauh lebih kuat dibandingkan oxcarbamazepin, namun
oxcarbamazepin memiliki profil keamanan yang lebih baik. Sementera
pengobatan lini kedua dapat diberikan lamotrgine dengan dosis 400 mg/ hari,
baclofenac 40 – 80 mg/hari, dan pimizoid 4 – 12 mg/hari.
Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternative, yaitu dengan
memberikan obat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan
studi terbuka yang disarankan untuk menggunakan fenitoin, clonazepam,
gabapentin, pregabalin, topiramate, levetiracetam, dan valproate.

Karbamazepine
Karbamazepine bekerja dengan cara menghambat aktivitas neuronal pada
kanal natrium, sehingga dapat mengurangi rangsangan neuron. Karbamazepine
memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada tabes dorsalis dan
neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Sebagian besar
penderita trigeminal neuralgia mengalami penurunan sakit yang berarti dengan
menggunakan obat ini. Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat
luas, khususnya gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan
agranulositosis maka pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang
selama pengobatan.
Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal
(rendah). Jika efek samping yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari dapat
dikurangi 1-3 perhari, sebelum mencoba menambah dosis perharinya lagi.
Karbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 200-1200 mg, dimana hampir
70% memperlihatkan perbaikan. Dosis dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil
perhari, secara bertahap dapat ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul
efek samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap.
33

Karbamazepine dapat dikombinasi dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri


membandel, atau diubah ke oxykarbazepine.
Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness,
mental confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan anorexia.
Terdapat juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic
skin rash, gangguan darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic
anemia, keracunan hati, congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi
seksual.
Oxykarbamazepin
Oxykarbamazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana
mempunyai efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan
dapat meredakan nyeri dengan baik. Pada umumnya dosis dimulai dengan 2 x
300 mg yang secara bertahap ditingkatkan untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosis
maksimumnya 2400-3000 mg perhari. Efek samping yang paling sering adalah
nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping yang jarang timbul
yaitu rash, infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan perubahan elektrolit
darah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus
secara bertahap.
Lamotrigine
Lamotrigin berefek pada saluran natrium, menstabilkan membran saraf
dan menghambat pelepasan rangsangan neurotransmiter. Dosis awal 25 mg/hari
secara perlahan meningkat sampai dosis 200 - 400 mg/hari dibagi dua dosis. Efek
samping dapat berupa pusing, mual, penglihatan kabur dan ataksia. Sekitar 7-
10% pasien dapat terjadi ruam pada kulit selama terapi 4 - 8 minggu. Dapat juga
terjadi kelainan berupa deskuamasi atau terkait gejala parah demam atau
limfadenopati indikasi Stevens-Johnson sindrom yang membutuhkan penghentian
segera.
Phenitoin
Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP.
Sifat anti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang
dari fokus kebagian lain di otak. Penggunaan phenitoin harus hati-hati dalam
34

mengkombinasikan dengan karbamazepine karena dapat menurunkan dan kadang-


kadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma, sebaiknya diikuti dengan
pengukuran kadar obat dalam plasma.
Phenitoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal
neuralgia dengan dosis 300-600mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Efek samping
yang ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga
mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingiva dan
hypertrichosis.
Baklofen
Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat
dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru
terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransi
karbamazepine. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 40-80 mg
perhari. Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminal
neuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.
Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian baklofen
adalah mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh
dihentikan secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi
atau serangan jantung.
Gabapentin
Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama
efektifnya dengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis
awal biasanya 3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi
merugikan paling sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti
semua obat, penghentian secara cepat harus dihindari.

b. Terapi Pembedahan
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang
tidak bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan
terapi pembedahan.
Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi
35

pembedahan yaitu: (1) Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan


penyembuhan yang berarti, (2) Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatan
dan gejala semakin memburuk, (3) Adanya gambaran kelainan pembuluh darah
pada MRI.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,
terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer
dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu dengan
suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion gasseri ialah
rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi termoregulasi, suntikan
gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma
knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di
fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus
trigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang
menekan nervus trigeminus.

2.10 Prognosis
Setelah serangan awal, trigeminal neuralgia dapat muncul kembali selama
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun berikutnya. Setelah itu serangan bisa
menjadi lebih sering, lebih mudah dipicu, dan mungkin memerlukan pengobatan
jangka panjang. Meskipun neuralgia trigeminal tidak terkait dengan hidup singkat,
morbiditas yang terkait dengan nyeri wajah kronis dan berulang dapat
dipertimbangkan jika kondisi tidak cukup terkontrol. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi sindrom nyeri kronis, dan pasien dapat menderita depresi
dan kehilangan fungsi sehari-hari. Pasien dapat memilih untuk membatasi
kegiatan yang memicu rasa sakit, seperti mengunyah, sehingga pasien mungkin
kehilangan berat badan dalam keadaan ekstrim.
36

BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien laki-laki berusia 51 tahun dibawa ke RSU Cut Meutia oleh


keluarganya dengan keluhan nyeri pipi sebelah kiri. Nyeri dirasakan sejak empat
bulan yang lalu dan semakin memberat dalam tiga hari ini. Nyeri dirasakan pasien
seperti di tusuk-tusuk dan terasa panas pada wajah sebelah kiri terutama jika
tersentuh. Nyeri dirasakan hilang timbul, lamanya serangan nyeri dirasakan
±15-30 menit. Nyeri juga dirasakan menjalar pada pipi, sekitar area mata, rahang
bawah dan dagu sebelah kiri. Bibir pasien tidak simetris miring ke kiri dan mata
kiri pasien tidak dapat menutup dengan sempurna. Riwayat timbul lesi pada wajah
berupa bintik-bintik berisi cairan tidak ada. Berdasarkan anamnesis, Pasien
mengeluh nyeri ketika berbicara, makan, menggosok gigi, juga jika tersentuh.
Serta pasien juga mengaku nyeri saat terkena air. Nyeri dirasakan pasien terus
menerus hampir setiap hari. Keluhan pada wajah sebelah kanan disangkal. Pasien
mengaku lima bulan yang lalu pernah terjatuh dan terbentur kayu Pasien datang
dengan kesadaran (GCS E4M6V5).

Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan
daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan
oleh berbagai penyebab. Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam
beberapa detik sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang
terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat,
seperti nyeri saat kena setrum listrik.(2)

Trigeminal neuralgia menurut International Association for the study


of Pain (IASP), ialah nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya
unilateral. Nyeri terjadi secara singkat dan berat seperti ditusuk di salah satu atau
lebih cabang nervus trigeminus. Sementara menurut International Headache
Society (IHS), trigeminal neuralgia adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat
seperti tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya
muncul akibat stimulus ringan seperti mencuci muka, bercukur, gosok gigi, berbicara
(10).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan
37

darah 114/70 mmHg, nadi 69x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,0 oC. Pada status
generalis didapatkan pemeriksaan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
neurologi didapatkan:
N. Trigeminus Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelianan
- Trismus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Refleks kornea Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sensorik
- Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Pipi Tidak ada kelainan Hiperestesia
- Dagu Tidak ada kelainan Hiperestesia

Dari keluhan utama dan kronologi penyakit maka kita dapat mengarahkan
diagnosis bahwa penderita mengalami trigeminal neuralgia. Banyak literatur yang
menyebutkan bahwa 60% penderita neuralgia adalah wanita. Insidensi kejadian
untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria sekitar 3,4 kasus per
100.000 pria. Kejadian juga berhubungan dengan usia, dimana neuralgia banyak
diderita pada usia antara 50 sampai 70 tahun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum baik, tidak terdapat kelainan
pada pemeriksaan fisik umum dan spesifik. Pada pemeriksaan neurologi tidak
ditemukan kelainan. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
dapat disimpulkan bahwa pasien menderita trigeminal neuralgia. Penatalaksanaan
pada kasus ini dengan cara medikamentosa, t e r a p i m e d i k a m e n t o s a y a n g
d i b e r i k a n a d a l a h IVFD Ringer Laktat 20tts/menit, Citocolin 500mg/12 jam,
Mecobalamin 1 ampul/12 jam, Ketorolac 1 ampul/8 jam, Ranitidine, Capcam B2 2
x1, Carbamazepin 2x 1, Nopres 20 mg 1x 1, Asam Folat 2 x 1, Prednison 4x3,
Domperidone 3x1 .
BAB V
KESIMPULAN

Tn R dibawa ke RSU Cut Meutia oleh keluarganya pada hari


Minggu, 20 Maret 2022 pukul 17.30 wib dengan keluhan nyeri pipi
sebelah kiri. Nyeri dirasakan sejak empat bulan yang lalu dan semakin
memberat dalam tiga hari ini. Nyeri dirasakan pasien seperti di tusuk-
tusuk dan terasa panas terutama jika tersentuh pada wajah sebelah kiri.
Nyeri dirasakan hilang timbul, lamanya serangan nyeri dirasakan ±15-30
menit. Nyeri juga dirasakan menjalar pada pipi, sekitar area mata, rahang
bawah dan dagu sebelah kiri. Berdasarkan anamnesis, Pasien mengeluh
nyeri ketika berbicara, makan, menggosok gigi, juga jika tersentuh. Serta
pasien juga mengaku nyeri jika terkena air. Nyeri dirasakan pasien terus
menerus hampir setiap hari. Keluhan pada wajah sebelah kanan disangkal.
Pasien mengaku lima bulan yang lalu pernah terjatuh dan terbentur kayu.
Pasien datang dengan kesadaran (GCS E4M6V5).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang,
kesadaran compos mentis, TD 114/70 mmHg, nadi 69 x/menit, pernapasan
20 x/menit, suhu 36,0 C. Pada pemeriksaan neurologi didapatkan pupil
isokor 2mm / 2 mm, reflek cahaya langsung (+/+) dan tidak langsung
(+/+). Pada pemeriksaan neurologis pada pipi dan dagu kiri ditemukan
hiperestesia. Pemeriksaan fungsi motorik memperlihatkan kekuatan
motorik pada lengan kanan dan kiri bernilai 5555 dan kaki baik kanan
maupun kiri bernilai 5555.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gupta SK, Gupta A, Mahajin A, et al. Clinical insights in Trigeminal


Neuralgia. JK Science 2005; 7 (3): 181-184.
2. Mark Obermann. Treatment optionts in trigeminal neuralgia. Therapeutics
Advances in Neurological Disorders 2010; 3(2): 107-115.
3. Meraj NS, Siddiqui S, Ranashinghe JS, et al. Pain management: trigeminal neuralgia.
Hospital Physician 2003; 3: 64-70.
4. Loeser JD. Cranial Neuralgia, In : Banica’s Management of Pain,
Philadelphia, Lipincott William & Wilkins. 2001.
5. Nurmikko TJ and Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology,
diagnosis, and current treatment. Brithish Journal of Anaesthesia 2001; 87 (1):
117-132.
6. Sharav Y. Orofacial Pain : Dental Vascular & Neuropathic, In: Pain-An
Updated Review. Seattle: IASP Press. 2002.
7. Bryce DD. Trigeminal Neuralgia. [online] Facial Neuralgia Rerources 2006
[cited 2013 June 1]; Availabe from: URL: http://www.Facial Neuralgia,
org/conditins/tn.html.
8. Kauffman AM and Patel M. Your complete guide to trigeminal neuralgia.
[online] CCND Winnipeg 2001. [cited 2012 June 1]; Available from URL:
http://www.umanitoba.ca/cranial_nerves/trigeminal_neuralgia/manuscript/
9. Mardjono M, Shidarta P. Saraf otak kelima atau nervus trigeminus dalam
neurologi klinis dasar. Diar Rakyat: Jakarta. 2008.
10. Gintautas S, Joudzybalys G, Wang HL. Aetiology and pathogenesis of
trigeminal neuralgia: a comprehensive review. J Oral Maxillofac 2012; 3(4):
1-7
11. Rabinovich A, Fang Y, Scrivani S. Diagnosis and Management of Trigeminal
Neuralgia. Columbia Dental Review 2000; 5: 4-7.
12. Passos JH et al. Trigeminal Neuralgia. [online] Journal of Dentistry & Oral
Medicine 2001. [cited 2013 June 1]; Available from: URL:
http://www.epub.org.br.
13. Kleef MV, Genderen WE, Narouze S. Evidence based medicine trigeminal
neuralgia. World Institute of Pain 2009; 9(4): 252-259.
14. Manish KS. Trigeminal neuralgia. [online] Medscape 2013. [cited 2013 June
1]; Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1145144-overview

Anda mungkin juga menyukai